KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA JURNAL ILMIAH. Oleh : ANNA RAHMANIA RAMADHAN D1A 009 135



dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

Seminar Nasional IT Ethics, Regulation & Cyber Law III

[ Cybercrime ] Presentasi Kelompok VI Mata Kuliah Etika Profesi STMIK El-Rahma Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

Definisi Cybercrime. Disusun untuk memenuhi tugas ke I, MK. Kejahatan Komputer (Dosen Pengampu : Yudi Prayudi, S.Si, M.Kom)

Pelanggaran Hak Cipta

Teknik Informatika S1

MATERI MUATAN REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

Cyber Crime. Ade Sarah H., M.Kom

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi terus berkembang seiring dengan perkembangan peradaban

Kejahatan Mayantara (Cybercrime)

Cyber Crime : Sebuah Evolusi Kejahatan Jenis kejahatan konvensional : Kejahatan kerah biru (blue collar crime) Pencurian, penipuan, pembunuhan

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

cybercrime Kriminalitas dunia maya ( cybercrime

Penyalahgunaaan TIK serta Dampaknya

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG-

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN UMUM CYBER CRIME. dalam kehidupan masyarakat itu berada. Kejahatan merupakan cap atau

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843]

CYBERCRIME & CYBERLAW


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME. A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Modus Kejahatan dalam Teknologi Informasi

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab

Keamanan Sistem Informasi

Bab 2 Etika, Privasi

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

Makalah Kejahatan E-Commerce "Kasus Penipuan Online" Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi

INFORMATION SYSTEM AND SOCIAL ETHICS

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

teknologi informasi adalah munculnya tindak pidana mayantara (cyber crime). Cyber

PENGERTIAN CYBER CRIME

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBERCRIME) YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

CYBER LAW & CYBER CRIME

BAB III PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

P10 Kejahatan Komputer. A. Sidiq P. Universitas Mercu Buana Yogyakarta

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Digital Forensics bukti pada Kasus Prita Mulyasari. Oleh: Sam Ardi* dan Ruby Z. Alamsyah**

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 4/7/2014 nts/epk/ti-uajm 2

BAB I PENDAHULUAN. informasi dapat diakses kapan saja dan dimana saja, sehingga penyebaran. informasi dapat berjalan cepat dan tidak mengenal jarak.

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

Pembahasan : 1. Definisi Cybercrime 2. Karakteristik Cybercrime 3. Bentuk-Bentuk Cybercrime

JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

PENGATURAN TINDAK PIDANA MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

I. PENDAHULUAN. hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer ( computer

FUNGSI HUKUM MENGHADAPI TRANSFORMASI SOSIAL DUNIA MAYA

BAB III PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tindak pidana melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi, Penulis

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/19/2015 nts/epk/ti-uajm 2

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

Indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. UU yang mengatur ITE di Indonesia dikenal denga

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

BAB I PENDAHULUAN. Efek positif yang paling nampak yakni interaksi antara masyarakat dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pertemuan 4 CYBERCRIME

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

NCB Interpol Indonesia - Fenomena Kejahatan Penipuan Internet dalam Kajian Hukum Republik Indonesia Wednesday, 02 January :00

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Transkripsi:

KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA JURNAL ILMIAH Oleh : ANNA RAHMANIA RAMADHAN D1A 009 135 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2013

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA OLEH : ANNA RAHMANIA RAMADHAN D1A 009 135 Menyetujui Mataram, Februari 2013 Pembimbing Pertama, Dr. Amiruddin S.H., M.Hum NIP. 195707101985031003

ABSTRAK KEABSAHAN STATUS FACEBOOK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan, peranan dan kekuatan status facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, menggunakan metode pendekatan Undang-undang dan pendekatan konseptual. Status facebook merupakan salah satu alat bukti yang sah, meskipun disebutkan secara limitatif dalam Pasal 184 KUHAP, tetapi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang -undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan revisi terhadap KUHAP, khususnya mengenai alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan perkara pidana. Kata Kunci:Alat bukti dan status facebook. ABSTRACT THE VALIDITY OF FACEBOOK S STATUS AS THE INSTRUMENT PROOF IN THE INVESTIGATION OF CRIMINAL CASE The purpose this research is to learn or know about the state, role, and the power of facebook s status as the instrument proof for investigation of criminal s case. This research is normative research, which use the method of statue approach and conceptual approach. Facebook s status is one of the very valid Instrument proof, although it is mentioned as limitative in Article 184 KUHAP, but based on the principle of lex specialis derogat legi generali which is ordered in Article 5 Verse (1) The statue Number 11 in 2008 about the Information and Electronical Transaction. Based on the matter so the government should do the revision of the KUHAP, especially about the Instrument proof which can be used for Investigation in Criminal s case. The Keyword:Instrument proof and Facebook s status 1. PENDAHULUAN

