BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. orang atau lebih (pihak), dimana salah satu pihak disebut sebagai agent dan pihak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. orang atau lebih (pihak), dimana salah satu pihak disebut sebagai agent dan pihak"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Teori Keagenan Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu model kontraktual antara dua orang atau lebih (pihak), dimana salah satu pihak disebut sebagai agent dan pihak lainnya disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Hubungan agensi dikatakan terjadi ketika sebuah kontrak antara seseorang atau lebih, seseorang principal dengan seseorang atau lebih agen untuk melakukan pelayanan bagi kepentingan-kepentingan prinsipal mencangkup pendelegasian kewenangan pembuatan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan mementingkan diri sendiri yaitu untuk memaksimalkan utilitas subjektif mereka tetapi menyadari kepentingan umum mereka (Belkoui, 2001:103). Ujiyantho dan Agus (2007) menyatakan bahwa perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai keinginan atau kepentingan 16

2 principal sehingga memicu biaya keagenan (agency cost) (Jensen dan Meckling, 1976). Eisenhardt, (1989) dalam Ujiyantho dan Agus, (2007) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu : 1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest). 2) Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality) 3) Manusia selalu menghindari resiko (risk averse) Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Masalah keagenan timbul ketika terjadi pemisahan antara fungsi pengelolaan dan kepemilikan. Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan (prinsipal) mempekerjakan tenaga-tenaga profesional (agen) sebagai pelaksana fungsi pengelolaan perusahaan. Tujuan dari dipisahkannya fungsi pengelolaan dari fungsi kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh agen (FCGI, 2003). Agen bertugas untuk kepentingan perusahaan dan memiliki kekuasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan prinsipal. Masalah timbul ketika agen mulai bertindak tidak sesuai dengan tujuan tersebut dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan sendiri dengan biaya dari prinsipal. Sebagai contoh, agen dalam hal ini manajer mendapatkan insentif untuk meningkatkan 17

3 kesejahteraannya sendiri dengan menggunakan fasilitas yang dipercayakan oleh pemegang saham atau dana yang diperoleh dari pemberi pinjaman. Penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada perusahaan yang memiliki kepemilikan tersebar menunjukkan bahwa salah satu cara untuk menanggulangi masalah keagenan adalah adanya konsentrasi kepemilikan (Shleifer dan Vishny,1997 dalam Budi, 2007). Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengawasan yang lebih baik dan penurunan biaya keagenan berhubungan dengan konsentrasi kepemilikan. Namun ada pendapat berbeda yaitu adanya argumen dari Claessens et al (2000) dalam Budi (2007) menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan menimbulkan konflik. Konflik yang semula berasal dari konflik antara pemegang saham dengan manajemen menjadi konflik antara pemegang saham mayoritas yang memegang kendali terhadap manajer (insider) dengan pemegang saham minoritas. Kondisi konsentrasi kepemilikan umumnya dijumpai di negara-negara Asia. Perusahaan-perusahaan pada negara-negara di Asia umumnya dikendalikan oleh keluarga atau kelompok tertentu. La Porta et al. (1999) dalam Budi (2007) menemukan bahwa perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga biasanya dikelola oleh anggota keluarga tersebut. Pada sistem pengelolaan perusahaan yang lemah, seperti di Indonesia, pemonitoran akan lebih sulit untuk dilaksanakan, khususnya jika kepemilikan seseorang atau kelompok tertentu meningkat dan terjadi konsentrasi kepemilikan pada satu orang atau kelompok tertentu. Mereka menyimpulkan bahwa fungsi pemonitoran sulit untuk dilakukan jika para manajer 18

