BAB I PENDAHULUAN. dengan tugas pokok dan fungsinya telah merancang Kebijakan Energi Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Versi 27 Februari 2017

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I 1. PENDAHULUAN

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

1 BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sumber energi utama yang dikonversi menjadi energi listrik

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan akan energi bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI (RUED-P) JAWA BARAT

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi itu sendiri yang senantiasa meningkat. Sementara tingginya kebutuhan

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KINERJA PHOTOVOLTAIC BERKEMAMPUAN 50 WATT DALAM BERBAGAI SUDUT PENEMPATAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, meningkatnya kegiatan Industri dan jumlah penduduknya, maka

BAB 1 PENDAHULUAN. penting pada kehidupan manusia saat ini. Hampir semua derivasi atau hasil

1. Pendahuluan. diketahui bahwa jumlahnya terus menipis dan menghasilkan polusi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu energi terbarukan (renewable energy) dan energi tidak

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang pada gilirannnya akan berdampak pada terhambatnya roda

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. maju dengan pesat. Disisi lain, ketidak tersediaan akan energi listrik

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. dengan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan energi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih saat ini hampir setiap aktifitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung seperti alat penerangan, motor penggerak, peralatan rumah tangga, dan mesin-mesin industri dapat difungsikan jika ada energi. Seperti yang kita tahu, terdapat dua kelompok energi yang didasarkan pada pembaharuan yaitu energi terbarukan seperti angin, air, tenaga surya, dan yang kedua energi tak terbarukan seperti gas bumi, minyak mentah. Sebagai upaya untuk mendukung pemerintah dalam mengembangkan manajemen pengelolaan energi di tanah air, Dewan Energi Nasional (DEN) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya telah merancang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Saat ini Peraturan Pemerintahan (PP) KEN yang merupakan panduan operasional bagi tata kelola kebijakan energi hingga 2050 sudah terbentuk dengan lahirnya PP Nomer 79 tahun 2014 yang pada Oktober silam telah disahkan oleh Presiden SBY. Pemerintah tinggal menjabarkannya dalam bentuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Seperti tertuang dalam ketentuan umum, KEN disusun sebagai pedoman pengelolaan energi guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi sebagai sistem pendukung proses pembangunan nasional. Kemandirian dan ketahanan 1

2 energi ini dapat dicapai dengan melakukan sejumlah langkah. Langkah yang paling mendasar adalah membangun sebuah pergeseran paradigma, sumber daya energi tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, melainkan justru dipakai sebagai modal pembangunan nasional. Kemudian untuk mendukung proses tersebut, dibangun sistem pengelolaan yang optimal, terpadu, dan berkelanjutan. Sebagai bagian dari paradigma baru tersebut, KEN telah menetapkan sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer dan energi final pada 2025 dan 2050. Sebut saja, terpenuhinya penyediaan energi primer 400 MTOE (Million Tonnes of Oil Equivalent) pada 2025 dan 1000 MTOE pada 2050; tercapainya pemanfaatan energi primer per kapita 1,4 TOE pada 2025 dan 3,2 TOE pada 2050; terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik 115 GW pada 2025 dan 430 GW pada 2050 serta tercapainya pemanfaatan listrik per kapita sekitar 2.500 KWh dan 7.000 KWh. Semua ini pada gilirannya hal ini diharapkan akan menjamin ketersediaan sumber daya energi bagi proses pembangunan. Jika rencana-rencana di atas dapat berjalan secara optimal. Akan tercapai elastisitas energi lebih kecil dari 1 pada 2025. Hitung-hitungannya, hal ini selasar dengan target pertumbuhan ekonomi. Akan tercapai pula penurunan intensitas energi final sebesar 1% per tahun sampai dengan tahun 2025; tercapai rasio elektrifikasi sebesar 85% pada tahun 2015 dan mendekati sebesar 100% pada tahun 2020 serta tercapai rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 85%.

3 Kemudian substansi penting lain yang juga diatur dalam KEN adalah terkait struktur bauran sumber energi primer. Dalam KEN telah ditetapkan sejumlah target. Target pertama, pada 2025 nanti, peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit harus mencapai 23% dari total konsumsi energi nasional, dan pada 2050 paling sedikit naik menjadi 31% sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Kedua, pada 2025 peran minyak bumi harus diturunkan ke bawah level 25%, dan pada 2050 harus turun lagi ke bawah 20%. Ketiga, pada 2025 peran batubara harus mencapai minimal 30% dan pada 2050 minimal 25%. Keempat, pada 2025 peran gas bumi harus naik menjadi minimal 22%, dan pada 2050 naik lagi menjadi minimal 24%. Dari perspektif perdagangan, KEN juga mendorong peningkatan produksi energi dan sumber energi dari dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Selain itu terkait keandalan sistem produksi, transportasi dan distribusi penyediaan energi juga didorong untuk menjadi lebih efisien. Dengan menerapkan strategi ini, diharapkan ekspor energi fosil secara bertahap dikurangi dan secara bertahap dihentikan. Landasan perundang-undangan yang mendasari gagasan tersebut adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Migas, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Ketenaganukliran, Undang-Undang Energi, dan Undang-Undang Ketenagalistrikan. Pada intinya, dapat disimpulkan, KEN memuat lima poin besar untuk kemandirian energi. Pertama, adanya perubahan paradigma bahwa energi tidak lagi jadi komoditi melainkan modal pembangunan nasional. Kedua, pengurangan ekspor energi fosil secara bertahap. Ketiga, pengurangan subsidi yang melekat pada harga energi. Keempat, prioritas pembangunan energi. Kelima, kewajiban

