BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan kontraktual antara principals dan agents. Pihak principals

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu instrumen hutang yang ditawarkan penerbit (issuer) atau yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan adalah laporan keuangan. Sebuah perusahaan secara periodik

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan kinerja yang telah dilakukan. Dalam PSAK No 1 (Revisi 2012) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki sebuah perusahaan go public. Semakin tinggi nilai perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari suatu perusahaan adalah mensejahterahkan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan penting dalam pendirian perusahaan adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. dengan globalisasi memicu munculnya perusahaan dengan jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bekerja untuk mencapai tujuan. Tujuan utama perusahaan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. orang atau lebih (pihak), dimana salah satu pihak disebut sebagai agent dan pihak

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan hal ini sangat penting, baik bagi investor maupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. obligasi. Investasi dalam bentuk saham sebenarnya memiliki risiko yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. dan lain sebagainya. Pemahaman tentang praktik good corporate

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) a) Pemegang saham dengan manajer.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memastikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebuah perusahaan yang baik adalah perusahaan yang bisa menjadi

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu pencatatan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan terhadap good corporate governance semakin meningkat. Banyak. dikarenakan lemahnya corporate governance (Wardhani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu

Oleh: Inayah B

BAB I PENDAHULUAN. menggalang pergerakan dana jangka panjang dari masyarakat (investor) yang

BAB I PENDAHULUAN. kelola perusahaan yang baik dikenal dengan istilah Good Corporate Governance

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tekanan persaingan di antara pemain pasar yang ada dan new entrants,

BAB I PENDAHULUAN. usahanya. Pasar modal perusahaan real estate and property di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau

adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melihat kinerja perusahaan dari tahun ke tahun. Nilai perusahaan yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Muh.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Nilai pasar dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai perusahaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

BAB I PENDAHULUAN. komprehensif untuk mengungkapkan (disclosure) semua fakta, baik transaksi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya,

BAB I PENDAHULUAN. Adanya krisis keuangan di Indonesia pada akhir tahun 2008 salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh calon investor sebelum melakukan investasi adalah memastikan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Seiring dengan laju perekonomian Indonesia yang terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB 1 PENDAHULUAN. Isu yang sedang marak diperbincangkan saat ini adalah Good Corporate

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi disebut juga aktivitas jasa yang mempunyai fungsi untuk

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh good corporate governance,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. agency theory (teori keagenan) sebagai kontrak kerja antara principal dan agent,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan, khususnya perusahaan yang telah go public. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maretha dan

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti merujuk penelitian-penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari keberadaan suatu entitas bisnis selain untuk memaksimumkan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan (teori agensi) merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agents. Pihak principals adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan Smith, 1984). Teori ini muncul pertama kali setelah adanya fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelola (manajemen) yang terjadi khususnya pada perusahaan perusahaan besar yang modern, sehingga teori perusahaan yang klasik tidak bisa lagi dijadikan basis analisis perusahaan. Pada teori perusahaan klasik, pemilik perusahaan mengendalikan sendiri perusahaannya dan mengambil keputusan demi kelangsungan hidup perusahaanya. Namun, dalam perekonomian yang modern seperti saat ini, manajemen dan pengelolaannya semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini sejalan dengan Agency Theory (teori keagenan) yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga tenaga

profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga tenaga profesional. Para tenaga profesional, bertugas untuk kepentingan perusahaan dan memiliki keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan, sehingga dalam hal ini para profesional tersebut berperan sebagai agents-nya pemegang saham. yaitu : Menurut Eisenhard (1989) teori agensi dilandasi oleh tiga asumsi, 1. Asumsi tentang sifat manusia. Menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiki (risk aversion). 2. Asumsi tentang keorganisasian. Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. 3. Asumsi tentang informasi. Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan.