4 yang menjalankan perusahaan merupakan bagian pemegang saham mayoritas. Jika kepemilikan saham telah terkonsentrasi melewati batas tertentu, maka pemegang saham besar akan memiliki pengendalian penuh dan cenderung untuk memanfaatkan perusahaan untuk bisa menghasilkan keuntungan pribadi yang tidak bisa didapat oleh pemegang saham minoritas. Ketika pemegang saham mayoritas memiliki pengendalian yang efektif dalam perusahaan maka pemegang saham mayoritas dapat menggunakan kebijakan yang menguntungkan pribadinya dengan beban pemegang saham minoritas (expropriation). Menurut La Porta et al. (2000) dalam Budi (2007) dan Shleifer dan Vishny (1997) dalam Ujiyantho dan Agus (2007) menyatakan bahwa pengambilalihan (expropriation) oleh insiders terhadap outside investor dapat berupa: 1) insider mencuri laba dengan melakukan manipulasi laba. 2) insider menjual output atau aset perusahaan yang mereka kendalikan, yang didalamnya turut dibiayai oleh outside investor, kepada perusahaan lain yang mereka miliki dengan harga dibawah harga pasar. 3) insider menempatkan anggota keluarga yang tidak memiliki kualifikasi memadai kedalam posisi manajerial atau membayar eksekutif terlalu berlebihan. Expropriation terkait dengan masalah agensi, yaitu insiders menggunakan laba perusahaan untuk menguntungkan dirinya sendiri dari para outside investor Dividen Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) tercantum dalam PSAK No. 23 bahwa dividen sebagai distribusi laba kepada pemegang sesuai dengan proporsi 19

5 mereka dari jenis modal tertentu. Laba bersih perusahaan akan berdampak berupa peningkatan saldo laba (retained earnings) perusahaan. Apabila saldo laba didistribusikan kepada pemegang saham maka saldo laba akan berkurang sebesar nilai yang didistribusikan tersebut (Suharli, 2007). Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen ( Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash dividend) artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa dividen saham (stock dividend) yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. Menurut Suharli (2007) dividen tunai umumnya lebih disukai bagi pemegang saham dibandingkan dividen saham. Kebijakan dividen masing masing perusahaan menentukan besarnya pembayaran dividen. Menurut Naveli (1989) dalam Suharli (2007) secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3 kebijakan berikut ini : 20

6 1) Constant Dividend Payout Ratio Terdapat beberapa cara mengatur dividend payout ratio yang dibagikan secara tetap dalam persentase atau rasio tertentu, yaitu: (1) Membayar dengan jumlah persentase yang tetap dari pendapatan tahunan. (2) Menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun sebelumnya. (3) Menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang. 2) Stable Per Share Dividend Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi. 3) Reguler Dividend Plus Extra Dalam kebijakan ini, perusahaan akan memberikan suatu tingkat dividen yang relatif rendah tetapi dalam jumlah yang pasti, dan memberikan tambahan apabila perusahaan membukukan laba yang cukup tinggi. Dividen memegang peranan penting dalam masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Dengan melakukan pembayaran dividen, berarti pemegang saham mayoritas membagikan laba perusahaan kepada investor yang menyebabkan mereka tidak dapat menggunakan laba tersebut untuk kepentingan mereka sendiri. Dalam kondisi perlindungan investor yang rendah, dividen menjadi sarana yang dapat digunakan oleh outside investor untuk melindungi dirinya terhadap 21

7 expropriation dari insider. Ketidakpastian tentang ada tidaknya expropriation menjadi pemicu outside investor untuk memilih dividen dibandingkan dengan laba ditahan. Pada kondisi expropriation yang tinggi, bagi pemegang saham minoritas, dividen (a bird in the hand) lebih baik dari laba ditahan (a bird in the bush) karena laba ditahan bisa jadi tidak akan menjadi dividen dimasa yang akan datang (it can fly away) (La Porta et al, 2000). Easterbrook (1984) dalam Budi (2007) mengemukakan bahwa kebijakan dividen dapat mengatasi masalah keagenan antara insider dan pemegang saham minoritas. Jika laba yang diperoleh tidak dibagikan kepada pemegang saham, maka laba tersebut akan digunakan oleh insider untuk kepentingan pribadi ataupun untuk membiayai proyek-proyek yang tidak menguntungkan yang hanya akan membawa keuntungan pribadi bagi insider (Suharli, 2007). Berdasarkan hal tersebut maka pemegang saham minoritas akan lebih memilih dividen daripada laba ditahan. Pemegang saham minoritas akan menggunakan kekuatannya untuk memaksa perusahaan untuk mengeluarkan dividen. Semakin besar kekuatan yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas maka semakin besar dividen yang akan diperoleh. Kekuatan tersebut dapat berupa kemampuan untuk mengganti direksi, untuk memaksa pembayaran dividen, menghentikan proyek yang menguntungkan insider atas biaya outsider, dan menuntut direktur (Budi, 2007). Kegagalan pembagian dividen akan dianggap sebagai hal yang merugikan bagi investor dan akan menurunkan minat mereka untuk berinvestasi diperusahaan. Pada kondisi ini dividen dapat menggambarkan konflik yang terjadi antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas (Gugler dan 22