4 pemerintah menyediakan cadangan energi. Jika dikaji dan diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, KEN dapat menjadi sumber kekuatan bagi pemerintahan baru yang baru saja memulai perjalanannya ini dalam mewujudkan keamanan dan ketahanan energi nasional. (www.selasar.com, 2017) Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi menyelenggarakan fungsi: Perumusan kebijakan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi; Pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi; Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengusahaan, keteknikan, keselamatan kerja, lingkungan, serta pembangunan sarana dan prasarana tertentu di bidang

5 panas bumi, bioenergi, aneka energi baru dan terbarukan, dan konservasi energi; Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi; dan Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. (esdm.go.id, 2014) Konsumsi listrik di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Peningkatan kebutuhan listrik ini dikemudian hari yang diperkirakan dapat tumbuh rata-rata 6,5 persen per tahun hingga 2020. Komsumsi listrik Indonesia yang begitu besar akan menjadi masalah bila dalam penyediaannya tidak sejalan dengan kebutuhan. Kebutuhan pasokan energi listrik yang terus-menerus dan berkualitas menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh negara. Adapun PT PLN (Persero) mencatatkan penjualan listrik sebesar 17,57 Terra Watt Hour(TWh) di sepanjang januari 2016, meningkat 7,54 persen dibandingkan penjualan listrik di periode yang sama tahun lalu pada angka 16,34 TWh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh KNIWEC dan PLN pada tahun 2004, besarnya potensi dan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 : Potensi dan Pemanfaatan Energi Terbarukan Indonesia Jenis energi Unit Total Exist % Panas Bumi MW 27140 807 3,0 Tenaga Air MW 75000 4125 5,5

6 Surya GW 1200 0,008 0,0007 Tenaga Angin MW 9290 0,6 0,0065 Biomassa MW 49810 445 0,9 Biogas MW 680 0,0 0,0 Gambut MILL.BOE 16880 0,0 0,0 Tidal MW 24000 0,0 0,0 Sumber: Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2006-2015, PT PLN (Persero), Juli 2005. Angin merupakan pergerakan udara yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang berbeda dipermukaan bumi. Angin yang berhembus di Indonesia, menurut LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) sering fluktuatif dan kecepatan anginnya berkisar 1-5 m/s yang diukur di daerah-daerah tertentu yang ada laboratorium klimatologinya serta bandar udara. Kecepatan angin yang lebih tinggi bisa diperoleh pada elevasi yang lebih tinggi. (www,lapan.com, 2007) Penelitian kemudian difokuskan pada pemanfaatan energi angin kecepatan rendah sebagai penghasil energi listrik skala rumah tinggal. Berdasarkan data dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) kecepatan angin di daerah tempat tinggal di Kabupaten Rembang Jawa Tengah, yaitu berkisar 9-20 km/jam (3-6 m/s) dan angin tersebut bersifat fluktuatif berkisar 3-6 m/s dan akan berbeda setiap harinya.

7 Untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan listrik di atas, maka diperlukan sebuah sumber energi baru yang mampu membantu memenuhi kebutuhan listrik nasional yang semakin besar. Angin, sebagai sumber yang tersedia di alam dapat dimanfaatkan sebagai slah satu sumber energi listrik. Angin merupakan sumber energi yang tak ada habisnya sehingga pemanfaatan sistem konversi energi angin akan berdampak positif terhadap lingkungan. Dari asumsi diatas maka perlu adanya perancangan dan pembuatan turbin angin skala rumah tinggal yang dapat diaplikasikan pada rumah-rumah yang memiliki kecepatan angin rata-rata 5 m/s serta mudah dibuat dan dikelola oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu perlu dirancang turbin angin untuk memberikan solusi agar masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan energi angin khususnya daerah pesisir sebagai sarana dalam kebutuhan energi listrik sehari-hari, maka dari itu saya mengambil tugas akhir dengan judul Perancangan Turbin Angin Skala Rumah Tinggal, dengan catatan turbin tersebut efisien dan material yang digunakan mudah didapat di pasaran sehingga masyarakat akan mudah membuat serta perawatan untuk jangka panjangnya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah adalah sebagai berikut: Bagaimana menemukan alternatif energi dengan memanfaatkan energi angin yang ada dengan cara merancang Turbin Angin dan komponen pendukung lainnya untuk skala rumah tinggal.

8 1.3. Tujuan Perancangan Perancangan ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan turbin angin skala rumah tinggal. 1.4. Batasan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas, perancangan turbin angin skala rumah tinggal ini akan dibatasi permasalahannya antara lain : 1. Komponen turbin terdiri dari bahan yang mudah ditemukan di pasaran sehingga cocok untuk setiap elemen masyarakat. 2. Kecepatan angin rata-rata yaitu 5 m/s. 3. Mudah dalam penempatannya meskipun tempat sangat terbatas, sehingga tidak membutuhkan banyak ruang dalam pengaplikasiannya.