Untuk memahami corporate governance, jalan yang paling dekat adalah dengan memahami teori agensi. Teori ini memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan agent dengan principal atau principal dengan principal. Dengan adanya corporate governance yang baik dapat meyakinkan investor untuk berinvestasi yang secara otomatis akan membuat harga jual saham suatu perusahaan yang menerapkan corporate governane akan meningkat dan juga memberikan keyakinan kepada calon investor bahwa dana yang akan mereka setorkan tidak akan digelapkan oleh manajer ataupun menginvestasikannya ke proyek yang tidak menguntungkan. Meskipun dalam mengimplementasikan teori agensi ini bukanlah hal yang mudah dan terdapat keterbatasan, namun apabila diterapkan dengan baik teori ini akan sangat membantu dalam hal pengembangan suatu perusahaan. 2.1.2 Saham 2.1.2.1 Pengertian Saham Saham (stock atau Share) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau seorang investor membeli

saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang saham perusahaan tersebut. Menurut Rahardjo (2006), saham adalah surat berharga yang merupakan instrumen bukti kepemilikan atau penyertaan dari individu atau instansi dalam suatu perusahaan. Sedangkan, Menurut Husnan (2002) sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas (saham) tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya. Pada prinsipnya saham dibagi atas dua tipe, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock) atau disebut juga dengan saham istimewa.keistimewaan dari saham preferen ini sendiri adalah pembayaran deviden dengan jumlah tetap setiap tahun, pembayaran deviden kumulati, adjustable dividend, callatibilty, dan convertible preferred stock. Jadi Saham adalah surat berharga yang diperdangkan di pasar modal yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dimana saham menyatakan besarnya kepemilikan investor terhadap sebuah perusahaan, baik itu dalam bentuk saham biasa maupun dalam bentuk saham preferen.

2.1.2.2 Harga Saham Harga saham adalah harga dari suatu saham yang ditentukan pada saat pasar saham sedang berlangsung dengan berdasarkan kepada permintaan dan penawaran pada saham yang dimaksud.semakin banyak orang yang ingin membeli saham dari orang orang yan ingin menjual, maka harga bergerak naik. Sedangkan, jika banyak orang yang ingin menjual saham daripada membelinya makan harga saham akan bergerak turun. Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi harga saham, yaitu : 1. Faktor internal harga saham Faktor ini biasanya dipengaruhi dari si penjual atau kemampuan dari suatu perusahaan tersebut dalam menangani kinerja perusahaan baik ekonomi dan manajemen finansialnya.bagaimana perusahaan tersebut bisa memanage modal yang ada, mengatur kegiatan dari operasional perusahaan tersebut, bagaimana perusahaan tersebut bisa menarik keuntungan dan operasionalnya. 2. Faktor eksternal harga saham Faktor eksternal biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terjadi di suatu negara. Misalkan di Indonesia, harga saham bisa saja dipengaruhi oleh kondisi kurs rupiah dan inflasi serta gejolak politik yang terjadi.

Menurut Weston dan Brigham (1993:26-27) faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham adalah proyeksi laba per lembar saham, saat diperoleh laba, tingkat resiko dari proyeksi laba, proporsi utang perusahaan terhadap ekuitas serta kebijakan pembagian deviden. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pergerakan saham adalah kendala eksternal seperti kegiatan perekonomian pada umumnya, pajak dan keadaan bursa saham. Menurut Sawidji Widoatmojo (1996) harga saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga): a. Harga Nominal Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal. b. Harga Perdana Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek.harga saham pada perdana biasanya ditetapakn oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk mementukan harga perdana.

c. Harga Pasar Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa.transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar. Perubahaan harga saham tidak selalu positif namun dapat juga negatif tergantung banyaknya permintaan dan banyakny penawaran harga saham.sehingga terbentuk pergerakan harga saham yang naik turun tidak beraturan. Namun ada juga harga saham yang berubah disebabkan karena tidak adanya permintaan dan penawaran dengan kata lain, tidak likuid karena volumenya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, sehingga harga saham stagnan dari waktu ke waktu. Dalam pasar modal, harga saham mencerminkan semua informasi yang relevan dan pasar akn bereaksi apabila terdapat informasi baru. Impilasinya adalah harga saham dan volume perdagangan saham perusahaan akan beraksi terhadap informasi