8 Yurtoglu, 2001 dalam Budi, 2007). Semakin kecil dividen akan menunjukkan semakin terkonsentrasinya kepemilikan dan semakin besarnya kemungkinan adanya expropriation yang dilakukan pemegang saham mayoritas terhadap pemegang saham minoritas. Berbeda dengan perusahaan yang memiliki perlindungan yang baik terhadap pemegang saham minoritas, semakin tinggi perlindungan terhadap pemegang saham minoritas maka semakin kecil kesempatan bagi insider untuk melakukan expropriation. Pada kesempatan investasi yang tinggi, pemegang saham yang terproteksi akan lebih memilih laba ditahan atau pembayaran dividen yang lebih rendah dengan ekspektasi jika investasi perusahaan berhasil maka pemegang saham akan mendapatkan dividen yang lebih tinggi Regulasi Salah satu prinsip dasar untuk mengatasi masalah keagenan adalah perlindungan hukum. Hak outside investor biasanya dilindungi oleh pelaksanaan regulasi. Aturan tersebut berupa Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006, Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-117/M-MBU/2002, Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor : Kep-339/BEJ/ tanggal 20 Juli 2001 dan PSAK Nomor 23 dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (2004). Hak pemegang saham minoritas yang dilindungi antara lain adalah hak untuk menerima dividen pada pro rata terms, yaitu adanya keadilan antara pemegang saham yang besar dan pemegang saham yang kecil, hak untuk memilih direktur, hak untuk mengikuti rapat umum pemegang saham, hak untuk menuntut direktur atau pemegang saham mayoritas yang didapati melakukan expropriation, 23

9 hak untuk meminta dilakukan rapat umum pemegang saham luar biasa, dan lainnya. Ketika sistem hukum tidak mampu melindungi outside investor maka pengelolaan perusahaan dan pendanaan eksternal tidak dapat berjalan dengan baik (La Porta et al., 2000 dalam Budi, 2007). Undang-undang dan regulasi yang melindungi investor akan dapat meningkatkan pertumbuhan pasar modal. Penelitian yang dilakukan oleh La Porta et al. (1997) dalam Budi (2007) pada pasar saham dan pasar obligasi menemukan bahwa negara yang memproteksi investornya memiliki pasar modal yang lebih bernilai, jumlah sekuritas yang terdaftar per kapita lebih besar, dan tingkat aktivitas IPO yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara yang tidak protektif terhadap investor. Perlindungan yang lemah terhadap investor akan mengakibatkan investor tidak mau berinvestasi karena resiko expropriation yang tinggi. Kondisi ini akhirnya akan menghambat pertumbuhan pasar modal. La Porta et al (1998) mengelompokkan Indonesia sebagai negara yang menganut civil law yaitu negara yang memiliki perlindungan yang lemah terhadap investor. Sedangkan negara-negara yang memiliki perlindungan yang tinggi terhadap investor menganut sistem common law. Civil law ditandai dengan tingginya konsentrasi kepemilikan. Pada negara dengan sistem civil law, peraturan yang ada dibuat oleh pemerintah. Lembaga peradilan tidak dapat bertindak diluar hukum tersebut, sehingga jika insider menemukan cara untuk melakukan expropriation terhadap outsider yang tidak dilarang secara tegas dalam aturan tersebut, maka insider dapat melakukannya tanpa harus takut dengan adanya tuntutan hukum. Pada sistem civil law, peradilan lebih tergantung pada 24