Dewasa ini penggunaan situs jejaring sosial sebagai media berinteraksi sosial secara online sudah begitu meluas bahkan mendunia. Banyak manfaat yang bisa didapat dengan bergabung dalam situs jejaring sosial seperti facebook. Diantaranya manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan jejaring sosial adalah dapat berinteraksi dan berkoneksi dengan teman, baik itu teman baru atau teman lama, dengan keluarga, dan lain-lain tanpa terhalang oleh jarak dan tempat. Perkembangan teknologi dan informasi ini banyak sekali memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat, namun demikian penggunaan facebook dapat juga membawa keburukan pada anggota masyarakat, yang tidak mengatur dan tidak memilih waktu dalam penggunaan facebook sehingga menimbulkan kekhawatiran dari sebagian anggota masyarakat. Pengaruh buruknya adalah bahwa penggunaan facebook bisa mengarah pada tindak pidana. Diantaranya : pornografi dan pencemaran nama baik atau tindak pidana penghinaan. Terjadinya suatu tindak pidana yang menggunakan teknologi komunikasi khususnya facebook menimbulkan persoalan baru dalam penegakkan hukum pidana baik yang menyangkut perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana maupun yang berkaitan dengan sistem pembuktian dan alat-alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan telah terjadinya suatu tindak pidana dan dalam menentukan siapa pelaku tindak pidana tersebut. Timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dengan tindak pidana yang menggunakan teknologi komunikasi khususnya facebook karena di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di dalam Kitab Undang -undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) tidak lagi dapat mengakomodasi perkembangan teknologi informasi seperti tindak pidana melalui facebook, e-mail dan SMS. Permasalahan ini menyebabkan tergesernya alat bukti tertulis menjadi alat bukti elektronik dalam bentuk media digital. Dengan adanya perkembangan kejahatan dengan menggunakan komputer, penyidik dan penuntut umum serta hakim dihadapkan pada eksistensi bukti-bukti elektronik seperti data komputer, informasi elektronik, dokumen elektronik, maupun e-mail, sehingga alat bukti tidak hanya terbatas pada keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa dan petunjuk, akan tetapi mencangkup informasi dan dokumen yang tersimpan secara elektronik. Untuk memelihara dan mempertahankan kemanan dan ketertiban dalam masyarakat dan untuk mengantisipasi penyalahgunaan teknologi komunikasi (facebook) maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang yang berkaitan dengan penggunaan teknologi komunikasi yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan demikian jika terjadi suatu tindak pidana yang menggunakan teknologi komunikasi dan untuk membuktikan adanya Tindak pidana dibidang teknologi komunikasi bisa menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Undang-undang tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah: 1. Apakah status facebook dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana.

2. Bagaimana kekuatan pembuktian status facebook menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan, peranan dan kekuatan status facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana. Penelitian ini bermanfaat guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai kebulatan Studi Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram, memberi sumbangan pengetahuan dan pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu hukum pidana pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan sistem pembuktian dengan alat-alat elektronik. Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian Normatif, yaitu dengan cara mengkaji dan menganalisa peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum dan norma-norma hukum yang menjadi fokus penelitian. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pendekatan Undang-undang dan pendekatan konseptual. Untuk membahas permasalahan di atas, metode analisis yang digunakan adalah instrument penafsiran ekstensif atau penafsiran memperluas, yaitu memperluas pengertian atau istilah yang ada di dalam suatu Undang-undang. Penafsiran ini masih berpegang pada ketentuan Undang-undang, oleh karenanya, dapat diuji oleh pihak lain (objektif). 1 2. PEMBAHASAN 2.1 Kedudukan Dan Peranan Alat Bukti Status Facebook Dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Amiruddin Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ( Jakarta : Rajawali Pers, 2010), Hal.165

1. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Dalam Dunia Maya (Cyber Crime) Sebelum membahas lebih jauh tentang tindak pidana, lebih dahulu harus menjelaskan tentang hukum pidana. Menurut pendapat Moeljatno bahwa hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 2 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Menurut Mr. W. PJ. Pompe menguraikan bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya. Kemudian menurut Simons hukum pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh Negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut. 3 Terdapat beragam pemahaman mengenai cyber crime, namun bila dilihat dari asal katanya, cyber crime terdiri dari dua kata, yakni cyber dan crime. Kata cyber merupakan singkatan dari cyberspace, yang berasal dari kata cybernetics dan space istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer. Cyberspace oleh Gibson didefinisikan sebagai berikut: 2 Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,(Jakarta : Rineka Cipta, 2009) hal 01 3 Waliyadi, Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 2003), hal 03

Cyberspace adalah sebuah halusinasi konsensual dialami setiap hari oleh milyar dari operator sah menurut hukum, disetiap bangsa, sebuah grafik dari diabstraksikan dari bank data setiap komputer dalam system manusia. Terbayangkan kompleksitas. Garis cahaya berkisar diruang non pikiran, cluster dan konstelasi data. Seperti lampu-lampu kota, surut. Dari definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa cyberspace merupakan sebuah ruang yang tidak dapat terlihat ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan. Sedangkan crime berarti kejahatan. Menurut Van Bemmelen kejahatan adalah : Tiap kelakuan yang bersifat tindak susila dan merugikan, menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan mengatakan penolakan atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut. 4 Uraian di atas tentang pengertian cyber crime menjelaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan melalui dunia maya ini memiliki jangkauan yang tidak terbatas. Seseorang atau sekelompok orang dapat mengembangkan tindak pidananya ke Negara lain yang berada diluar yuridiksi negaranya melalui internet online. Adapun jenis-jenis tindak pidana cyber crime, adalah sebagai berikut : 5 1. Unauthorized access to computer system and service (akses yang tidak berkepentingan/tidak sah ke sistem computer dan sistem pelayanan). Kejahatan ini dilakukan dengan memasuki atau menyusup kedalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik jaringan komputer yang di masukinya. Motifnya bisa bermacam-macam, antara lain adalah sabotase, pencurian data dan sebagainya. 2. Illegal contents (muatan tidak sah). 4 http://www.turnady.com, diakses hari Senin 5 November 2012 5 Abdul Wahid & Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Bandung : PT Refika Aditama, 2005, hal.72

Kejahatan ini dilakukan dengan memasukan data atau informasi ke internet tentang sesuatu yang tidak benar, etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Contohnya adalah pornografi, pemuatan berita bohong, agitasi termasuk delik politik dapat dimasukkan dalam kategori ini bila menggunakan media ruang maya (cyber) 3. Data forgery (pemalsuan data). Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. 4. Cyber espionage (mata-mata). Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen atau datanya tersimpan dalam suatu sistem yang computeraized. 5. Cyber sabotage and extortion (sabotase dan pemerasan). Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung ke internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu virus, Trojan, atau backdoor, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini juga kadang disebut cyber terrorism. 6. Offence againts intellectual property (penyerangan terhadap kekayaan intelektual). Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dimiliki pihak lain di internet. 7. Infringements of piracy (pelanggaran pembajakan). Kejahatan ini di tujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya di tujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan secara computeraized. Yang apabila diketahui orang lain maka dapat merugikan korban secara materill maupun immaterial, seperti nomor PIN (personal identity number) ATM, nomor kartu kredit dan sebagainya. Uraian di atas tersebut merupakan aktivitas tindak pidana yang kian marak terjadi di dunia virtural internet online, dimana dari tindak pidana tersebut sangat sulit untuk mengungkap pelaku dibalik tindak pidana yang dilakukan dalam internet online. Sebab pelaku tindak pidana internet online tersebut sangat pintar untuk menyembunyikan identitas dirinya dengan beragam cara, salah satunya dengan mengakses data internet pada tempat yang berbeda-beda, dengan maksud untuk mengelabui penegak hukum