laba yang dipublikasikan melalui laporan keuangan apabila informasi itu dianggap relevan oleh pemodal dalam penentuan harga saham dan volume perdagangan (Mais,2005). 2.1.2.3 Analisis Terhadap Harga Saham Tujuan untuk melakukan analisis saham yang diminati oleh investor adalah supaya kita mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap kemampuan perusahaan tersebut untuk tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang. Dalam melakukan analisis saham terdapat dua pendekatan yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Dalam analisis fundamental, analis menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi perusahaan dalam upaya untuk memprediksi perkembangan perusahaan di masa yang akan datang. Analisis laporan keuangan dan analisis rasio termasuk komponen yang digunakan dalam analisis fundamental. Sedangkan, dalam analisis teknikal yang digunakan adalah grafik riwayat harga dan volume transaksi. Menurut Widoatmodjo (2007) analisis fundamental merupakanmetode analisis saham dengan melakukan penilaian atas laporan keuangan. Sedangkan Menurut Darmadji (2006), analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan

mempelajari atau mengamati berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan. Analisis fundamental mencoba memperhitungkan harga saham di masa yang akan datang dengan (1) mengestimasi nilai faktor faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan (2) menerapkan hubungan variabel variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Beberapa data atau indikator yang umum digunakan dalam analisis fundamental adalah : pendapatan, laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil atau pengembalian ekuitas, margin laba dan data data keuangan lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi pertumbuhan perusahaan di masa mendatang. Menurut Widoatmodjo (2005) analisis teknikal merupakan salah satu metode penilaian saham dengan mengamati pembentukan saham dengan berbagai varian yang mungkin terjadi dibandingkan dengan perilaku harga sebelumnya. Analisis teknikal biasanya menggunakan data yang dianalisis dengan menggunakan grafik atau program komputer. Dengan mengamati grafis tersebut, dapat diketahui pola pergerakan saham. Dengan mengamati pola pergerakkannya maka seorang analis dapat memprediksi kapan harus membeli dan menjual saham.

2.1.3 Good Corporate Governance 2.1.3.1 Pengertian Good Corporate Governance Good Corporate Governance (GCG) dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang undangan dan nilai nilai etika. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001) pengertian corporate governace adalah Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan (stakeholders). Komite Cadbury (Cadbury committee) mendefinisikan Good Corporate Governance (GCG) sebagai : Good Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan, dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan

pertanggungjawaban kepada stakeholders.hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya. Organization for Economic Coorperation and Development (OECD) (2004) mendefinisikan corporate governance sebagai : Sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, corporate governance adalah : Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai nilai etika. Finance Committee on Corporate Governance Malaysia (2008), menurut lembaga tersebut didefinisikan sebagai berikut : GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholders lainnya.

2.1.3.2 Prinsip prinsip Good Corporate Governance Direksi dan Komisaris dipandang sebagai kunci utama keberhasilan pengembangan Good Corporate Governance oleh dunia usaha. Secara Teoritis harus diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip Good Corporate Governance ada beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain sebagai berikut : a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang baik. b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang murah yang apda akhirnya akan meningkatkan corporate value. c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus untuk menigkatkan shareholders. Secara umum, penerapan prinsip GCG secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut. 1. Memudahkan akses terhadap investasi domestic maupun asing; 2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah; 3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan; 4. Meningkatkan keyakinan dan kepecayaan dari stakeholder terhadap perusahaan; 5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

2.1.3.3 Implementasi Prinsip Corporate Governance Penerapan prinsip prinsip Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan menjadi salah satu bahan pertimbangan utama dari bagi kreditor dalam mengevaluasi potensi suatu perusahaan untuk menerima pinjaman kredit.bahkan bagi perusahaan yang berdomisili di negara negara berkembang, implementasi prinsip corporate governance secara konkret, dapat memberikan kontribusi untuk memulihkan kepercayaan para kreditor terhadap kinerja suatu perusahaan yang telah dilanda krisis, misalnya di Indonesia.Di dunia Internasional, penerapan good corporate governance sudah merupakan suatu syarat utama dalam perjanjian pemberian kredit.seringkali perusahaan yang telah mengimplementasikan prinsip prinsip good corporate governance, mempunyai kemungkinan besar untuk memperoleh bantuan kredit bagi usahanya. Penerapan prinsip good corporate governance digunakan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang efektif dan efisien, melalui harmonisasi manajemen perusahaan.dibutuhkan peran yang penuh komitmen dan independen dari dewan direksi dan dewan komisaris dalam menjalankan kegiatan perusahaan, sehingga menghasilkan kinerja perusahaan yang baik.

