BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara-negara miskin. Infeksi yang terjadi di sarana kesehatan merupakan salah satu penyebab utama kematian dan meningkatkan angka morbiditas bagi pasien rawat inap. Suatu survey mengenai prevalensi infeksi nosokomial yang dilakukan oleh WHO menyatakan pada 55 rumah sakit di 14 negara yang dibagi menjadi empat wilayah yaitu Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat menunjukkan bahwa sekitar 8,7% pasien mengalami infeksi nosokomial, sedangkan pada survey lain menyatakan sekitar 1,4 juta pasien di seluruh dunia mengalami infeksi nosokomial. Dalam survey tersebut, dilaporkan frekuensi tertinggi terjadi pada rumah sakit di Mediterania Timur sebesar 11,8%, diikuti wilayah Asia Tenggara 10%, kemudian wilayah Pasifik Barat 9,0% dan Eropa 7,7% (Ducel dkk., 2002). CDC (The Centers for Disease Control and Prevention) memperkirakan setidaknya dua juta pasien mengalami infeksi tiap tahun dan sekitar 100.000 diantaranya meninggal. Di samping dampak medik berupa tingginya angka morbiditas dan mortalitas, infeksi nosokomial juga berdampak pada biaya yang dikeluarkan pasien. Amerika Serikat melaporkan terdapat peningkatan biaya pelayanan kesehatan sebesar $4,5 milyar akibat infeksi nosokomial. Pemanjangan 1
lama rawat inap merupakan penyebab utama peningkatan biaya yang dikeluarkan pasien (Reed dan Kemmerly, 2009). Infeksi Luka Operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial paling banyak kedua yang paling sering terjadi setelah infeksi saluran kemih (Wenzel, 2007). Angka kejadian ILO sebesar 20% dari keseluruhan infeksi nosokomial. Paling tidak terdapat 5% pasien yang menjalani operasi mengalami ILO (Collier dkk., 2008). Angka kejadian ILO di Indonesia bervariasi, di RSUP Haji Adam Malik Medan dari April sampai September 2010 diperoleh angka prevalensi sebanyak 5,6% pasien menderita infeksi luka operasi kelas bersih (Jeyamohan, 2011). Prevalensi ILO pada anak di RSCM Jakarta dari tahun 2009-2011 sebesar 7,2% (Haryanti dkk., 2013). Hasil survey point prevalensi dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan RS Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO sebesar 18,9% (DepKes RI, 2008). Angka kejadian ILO di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada Januari sampai Desember 2014 yaitu sebesar 0,6%, di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten ILO merupakan infeksi nosokomial paling banyak ke lima setelah, VAP (Ventilatory Acquired Pneumonia), IADP (Infeksi Aliran Darah Perifer), DECU (dekubitus), dan ISK (Infeksi Saluran Kemih). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya ILO antara lain kelas operasi, faktor pasien, teknik operasi, prosedur operasi termasuk antibiotik profilaksis (Bratzler dkk., 2013). Penggunaan antibiotik profilaksis dapat menurunkan kejadian ILO (Enzler dkk., 2011). ILO merupakan salah satu komplikasi 2
yang paling sering terjadi dari prosedur operasi (Marquardt dkk., 2007). ILO dapat memberikan efek yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien. ILO berhubungan dengan angka morbiditas dan perpanjangan waktu rawat inap di rumah sakit (Collier dkk., 2008). Suatu penelitian menyatakan pemanjangan lama rawat inap pada pasien dengan infeksi luka operasi sebesar 8,2 hari, dengan rentang antara 3 hari untuk bedah ginekologi, 9,9 hari untuk bedah umum dan 19,8 hari untuk bedah ortopedik (Ducel dkk., 2002). Menurut Von Gunten dkk. (2005) rumah sakit meresepkan antibiotik sedikitnya 30% untuk perawatan penyakit akut, antibiotik tersebut diresepkan sebesar 20-50% untuk pasien rawat inap dan berkontribusi terhadap munculnya resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik tersebut, dalam penelitian ini juga disebutkan terdapat ketidaktepatan peresepan antibiotik sebesar 22-65%. Meskipun efektifitas antibiotik profilaksis sudah terbukti, namum berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zheng dkk. (2013), masih ditemukan irasionalitas antibiotik profilaksis yaitu pemilihan jenis antibiotik yang tidak tepat, waktu pemberian antibiotik tidak tepat, dan durasi antibiotik yang terlalu lama. Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada Agustus-Oktober 2008 pada bangsal bedah anak, menunjukkan kesesuaian antibiotik profilaksis berdasarkan aspek kesesuaian jenis sebanyak 35,72%, dari aspek kesesuaian dosis sebanyak 92,86%, dari aspek kesesuaian rute pemberian sebanyak 92,86%, dari kesesuaian waktu pemberian sebanyak 52,38% dan dari aspek kesesuaian interval pemberian sebanyak 57,14% (Baja, 2011). 3
Pengawasan infeksi nosokomial merupakan salah satu komponen penting dan direkomendasikan dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi, dan telah diterima secara luas sebagai langkah primer untuk mencapai budaya patient safety. Saat ini masalah global yang dihadapi dan perlu ditanggulangi bersama adalah semakin berkembangnya bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik, antibiotik di rumah sakit merupakan salah satu faktor penting terjadinya masalah tersebut. Salah satu cara mengatasi hal tersebut yaitu dengan menggunakan antibiotik secara rasional. Antimicrobial Stewardship Programs merupakan suatu program yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI untuk mengubah atau mengarahkan antimikroba di fasilitas pelayanan kesehatan. Salah satu strategi utama untuk menjalankan program tersebut yaitu auditing kuantitas dan kualitas antibiotik yang dapat dilaksanakan oleh dokter (spesialis infeksi), farmasi klinik, dan mikrobiologi klinik (DepKes RI, 2011). Evaluasi kualitas antibiotik dilakukan untuk mengetahui rasionalitas antibiotik. Gyssens mengembangkan evaluasi antibiotik untuk menilai ketepatan antibiotik yang meliputi: ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute, dan waktu pemberian (DepKes RI, 2011). Antibiotik profilaksis dapat mengurangi insidensi terjadinya infeksi, terutama infeksi pada luka operasi, tetapi antibiotik profilaksis memiliki resiko toksik dan reaksi hipersensitivitas, resiko interaksi obat, resistensi bakteri, dan superinfeksi (Keegan dan Brown, 2004). Kejadian ILO merupakan salah satu infeksi nosokomial 4
