I. PENDAHULUAN. mengalami perlambatan. Itu dapat dilihat dari populasi ternak kerbau pada tahun

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65%

I. PEDAHULUAN. sekitar 2-5 ekor ternak per rumah tangga peternak (RTP). Skala yang kecil

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN LALABATA,KABUPATEN SOPPENG

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

PREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU. Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 1, Nomor 3, Desember 2012, hlm 23-28

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

ABSTRAK BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN

ADOPSI INOVASI INSEMINASI BUATAN PADA PETERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN KURANJI SKRIPSI. Oleh : NURNILA DEMITA

KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan populasi ternak kerbau di Sumatera Barat dari tahun ke tahun mengalami perlambatan. Itu dapat dilihat dari populasi ternak kerbau pada tahun 2013 sebanyak 114.013 ekor dan pada tahun 2014 sebanyak 118.844 ekor (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat, 2014). Masalah peternakan kerbau cukup bervariasi antara lain pola pemeliharaan yang masih tradisional, berkurangnya lahan penggembalaan sehingga ternak kerbau sulit untuk kawin secara alami, tingginya pemotongan pejantan yang berdampak pada kekurangan pejantan, pemotongan ternak betina produktif, kekurangan pakan dimusim tertentu, kematian pedet yang cukup tinggi (sekitar 10%), rendahnya daya produktivitas, pengembangan sistem pemeliharaan semi intensif yang masih terbatas, lamanya kebuntingan dan susah dideteksi pada saat birahi (silent heat), serta kesan negatif terhadap kerbau. Pengembangan ternak kerbau saat ini dan untuk beberapa tahun mendatang dihadapkan pada tantangan berupa pengadaan bibit yang secara kuantitatif dan kualitatif masih rendah. Pemerintah telah menyadari fakta tersebut, sehingga salah satu program nasional (pemerintah) adalah pembibitan ternak. Lemahnya usaha pembibitan mendorong pemerintah melakukan terobosan dengan meningkatkan teknologi inseminasi buatan (IB). Menyadari kekurangan tersebut, berbagai langkah kebijakan telah ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman antara lain melalui pengembangbiakan ternak dengan bantuan inovasi baru seperti teknologi inseminasi buatan atau yang lebih dikenal dengan kawin suntik. 1

Survei pendahuluan yang dilakukan menunjukkan bahwa ada beberapa Kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman yang sudah menerapkan inseminasi buatan (IB) pada ternak kerbau diantaranya Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Kecamatan VII Koto Sungai Sarik, Kecamatan 2x 11 Kayu Tanam, Kecamatan Batang Gasan, dan Kecamatan Ulakan Tapakis, dimana jumlah peternak kerbau yang sudah menerapkan inovasi tersebut ada 100 peternak. Sistem pemeliharaannya tergolong ektensif, dimana pada siang hari ternak kerbau di lepaskan atau digembalakan, kemudian menjelang malam hari ternak kerbau diletakkan di dekat rumah peternak tanpa menggunakan kandang, sehingga pemeliharaannya kurang terkontrol dan kurangnya teknologi yang diterapkan sehingga banyak angka kematian pada anak kerbau. Program penyuluhan inseminasi buatan (IB) pada ternak kerbau di Kabupaten Padang Pariaman mulai dilaksanakan pada tahun 1995 oleh penyuluh dari Badan Penyuluhan Kacamatan yang sampai sekarang program tersebut masih berlanjut dengan nama program yang berbeda-beda dari setiap pelaksanaanya. Program tersebut dibantu juga oleh petugas-petugas IB yang bertempat di pos IB masing-masing Kecamatan. Penyuluh dan petugas IB dituntut berperan aktif dalam penyebarluasan informasi mengenai teknologi Inseminasi buatan (IB). Penyediaan bibit (semen) ternak kerbau berasal dari BIB Tuah Sakato dan BIB Lembang dengan menggunakan biaya pribadi untuk mendapatkannya, sehingga tidak adanya pelaporan terhadap penggunaan bibit ternak kerbau kepada pemerintah daerah atau dinas terkait. Faktor manusia merupakan faktor yang sangat penting pada keberhasilan program IB, karena memiliki peran sentral dalam kegiatan pelayanan IB. Faktor 2

