BAB I PENDAHULUAN. individu yang menyebabkan distres, disfungsi dan menurunkan kualitas. kondisi yang mencirikan gangguan jiwa.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap manusia lainnya. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI DI KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 mendefinisikan sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh individu yang menyebabkan distres, disfungsi dan menurunkan kualitas kehidupan (Stuard, 2016). Selain itu, suatu perilaku yang muncul dan tidak terkontrol sehingga menurunkan kualitas kehidupan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang disebabkan dari faktor psikologis, biologis dan sosial budaya dikatakan dengan suatu kondisi yang mencirikan gangguan jiwa. Masalah Gangguan jiwa yang paling berat diantaranya skizofrennia, dimana menurut WHO (2012), menyatakan bahwa 24 miliar penduduk didunia menderita skizofrenia antara usia 15 sampai dengan 35 tahun dan laki laki memiliki tingkat kejadian tinggi dibandingkan dengan perempuan 1,4 banding 1, (Novitayani, Sri, 2016), hal ini juga sama dengan penelitin yang dilakukan oleh Simbolon, Joesoef bahwa jenis kelamin laki laki berkisar 65% yang menderita skizofrenia. Pasien skizofrenia seringkali memerlukan rawat inap dirumah sakit dengan berbagai alasan, dimana pasien skizofrenia lebih tinggi readmission dibandingkan dengan gangguan jiwa berat lainnya, dimana setelah medikasi 60% pasien akan mengalami readmission (Simbolon, J, 2014). Kasus skizofrenia dengan perawatan kembali dikatakan dengan readmission (Heslin, Ph, Weiss, & Ph, 2015).

Readmission dapat dilakukan ketika pasien mengalami gejala psikosis yang tidak dapat dikontrol, sehingga dapat berbahaya baik bagi pasien maupun bagi orang lain sekitar pasien, gejala psikosis meliputi gejala negatif maupun gejala positif dari pasien skizofrenia dapat juga dari lingkungan pasien itu sendiri yang dapat menyebabkan readmission (Novitayani, Sri. 2016). Readmission pada pasien gangguan jiwa dapat terjadi dengan beberapa alasan, diantaranya karena diagnosis utama saat dirawat, kekambuhan, dukungan keluarga yang kurang terhadap kepatuhan pengobatan pasien sehingga dapat meningkatkan prevalensi pasien jiwa. Prevalensi pasien jiwa yang kembali dirawat di Rumah Sakit yang sudah pernah sehat kemudian dirawat kembali banyak terjadi di semua Negara diantaranya Amerika Serikat, Jepang dan Brazil. Amerika serikat yang terbanyak adalah dengan diagnosis gangguan mood dan skizofrenia berkisar 12,6% mengalami readmission (perawatan kembali 30 hari pasca perawatan di rumah sakit), hal ini dapat disebabkan akses perawatan dirumah tidak mendukung, ketidakpatuhan pengobatan serta beban yang dihadapi keluarga (Heslin, Ph, Weiss, & Ph, 2015). Jepang pada tahun 2014, prevalensi gangguan jiwa dengan diagnosa skizofrenia 62% melakukan readmission dimana disebabkan akibat ketidakpatuhan pengobatan, kekambuhan dan suport yang kurang (Shimada, Nishi, & Yoshida, 2016). Sedangkan, di Brazil, terjadi berkisar 30% sampai 59% mengalami readmission 1 bulan diantaranya pasca empat bulan setelah sehat dan dipulangkan kerumah.

Hal ini pun terjadi di Indonesia, diantaranya mengalami readmission 1 bulan dengan diagnosis skizofrenia 49% dirawat kembali dirumah sakit 6 bulan setelah dipulangkan kerumah, kemudian juga terjadi kekambuhan lebih 6 bulan pasca perawatan 30 40% dan 1 tahun pemulangan mengalami penderita gangguan jiwa ringan dengan gejala kecemasan dan panic 28%, selain itu juga terjadi 65 75% mengalami kekambuhan 3 5 tahun pasca perawatan (Taufik, Y, 2014). Selain itu, juga terjadi Rumah Sakit Jiwa Sumatera Utara pada tahun 2013 pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1.749 orang, dari jumlah tersebut 1.643 orang (90,09%) penderita skizofrenia, dan dari sekian banyak tersebut 1.593 orang berkisar 96,76% mengalami remisi penyebab diantaranya mengalami kekambuhan sekitar 65% sehingga mengalami readmission (Simbolon, J. 2014). Readmission yang terjadi pada pasien gangguan jiwa terjadi banyak faktor antara lain disebabkan oleh penyakitnya atau kekambuhan, rendahnya dukungan lingkungan sosial, rendahnya pendapatan keluarga, serta pasien yang tidak mempunyai tempat tinggal, stigma yang meningkat menyertai pasien skizofrenia, ketidakmampuan keluarga terhadap pengobatan pasien, keluaga merasa terbebani dan ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan yang telah diberikan dari rumah sakit (Simbolon, J, 2014) Ketidakpatuhan pengobatan salah satu dampak negatif yang dapat meningkatkan angka kekambuhan sehingga readmission terjadi pada pasien gangguan jiwa (Ali et al., 2015), ketidakpatuhan ini dapat terjadi