10 pemerintah, sehingga investor akan sulit untuk menang jika terjadi sengketa antara investor dan pemerintah atau perusahaan yang berhubungan dengan pemerintah. Pada negara yang menganut common law, peraturan yang ada dibuat oleh lembaga peradilan berdasarkan praktek yang terjadi dan diinspirasi oleh prinsipprinsip umum. Hakim akan menetapkan aturan baru terhadap praktik-praktik baru berdasarkan prinsip-prinsip umum. Dalam kasus expropriation, lembaga peradilan akan melakukan pengujian-pengujian untuk melihat apakah tindakan insider melanggar prinsip-prinsip umum. Pada negara dengan sistem common law peradilan lebih bersifat independen sehingga hak-hak pemegang saham minoritas lebih terlindungi Good Corporate Governance Krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 di kawasan Asia mengakibatkan kondisi ekonomi di beberapa negara menjadi terpuruk. Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang mengalami keterpurukan akibat krisis ekonomi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) dalam Kusumastuti dkk (2007) memberikan satu indikasi yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 adalah karena buruknya corporate governance. Penelitian tersebut menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang paling buruk dalam penerapan corporate governance di kawasan Asia. Tata kelola perusahaan yang baik merupakan salah satu isu yang penting dalam masalah keagenan (Shleifer dan Vishny, 1997) dalam Ujiyantho dan Agus (2007). Salah satu penyebab sulitnya Indonesia untuk keluar dari krisis 25

11 dikarenakan tata kelola perusahaan yang buruk, belum dilaksanakannya praktek good corporate governance menyebabkan penurunan nilai perusahaan karena penerapan corporate governance yang baik akan memberikan sinyal positif (Kusumastuti, 2007). Masalah dasar dalam tata kelola perusahaan adalah pemberian jaminan kepada pemberi dana (investor dan kreditor) bahwa mereka akan mendapatkan return dari investasi mereka. FCGI (2003) menyatakan sistem tata kelola perusahaan yang baik memberikan perlindungan yang efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka dapat menyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Good corporate governance adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholders organisasi tersebut (Pratolo, 2007). La Porta et al. (1999) dalam Budi (2007) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai seperangkat mekanisme yang digunakan oleh outside investor untuk melindungi dirinya dari kecurangan (expropriation) yang dilakukan oleh insider. Perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagian besar dikuasai oleh keluarga atau kelompok tertentu. Penelitian yang dilakukan Claessens et al (2000) dalam Budi (2007) menemukan 68,6% perusahaan-perusahaan di Indonesia dikuasai oleh keluarga. Hal ini menyebabkan rentannya expropriation terhadap pemegang saham minoritas. 26

12 Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diyakini mampu berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima hak haknya misalnya menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Good corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (Ujiyantho dan Agus, 2007). Prinsip-prinsip good corporate governance menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep.ll7/M-MBU/2002 dan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) meliputi : 1) Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2) Kemandirian yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 3) Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban tiap bagian/unit sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 4) Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 27

13 5) Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam rangka pelaksanaan tata kelola perusahaan di Indonesia maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengatur mengenai praktek tata kelola perusahaan untuk BUMN dan perusahaan publik. Untuk BUMN pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep-ll7/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek tata kelola perusahaan yang baik pada BUMN/BUMD. Bagi perusahaan publik, Bapepam telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor : SE- 03/PM/2000 dan Direksi PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Nomor Kep.315/BEJ/ dengan tanggal 30 Juni 2000 yang diperbaharui dengan Surat Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) No.Kep-339/BEJ/ tanggal 20 Juli 2001 yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Pencatatan Efek Nomor : 1-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa pada butir C. Adapun yang wajib dimiliki perusahaan dalam rangka penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik adalah: Komisaris Independen, Komite Audit, dan Sekretaris Perusahaan. Ketiga bagian tersebut merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip dasar dalam praktek tata kelola perusahaan yang baik, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian dan kewajaran. Tata kelola perusahaan merupakan alat perlindungan bagi investor, dengan adanya tata kelola perusahaan diharapkan dapat memberikan jaminan sehingga dividen menjadi kecil dan laba dapat digunakan untuk reinvestasi. 28

