BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT



dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015


KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014

Konsumsi Consumption

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2013

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2015

BAB. XII. KONSUMSI PENGELUARAN PER KAPITA Per Capita Expenditure Consumtion JAWA TENGAH DALAM ANGKA

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015


BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BPS PROVINSI LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2015

x Comsumption and Cost

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2014

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016


PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN


ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

10. PENGELUARAN DAN KONSUMSI PENDUDUK/Expenditure and Consumptions of People

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI KOTA KEBUMEN 2014

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA DEPOK

TISTIK BADAN PUSAT STATISTIK BPS KUTAI KARTANEGARA

PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2015

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET No. 08/07/18/TH.IX, 17 Juli 2017

CONSUMPTION AND COST

Konsumsi/ Consumption SEKAT

III. METODOLOGI PENELITIAN. untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah Maret 2008

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2016

Kemiskinan dan Ketimpangan

ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN JEPARA

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BPS PROVINSI JAWA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

Transkripsi:

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek usaha, permodalan dan lain-lain. berkurangnya kesenjangan Faktor-faktor tersebut menjadi adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan masyarakat adalah distribusi pendapatan masyarakat diantara golongan penduduk (golongan pendapatan). Pendapatan masyarakat sangat tergantung dari lapangan usaha, pangkat dan penyebab perbedaan tingkat pendapatan penduduk. Indikator distribusi pendapatan yang didekati dengan pengeluaran perkapita akan memberikan petunjuk aspek pemerataan pendapatan yang telah tercapai. Walaupun hal ini tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya namun paling tidak memberikan petunjuk untuk Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 49

melihat arah dari perkembangan yang terjadi. Selama ini untuk mendapatkan informasi mengenai pendapatan sebenarnya menemui bermacam kendala diantaranya: tidak terus terangnya responden memberikan informasi yang sebenarnya, ada yang membesarkan ada pula yang mengecilkan. Selain itu terkadang menjadi tidak etis pengeluaran untuk mengetahui distribusi pendapatan masyarakat. Dalam realitanya tingkat pengeluaran akan berbanding lurus dengan tingkat pendapatan. Semakin besar pendapatan masyarakat maka akan semakin besar tingkat pengeluaran. Asumsi ini menjadi acuan dalam kajian untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat. pada sebagian orang untuk meminta informasi mengenai pendapatan yang sebenarnya. Sulitnya mendapatkan tingkat pendapatan yang sebenarnya menjadi alasan penggunaan pendekatan 4.1. Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tingkat pendapatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 50

masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran makanan ke pengeluaran non makanan. Porsi pengeluaran masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi terhadap Kebutuhan non makanan seperti: perumahan, barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama (kendaraan, perhiasan dan sebagainya) biasanya lebih besar dibanding masyarakat dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah. Pergeseran pola pengeluaran dari makanan ke non makanan terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya permintaan terhadap barang non makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini terlihat jelas pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanan sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, ditabung, ataupun investasi. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat pendapatan masyarakat, dimana distribusinya merupakan distribusi pendapatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 51

masyarakat yang dapat dijadikan petunjuk tingkat pemerataan pendapatan masyarakat. Tabel 4.1 menggambarkan pola pengeluaran masyarakat Banyuasin terhadap makanan dan non makanan. Dalam tabel tersebut digambarkan persentase pengeluaran rumah tangga menurut jenis pengeluaran makanan dan jenis TABEL 4.1. POLA KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2007 Makanan Jenis Pengeluaran % Non-Makanan Jenis Pengeluaran % (1) (2) (3) (4) 1 Padi-padian 22,81 1 Perumahan 52,79 2 Umbi-umbian 1,08 2 Aneka Barang dan Jasa 17,67 3 Ikan 10,93 3 Pendidikan 6,82 4 Daging 3,44 4 Kesehatan 4,31 5 Telur dan Susu 6,97 5 Pakaian 8,89 6 Sayur-sayuran 7,33 6 Barang Tahan Lama 6,85 7 Kacang-kacangan 3,14 7 Pajak dan Asuransi 0,62 8 Buah-buahan 2,52 8 Keperluan Pesta 2,05 9 Minyak dan Lemak 5,43 10 Bahan Minuman 8,02 11 Bumbu-bumbuan 3,28 12 Konsumsi Lain 4,21 13 Makanan dan Minuman Jadi 6,04 14 Minuman Mengandung Alkohol 0,02 15 Tembakau 14,78 Jumlah 100,00 Jumlah 100,00 Rata-rata Pengeluaran 67,90 Rata-rata Pengeluaran 32,10 Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 52