dalam melacak tempat pelaku mengakses data internet yang ia gunakan untuk melakukan tindak pidana. Menurut pendapat penulis, dari ketujuh uraian tentang kejahatan di atas, tindak pidana yang sering terjadi di facebook yaitu Illegal contents (muatan tidak sah). yaitu kejahatan yang dilakukan dengan cara menuliskan status yang tidak benar terghadap orang lain dan di unggah secara langsung melalui dunia maya, kejahatan tersebut biasa disebut dengan pencemaran nama baik. Kemunculan tindak pidana yang memerlukan pembuktian dengan alat bukti informasi elektronik (facebook) dapat terjadi melalui 2 perangkat elektronik, yaitu: 6 1. Komputer 2. Handphone (telepon genggam). a. Jenis-Jenis Tindak Pidana Melalui Perangkat Komputer Tindak pidana yang sedang marak berkembang dijaman sekarang lebih memanfaatkan kepintaran otak dan tidak lagi hanya mengandalkan kekuatan otot saja, khususnya mengenai masalah tindak pidana melalui layanan internet, dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi berdampak juga pada beragamnya jenis, bentuk dan cara yang dipakai dalam melakukan tindak pidana melalui layanan internet. b. Jenis-Jenis Tindak Pidana Melalui Perangkat Handphone Jenis tindak pidana yang biasa dilakukan dengan handphone adalah penyebaran gambar atau video (informasi elektronik) yang memuat pelanggaran 6 I Putu Agus Eka, Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana, (Skripsi Sarjana Hukum Universitas Mataram, 2011), Hal. 51

kesusilaan seperti penyebaran video porno dengan sengaja ke kalangan pelajar melalui jejaring sosial seperti facebook, twitter atau youtube, yang berakibat rusaknya moral generasi bangsa, pengiriman pesan yang memuat perjudian, tindak pidana penipuan, penghinaan atau pencemaran nama baik, pengancaman atau pemerasan, pelanggara kesusilaan, penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian, atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Beberapa contoh kasus tindak pidana yang pernah terjadi di Indonesia melalui media facebook dan membutuhkan pembuktian dengan media elektronik seperti : 1. LSM Balik Laporkan ketua DPRD. Sebelumnya, Ketua DPRD Wajo Yunus Panaungi mengancam akan melaporkan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aku Ingin Sehat Sejahtera (AISS) Peduli Kemanusiaan Wajo lantaran dinilai telah menghina perlemen pada 13 Agustus 2012 lalu. Kini giliran Ketua LSM AISS, Peduli Kemanusiaan Wajo Andi Harinawati yang melaporkan Yunus Panaungi ke kantor polisi. Aksi saling melapor itu bermula dari tulisan di dinding akun jejaring sosial Facebook milik Andi Harinawati. 7 2. Kasus di Sorong. Kasus dugaan tindak pidana pencemaran nama baik lewat internet diduga dilakukan terdakwa Ir. Abdulah Bustomi terhadap korban Rais Bintaher Sorong. Perbuatan terdakwa dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 45 ayat 1 Undang- 7 Http://Regional.Kompas.Com/Read/2012/09/02/19151424/Penghinaan.Di.Facebook, Diakses Hari Rabu 7 November 2012.

Undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, kemudian terdakwa juga dijerat dengan Pasal 310 KUHP dan Pasal 315 KUHP. 8 3. Kasus dibogor. Penghinaan melalui jejaring sosial yang dilakukan terdakwa Nur Arafah alias Farah (17) atas Felly Fandini (18) akhirnya d i vonis bersalah oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor Selasa (16/2) dengan hukuman dua bulan 15 hari dengan masa percobaan lima bulan. 9 Usaha nyata pemerintah dalam menanggulangi pemanfaatan teknologi informasi yang mengarah pada dampak negatif adalah dengan mengesahkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi didalam negeri agar terlindung dengan baik dari potensi tindak pidana dan penyalahgunaan teknologi sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar keseluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. 2. Status Facebook Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Dapat dikatakan bahwa teknologi informasi dan komunikasi bagaikan pedang bermata dua, dimana selain memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, juga menjadi sarana potensial dan sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum. 8 Http://Www.Radartimika.Com/Index.Php?Mib=Berita.Detail&Id=3170 9 Http://Www.Antarasumut.Com/Vonis-Untuk-Remaja-Yang-Menghina-Di-Facebook