14 2.1.5 Hubungan Good Corporate Governance Terhadap Kebijakan Dividen Tata kelola perusahaan yang baik dapat memberikan pengawasan bagi pemegang saham mayoritas untuk tidak melakukan expropriation, sehingga outside investor tidak perlu berusaha untuk mengeluarkan dividen sebagai tindakan proteksi dan laba yang diperoleh perusahaan dapat digunakan untuk reinvestasi. Jika investasi perusahaan berhasil maka investor akan mendapat dividen yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut outside investor yang terproteksi oleh tata kelola perusahaan yang baik akan memilih laba ditahan untuk reinvestasi dibandingkan menerima dividen. Perusahaan perusahaan di Indonesia saat ini mulai giat untuk berinvestasi kembali untuk bangkit dari krisis sehingga komponen laba ditahan lebih diperlukan untuk saat ini dibandingkan dividen. Keberadaan tata kelola perusahaan yang baik dapat memberikan jaminan kepada outside investor bahwa mereka tidak dicurangi insider. Untuk kondisi perlindungan investor yang rendah seperti di Indonesia, adanya tata kelola perusahaan yang baik merupakan solusi untuk meningkatkan kepercayaan investor luar terhadap perusahaan. Keberadaan tata kelola perusahaan yang baik merupakan sarana pengendalian yang membatasi insider untuk melakukan expropriation. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai penerapan Corporate Governance telah dilakukan oleh para peneliti. Penelitian tersebut sebagian besar terfokus pada mekanisme penerapan corporate governance (termasuk instrument dan tujuannya) dan faktor faktor yang terkait dengan corporate governance. 29

15 Penelitian oleh Muh. Arief Ujiyantho dan Bambang Agus Pramuka (2007) dengan judul Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Variabel dalam penelitian ini yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris manajemen laba dan kinerja keuangan. Kesimpulan yang diperoleh adalah 1) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba 2) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba 3) Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. 4) Jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. 5) Pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersamasama teruji dengan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. 6) Manajemen laba (discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan (cash flow return on assets). Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah meneliti mekanisme corporate governance dan lokasi objek penelitian di BEI dan metode analisis data yang digunakan adalah metode regresi linier berganda. 30

16 Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sampel dalam penelitian ini diperluas dengan mengambil sampel seluruh emiten non-finansial yang terdaftardi BEI periode Penelitian yang dilakukan Eko Budi Santoso (2007) dengan judul Analisis Pengaruh Tata Kelola Perusahaan yang Baik Terhadap Rasio Pembayaran Dividen. variabel penelitiannya adalah rasio pembayaran deviden, tata kelola perusahaan yang baik, struktur modal dan ukuran perusahaan. Kesimpulannya adalah tata kelola perusahaan yang baik dan struktur modal berpengaruh negatif terhadap rasio pembayaran dividen sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap rasio pembayaran dividen. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi objek penelitian di BEI dan metode analisis data yang digunakan adalah metode regresi berganda. Perbedaaannya dengan penelitian sebelumnya adalah sampel dalam penelitian yaitu perusahaan non-finansial yang terdaftar di BEI periode dan variabel dalam penelitian ini ditambah dengan variabel profitabilitas sebagai variabel kontrol. 2.3 Hipotesis Penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh perlindungan terhadap investor yang diproksikan dengan kepatuhan terhadap peraturan BEI mengenai Pencatatan Efek Nomor : 1 A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa butir C. terhadap kebijakan dividen. Adanya tata kelola perusahaan yang baik dapat berperan sebagai agen pengawas yang efektif untuk mengurangi masalah keagenan khususnya antara insider dan outside investor. Dengan adanya perlindungan yang baik terhadap pemegang saham maka outside 31

17 investor tidak akan berusaha untuk memaksa perusahaan untuk membagikan dividen sehingga laba dapat digunakan untuk reinvestasi. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis alternatif : H1 : Good corporate governance berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. 2.4 Model Penelitian Perusahaan sebagai suatu entitas dalam menjalankan aktivitas dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal lebih sulit dikendalikan dibandingkan dengan faktor internal, oleh karena itu dalam kaitannya dengan kebijakan dividen maka sangat dimungkinkan dipengaruhi oleh faktor internal di luar good corporate governance sebagai variabel utama. Pada penelitian ini variabel internal diluar good corporate governance yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen adalah struktur modal perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas. Selanjutnya variabel pada penelitian ini tidak dihipotesiskan karena hanya ingin diuji pada penelitian ini adalah pengaruh good corporate governance terhadap kebijakan dividen. Penjelasan di atas dapat diskemakan pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Model Penelitian Variabel Bebas : Good coporate governance (GCG) Variabel Kontrol : Struktur Modal (Leverage) Ukuran Perusahaan (TA) Profitabilitas (ROA) Variabel Terikat : Kebijakan Dividen (DPR) 32

