BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

1

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Sementara gizi buruk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mengurangi mortalitas dan morbiditas anak, Word

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan bayi baik fisik maupun psikologi sosial. ASI mengandung nutrisi,

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti perawatan dan makanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara berkembang bagi bayi (18%), yang artinya lebih dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran

Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. masih tingginya Angka Kematian Bayi dan Anak yang merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. antara gram), dan berat badan lebih (berat lahir 4000 gram). Sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia tercatat angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 2%

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi terbaik bagi bayi. ASI ibarat emas yang

BAB I PENDAHULUAN. peka menerangkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. anak itu sendiri. Fungsi gigi sangat diperlukan dalam masa kanak-kanak yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. KADARZI adalah suatu gerakan yang berhubungan dengan program. Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG), yang merupakan bagian dari Usaha

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki permasalahan yang kompleks terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang mempunyai permasalahan gizi yang berbeda dengan negara maju, yaitu di Indonesia memiliki masalah gizi ganda yang artinya adanya status gizi yang menunjukkan keadaan disatu sisi daerah terdapat gizi kurang dan di sisi lain terdapat gizi lebih (Kemenkes, 2012). Masalah gizi kronis khususnya anak pendek atau stunting menghambat perkembangan anak dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya (UNICEF, 2012). Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015 secara global prevalensi stunting pada balita sebesar 23,2% atau sekitar 156 juta anak. Negara dengan prevalensi stunting paling tinggi ialah negara Afrika sebesar 37,8% atau sekitar 60,4 juta anak. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 prevalensi stunting pada balita secara nasional sebesar 36,8%, provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi ialah terdapat di Seram bagian timur sebesar 67,4%. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 prevalensi kejadian stunting atau pendek pada balita secara nasional sebesar 35,6%. Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi ialah terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 54,8%. Data hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 prevalensi stunting pada balita secara nasional sebesar 37,2% terdiri dari 18,0% balita sangat pendek dan 19,2% balita pendek. Provinsi dengan prevalensi stunting pada balita paling tinggi ialah terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 60%. Berdasarkan uraian data RISKESDAS diatas, dapat disimpulkan bahwa prevalensi stunting pada balita dari tahun 2010 sampai 2013 terjadi kenaikan sebesar 1,6% (Kemenkes, 2007, 2010 & 2013) Menurut data hasil Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 prevalensi stunting pada balita di DKI Jakarta sebesar 29,7% jika dibandingkan dengan 1

tahun 2013 sebesar 30% angka kejadian stunting di DKI Jakarta mengalami kenaikan. Dampak jangka panjang dari ibu yang mengalami stunting dimasa kecilnya memungkinkan untuk memiliki bayi dengan lahir asfiksia dan meningkatkan peluang untuk melahirkan anak dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Secara global asfiksia menyumbang 23% dari 4 juta kematian neonatal setiap tahun. Diperkirakan satu juta anak-anak yang bertahan hidup dari lahir asfiksia dengan gangguan perkembangan kronis, cerebral palsy, keterbelakangan mental dan ketidakmampuan belajar. Proses terjadinya stunting itu sendiri dikarenakan pasokan nutrisi dibatasi atau infeksi yang terlalu sering terjadi hal ini menyebabkan tubuh pendek, kerusakan struktural dan fungsional ke otak yang mengakibatkan keterlambatan dalam perkembangan fungsi kognitif serta gangguan kognitif permanen. Selain itu, dampak jangka panjang dari stunting pada anak akan mengalami permasalahan dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah dan cenderung lebih lama masuk sekolah serta lebih sering absen dari sekolah. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak (Dewey & Begum, (2011) dan UNICEF, (1998)). Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas. Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan (Dewey & Begum, (2011) dan UNICEF, (1998)). Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap stunting adalah pertumbuhan dan perkembangan termasuk kesehatan dan gizi ibu khususnya status gizi ibu sebelum, selama dan sesudah kehamilan hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan awal anak dan perkembangan, praktik pemberian makanan, penyakit 2