pengeluaran non makanan. Pada pengeluaran makanan dirinci menurut jenis komoditi makanan. Sedangkan pengeluaran non makanan dirinci menurut kelompok non makanan yaitu: perumahan, aneka barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, Barang tahan lama, pengeluaran untuk pajak dan asuransi, dan pengeluaran lainnya (untuk pesta dan lain sebagainya). Dari tabel diatas menunjukkan bahwa keadaan tahun 2007 proporsi konsumsi besar penduduk masih mementingkan kebutuhan pokok. Pada tahun 2007, konsumsi makanan penduduk Kabupaten Banyuasin mencapai 67,90 persen. Dengan kata lain sekitar 68 persen pengeluaran penduduk Banyuasin adalah untuk makanan. Sedangkan pengeluaran untuk non makanan sebesar 32,10 persen dari total pengeluaran selama sebulan. Bila dilihat menurut komoditi makanan yang paling banyak dikonsumsi adalah padipadian, tampak bahwa konsumsi makanan penduduk masyarakat Banyuasin untuk makanan masih besar yang menandakan bahwa sebagian Banyuasin terbesar adalah padipadian. Setelah itu ikan dan kemudian sayur-sayuran. Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 53

Sedangkan tingkat konsumsi yang paling rendah adalah konsumsi minuman yang mengandung alkohol. Sedangkan pola pengeluaran non makanan perumahan, aneka barang dan jasa dan barang tahan lama dengan persentase masingmasing sebesar 52,79 persen pengeluaran untuk perumahan, 17,67 persen untuk aneka TABEL 4.2. POLA KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2007 Untuk Daerah Perkotaan Makanan Jenis Pengeluaran % Non-Makanan Jenis Pengeluaran % (1) (2) (3) (4) 1 Padi-padian 20,52 1 Perumahan 52,55 Aneka Barang dan 2 Umbi-umbian 1,31 2 Jasa 18,21 3 Ikan 9,59 3 Pendidikan 10,51 4 Daging 3,47 4 Kesehatan 3,34 5 Telur dan Susu 9,20 5 Pakaian 7,22 6 Sayur-sayuran 5,98 6 Barang Tahan Lama 4,13 7 Kacang-kacangan 3,37 7 Pajak dan Asuransi 0,80 8 Buah-buahan 2,73 8 Keperluan Pesta 3,24 9 Minyak dan Lemak 5,09 10 Bahan Minuman 7,51 11 Bumbu-bumbuan 3,18 12 Konsumsi Lain 4,92 13 Makanan dan Minuman Jadi 7,75 14 Minuman Mengandung Alkohol - 15 Tembakau 15,39 Jumlah 100,00 Jumlah 100,00 Rata-rata Pengeluaran 63,8 8 Rata-rata Pengeluaran 36,12 didominasi pengeluaran untuk barang dan jasa dan 6,82 Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 54

persen untuk pengeluaran pendidikan. Apabila kita bedakan pola pengeluaran menurut tipe daerah (perdesaan dan perkotaan) meski terlihat pola pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran lebih besar dibanding pengeluaran non makanan tetapi bila melihat nilainya persentasenya konsumsi makanan masyarakat perdesaan jauh lebih besar dibanding persentase pengeluaran makanan untuk masyarakat perkotaan, dimana tercatat 63,88 persen 69,22 persen pengeluaran makanan masyarakat perdesaan terhadap total pengeluaran. Sebaliknya persentase non makanan terhadap total pengeluaran untuk masyarakat perkotaan lebih besar dibanding masyarakat perdesaan, dimana tercatat 36,12 persen pengeluaran non makanan terhadap total pengeluaran untuk masyarakat perkotaan dan 30,78 persen pengeluaran non makanan masyarakat perdesaan terhadap total pengeluaran. (seperti terlihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3). pengeluaran makanan terhadap Tahun 2005-2007 pola total pengeluaran untuk masyarakat perkotaan dan pengeluaran perkapita cenderung sama, dimana Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 55

pengeluaran makanan lebih besar dibanding pengeluaran non makanan, seperti terlihat pada gambar 4.3 TABEL 4.3. POLA KONSUMSI MASYARAKAT KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2007 Untuk Daerah Perdesaan Makanan % GAMBAR Non-Makanan 4.1 % Jenis Pengeluaran POLA PENGELUARAN MAKANAN Jenis Pengeluaran DAN NON MAKANAN (1) (2) TAHUN 2005-2007 (3) (4) 1 Padi-padian 23,50 1 Perumahan 38,32 2 Umbi-umbian 1,01 2 Aneka Barang dan 12,65 Jasa 3 Ikan 11,34 3 Pendidikan 3,91 4 Daging 3,43 4 Kesehatan 3,40 5 Telur dan Susu 6,29 5 Pakaian 6,91 6120Sayur-sayuran 7,74 6 Barang Tahan Lama 5,72 7 Kacang-kacangan 3,08 7 Pajak dan Asuransi 0,40 8 Buah-buahan 2,46 8 Keperluan Pesta 1,15 9 Minyak dan Lemak 5,54 10 Bahan Minuman 8,17 11100 Bumbu-bumbuan 3,31 12 Konsumsi Lain 3,99 13 Makanan dan Minuman Jadi 5,52 14 Minuman Mengandung 0,03 Alkohol 80 35,65 33,4 15 Tembakau 14,59 32,1 60 Jumlah 100,00 Jumlah 100,00 Rata-rata Pengeluaran 69,22 Rata-rata Pengeluaran 30,78 40 64,35 65,6 67,9 20 0 Kabupaten Banyuasin 2005 Tahun 2007 2006 2007 56 makanan non makanan