akibat dari kurang kontrol rawat jalan, ketidakteraturan minum obat dampak dari efek samping obat yang diminum, jumlah obat yang banyak sehingga membuat pasien malas minum obat, ditambah lagi rendahnya dukungan keluarga saat pasien akan kontrol pengobatan yang membuat pasien jatuh pada ketidakpatuhan pengobatan Ketidakpatuhan pengobatan telah diketahui juga oleh banyak penelitian diantaranya, Boden, Robert, dkk. menyebutkan hal yang sama bahwa faktor yang dapat mempengaruhi readmission diantaranya ketidakpatuhan pada pengobatan dan durasi yang singkat selama perawatan (Bodén, Brandt, Kieler, Andersen, & Reutfors, 2011). Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan masalah yang sering dialami pada pasien gangguan skizofrenia, dimana konsekuensi dari ketidakpatuhan pengobatan pada pasien skizofrenia bisa menimbulkan gejala yang buruk bagi pasien (Zhou & Rosenheck, 2017). Keadaan yang buruk bagi pasien merupakan suatu kondisi dimana akan membuat kondisi yang buruk juga bagi perkembangan keluarga dengan anggota keluarga gangguan jiwa, bagi keluarga yang memiliki koping tidak bagus akan mudah khawatir dan membuat keluarga memutuskan kembali pasien untuk readmission. Readmission pada pasien tidak hanya karena pasien mengalami gejala yang buruk saja, melainkan pasien yang dengan patuh obat, sebagian juga akan mengalami readmission (Novitayani, Sri, 2016). Selain dari beberapa faktor readmission terlihat juga dari keluarga merasa terbebani dalam

melakukan perawatan terhadap pasien gangguan jiwa, beban yang dirasakan keluarga baik berupa beban subjektif maupun beban objektif, bagi keluarga mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa merupakan sebuah aib sehingga membuat keluarga menjadi malu terhadap lingkungan tempat tingal dan merasa khawatir dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (Simbolon, J, 2014) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Simbolon, Joesoef tahun 2014, tentang masalah stigma anggota keluarga menjadi suatu beban bagi anggota keluarga dengan respon yang diungkapkan oleh responden diantaranya, kekhawatiran diperlakukan berbeda dilingkungan masyarakat sebesar 52,9% dan 49,4% kekhawatiran diketahui masalah yang dirasakan diketahui orang banyak Masalah stigma dalam penanggulangan pasien skizofrenia ternyata masih merupakan kendala yang cukup berarti bagi pasien dan keluarga, pandangan ini dapat dilihat dari karakteristik dari lingkungan masyarakat yang tidak mendukung sehingga berkeinginan bagi keluarga untuk memasukkan kembali anggota keluarga yang bermasalah dengan kejiwaan ke rumah sakit jiwa (Kalseth, Lassemo, dkk, 2016). Keluarga yang seharusnya menjadi sumber dukungan bagi keluarga tetapi bagi keluarga yang kurang pemahaman terhadap perawatan pasien akan menjadi sebuah beban dan masalah bagi keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anggota keluarga di Cina ada beberapa faktor yang menjadi beban anggota keluarga melakukan

readmission diantaranya, ketakutan pasien melakukan kekerasan, kekhawatiran keluarga dengan perilaku pasien, keluarga menjadi terganggu dalam melakukan rutinitas sehari hari, dan ketakutan keluarga akan terus mengalami kecemasan (Zhou & Rosenheck, 2017). Kecemasan merupakan salah satu respon psikologis yang dialami keluarga akibat keluarga kurang memahami dalam penanganan pasien dengan gangguan jiwa, respon kecemasan tersebut juga merupakan beban emosional bagi keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa. Menurut, Yunus, Taufik, 2014, keluarga merupakan unit terdekat dengan klien dan merupakan perawat utama bagi klien, keluarga juga berperan dalam menentukan cara perawatan yang diperlukan klien dirumah, keberhasilan perawatan dirumah sakit akan sia - sia apabila dari keluarga kurang mendapatkan dukungan sosial yang baik. Dukungan sosial keluarga dianggap sebagai material dan moral bagi individu yang mengalami gangguan mental, dimana dukungan yang seharusnya diberikan bagi keluarga dengan masalah gangguan mental adalah cinta, keterikatan, harga diri dan rasa memiliki, dengan demikian akan memberikan efek yang positif bagi pasien dan dapat mencegah readmission pada pasien gangguan mental (Korkmaz & Küçük, 2016). Gangguan mental merupakan masalah yang menyumbang banyak perhatian dan beban sosial bagi keluarga dalam melakukan perawatan sehingga keluarga melakukan pengobatan kembali bagi salah satu anggota keluarga dengan gangguan mental yang serius, dengan beban yang