yang menjadi perhatian di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dan upaya untuk menekan kejadian ILO selalu dilakukan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya antibiotik profilaksis yang rasional dapat membantu menekan kejadian ILO. Oleh karena itu, penelitian mengenai evaluasi kualitas antibiotik profilaksis Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan dapat membantu menekan kejadian infeksi luka operasi dan resistensi terhadap antibiotik, serta dapat meningkatfkan kualitas hidup pasien. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana rasionalitas antibiotik profilaksis berdasarkan metode Gyssens Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 2. Bagaimana pola antibiotik profilaksis Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 3. Berapa angka kejadian ILO Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 4. Bagaimana gambaran faktor resiko pasien yang mengalami ILO Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten? 5
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui rasionalitas antibiotik profilaksis berdasarkan metode Gyssens Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 2. Mengetahui pola antibiotik profilaksis Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 3. Mengetahui angka kejadian ILO Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 4. Mengetahui gambaran faktor resiko pasien yang mengalami ILO Di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai hasil evaluasi rasionalitas antibiotik profilkasis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten berdasarkan Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik (DepKes RI, 2011) dan Clinical Practice Guidelines for Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (2013), sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan evaluasi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten untuk meningkatkan kualitas antibiotik profilaksis operasi. 6
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang evaluasi antibiotik profilaksis yang akan dilakukan mencakup evaluasi rasionalitas dengan metode Gyssens secara prospektif belum pernah dilakukan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Beberapa penelitian pendahuluan tentang evaluasi antibiotik profilaksis yang pernah dilakukan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data Penelitian Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Bedah Peneliti (Tahun) Blegur (2006) Desiyana (2008) Metode Penelitian/ Jumlah Sampel Cross sectional, prospektif/ 66 sampel Cross Sectional, prospektif/ 131 pasien Tujuan Penelitian Mengevaluasi antibiotik profilaksis dalam pencegahan ILO Mengetahui gambaran pola antibiotik profilaksis dan kesesuaiannya dengan pola kuman pada ruang operasi dan hubungan dengan kejadian ILO Tempat Penelitian RSUP Prof.Dr WZ Johanes Kupang RS Kanker Dharmais Hasil Kesesuaian antibiotik pada aspek tepat indikasi 42,2% rute, durasi dan frekuensi pemberian sudah sesuai standar dan terdapat 43,9% kasus berpotensi terjadinya interaksi obat Pasien menerima antibiotik tidak tepat waktu 84,68% dan 81,98* menerima antibiotik profilaksis >24 jam 7
Lanjutan Tabel 1 Peneliti (Tahun) Baja (2011) Metode Penelitian/ Jumlah Sampel Observasional, deskriptif analitik, prospektif/ 42 sampel Tujuan Penelitian Mengetahui besarnya kejadian ILO dan mengevaluasi kesesuian antibiotik profilaksis. Tempat Penelitian RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Hasil Kesesuaian antibiotik pada aspek kesesuaian jenis 35,72%, dosis 92,86%, rute pemberian 92,86%, waktu pemberian sebanyak 52,38% interval pemberian 57,14%. Perbedaan antara penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian ini akan dilakukan di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten, penelitian ini akan mengevaluasi rasionalitas antibiotik profilaksis operasi berupa kualitas dengan menggunakan metode Gyssens dan menganalisis hubungan rasionalitas antibiotik profilaksis operasi dengan kejadian infeksi luka operasi, serta menganalisis hubungan faktor resiko infeksi luka operasi yang dimiliki pasien (usia, jenis kelamin, status nutrisi, komorbiditas, kebiasaan merokok, skor ASA, durasi operasi, kelas operasi, dan lama perawatan sebelum operasi) dengan kejadian infeksi luka operasi di Bangsal Bedah Dewasa RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 8
F. Urgensi Penelitian Pengawasan infeksi nosokomial merupakan salah satu komponen penting dan direkomendasikan dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi, dan telah diterima secara luas sebagai langkah primer untuk mencapai budaya patient safety. Infeksi luka operasi merupakan salah satu isu utama untuk mencapai budaya patient safety dengan memperbaiki praktek pembedahan dan mengontrol kejadian infeksi. Kejadian infeksi nosokomial berupa infeksi pasca operasi dapat diminimalkan dengan pemberian antibiotik profilaksis. Menurut Von Gunten dkk. (2005) obat yang paling banyak diresepkan di rumah sakit adalah antibiotik dan sebagian besar tidak rasional. Penggunaan antibiotik secara luas dan tidak rasional dapat meningkatkan resistensi bakteri yang berakibat pada peningkatan angka morbiditas dan mortalitas, perpanjangan lama rawat, dan peningkatan biaya kesehatan. Untuk meningkatkan antibiotik yang rasional dapat dilakukan dengan mengevaluasi antibiotik berupa kualitas dan efektivitas dengan metode Gyssens dan mengamati kejadian ILO. 9