menular, infeksi subklinis yang disebabkan dari paparan lingkungan dan kebersihan yang buruk, ekonomi keluarga, pola asuh, stimulasi dan pemberian makanan yang tidak memadai (WHO, 2014). Dari beberapa penelitian terlihat bahwa terdapat hubungan antara jumlah anggota rumah tangga, asupan makanan, status ekonomi keluarga, pemberian ASI eksklusif, genetik, penyakit infeksi dan berat badan lahir rendah dengan kejadian stunting pada balita (Bentian, dkk. 2015, Oktarina & Sudiarti, 2013, Wahdah, dkk. 2015, Priyono, dkk. 2015). Dari survei pendahuluan data Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk pada tahun 2016 angka kejadian stunting sebesar 31,57% (282 balita pendek) dan 15,45% (138 balita sangat pendek) dari 839 balita. Dengan ini, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2017. 1.2 Rumusan Masalah Prevalensi stunting di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk cukup tinggi yaitu 31,57% (282 balita pendek) dan 15,45% (138 balita sangat pendek) dari 839 balita. Hal ini menandakan bahwa prevalensi kejadian stunting di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk masih berada diatas standar yang ada. Dimana salah satu sasaran global tahun 2025 adalah menurunkan proporsi balita yang mengalami stunting sebesar < 20%,. Secara garis besar, stunting yang terjadi pada anak di usia dini akan mempengaruhi kualitas hidup anak dimasa mendatang dan secara langsung mempengaruhi kesehatan serta produktivitasnya, sehingga memungkinkan untuk memiliki bayi dengan lahir asfiksia serta BBLR. Dengan adanya uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Balita Usia 1 5 Tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2017. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2017? 3

2. Bagaimana gambaran kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di 3. Bagaimana gambaran asupan energi pada balita usia 1 5 tahun di 4. Bagaimana gambaran pemberian ASI eksklusif pada balita usia 1-5 tahun di 5. Bagaimana gambaran tingkat pendidikan ibu pada balita stunting usia 1 5 tahun di 6. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu pada balita usia 1 5 tahun di 7. Bagaimana gambaran tingkat pendapatan keluarga pada balita usia 1 5 di 8. Bagaimana gambaran berat badan lahir pada balita usia 1 5 tahun di 9. Bagaimana gambaran genetik pada balita stunting usia 1 5 tahun di 10. Bagaimana gambaran jumlah anggota keluarga pada balita usia 1 5 tahun di 11. Apakah ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di 12. Apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian Jeruk Tahun 2017? 13. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian Jeruk Tahun 2017? 14. Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2017? 15. Apakah ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian Jeruk Tahun 2017? 4

16. Apakah ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2017? 17. Apakah ada hubungan antara genetik dengan kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di 18. Apakah ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian Jeruk Tahun 2017. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Menganalisis gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Balita Usia 1 5 Tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2017. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi gambaran kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 2. Mengidentifikasi gambaran asupan energi pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 3. Mengidentifikasi gambaran pemberian ASI eksklusif pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 4. Mengidentifikasi gambaran tingkat pendidikan ibu pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 5. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 6. Mengidentifikasi gambaran tingkat pendapatan keluarga pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 7. Mengidentifikasi gambaran berat badan lahir pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 8. Mengidentifikasi gambaran genetik pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 5

9. Mengidentifikasi gambaran jumlah anggota keluarga pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 10. Menganalisis hubungan antara asupan energi dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 11. Menganalisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 12. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 13. Menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 14. Menganalisis hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskemas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 15. Menganalisis hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 16. Menganalisis hubungan antara genetik dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk 2017. 17. Menganalisis hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Fakultas Dapat memberikan peningkatan pengetahuan terutama masalah gizi program studi Kesehatan Masyarakat tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. 1.5.2 Bagi Peneliti Lain Dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan ataupun data dalam 6

penelitian gambaran faktor-faktor kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun dan juga menambah wawasan baru. 1.5.3 Bagi Tempat Penelitian Dapat memberikan informasi dan evaluasi mengenai gambaran faktorfaktor kejadian stunting pada balita serta dapat melakukan upaya pencegahan terhadap stunting pada balita. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis gambaran faktor-faktor kejadian stunting pada balita usia 1 5 tahun di puskesmas kecamatan kebon jeruk tahun 2017. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia 1 5 tahun. Penelitian ini dilakukan dari bulan februari s/d april 2017. Alasan penelitian ini dilakukan karena data yang diperoleh dari poli gizi pada tahun 2016 prevalensi kejadian stunting berada diatas 20% sasaran global yaitu 31,57%. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain studi cross sectional serta pengumpulan data dilakukan menggunakan pengukuran tinggi badan dan kuesioner. 7