BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan sejumlah pelajar Indonesia dalam olimpiade matematika dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki banyak manfaat. Ilmu matematika

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Kondisi ini menuntut pembelajaran Fisika dengan kualitas yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I. PENDAHULUAN. siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Ihsanudin, 2013

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

I. PENDAHULUAN. analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sidosari Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada semester genap Tahun Pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pada tingkat SMA/MA, mata pelajaran IPA khususnya Fisika dipandang

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan sejumlah pelajar Indonesia dalam olimpiade matematika dan sains, nyatanya tidak mencerminkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan sains di Indonesia yang notabene masih rendah. Hal ini terungkap dalam hasil studi The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003 yang menyatakan bahwa kemampuan sains siswa (SMP) Indonesia hanya berada pada peringkat ke-37 dari 46 negara. Kenyataan ini dapat dianggap merepresentasikan pencapaian mutu pendidikan nasional secara umum, yang juga masih jauh dari standar mutu yang diharapkan. Rendahnya mutu pendidikan nasional, khususnya pendidikan sains merupakan manifestasi penerapan pola pendidikan yang tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa. Selama ini pola pengajaran yang terjadi terlalu menekankan pada tuntutan akan hasil akhir yang akan diperoleh siswa, tanpa melihat bagaimana proses yang harus dijalani. Dampak dari penerapan pola pengajaran seperti ini adalah siswa tidak memahami dan menguasai konsep yang diajarkan. Rendahnya penguasaan konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebabkan oleh penggunaan pola pikir yang rendah pada pembentukan sistem konseptual IPA (Liliasari, 1996). Model pembelajaran yang digunakan selama ini belum dapat membantu siswa memperoleh pemahaman konsep dengan baik dan

2 jarang mendorong siswa menggunakan penalaran logis yang tinggi (Armiza, 2007). Fisika merupakan bagian dari pengetahuan sains atau IPA yang didalamnya mengandung komponen proses (ways of finding out), yakni kajiannya melalui empirik, eksperimen, dan sejenisnya; produk (system of ideas), yakni hasil kajian yang berupa hukum, rumus, konsep, dan sejenisnya; dan sikap (attitude). Artinya, pembelajaran fisika tidak cukup dengan hanya terpenuhinya salah satu komponen saja. Masalah utama dalam pembelajaran fisika berkaitan dengan penggunaan metode tradisional adalah kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar terpusat pada guru, sehingga siswa menerima pelajaran secara pasif. Tidak mengherankan apabila konsep yang telah tertanam tidak akan bertahan lama dan akan mudah hilang lagi. Kelemahan lain dalam penggunaan metode tradisional adalah pengajarannya yang terlampau matematis. Siswa cenderung dituntut untuk menghapal rumus dan penggunaan rumus tersebut tanpa memahami konsep-konsep yang melatarbelakangi terbentuknya rumus tersebut, sehingga siswa pun sulit menyerap konsep-konsep fisisnya. Sebenarnya, siswa yang memahami konsep akan dapat dengan mudah menerapkan konsep dan rumus-rumus yang berkaitan dengan konsep tersebut, karena keterampilan siswa dalam menggunakan rumus dapat ditingkatkan dengan cara latihan, lain halnya dengan pemahaman konsep. Rendahnya pemahaman konsep fisika nyatanya bukan hanya terjadi di kalangan pelajar Indonesia saja, namun juga sudah merupakan masalah umum di

3 mancanegara. Untuk itu perlu dilakukan perubahan dalam pola pengajaran fisika. Pembelajaran yang relevan dalam kondisi seperti ini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), yaitu pembelajaran yang menekankan pada siswa bahwa dirinya sendiri yang akan membangun pengetahuan. Gagne (dalam Dahar, 1989) menyebutkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan (IPA), anak didik akan dibuat kreatif sehingga mereka akan mampu mempelajari IPA di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan proses, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam proses belajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa lebih aktif. Bila melihat semua kenyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran tradisional dianggap sudah tidak cocok digunakan dalam pembelajaran yang menekankan pemahaman konsep. Untuk menyikapi persoalan tersebut, agar siswa dapat memahami konsep-konsep fisika dengan baik, maka diperlukan proses pembelajaran yang tepat dan efektif. Artinya, pembelajaran tersebut harus tepat dengan karakteristik materi dan efektif dalam penyampaian sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sebenarnya dalam pembelajaran fisika, khususnya yang berkaitan dengan konsep-konsep tertentu, terdapat beberapa kejadian atau fenomena yang dapat dimanfaatkan guru untuk proses belajar mengajar. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh guru dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa, yaitu melalui