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (pemilik modal) dan agen (pihak yang mengelola perusahaan) dalam bentuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (pemilik modal) dan agen (pihak yang mengelola perusahaan) dalam bentuk 9 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan merupakan dasar teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Teori ini memberikan penjelasan hubungan kontrak antara

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen di perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan. Sebagian besar perusahaan itu memiliki ratusan atau ribuan pemegang

Lebih terperinci

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY Mailani Hamdani Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka Pondok Cabe mailani@ecampus.ut.ac.id Abstrak Dalam mempertahankan bisnis perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sangat penting artinya, karena tujuan dalam mendirikan sebuah perusahaan selain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari:

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari: a. Untuk mencapai keuntungan yang maksimal atau laba yang sebesar-besarnya. b.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia. Konsep good corporate

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Masalah keagenan muncul ketika principal (investor) kesulitan untuk memastikan bahwa agen bertindak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Keagenan (Agency Theory) Konsep Teori Keagenan (agency theory) menurut Anthony dan Govindarajan (2005) yaitu hubungan antara principal dan agen. Principal mempekerjakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Adapun Teori yang dapat mendukung berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti: 1. Teori Keagenan(Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan kontrak dimana satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan dan untuk meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Agensi Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam memahami corporate governance (Aditya, 2012). Hubungan keagenan diartikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada Era Globalisasi saat ini, negara-negara berkembang dituntut untuk menerapkan sistem yang baru dan lebih baik dalam pengelolaan bisnis yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang saham. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976) 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan (agency theory) telah menjadi basis penelitian yang kuat dalam disiplin keuangan dan akuntansi (Abdullah, 2001). Teori keagenan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saham, dengan pembagian dividen atau perolehan capital gain (Mahfoedz. dan Naim, 1996 dalam Purbandari, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. saham, dengan pembagian dividen atau perolehan capital gain (Mahfoedz. dan Naim, 1996 dalam Purbandari, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan mempunyai tujuan utama yaitu meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham, dengan pembagian dividen atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Keagenan Dalam rangka memahami good corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah keagenan menjadi isu sentral dalam berbagai literatur keuangan karena adanya keterbatasan dari pemilik yang tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajer dan pemegang saham merupakan dua partisipan terkait dalam sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang saham dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai tujuan yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Corporate governance sampai saat ini memiliki peranan yang sangat penting di dalam menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Menurut Forum for Corporate

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, muncul banyak tekanan dari publik yang menghendaki agar Pemerintah maupun swasta dapat menghapuskan praktek-praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya sebagai berikut: 1. Novi Anggraini (2015)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik ( principle)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan dan mendapatkan pengembalian dalam jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. depan dan mendapatkan pengembalian dalam jangka waktu tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam lingkungan bisnis yang tidak pasti, sebuah perusahaan perlu memperhatikan risiko yang melekat pada setiap aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa, perusahaan manufaktur maupun perusahaan perbankan yang telah go public memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Agency Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pasar modal (capital market) merupakan tempat diperjualbelikannya berbagai instrumen keuangan jangka panjang, seperti utang, ekuitas (saham), instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Nilai Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka penerapan tata kelola perusahaan yang baik, Bapepam melalui surat edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000 merekomendasikan imbauan perusahaan publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu pencatatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu pencatatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun. Laporan keuangan menjadi media bagi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan disusun berdasarkan sumber-sumber informasi dalam perusahaan, salah satu informasi tersebut digunakan sebagai acuan mengenai laba perusahaan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi berasumsi bahwa semua individu akan bertindak untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Agen diasumsikan akan menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan antara arah dan kinerja perusahaan (Monks & Minow,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan antara arah dan kinerja perusahaan (Monks & Minow, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai pihak dalam perusahaan yang menentukan antara arah dan kinerja perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itulah, pemerintah maupun investor memberikan perhatian yang lebih dalam

BAB I PENDAHULUAN. itulah, pemerintah maupun investor memberikan perhatian yang lebih dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di negara Indonesia, isu mengenai tata kelola perusahaan mengemuka setelah Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998. Sejak itulah,