dirasakan kebanyakan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa memutuskan untuk melakukan perawatan (Roberts & Kim, 2016) Keluarga dalam melakukan readmission terhadap pasien gangguan jiwa merupakan salah satu tugas kesehatan keluarga dalam melakukan perawatan terhadap pasien dengan gangguan jiwa tetapi dengan dukungan keluarga akan mencegah kekambuhan (Tlhowe & Koen, 2016), karena, dilihat dari beberapa observasi yang dilihat dari pasien yang tinggal di rumah sakit mengungkapkan lebih senang tinggal atau berada ditengah tengah keluarga sehingga pasien tidak merasa di sisihkan, supaya itu tidak terjadi anggota keluarga yang berperan dalam merawat pasien harus memiliki koping yang adaptif. Cara yang tepat mengatasi beban yang dirasakan oleh keluarga perlu memiliki coping skill adaptif. Coping skill yang adaptif dapat dicapai jika keluarga memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup karena hal tersebut akan mempengaruhi keluarga dalam merawat dan menentukan reaksi emosional yang timbul terhadap perawatan pasien ( Metkono, Novia Brigita Sari,dkk 2014). Perawatan pasien gangguan jiwa oleh keluarga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan kesehatan keluarga dilingkungan komunitas, dimana antara keluarga yang memberikan perawatan harus bekerja sama dengan pelayanan kesehatan jiwa komunitas.

Pelayanan kesehatan jiwa komunitas dapat diberikan untuk keluarga diantaranya dengan cara memberikan informasi dan edukasi melalui komunikasi terapeutik, dimana manfaatnya bagi keluarga dapat meningkatkan kemampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa, dengan demikian akan menurunkan prevalensi readmission di Rumah Sakit pada pasien gangguan jiwa (Kalseth, Lassemo, dkk, 2016). 1 Readmission pada pasien dengan gangguan jiwa memiliki dampak dimana akan menurunkan kualitas kehidupan yang harus dijalani saat dirumah, akibat dari rendahnya dukungan dan suport bagi keluarga sehingga harus dijalani dirumah sakit, kemudian juga berdampak pada peningkatan pembiayaan pada lembaga pembiayaan skizofrenia, dan juga berdampak pada mutu pelayanan rumah sakit (Salaam & Himakar, 2015). Rumah Sakit Jiwa HB Sa anin merupakan rumah sakit Jiwa satu satunya di Sumatera Barat yang merupakan rumah sakit rujukan dengan menanganin berbagai jenis pasien gangguan jiwa, selain itu Rumah Sakit Jiwa HB Sa anin merupakan rumah sakit Tipe A dengan jumlah dokter 18 orang dengan berbagai spesifikasi, perawat 94 orang, jumlah ruangan inap 10 dengan jumlah pasien rawat inap pada bulan Juli berkisar 227 pasien dengan diagnosis terbanyak skizofrenia paranoid yaitu 88 pasien, pasien kontrol melalui IGD sebanyak 308 sedangkan yang dirawat inap 232 pasien selain itu, juga menangani pasien rawat jalan dengan jumlah sampai bulan Juli 3736 dengan banyak jenis diagnosis pasien yang dirawat

diantaranya skizoprenia paranoid angka kejadian terbanyak berkisar 786 pasien (Laporan RM RSJ HB Sa anin, 2017). Data terakhir pasien berulang berdasarkan data indikator mutu rumah sakit jiwa HB Sa anin baik readmission < 1 bulan dan readmission 1 bulan dari bulan Juli sampai bulan November 2017 terus terjadi perubahan diantaranya, bulan Juli 216 pasien, Agustus 204 pasien, September 156 pasien, Oktober 200 pasien, dan pada bulan November, berjumlah 145 pasien, pasien datang dari berbagai daerah dan masalah diagnosis keperawatan terbanyak yaitu perilaku kekerasan, halusinasi, dan waham, juga diagnosis keperawatan terbanyak baik readmission < 1 bulan maupun readmission 1 bulan pada pasien, diagnosis medis terbanyak skizofrenia paranoid (Indikator Mutu RSJ, 2017). Berdasarkan data laporan indikator mutu RSJ HB Sa anin pada tahun 2017 terkait kejadian Readmission < 1 bulan pada 5 bulan terkahir diantaranya bulan Juli 5,5%, Agustus 6.0%, Sepetember 4,3%, Oktober 5.7% dan pada bulan November 5.6%, bagi rumah sakit setelah Akreditasi Paripurna kejadian Readmission < 1 bulan dengan indikator yaitu harus < 5%. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada anggota keluarga yang berkunjung di ruangan rawat inap merpati RSJ HB Sa anin pada tanggal 9 Agustus 2017 mengatakan bahwa alasan keluarga mengantarkan pasien karena pasien marah - marah dirumah, melempar kaca rumah, dan memukul kakak pasien, kemudian keluarga juga mengatakan merasa cemas, khawatir, hal ini membuat keluarga ketakutan