Pada Gambar 4.2 terlihat terlihat bahwa terjadi peningkatan pengeluaran perkapita sebulan selama periode 2005-2007, apabila kemakmuran selama periode tersebut. Pengeluaran penduduk akan berbeda menurut golongan pendapatan, tabel 4.4 akan peningkatan yang terjadi lebih menggambarkan rata-rata besar dibandingkan kenaikan harga barang dan jasa pada periode yang sama akan pengeluaran penduduk perkapita menurut kelompok pendapatan. mengindikasikan peningkatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 57

TABEL 4.4 RATA-RATA PENGELUARAN PERKAPITA PERBULAN MENURUT KELOMPOK PENDAPATAN (RUPIAH) KELOMPOK RATA-RATA PENGELUARAN PENDUDUK PERBULAN PENDAPATAN 2005 2006 2007-1 -3-4 -5 Kurang dari 40.000 - - - 40.000-59.000 - - - 60.000-79.000 68.787 78,016 70.260 80.000-99.999 90.973 90,467 97.709 100.000-149.999 123.673 128,443 135.947 150.000-199.999 172.132 177,789 177.474 200.000-299.999 241.447 240,964 246.419 300.000 499.999 369.556 341,559 364.439 Lebih dari 500.000 586.83 528,051 603.025 RATA-RATA PENGELUARAN PERKAPITA Sumber : BPS Kabupaten Banyuasin. 184.680 228.748 249.358 Tabel 4.4. menggambarkan rata-rata pengeluaran per kapita tahun 2006 sebesar Rp. 228.748 atau terjadi kenaikan pengeluaran 23,86 persen dibanding tahun 2006, sedangkan tahun 2007 adalah Rp 249.358 atau terjadi kenaikan sebesar 9,01 persen dibanding tahun 2006. perkapita perbulan sebesar Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 58

4.2. Tingkat Pemerataan Pendapatan Masyarakat Pendapatan penduduk tidak selalu merata, bahkan yang sering terjadi justru sebaliknya, sebagian ada yang berpenghasilan kecil dan hanya cukup untuk membeli kebutuhan makan saja, sebaliknya ada yang berpenghasilan besar atau besar sekali sehingga selain kebutuhan makanan terpenuhi, kebutuhan non makanan akan beragam. Sebagian orang lagi penghasilannya berada diantara kedua orang/kelompok tadi. Perbedaan pendapatan tersebut antara lain disebabkan oleh tingkat pendidikan umum, lapangan usaha, kesempatan kerja, produktivitas masingmasing individu, kewiraswastaan, modal dan lain-lain. Kalau pendapatan perorangan tadi (upah, gaji) dari seluruh wilayah pemerintah (Negara, Propinsi, Kabupaten, Kota) dijumlah kemudian ditambah dengan sewa tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha (industri, perdagangan, tempat hiburan dan lain-lain), ditambah lagi dengan bunga atas modal dan keuntungan yang diterima oleh para entrepeneur/wiraswasta, akan merupakan pendapatan nasional/regional, manakala Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 59

pendapatan nasional/regional ini dibagikan secara merata kepada seluruh penduduk di wilayah /negara tersebut, maka dikatakan distribusi pendapatannya merata, sebaliknya jika pembagian pendapatan nasional/regional tersebut tidak merata (ada yang kecil, ada yang sedang, dan ada yang besar) dikatakan ada ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Ketimpangan distribusi pendapatan dikatakan tinggi, sedang, atau rendah tergantung pada perbedaaan pembagian pendapatan tersebut. Semakin besar besar pula ketimpangan distribusi pendapatan. Ketimpangan distribusi pendapatan seperti ini menyangkut hidup orang, oleh karena itu menarik untuk diadakan penelitian. Sampai sekarang ini belum ditemukan teori yang mapan tentang ketimpangan pendapatan tersebut. Seperti dijelaskan sebelumnya dari berbagai pendapat maupun ukuran tentang tingkat ketimpangan pendapatan yang beragam tetapi dalam publikasi ini hanya digunakan Teori Gini Ratio dan Kriteria Bank Dunia. perbedaaan pembagian pendapatan ini berarti semakin Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 60