Lebih terperinci

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN, PROFIBILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA Shella Febri Priatama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu instrumen hutang yang ditawarkan penerbit (issuer) atau yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu instrumen hutang yang ditawarkan penerbit (issuer) atau yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Investasi digolongkan menjadi dua jenis yaitu investasi kepemilikan (saham) dan surat hutang (obligasi). Investor dalam membuat keputusan investasi membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu pentingnya penerapan tata kelola perusahaan yang disebut dengan corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata kelola pada perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persamaan dan perbedaan yang telah mendukung penelitian ini:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persamaan dan perbedaan yang telah mendukung penelitian ini: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan yang akan dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta persamaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab, misalnya saja perusahan mengalami rugi terus-menerus, penjualan yang tidak laku, bencana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Mekanisme Corporate Governance Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba (Boediono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan alat komunikasi. tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan alat komunikasi. tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemegang saham BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan alat komunikasi yang memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang popular. Alasan Corporate Governancemenjadi topik yang popular adalah,

BAB I PENDAHULUAN. yang popular. Alasan Corporate Governancemenjadi topik yang popular adalah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun terakhir, Corporate Governance menjadi topik yang popular. Alasan Corporate Governancemenjadi topik yang popular adalah, pertama Corporate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegagalan penerapan Good Corporate Governance (Daniri, 2005). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kegagalan penerapan Good Corporate Governance (Daniri, 2005). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep Corporate Govenance muncul sebagai reaksi terhadap berbagai kegagalan korporasi akibat dari buruknya tata kelola perusahaan. Krisis ekonomi di kawasan Asia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Manajer diharapkan menggunakan resources yang ada sematamata

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Manajer diharapkan menggunakan resources yang ada sematamata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada perusahaan korporasi yang relatif besar umumnya terdapat pemisahan fungsi pemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemegang saham mengalami kesulitan untuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 14 BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Agensi (Agency Theory) Jensen dan Meckling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat serta teknologi yang semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan informasi mengenai kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Muh.

BAB I PENDAHULUAN. memahami corporate governance. Jensen dan Meckling (1976) dalam Muh. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen perusahaan pada dasarnya memiliki kepentingan ganda yaitu untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham dan kepentingan perusahaan itu sendiri. Untuk itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Indonesia membuat para investor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, kontrak yang tidak lengkap, serta 12 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam kerangka hubungan keagenan (agency theory), timbulnya masalah keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien agar bisa bersaing dengan perusahaan lain di dalam negeri

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien agar bisa bersaing dengan perusahaan lain di dalam negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan ekonomi era globalisasi saat ini, indonesia mengalami perkembangan ekonomi dengan cepat dan kondisi perekonomian nasional yang semakin membaik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak principal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak principal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Agency Theory Agency theory menjelaskan permasalahan yang mungkin timbul ketika kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep pendirian korporasi modern sebagai suatu entitas legal dapat dilihat dari adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan. Menurut Lukviarman (2016, p.23)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Good Corporate Governance 2.1.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Istilah corporate governance pertama sekali diperkenalkan oleh Cadbury Comitee

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) a) Pemegang saham dengan manajer.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) a) Pemegang saham dengan manajer. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) diasumsikan menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu pencerminan dari suatu kondisi perusahaan, karena di dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. suatu pencerminan dari suatu kondisi perusahaan, karena di dalam laporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan pada suatu periode akan melaporkan semua kegiatan keuangannya dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan suatu pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Teori Agensi Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer sebagai agent. Teori agensi menggambarkan bahwa agent memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hubungan Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang memerintah orang lain untuk melakukan suatu jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan suatu penduduk dapat tercapai apabila di dalam suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan suatu penduduk dapat tercapai apabila di dalam suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesejahteraan suatu penduduk dapat tercapai apabila di dalam suatu negara tersebut terdapat pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah secara terusmenerus baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat utama para manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajer perusahaan mempunyai tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari keputusan investasi, keputusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) Teori ini menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal)

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan kadang tidak sejalan dengan tujuan pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. perusahaan (Sijabat, 2007). Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. perusahaan (Sijabat, 2007). Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini good corporate governance (GCG) telah menjadi salah satu pilar dalam sistem ekonomi pasar. Ia berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud)