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,berguna sebagai regulasi untuk mengatasi perkembangan tindak pidana yang terjadi didunia maya. Dalam hal ini, alat bukti yang digunakan dalam pembuktian terhadap tindak pidana yang terjadi dalam dunia maya belum diatur dalam KUHAP, bentuk alat bukti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 berupa informasi elektronik. Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menjelaskan bahwa : Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, suatu informasi elektronik dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ektronik, yaitu sistem elektronik yang andal dan aman serta memenuhi persyaratan minimum sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu : (1)Sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-undang tersendiri, setiap penyelenggarasistem elektronika wajib mengoperasikan system elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut : a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan PerUndang-undangan. b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut. d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut, dan e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk. Berdasarkan bunyi pasal di atas, informasi elektronik dan dokumen elektronik tersebut haruslah disertifikasi oleh lembaga atau badan sertifikasi elektronik. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan tentang pengertian lembaga atau badan sertifikasi sebagai berikut : Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik. 2.2 Kekuatan Pembuktian Status Facebook Sebagai Alat Bukti Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Kelima alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) di atas memang tidak mencantumkan secara lebih luas alat bukti status facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana, apabila status facebook diimplementasikan ke dalam alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka status facebook termasuk dalam alat bukti petunjuk, untuk mengimbangi perkembangan tindak pidana dalam bidang teknologi, pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang alat bukti yang berkaitan dengan teknologi komunikasi tersebut. Salah satunya yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka status facebook merupakan alat bukti yang sah menurut Pasal (5) Undang -undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Apabila berdasarkan KUHAP, maka yang dinilai sebagai alat bukti dan yang dibenarkan mempunyai kekuatan pembuktian hanya terbatas kepada alat bukti yang tercantum dalam Pasal 184 (1) KUHAP. Dengan kata lain, sifat dari alat bukti menurut KUHAP adalah limitatif atau terbatas pada yang ditentukan saja. Akan tetapi, KUHAP bukanlah satu-satunya Undangundang pidana formil yang mengatur mengenai ketentuan pembuktian. Beberapa Undang-undang pidana formil yang memiliki aspek formil juga mengatur mengenai alat bukti tersendiri. Meskipun demikian, secara umum alat bukti yang diatur dalam Undang-undang pidana formil tersebut tetap merujuk pada alat bukti yang diatur dalam KUHAP. 3. PENUTUP 3.1 Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Status facebook merupakan salah satu alat bukti yang sah di dalam pemeriksaan perkara pidana, khususnya dalam pemeriksaan perkara tindak pidana cyber crime meskipun disebutkan secara limitatif dalam Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, tetapi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali diatur dalam

Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2. Kekuatan pembuktian status facebook sebagai alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana adalah memiliki kekuatan pembuktian yang sah dan sama dengan kekuatan kelima alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, apabila status facebook diimplementasikan ke dalam alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka status facebook termasuk dalam alat bukti petunjuk, dengan ketentuan selama status facebook tersebut memiliki kekuatan yang sah dan sempurna dengan syarat didukung alat-alat bukti lain dan keyakinan hakim. 3.2 Saran Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, khususnya mengenai alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan perkara pidana. Diharapkan dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tersebut, bukti digital berupa informasi dan atau dokumen elektronik dapat dimasukan sebagai alat bukti, pengaturan bukti digital tidak hanya terdapat pada tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi dan pencucian uang, tetapi bukti digital juga dapat digunakan sebagai alat bukti dalam tindak pidana lainnya yang mengandung muatan informasi teknologi. Sehingga di kemudian hari dalam menangani kasus cyber crime atau tindak pidana lainnya yang berhubungan dengan alat bukti elektronik, pihak kepolisian, kejaksaan dan hakim tidak ragu dalam menerapkan bukti digital terutama terkait dengan keabsahan dari bukti digital tersebut.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Amiruddin dan Asikin Zainal, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Moeljatno, 2009, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta. Salam Moch. Faisal, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung : Mandar Maju. Wahid Abdul & mohammad labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Bandung : PT Refika Aditama. Waliyadi, 2003, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : djambatan. B. SKRIPSI Eka I Putu Agus, 2011, Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti dalam Pemeriksaan Perkara Pidana, Skripsi Sarjana Hukum Universitas Mataram. C. UNDANG-UNDANG Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74.

Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154. Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58. D. INTERNET Http://.Tunardy.Com/pengertian-cybercrime, diakses hari senin, 5 November 2012 Http://Regional.Kompas.Com/Read/2012/09/02/19151424/Penghinaan. DiFacebook, diakses hari Rabu 7 November 2012. Http://Www.Radartimika.Com/Index.Php?Mib=Berita.Detail&Id=3170, diakses hari Rabu 7 November 2012 Http://Www.Antarasumut.Com/Vonis-Untuk-Remaja-Yang-Menghina-Di- Facebook, diakses hari Rabu 7 November 2012