4 pendekatan pembelajaran berbasis fenomena. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa selama ini siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep dikarenakan siswa belum menemukan atau kurang memperhatikan fenomena yang terkait dengan keberadaan konsep tersebut. Siswa hanya terpaku untuk mengetahui suatu hukum atau prinsip namun tidak mengetahui bagaimana hukum atau prinsip tersebut muncul melalui fenomena pada suatu benda. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka dalam penelitian ini dicobakan suatu model pembelajaran berbasis fenomena untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains. Model pembelajaran berbasis fenomena ini diadopsi dari model pembelajaran berbasis masalah (PBM; atau Problem Based Learning [PBL]) yang merupakan bagian dari pembelajaran kontekstual. Fenomena fisika yang dijadikan dasar pengamatan berupa fenomena-fenomena fisis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, atau fenomena yang muncul pada suatu demonstrasi sederhana dengan menggunakan media demonstrasi berupa alat-alat sederhana yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Malcolm Wells, David Hestenes dan Gregg Swackhamer (1995) mengemukakan bahwa melalui metode pemodelan dalam pengajaran fisika dengan mengkonstruksi dan menggunakan model sains, siswa dapat menggambarkan, menjelaskan, memprediksi dan menguasai fenomena fisika. Fakta menunjukkan bahwa metode pemodelan menghasilkan peningkatan gain yang lebih tinggi dibandingkan metode pengajaran alternatif. Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep fluida statis. Pemilihan materi tersebut dilakukan karena konsep fluida statis ini banyak

5 dijumpai dalam kehidupan sehari-hari siswa, namun tidak jarang siswa mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fluida statis. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran berbasis fenomena dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika, maka penulis melakukan penelitian di salah satu Sekolah Menengah Atas di Kota Bandung dengan kajian yang penulis teliti adalah Model Pembelajaran Berbasis Fenomena untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fluida Statis dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, dan agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, maka perlu dirumuskan apa yang menjadi permasalahannya. Rumusan masalah secara umum adalah: Apakah penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep Fluida Statis dan keterampilan proses sains dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional? Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan peningkatan pemahaman konsep fluida statis antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?

6 2. Bagaimana perbandingan peningkatan setiap indikator pemahaman konsep antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana perbandingan peningkatan setiap label konsep antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional? 4. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional? 5. Bagaimana perbandingan peningkatan setiap indikator keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional? 6. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena dalam pembelajaran fluida statis? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menguji dan menjajagi penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena dalam pembelajaran materi fluida statis untuk melihat pengaruhnya dalam meningkatkan pemahaman konsep dan

7 keterampilan proses sains siswa. Selain itu juga untuk mendapatkan gambaran tentang tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai pengaruh model pembelajaran berbasis fenomena dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa untuk selanjutnya dapat dijadikan dasar kajian bagi penelitian berikutnya atau pengembangan dari penelitian ini. E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil kajian teoritis dan hasil-hasil penelitian dengan rumusan: a. Model pembelajaran berbasis fenomena dapat memicu keaktifan siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains. b. Pengamatan fenomena merupakan alternatif baru dalam pembelajaran fisika yang dapat memicu keterlibatan siswa secara aktif untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam situasi baru. c. Proses-proses dan prosedur yang dilakukan dalam kegiatan eksperimen dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuan sainsnya dan melatih keterampilan proses.

8 2. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena pada materi fluida statis secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. (H 1.1 : µ 1 > µ 2 ) 2. Penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena pada materi fluida statis secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. (H 1.2 : µ 1 > µ 2 ) F. Definisi Operasional Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan tepat, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan yang berkaitan dengan vaiabel yang diteliti. 1. Model Pembelajaran Berbasis Fenomena Model pembelajaran berbasis fenomena didefinisikan sebagai suatu pembelajaran fisika yang didasarkan pada kejadian atau fenomena fisika yang terjadi. Fenomena fisika ini dapat berupa fenomena alam atau fenomena fisika yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena secara singkat adalah: mengorientasi siswa pada pengamatan fenomena, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu atau kelompok, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan kesimpulan hasil

9 eksperimen, serta menganalisis dan mengevaluasi suatu fenomena fisika. Keterlaksanaan model pembelajaran diamati dengan melakukan observasi keterlaksanaan model menggunakan lembar observasi. 2. Model Pembelajaran Konvensional Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa digunakan guru fisika di salah satu SMA Negeri di Bandung yang menjadi tempat penelitian. Pembelajaran ini didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab, dimana guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa, dan siswa cenderung pasif dalam menerima informasi. Guru berperan lebih banyak dalam hal menerangkan materi pelajaran, memberi contoh-contoh penyelesaian soal, serta menjawab semua permasalahan yang diajukan siswa. 3. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan kemampuan menangkap pengertianpengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya (Bloom, 1979). Pemahaman konsep terdiri dari tiga kategori, yaitu menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Pemahaman konsep siswa diukur dengan menggunakan instrumen pemahaman konsep berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang mencakup indikator-indikator pemahaman konsep. 4. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip,

10 hukum-hukum, dan teori-teori sains, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial (Rustaman, 1997). Keterampilan proses sains yang diamati dalam penelitian ini diantaranya (1) melakukan pengamatan, (2) menafsirkan pengamatan, (3) mengkomunikasikan, dan (4) menerapkan konsep atau prinsip. Keterampilan-keterampilan tersebut diukur dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berbentuk soal-soal pilihan ganda.