BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih saat ini hampir setiap aktifitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung seperti alat penerangan, motor penggerak, peralatan rumah tangga, dan mesin-mesin industri dapat difungsikan jika ada energi. Seperti yang kita tahu, terdapat dua kelompok energi yang didasarkan pada pembaharuan yaitu energi terbarukan seperti angin, air, tenaga surya, dan yang kedua energi tak terbarukan seperti gas bumi, minyak mentah. Sebagai upaya untuk mendukung pemerintah dalam mengembangkan manajemen pengelolaan energi di tanah air, Dewan Energi Nasional (DEN) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya telah merancang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Saat ini Peraturan Pemerintahan (PP) KEN yang merupakan panduan operasional bagi tata kelola kebijakan energi hingga 2050 sudah terbentuk dengan lahirnya PP Nomer 79 tahun 2014 yang pada Oktober silam telah disahkan oleh Presiden SBY. Pemerintah tinggal menjabarkannya dalam bentuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Seperti tertuang dalam ketentuan umum, KEN disusun sebagai pedoman pengelolaan energi guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi sebagai sistem pendukung proses pembangunan nasional. Kemandirian dan ketahanan 1
2 energi ini dapat dicapai dengan melakukan sejumlah langkah. Langkah yang paling mendasar adalah membangun sebuah pergeseran paradigma, sumber daya energi tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, melainkan justru dipakai sebagai modal pembangunan nasional. Kemudian untuk mendukung proses tersebut, dibangun sistem pengelolaan yang optimal, terpadu, dan berkelanjutan. Sebagai bagian dari paradigma baru tersebut, KEN telah menetapkan sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer dan energi final pada 2025 dan 2050. Sebut saja, terpenuhinya penyediaan energi primer 400 MTOE (Million Tonnes of Oil Equivalent) pada 2025 dan 1000 MTOE pada 2050; tercapainya pemanfaatan energi primer per kapita 1,4 TOE pada 2025 dan 3,2 TOE pada 2050; terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik 115 GW pada 2025 dan 430 GW pada 2050 serta tercapainya pemanfaatan listrik per kapita sekitar 2.500 KWh dan 7.000 KWh. Semua ini pada gilirannya hal ini diharapkan akan menjamin ketersediaan sumber daya energi bagi proses pembangunan. Jika rencana-rencana di atas dapat berjalan secara optimal. Akan tercapai elastisitas energi lebih kecil dari 1 pada 2025. Hitung-hitungannya, hal ini selasar dengan target pertumbuhan ekonomi. Akan tercapai pula penurunan intensitas energi final sebesar 1% per tahun sampai dengan tahun 2025; tercapai rasio elektrifikasi sebesar 85% pada tahun 2015 dan mendekati sebesar 100% pada tahun 2020 serta tercapai rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 85%.
3 Kemudian substansi penting lain yang juga diatur dalam KEN adalah terkait struktur bauran sumber energi primer. Dalam KEN telah ditetapkan sejumlah target. Target pertama, pada 2025 nanti, peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit harus mencapai 23% dari total konsumsi energi nasional, dan pada 2050 paling sedikit naik menjadi 31% sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Kedua, pada 2025 peran minyak bumi harus diturunkan ke bawah level 25%, dan pada 2050 harus turun lagi ke bawah 20%. Ketiga, pada 2025 peran batubara harus mencapai minimal 30% dan pada 2050 minimal 25%. Keempat, pada 2025 peran gas bumi harus naik menjadi minimal 22%, dan pada 2050 naik lagi menjadi minimal 24%. Dari perspektif perdagangan, KEN juga mendorong peningkatan produksi energi dan sumber energi dari dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Selain itu terkait keandalan sistem produksi, transportasi dan distribusi penyediaan energi juga didorong untuk menjadi lebih efisien. Dengan menerapkan strategi ini, diharapkan ekspor energi fosil secara bertahap dikurangi dan secara bertahap dihentikan. Landasan perundang-undangan yang mendasari gagasan tersebut adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Migas, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Ketenaganukliran, Undang-Undang Energi, dan Undang-Undang Ketenagalistrikan. Pada intinya, dapat disimpulkan, KEN memuat lima poin besar untuk kemandirian energi. Pertama, adanya perubahan paradigma bahwa energi tidak lagi jadi komoditi melainkan modal pembangunan nasional. Kedua, pengurangan ekspor energi fosil secara bertahap. Ketiga, pengurangan subsidi yang melekat pada harga energi. Keempat, prioritas pembangunan energi. Kelima, kewajiban