manusia, sarana dan kondisi lapangan merupakan faktor yang sangat dominan. Berkaitan dengan manusia sebagai pengelola ternak, motivasi seseorang untuk mengikuti program atau aktivitas-aktivitas baru banyak dipengaruhi oleh aspek sosial dan ekonomi. Faktor sosial ekonomi antara lain usia, pendidikan, pengalaman, pekerjaan pokok dan jumlah kepemilikan sapi kesemuanya akan berpengaruh terhadap manajemen pemeliharaannya yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan. Ketepatan deteksi birahi dan pelaporan yang tepat waktu dari peternak kepada inseminator serta kerja inseminator dari sikap, sarana dan kondisi lapangan yang mendukung akan sangat menentukan keberhasilan IB. Program IB pada prinsipnya merupakan salah satu program pembangunan peternakan yang memiliki banyak keunggulan, baik dalam meningkatkan laju pertambahan populasi ternak maupun dalam meningkatkan pendapatan para peternak. Faktor fasilitas atau sarana merupakan faktor yang memperlancar jalan untuk mencapai tujuan. Inseminator dan peternak merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan. Induk ternak kerbau yang dipelihara peternak di Kabupaten Padang Pariaman belum seluruhnya dilakukan IB, sebagian besar peternak masih melakukan kawin alam, artinya saat ternak kerbau betina menunjukkan tandatanda birahi dikawinkan dengan ternak kerbau jantan secara langsung, baik ternak kerbau jantan yang dipelihara khusus sebagai pejantan maupun ternak kerbau jantan yang tidak dikhususkan sebagai pejantan. Keberhasilan pengembangan teknologi inseminasi buatan (IB) ditentukan oleh keputusan peternak mengadopsi teknologi yang dianjurkan. Peternak akan 3

mengadopsi teknologi jika teknologi itu sudah pernah dicoba oleh orang lain dan berhasil karena peternak sangat rasional. Peternak tidak pernah mau bila harus menanggung resiko kegagalan atau ketidakpastian. Bagi peternak teknologi bisa diadopsi apabila dapat memberikan keuntungan secara kongkrit. Dilain pihak teknologi harus dirasakan sebagai kebutuhan peternak kebanyakan. Inovasi akan menjadi kebutuhan peternak apabila inovasi tersebut dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi peternak. Inseminasi buatan sebagai teknologi merupakan suatu rangkaian proses yang terencana dan terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik ternak dimasa yang akan datang. Ada dugaan bahwa inovasi teknologi penggunaan inseminasi buatan itu belum sepenuhnya diterapkan peternak. Kondisi tersebut tidak terlepas dari permasalahan adopsi inovasi teknologi. Adopsi inovasi sendiri merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitif), sikap (afective) maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang,dimana sangat menentukan dalam mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu teknologi. Proses adopsi inovasi tersebut dapat dilihat dari tahapan dan ukuran adopsi inovasi. Tahapan adopsi inovasi tersebut diantaranya tahap kesadaran dimana peternak mulai tau dan sadar tentang adanya inovasi inseminasi buatan (IB), kemudian tumbuhnya minat peternak untuk mengetahui lebih banyak informasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi inseminasi buatan (IB), setelah itu tahap evaluasi dimana peternak menimbang dan menilai baik buruknya inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap tentang inseminasi buatan (IB), kemudian tahap mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan 4

penilaiannya, untuk menerapkan inseminasi buatan (IB) kedalam skala yang lebih luas lagi, dan tahap yang terakhir yaitu adopsi tenologi inseminasi buatan (IB) dimana peternak kerbau menerima dan menerapkan inovasi inseminasi buatan (IB) dalam skala besar dengan penuh keyakinan. Ukuran adopsi inovasi dapat dilihat dari kecepatan adopsi inovasi atau selang antara diterimanya informasi tentang inseminasi buatan (IB) dan penerapan yang dilakukan, kemudian luas penerapan inovasi atau proporsi luas lahan yang telah diberi inovasi baru dan yang terakhir dapat diukur dari mutu itensifikasi dengan membandingkan penerapan dengan rekomendasi yang disampaikan oleh penyuluhan. Pengkajian khusus perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar proses adopsi inovasi inseminasi buatan pada peternak kerbau di Kabupaten Padang Pariaman berkembang dan nantinya dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penyebarluasan informasi mengenai inovasi Inseminasi Buatan (IB). Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untu melakukan penelitian dengan judul : Adopsi Inovasi Inseminasi Buatan pada Usaha Peternakan Kerbau di Kabupaten Padang Pariaman. 1.1. Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini ialah : 1. Bagaimana tahapan adopsi inovasi inseminasi buatan (IB) pada usaha 2. Bagaimana ukuran adopsi inovasi inseminasi buatan (IB) pada usaha 5

3. Bagaimana tingkat keberhasilan inseminasi buatan (IB) pada usaha peternakan kerbau di Kabupaten Padang Pariaman dilihat dari calving rate. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan dan berguna untuk : 1. Mengetahui tahapan adopsi inovasi inseminasi buatan (IB) pada usaha 2. Mengetahui ukuran adopsi inovasi inseminasi buatan (IB) pada usaha 3. Mengetahui tingkat keberhasilan inseminasi buatan (IB) pada usaha peternakan kerbau di Kabupaten Padang Pariaman dilihat dari calving rate. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau penyuluh dalam mengkoreksi hasil kinerja yang telah dilaksanakan serta untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam penyebarluasan informasi mengenai inseminasi buatan (IB) kepada peternak kerbau khususnya di Kabupaten Padang Pariaman. 2. Sebagai pedoman bagi peternak kerbau di daerah lain dalam menerapkan inovasi inseminasi buatan (IB) pada ternak kerbau. 3. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat tentang adopsi inovasi inseminasi buatan (IB) pada peternak kerbau. 6