dan merasa tidak nyaman akhirnya keluarga mengantarkan kembali pasien ke rumah sakit. Selain itu, keluarga juga mengatakan pasien dirawat diruangan merpati baru satu minggu setelah dipulangkan, selain dari kekambuhan pasien, kemudian dari rasa khawatir keluarga terhadap anaknya, keluarga juga mengatakan keluarga juga kurang memerhatikan pasien selama dirumah sehingga pasien tidak patuh lagi untuk minum obat dan keluarga juga bingung terhadap perawatan yang dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit. Peneliti juga menanyakan kepada 5 anggota keluarga yang berkunjung keruang rawat inap RSJ HB Sa anin bahwa mereka rata-rata mengantarkan kembali kerumah sakit akibat dari pasien dirumah tidak mau minum obat sehingga pasien suka marah-marah yang tidak jelas, 3 keluarga mengatakan bingung dengan perawatan pasien dan merasa kalau pasien setelah pulang kerumah akan menjadi sebuah beban bagi keluarga dalam melakukan aktifitas sehari-hari karena harus meluangkan waktu bersama pasien kadang keluarga merasa tidak mampu, sehingga keluarga mengantarkan kembali pasien kerumah sakit. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara kepada salah satu perawat yang berada di ruangan IGD mengatakan pandangan perawat terhadap anggota keluarga yang melakukan readmission terhadap anggota keluarga dengan gangguan jiwa, dapat digambarkan dari ketidakmampuan keluarga melakukan perawatan terhadap pasien dengan berbagai alasan tidak ada yang akan menjaga pasien, kemudian pasien tidak mau minum obat,

padahal sebelum pulang keluarga sudah diberikan edukasi untuk perawatan pasien, kadang dukungan keluarga yang masih rendah, begitu juga dukungan lingkungan sosial, sehingga keluarga mengantarkan kembali pasien kerumah sakit. Selain itu, perawat juga bilang kadang pasien yang masih kooperatif masih diantarkan oleh keluarga kerumah sakit dengan alasan yang masih sama karena keluarga tidak ada waktu merawat pasien. Berdasarkan permasalahan diatas sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis faktor faktor yang berhubungan dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa dan mengeksplorasi faktor yang paling dominan dengan readmission terhadap anggota keluarga dengan gangguan jiwa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: Adakah faktor faktor yang berhubungan dengan readmission dan bagaimana faktor dominan alasan keluarga dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui analisis faktor - faktor yang berhubungan dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin.

2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden keluarga readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin b. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan keluarga pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin c. Mengetahui distribusi frekuensi ketidakpatuhan pengobatan pasien pada pengobatan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin d. Mengetahui distribusi dukungan keluarga pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin e. Mengetahui distribusi frekuensi beban keluarga pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin f. Mengetahui distribusi frekuensi status ekonomi keluarga pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin g. Mengetahui distribusi frekuensi kekambuhan pasien gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin h. Mengetahui distribusi frekuensi stigma keluarga pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin i. Mengetahui distribusi readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin

j. Mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin k. Mengetahui hubungan kepatuhan pengobatan pasien dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin l. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin m. Mengetahui hubungan beban keluarga dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin n. Mengetahui hubungan status ekonomi dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin o. Mengetahui hubungan kekambuhan pasien dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin p. Mengetahui hubungan stigma keluarga dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin q. Mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin

r. Mengeksplorasi alasan utama readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa di RSJ HB Sa anin D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kesehatan jiwa Memberikan informasi bagi pelayanan kesehatan jiwa dalam memahami masalah yang dirasakan anggota keluarga dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa sehingga mampu memberikan tindakan yang tepat dalam mengatasi masalah keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa. 2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Memberikan informasi tentang alasan keluarga melakukan readmission pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa dan bagaimana langkah dalam memberikan pengetahuan pada keluarga agar keluarga mampu melakukan perawatan pada anggota keluarga dengan gangguan jiwa. 3. Bagi Penelitian Hasil penelitian ini bisa dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya dan menggali lebih mendalam lagi tentang keluarga melakukan readmission dengan menggunakan desain penelitian squental explaratori dan concurent triangulation.