4 pemerintah menyediakan cadangan energi. Jika dikaji dan diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, KEN dapat menjadi sumber kekuatan bagi pemerintahan baru yang baru saja memulai perjalanannya ini dalam mewujudkan keamanan dan ketahanan energi nasional. (www.selasar.com, 2017) Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi menyelenggarakan fungsi: Perumusan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi; Pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi; Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang
5 panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi; Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi; dan Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. (esdm.go.id, 2014) Konsumsi listrik di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Peningkatan kebutuhan listrik ini dikemudian hari yang diperkirakan dapat tumbuh rata-rata 6,5 persen per tahun hingga 2020. Komsumsi listrik Indonesia yang begitu besar akan menjadi masalah bila dalam penyediaannya tidak sejalan dengan kebutuhan. Kebutuhan pasokan energi listrik yang terus-menerus dan berkualitas menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh negara. Adapun PT PLN (Persero) mencatatkan penjualan listrik sebesar 17,57 Terra Watt Hour(TWh) di sepanjang januari 2016, meningkat 7,54 persen dibandingkan penjualan listrik di periode yang sama tahun lalu pada angka 16,34 TWh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh KNIWEC dan PLN pada tahun 2004, besarnya potensi dan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 : Potensi dan Pemanfaatan Energi Terbarukan Indonesia Jenis energi Unit Total Exist % Panas Bumi MW 27140 807 3,0 Tenaga Air MW 75000 4125 5,5
6 Surya GW 1200 0,008 0,0007 Tenaga Angin MW 9290 0,6 0,0065 Biomassa MW 49810 445 0,9 Biogas MW 680 0,0 0,0 Gambut MILL.BOE 16880 0,0 0,0 Tidal MW 24000 0,0 0,0 Sumber: Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2006-2015, PT PLN (Persero), Juli 2005. Angin merupakan pergerakan udara yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang berbeda dipermukaan bumi. Angin yang berhembus di Indonesia, menurut LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sering fluktuatif dan kecepatan anginnya berkisar 1-5 m/s yang diukur di daerah-daerah tertentu yang ada laboratorium klimatologinya serta bandar udara. Kecepatan angin yang lebih tinggi bisa diperoleh pada elevasi yang lebih tinggi. (www,lapan.com, 2007) Penelitian kemudian difokuskan pada pemanfaatan energi angin kecepatan rendah sebagai penghasil energi listrik skala rumah tinggal. Berdasarkan data dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) kecepatan angin di daerah tempat tinggal di Kabupaten Rembang Jawa Tengah, yaitu berkisar 9-20 km/jam (3-6 m/s) dan angin tersebut bersifat fluktuatif berkisar 3-6 m/s dan akan berbeda setiap harinya.
7 Untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan listrik di atas, maka diperlukan sebuah sumber energi baru yang mampu membantu memenuhi kebutuhan listrik nasional yang semakin besar. Angin, sebagai sumber yang tersedia di alam dapat dimanfaatkan sebagai slah satu sumber energi listrik. Angin merupakan sumber energi yang tak ada habisnya sehingga pemanfaatan sistem konversi energi angin akan berdampak positif terhadap lingkungan. Dari asumsi diatas maka perlu adanya perancangan dan pembuatan turbin angin skala rumah tinggal yang dapat diaplikasikan pada rumah-rumah yang memiliki kecepatan angin rata-rata 5 m/s serta mudah dibuat dan dikelola oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu perlu dirancang turbin angin untuk memberikan solusi agar masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan energi angin khususnya daerah pesisir sebagai sarana dalam kebutuhan energi listrik sehari-hari, maka dari itu saya mengambil tugas akhir dengan judul Perancangan Turbin Angin Skala Rumah Tinggal, dengan catatan turbin tersebut efisien dan material yang digunakan mudah didapat di pasaran sehingga masyarakat akan mudah membuat serta perawatan untuk jangka panjangnya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah adalah sebagai berikut: Bagaimana menemukan alternatif energi dengan memanfaatkan energi angin yang ada dengan cara merancang Turbin Angin dan komponen pendukung lainnya untuk skala rumah tinggal.
8 1.3. Tujuan Perancangan Perancangan ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan turbin angin skala rumah tinggal. 1.4. Batasan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas, perancangan turbin angin skala rumah tinggal ini akan dibatasi permasalahannya antara lain : 1. Komponen turbin terdiri dari bahan yang mudah ditemukan di pasaran sehingga cocok untuk setiap elemen masyarakat. 2. Kecepatan angin rata-rata yaitu 5 m/s. 3. Mudah dalam penempatannya meskipun tempat sangat terbatas, sehingga tidak membutuhkan banyak ruang dalam pengaplikasiannya.