2.1.4 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentanse jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007). Sturuktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan ketidakseimbangan. Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu instrument atau alat yang digunakan untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim terhadap sebuah perusahaan. Sedangkan, Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi secara insider dengan outsider melalui pengungkapan informasi didalam perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah yang ada di perusahaan. Dengan meningkatnya kepemilikan manajerial maka manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dalam hal ini akan berdampak baik kepada perusahaan serta memenuhi keinginan dari para pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976) semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri.

Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap masalah keagenan. Perusahaan menggunakan laporan tahunan untuk mengurangi asimetris informasi antara manajemen dan pemilik. Masalah utama keagenan adalah adanya perbedaan antara pemilik dengan manajer. Semakin banyak saham yang dimiliki oleh publik, maka semakin besar tekanan yang dihadapi perusahaan untuk mengungkapkan informasi lebih banyak dalam laporan tahunannya. Adanya masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut masalah agensi (agency problem). Dalam konsep theory of the firm (Jensen dan Meckling, 1976), adanya agency problem tersebut menyebabkan tidak tercapainya tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Selanjutnya, menurut Jensen dan Meckling (1976), menyatakan penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah perbedaan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencairan dana (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh diinvestasikan. Dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan dana yang diperoleh, manajer cenderung memilih untuk menginvestasikan dananya pada proyek dengan resiko rendah, tetapi investor cenderung untuk memilih dengan resiko tinggi karena resiko yang tinggi mencerminkan return yang akan diperoleh juga tinggi.

Anderson & Reeb (2002) mengatakan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga melindungi kepentingan kreditur. Hasil Penelitian Arifin (2005) menunjukkan bahwa perusahaan publik di Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan yang dikontrol oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya, dalam perusahaan yang dikendalikan keluarga, masalah agensinya lebih kecil karena berkurangnya konflik antara principal dan agent. Jika kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang tinggi pengelolaan laba yang opotunis dapat dibatasi. Pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan keluarga tersebut besar kemungkinan tidak berlaku di perusahaan konglomerasi seperti yang banyak terdapat di Indonesia. Untuk perusahaan konglomerasi, biasanya sebagian besar kekayaan pemilik tidak berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan keluarga, tetapi pengelolaan laba yang oportunistik mungkin justru tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan go public tersebut hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaan di Indonesia.

2.1.5 Independensi Dewan Komisaris Istilah independen pada komisaris independen bukan menunjukkan bahwa komisaris lainnya tidak independen. Istilah komisaris independen ataupun menunjukkan keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga mewakili kepentingan investor. Dewan Komisaris memiliki fiduciaryduty yang timbul dari hubungan fiduciary untuk memerhatikan kepentingan perusahaan secara sungguh sungguh. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen maka harus ada sistem yang baik yaitu Good Corporate Governance yang mewajibkan keberadaan dewan komisaris atau direksi yang independen. Adanya komisaris independen tidak terlepas dari keberadaan komisaris (pada umumnya). Komisaris merupakan organ yang mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Di Indonesia dewan komisaris merupakan organ yang bersifat pasif dan tidak dapat menjalankan fungsi pengawasannya secara efektif terhadap direksi. Atau pun sebaliknya, peran komisaris yang terlalu kuat dalam perusahaan, sehingga sering kali melakukan intervensi terhadap kebijakan direksi. Fenomena ini terjadi, karena struktur kepemilikan perusahaan di Indonesia masih sangat terkonsentrasi. Jabatan komisaris diberikan kepada seseorang bukan didasarkan kepada kompetensi dan profesionalisme,