TABEL 4.5 DISTRIBUSI PENDAPATAN KABUPATEN BANYUASIN MENURUT GINI RASIO DAN KRITERIA BANK DUNIA TAHUN 2005 2007 Kriteria bank dunia Tahun Nilai Gini Rasio 40 % Terendah 40 % Menengah 20 % Tertinggi (1) (2) (3) (4) (5) 2005 0,228 24,97 34,23 40,81 2006 0.201 27,26 38,60 34,14 2007 0,229 24,05 41,14 34,81 Sumber : BPS Kabupaten Banyuasin. Tabel 4.5. menggambarkan usi pendapatan menurut Gini rasio dan kriteria Bank Dunia. Dari Nilai Gini Rasio tahun 2005-2007 terlihat bahwa tingkat pendapatan masyarakat Kabupaten Banyuasin menunjukan ketimpangan (kemerataan) tiap tahun terjadi naik turun meski fluktuasinya tidak signifikan. Dijelaskan bahwa nilai gini rasio tahun 2006 tercatat sebesar 0.201 relatif lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya dimana indeks gini tercatat 0.228 pada tahun 2005, rendah (merata), hanya saja kemudian indeks gini melebar tingkat ketimpangan Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 61 62

lagi di tahun 2007 tercatat sebesar 0.229 pada tahun 2007. Begitu juga ukuran distribusi pendapatan menurut kriteria Bank Dunia, pendapatan masyarakat di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2005-2007 terlihat adanya pemerataan yang tinggi atau terjadi ketimpangan taraf rendah. usi pendapatan menurut kriteria Bank Dunia memperhatikan persentase pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk berpendapatan rendah. Berdasarkan kriteria olah Bank Dunia tersebut, terlihat selama periode 2005-2007 tingkat ketimpangan pendapatan (dengan pendekatan pengeluaran) masyarakat Kabupaten Banyuasin tergolong rendah. Hal tersebut terlihat dari 40 persen kelompok penduduk berpenghasilan rendah menerima lebih dari 17 persen (25,90 persen) dari total pendapatan. Gambar 4.3 menjelaskan distrubusi pendapatan masyarakat di kabupaten Banyuasin pada tahun 2007 menurut kriteria ketimpangan Pendapatan 32,92% masyarakat yang dikeluarkan Bank Dunia. 25,90% Gambar 4.2 41,18% Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 62 Kelas I (40%) Kelas II (40%) Kelas III (20%)

Kabupaten Banyuasin Menurut Kriteria Bank Dunia Tahun 2007 Apabila kita mengkaji lagi tingkat pemerataan pendapatan antara daerah perkotaan dan ketimpangan rendah (nilai gini rasio perdesaan dan perkotaan < 0,35), daerah perdesaan kita melihat adanya perbedaan di kedua daerah tersebut seperti terlihat pada tabel 4.6. Dari tabel 4.6 terlihat bahwa distribusi pendapatan di daerah perkotaan dan di perdesaan menunjukan TABEL 4.6 DISTRIBUSI PENDAPATAN KABUPATEN BANYUASIN MENURUT GINI RASIO DAN KRITERIA BANK DUNIA DIBEDAKAN MENURUT TIPE DAERAH TAHUN 2007 Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 63

Tipe Daerah Nilai Gini Rasio (1) (2) Kriteria bank dunia 40 % Terendah 40 % Menengah 20 % Tertinggi Perkotaan 0,213 23,69 43,51 32,80 Perdesaan 0,206 26,45 40,47 33,08 (Kelurahan Betung dan Desa meskipun tingkat ketimpangan di daerah perdesaan cenderung lebih kecil (lebih merata) dibanding daerah perkotaan terlihat dari nilai gini rasio Rimba Asam), Ibu Kota kecamatan Banyuasin I dan desa terdekat (Kelurahan Mariana, Desa sungai gerong), Sedangkan Desa/kelurahan perdesaan lebih rendah lainnya bertipe desa/kelurahan dibanding gini rasio perkotaan. Desa/kelurahan dengan perdesaan (rural), seperti terlihat pada lampiran 1. tipe perkotaan (urban) sebagian Demikian juga tingkat besar terletak di Kecamatan talang kelapa (kecuali desa gasing dan pangkalan benteng), Ibu kota kecamatan Betung pemerataan distribusi menurut kriteria Bank Dunia terlihat bahwa distribusi pendapatan di daerah perkotaan dan Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 64

perdesaan terlihat ketimpangan rendah (40 % penduduk lebih dari 17 % dari jumlah pendapatan. kelompok rendah menerima Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 65