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Corporate governance merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) maupun keterpurukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang variabel kepemilikan manajerial, leverage, kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang variabel kepemilikan manajerial, leverage, kebijakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang variabel kepemilikan manajerial, leverage, kebijakan deviden, dan ukuran perusahaan serta nilai perusahaan membutuhkan kajian teori sebagai berikut: 2.1. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dan menjamin akuntanbilitas manajemen terhadap stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dan menjamin akuntanbilitas manajemen terhadap stakeholder BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntanbilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari isi laporan keuangan perusahaan. Laba merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari keputusan pendanaan, investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan good corporate governance dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan good corporate governance dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis yang mulai memasuki era globalisasi mengakibatkan persaingan perusahaan semakin tajam. Hal ini menuntut perusahaan untuk melakukan kegiatan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui hasil kinerja perusahaan, salah satunya informasi laba. 1

BAB I PENDAHULUAN. melalui hasil kinerja perusahaan, salah satunya informasi laba. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan utama berdirinya perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Salah satu aspek yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham. Manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai 1 BAB I PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Masalah Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang sahamnya. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pelaku usaha atas usaha yang dijalankannya atau perusahaan yang telah didirikannya pasti memiliki harapan agar perusahaan tersebut dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik (principal) dengan manajemen perusahaan (agent). Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. pemilik (principal) dengan manajemen perusahaan (agent). Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan berdirinya perusahaan adalah maksimalisasi nilai bagi pemegang saham (Brigham dan Houston, 2011). Namun, seringkali terjadinya konflik antara pemilik (principal)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kedua adalah ingin memakmurkan pemilik perusahaan atau pemegang

BAB 1 PENDAHULUAN. kedua adalah ingin memakmurkan pemilik perusahaan atau pemegang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdirinya sebuah perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas. Tujuan yang pertama adalah untuk mencapai keuntungan maksimal. Tujuan yang kedua adalah ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin

BAB I PENDAHULUAN. terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ketika Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi, wacana dan tuntutan terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan pada masa tertentu. Laporan keuangan menggambarkan situasi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan pada masa tertentu. Laporan keuangan menggambarkan situasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan alat untuk melakukan evaluasi atas suatu kinerja perusahaan pada masa tertentu. Laporan keuangan menggambarkan situasi keuangan dan kinerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang setelah munculnya PSAK No.19 (Revisi 2000) tentang aset

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang setelah munculnya PSAK No.19 (Revisi 2000) tentang aset BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena mengenai modal intelektual di Indonesia mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 (Revisi 2000) tentang aset tidak berwujud (Ulum, 2009:3). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu mengenai Good Corporate Governant (GCG) saat ini telah. perusahaan, masyarakat profesional, universitas dan pembuat lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu mengenai Good Corporate Governant (GCG) saat ini telah. perusahaan, masyarakat profesional, universitas dan pembuat lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu mengenai Good Corporate Governant (GCG) saat ini telah menjadi pembicaraan berbagai kalangan baik ditingkat pemerintahan maupun perusahaan, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pribadi manajer. Dengan wewenang yang dimiliki, manajer dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pribadi manajer. Dengan wewenang yang dimiliki, manajer dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan kenyataannya seringkali menghadapi masalah karena tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Belum

Lebih terperinci

BOARD MANUAL PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY

BOARD MANUAL PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY BOARD MANUAL PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY DAFTAR ISI Hal BAB I. PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Maksud dan Tujuan... 1 3. Referensi... 2 4. Daftar Istilah... 3 BAB II. DEWAN KOMISARIS... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di dunia, dikawasan Asia,

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di dunia, dikawasan Asia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan corporate governance di Indonesia memang tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di dunia, dikawasan Asia, bahkan kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Penelitian ini menggunakan teori keagenan, dimana teori ini sering kali digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi merupakan teori yang mendefinisikan adanya hubungan antara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya akan dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance framework). Kerangka tersebut dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomi, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasinya untuk mencapai beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasinya untuk mencapai beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasinya untuk mencapai beberapa tujuan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Tujuan perusahaan yang pertama adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang Pengaruh Investment Opportunity Set, Komisaris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang Pengaruh Investment Opportunity Set, Komisaris 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang Pengaruh Investment Opportunity Set, Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan Dan Leverage Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur

Lebih terperinci