tetapi sebagai penghormatan atau penghargaan, sehingga loyalitas ditujukan pada pembeli jabatan. Atau jabatan komisaris diberikan kepada pejabat atau mantan pejabat pemerintah yang masih mempunyai pengaruh untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining power) perusahaan di kalangan pemerintah. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Fama dan Jensen (1983) yang menyebutkan dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Sejalan dengan pendapat ini KNKG (2006) menyebutkan bahwa Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Dapat dikatakan pemilihan komisaris perusahaan di Indonesia kurang mempertimbangkan integritas serta kompetensi orang tersebut. Oleh karena itu, muncul gagasan tentang keberadaan komisaris independen. Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersifat netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Selain itu, komisaris independen diharapkan juga menciptakan keseimbangan berbagai kepentingan para pihak, yaitu pemegang saham utama, direksi, komisaris, manajemen, karyawan, maupun pemegang saham publik. Peraturan Bursa

Efek yang mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek untuk memiliki komisaris independen sekurang kurangnya 30% dari jajaran anggota dewan komisaris yang dapat dipilih dahulu melalui RUPS sebelum pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai komisaris independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat. Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan. Pengertian komisaris independen sebenarnya berasal dari pengertian komisaris dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroaan Terbatas menyatakan : Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Evaluasi kinerja komisaris independen dilakukan setiap tahun melalui self-assesment didukung dengan evaluasi oleh presiden komisaris dan anggota komisaris lainnya serta oleh direksi perusahaan. Hasil evaluasi kinerja komisaris independen dikomunikasikan kepada masing masing komisaris independen oleh presiden komisaris perusahaan. Kemudian, evaluasi tersebut diserahkan kepada RUPS sebagai

bentuk laporan pertanggungjawaban komisaris independen akan tugas tugas yang diembannya. 2.1.6 Komite Audit Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip GCG. Komite audit ini dibuntuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan. Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Independen komite audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang melandasi integritasnya. Hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor. Komite audit beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris. Anggota komite audit dapat berasal dari kalangan dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor, dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisaris.

Selain itu, agar penyelenggaraan corporate governance berjalan dengan baik, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Bapepam dengan Surat Edaran No. SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan go public di Indonesia wajib membentuk Komite Audit. Sementara bagi perusahaan BUMN/BUMD, sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : 117/M-MBU/2002 menyatakan bahwa : komisaris pengawas harus membentuk komite yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris Pengawas dalam melaksanakan tugasnya, yaitu membantu Komisaris Pengawas dalam memastikan efektifitas sistem pengendalian intern, efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan auditor internal. adalah : Menurut pedoman GCG, tugas dan tanggung jawab komite audit 1. Mendorong terbentuknya struktur pengawasan intern yang memadai. Adanya pengawasn intern ditujukan untuk mewujudkan prinsip pertanggungjawaban (responsibility) agar organ organ perusahaan melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya berdasarkan aturan yang ada; 2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaporan keuangan. Prinsip transparansi (transparency) dikembangkan dalam tugas ini; 3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan eksternal audit kewajaran biaya eksternal audit, serta kemandirian dan objektivitas eksternal auditor.

Komite audit dalam hal ini menjalankan prinsip akuntabilitas (accountability); 4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit. Hal ini terkait dengan prinsip pertanggungjawaban (responsibility) Sedangkan, wewenang yang dimiliki oleh Komite audit adalah sebagai berikut : 1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya; 2. Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan; 3. Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya yang independen apabila dipandang perlu; 4. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman sesuai, apabila dianggap perlu. Kalbers & Fogarty (1993) juga menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi keberhasil komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan formal dan tertulis, 2) kerja sama maajemen, dan 3) kualitas/kompetensi anggota komite audit. 2.1.7 Return On Investment (ROI) Return On Investment (ROI) adalah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir, 1995:89).

Return On Investment (ROI) atau return on total assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. ROI membandingkan laba bersih setalah bunga dan pajak dengan total aktiva. Dimana rasio ini menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan laba berdasarkan total aktiva perusahaan. Di samping itu, hasil pengembalian investasi menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin tinggi rasio ROI ini akan semakin baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. yaitu : Besarnya Return On Investment (ROI) dipengaruhi oleh dua faktor, 1. Tingkat perputaran aktiva yang digunakan oleh operasi 2. Profit Margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam presentanse dan jumlah penjualan bersih.

2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Arnika Wihardiani Putri, 2010 Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian Pengaruh Economic Value Added Dan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Harga Saham Pada Sektor Keungan Yang Terdaftar di BEI Variabel independen : Economic Value Added, Komposisi Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Asing. Variabel dependen : Harga Saham Economic Value Added berpengaruh terhadap harga saham, GCG berpengaruh terdahap harga saham, seraca parsial ukuran dewan direksi, dan komposisi dewan komisaris miliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Oktaviana Imaniar, 2011 Pengaruh Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, dan Kualitas Auditor Terhadap Harga Saham (Studi Empiris pada Kelompok Perusahaan LQ-45 Yang Listed di BEI) Variabel independen : Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Kualitas Auditor Variabel dependen : Harga Saham Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Komisaris Indepeden, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial dan Kualitas Auditor secara parsial tidak berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan, Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial dan Kualitas Auditor berpengaruh

Ramdiana dan Yadnyana, 2012 Sarah Latranita Ginting, 2013 Pengaruh Good Corporate Governance Dan Kinerja Keuangan Pada Harga Saham Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 2011 Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Harga Saham dengan Return On Equity (ROI) Sebagai Variabel Moderating Pada Variabel independen : Proporsi Dewan Komisaris Indepeden, Jumlah anggota Komite Audit, ROA, LDR, CAR Variabel dependen : Harga Saham Variabel independen : Proporsi Dewan Komisaris, Komite Audit, Kepemilikan Asing Variabel dependen : Harga Saham signifikan terhadap harga saham secara simultan. Hasil penelitian ini menunjukkan good corporate governance yang diproksikan oleh proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit serta kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROA, LDR dan CAR berpengaruh signifikan pada harga saham perbankan, sedangkan, pengujian secara parsial proporsi dewan komisaris independen, LDR, CAR tidak berpengaruh terhadap harga saham, dan Jumlah komite audit dan ROA berpengaruh signifikan terhadap harga saham perbankan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris, komite audit, dan kepemilikan asing bersama-sama tidak berpengaruh terhadap harga

Perusahaan Manufaktur (Tahun 2008 2010) Variabel pemoderasi : Return On Equity (ROI) saham. Secara parsial, proporsi dewan komisaris berpengaruh terhadap Return On Equity sedangkan variabel kepemilikan asing dan komite audit tidak memiliki pengaruh apa pun. 2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan ekstrapolasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu, Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris, dan Komite Audit, dan satu variabel dependen yaitu Harga Saham dengan Return On Investment (ROI) sebagai variabel moderating. Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu di atas maka kerangka konseptual penelitian adalah sebagai berikut.

- Kepemilikan Manajerial (X1) H1 - Independensi Dewan Komisaris (X2) H2 Harga Saham (Y) - Komite Audit (X3) H3 H4 H5 Return On Investment (ROI) (Z) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris, dan Komite Audit terhadap Harga Saham. Dan juga, untuk mengetahui apakah Return On Investment (ROI) dapat memoderasi Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris, dan Komite Audit terhadap harga saham. Kepemilikan Manajerial yang meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai dewan komisaris maupun dewan direksi perusahaan. Semakin besar persentase kepemilikan manajerial dinilai dapat berpengaruh terhadap penawaran saham perusahaan yang akhirnya dapat

mempengaruhi harga saham perusahaan. Keberadaan Independensi Dewa Komisaris dan Komite Audit dipandang mempengaruhi perusahaan untuk membuat laporan keuangan yang dijasikan lebih berkualitas, transparan, akurat serta dapat membantu investor dan pihak pihak lain yang berkepentingan dalam perusahaan untuk mengambil keputusan sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Rasio Return On Investment (ROI) digunakan sebagai variabel pemoderasi karena dianggap mampu untuk memoderasi hubungan antara kepemilikan manajerial, independensi dewan komisaris dan komite audit dengan harga saham. Indikator untuk menilai ROI adalah persentase laba bersih sesudah bunga dan pajak perusahaan dengan total aktiva perusahaan. 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris (Sugiyono, 2007:51). Oleh karena itu, berdasarkan perumusan masalah maka dibuat hipotesis sebagai berikut : 2.4.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Harga Saham Menurut Christiawan dan Josua (2007) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham. Kepemilikan saham manajerial dapat membantu dalam hal penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer. Hal

ini sejalan dengan Teori Agensi (Agency Theory), dimana Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals (pemegang saham) dan agents (manajer). Semakin meningkatnya proporsi kepemilikan saham manajerial maka manajemen akan cenderung lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dalam hal ini akan berdampak baik kepada perusahaan serta memenuhi keinginan dari para pemegang saham. Dengan kondisi perusahaan yang baik dan juga terpenuhinya keinginan pada pemegang saham akan membuat semakin banyak investor tertarik membeli saham perusahaan tersebut yang secara otomatis akan membuat harga saham perusahaan tersebut ikut naik. Hal ini menunjukkan bahwa Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap Harga Saham. H1 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Harga. 2.4.2 Pengaruh Independensi Dewan Komisaris Terhadap Harga Saham Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak berafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pegemang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (KNKG, 2004; dalam Wahyu Meiranto, 2013). Dengan semakin baiknya kinerja dewan komisaris independen maka tingkat kepercayaan investor pada perusahaan

tersebut pun ikut meningkat yang berdampak kepada tingginya permintaan akan saham dan meningkatnya harga saham perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Independensi Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap Harga Saham. H2 : Independensi Dewan Komisaris berpengaruh terhadap Harga Saham. 2.4.3 Pengaruh Komite Audit Terhadap Harga Saham Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen (KNKG, 2006; dalam Andrean, 2012). Komite audit merupakan organ tambahaan yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam hal pelaksanaan prinsip GCG di suatu perusahaan. Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Semakin independen komite audit sebuah perusahaan dan semakin baik pula kinerjanya maka tingkat kepercayaan investor pun ikut meningkat, hal ini dapat berakibat baik kepada peningkatan harga saham perusahaan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Komite Audit berpengaruh positif terhadap Harga Saham. H3 : Komite Audit berpengaruh terhadap Harga Saham.

2.4.4 Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris dan Komite Audit Terhadap Harga saham Kepemilikan manajerial, independensi dewan komisaris dan komite audit merupakan bagian dari Good Corporate Gocernance. Dimana, Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2001). Apabila penerapan Good Corporate Governance di sebuah sesuai dengan standar yang ditetapkan maka ada kemungkinan harga saham perusahaan tersebut akan meningkat. Karena dengan diterapkan Good Corporate Governance di sebuah perusahaan maka tingkat kepercayaan investor akan ikut meningkat. Ini berarti, Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris dan Komite Audit berpengaruh positif terhadap Harga Saham. H4 : Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris dan Komite Audit secara simultan berpengaruh terhadap Harga Saham.

2.4.5 Return On Investment (ROI) Memoderasi Hubungan Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris dan Komite Audit dengan Harga Saham Dengan melihat stuktur dan tata kelola perusahaan saja tidaklah cukup untuk memilih perusahaan mana yang cocok untuk dibeli sahamnya. Kadang kala, investor ingin melihat laporan keuangan yang merupakan representasi dari kinerja manajemen dalam waktu tertentu. Salah satu rasio yang dapat digunakan adalah Return On Investment (ROI). Return On Investment (ROI) adalah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir, 1995). Semakin tinggi rasio ROI akan semakin baik, demikian pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan Return On Investment (ROI) mampu memoderasi hubungan kepemilikan manajerial, independensi dewan komisaris dan komite audit dengan harga saham H5 : Return On Investment (ROI) mampu memoderasi hubungan kepemilikan manajerial, independensi dewan komisaris dan komite audit dengan harga saham.