BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Modal Kerja 2.1.2. Pengertian Modal Kerja Sutrisno (2000:49) mendefinisikan modal kerja merupakan salah satu unsur aktiva yang sangat penting dalam perusahaan karena tanpa modal kerja perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan dana untuk menjalankan aktivitasnya. Burton A. Kolb dalam Sawir (2005:129) mendefinisikan modal kerja sebagai investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek atau lancar, termasuk di dalam kas, sekuritas, piutang, persediaan, dan dalam beberapa perusahaan biaya dibayar dimuka. Menurut Riyanto (2001:57), ada tiga konsep pengertian modal kerja : a. Konsep Kuantitatif. Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar,aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar akan kembali ke dalam bentuk semula dalam waktu yang tidak terlalu lama. Modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancer. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital).
b. Konsep Kualitatif. Modal kerja menurut konsep kualitatif adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnyaa, yaitu merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancarnya Modal kerja dalam konsep ini sering disebut modal kerja neto (net working capital). c. Konsep Fungsional Modal kerja menurut konsep fungsional berdasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana digunakan dalam suatu periode akuntansi tertentu yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan pada periode tersebut disebut modal kerja. Dalam konsep ini dikenal modal kerja potensial, yaitu modal kerja yang menghasilkan pendapatan di luar kegiatan utama dari perusahaan yang bersangkutan dan dana yang diperoleh dari aktivitas perusahaan namun belum digunakan untuk kegiatan utama perusahaan. Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai operasinya sehari-hari, dimana uang atau dana yang telah
dikeluarkan tersebut diharapkan dapat kembali lagi masuk ke dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya. Salah satu keberhasilan pengelolaan modal kerja dapat diukur dengan rasio-rasio aktivitas yaitu: working capital turnover (perputaran modal kerja), receivables turnover (perputaran piutang), dan inventory turnover (perputaran persediaan). Semakin tinggi working capital turnover, receivables turnover, dan inventory turnover maka semakin tinggi kemampuan perusahaan memperoleh laba. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsuddin (2004:48), yang menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran (turnover) dana yang diperoleh maka semakin efisien perusahaan di dalam melaksanakan operasinya sehingga semakin besar peluang perusahaan dalam mendapatkan laba atas dana yang ditanam. a. Working Capital Turnover ( X 1) Rasio ini dapat digunakan untuk menguji efektivitas penggunaan modal kerja yakni rasio antara penjualan dengan modal kerja. Working capital turnover memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan. Semakin cepat perputaran modal kerja menunjukkan semakin efektif penggunaan modal kerja yang berdampak pada meningkatnya rentabilitas. Riyanto (2001:335)
merumuskan formula untuk menghitung Working Capital Turnover (WCT) sebagai berikut : Working Capital Turnover Sales = x 1 kali Current Assets Current Liabilities b. Receivables Turnover ( X 2) Perputaran piutang menghitung berapa besar kemampuan perusahaan mendapatkan pelunasan piutangnya. Semakin tinggi nilainya semakin cepat piutang dapat tertagih seiring juga dengan peningkatan penjualan perusahaan. Receivables Turnover = Penjualan Kredit Piu tan g c. Inventory Turnover ( X 3) Rasio ini dipergunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan (inventory) ini berputar dalam suatu periode. James C. Van Horne (dalam Kasmir, 2010:130) merumuskan formula untuk menghitung inventory turnover sebagai berikut : Inventory Turnover = h arg a pokok barang yang dijual Sediaan
2.1.3. Fungsi Modal Kerja Menurut Sawir (2005:134), modal kerja yang cukup akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, antara lain: a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai aktiva lancar, b. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membayar semua kewajiban tepat pada waktunya, c. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan yang semakin besar dan memungkinkan perusahaan untuk dapat menghadapi kesulitan keuangan yang mungkin terjadi, d. Memungkinkan perusahaan untuk dapat memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk dapat melayani konsumennya, e. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para langganannya, f. Lebih efisien karena tidak adanya kesulitan untuk memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan. 2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal kerja Menurut Sundjaja dan Barlian (2002:157), kebutuhan modal kerja dalam perusahaan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Volume Penjualan Volume penjualan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Apabila penjualan meningkat maka kebutuhan modal kerjapun akan meningkat, demikian pula sebaliknya. b. Besar Kecilnya Skala Usaha Perusahaan Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaan kecil. Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat luasnya sumber pembiayaan yang tersedia dibandingkan dengan perusahaan kecil yang sangat tergantung pada beberapa sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya beberapa piutang para langganan dapat sangat mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperti kas dan persediaan. c. Aktivitas Perusahaan Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan, sedangkan perusahaan yang menjual barang secara tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal ini mempengaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. Demikian pula dengan syarat pembelian dan waktu yang
dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual. d. Perkembangan Teknologi Kemajuan teknologi, khususnya yang berhubungan dengan proses produksi akan mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang mengakibatkan proses produksi yang lebih cepat membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih banyak agar kapasitas maksimum dapat tercapai, selain itu akan membuat perusahaan mempunyai persediaan barang jadi dalam jumlah yang lebih banyak pula bila tidak diimbangi dengan pertambahan penjualan yang besar. e. Sikap Perusahaan Terhadap Likuiditas dan Profitabilitas. Adanya biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar transaksitransaksi yang dilakukan dan resiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup. 2.1.5. Jenis Modal Kerja Riyanto (2001:61) mengutip pendapat Taylor membagi modal kerja menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terusmenerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja ini dapat dibedakan ke dalam: 1) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. 2) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal (dinamis). b. Modal Kerja Variabel (Variabel Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dapat dibedakan menjadi: 1) Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2) Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi konyungtur. 3) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat
yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak). 2.1.6. Kebijakan Modal Kerja Menurut Sawir (2003:138), untuk menentukan kebijakan modal kerja terutama untuk menentukan besarnya proporsi aktiva lancar yang dibiayai oleh sumber dana jangka pendek dan jangka panjang, ada tiga kebijakan yang dapat dipilih oleh perusahaan, yaitu : a. Kebijakan Modal Kerja Moderat Pada kebijakan modal kerja moderat, untuk membiayai kebutuhan aktiva tetap dan aktiva lancar permanen dengan menggunakan sumber dana jangka panjang, baik dari hutang jangka panjang maupun modal sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari risiko perusahaan apabila sumber dana yang digunakan adalah sumber dana jangka pendek, maka pada saat jatuh tempo perusahaan tidak dapat membayar kembali. b. Kebijakan Modal Kerja Konservatif Pada kebijakan modal kerja konservatif, untuk membiayai aktiva tetap dan aktiva lancar permanen serta sebagian aktiva lancar yang berfluktuasi dengan menggunakan sumber dana hutang jangka panjang atau modal sendiri. Keputusan ini dimaksudkan untuk lebih
memperkecil risiko meskipun akan memperkecil keuntungan yang diharapkan yang tersedia untuk pemegang saham karena biaya hutang jangka panjang pada umumnya lebih besar daripada hutang jangka pendek. c. Kebijakan Modal Kerja Agresif Pada kebijakan ini, untuk membiayai kebutuhan aktiva tetap dan sebagian aktiva lancar permanen dengan sumber dana dari hutang jangka panjang dan sebagian aktiva lancar permanen lainnya dan semua aktiva lancar variabel dengan hutang jangka pendek. Perusahaan yang menggunakan kebijakan agresif menanggung pengembalian hutang jangka pendek yang lebih besar, sehingga risiko fluktuasi bunga hutang jangka pendek juga semakin besar tetapi dengan harapan bahwa laba yang diperoleh juga akan semakin besar. 2.2 Hutang Hutang dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pihak lain. Hutang digunakan perusahaan untuk membiayai berbagai macam kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahaan, misalnya untuk membeli aktiva, bahan baku, gaji pegawai, dan sebagainya. Hutang (pinjaman) adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang, yang pada saatnya harus dibayar kembali. Munawir (2004:18) mendefinisikan hutang sebagai semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang harus dipenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditur. Menurut Martono dan Harjito (2001:300) hutang merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan. Pendanaan melalui utang akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting, yaitu (Brigham & Houston, 2006:101): 1. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan, 2. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi oleh kreditor.
3. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar. Rasio utang biasanya diukur dengan menggunakan debt to equity ratio dan debt to asset ratio. a. Debt to Equity Ratio ( X 4) Rasio ini adalah perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri (ekuitas). Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut ( Van Horne dan Wachowicz, 2005:209): Total Debt Debt to Equity Ratio = x100% Equity b. Debt to Asset Ratio ( X 5) Rasio ini berfungsi menghitung berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibiayai dengan hutang. Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang (Van Horne dan Wachowicz, 2005:209). Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut: Total Debt Debt to Asset Ratio = x 100% Total Assets
2.3 Rentabilitas Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Rentabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan. Rentabilitas suatu perusahaan merupakan pencerminan kemampuan modal perusahaan yang bersangkutan untuk mendapatkan keuntungan. Riyanto (2001:35) mengemukakan bahwa rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Terdapat dua macam rentabilitas untuk mengukur efisien atau tidaknya suatu perusahaan dalam menggunakan modal, yaitu rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri. a. Rentabilitas Ekonomi Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan total modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase (Riyanto, 2001:36). Oleh karena pengertian rentabilitas sering dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal di dalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba. Rentabilitas ekonomi menunjukkan persentase perbandingan antara laba operasi (EBIT) dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan (Sugiyarso dan Winarni, 2006:118)
Harahap (2008:304) mengemukakan bahwa rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Beberapa cara perhitungan rasio rentabilitas ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Margin Laba (Profit Margin). Angka ini menunjukkan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. 2) Aset Turn Over. Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. 3) Return on Equity. Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik. 4) Return on Total Asset (Return on Investment). Rasio ini menunjukkan berapa laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. 5) Basic Earning Power. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba diukur dari jumlah laba sebelum dikurangi bunga dan pajak dibandingkan dengan total aktiva. 6) Earning Per Share. Rasio ini menunjukkan berapa besar kemampuan per lembar saham menghasilkan laba. Rasio rentabilitas ekonomi dapat dihitung dengan rumus (Sartono,2001:124) :
EBIT Rentabilitas Ekonomi = x100% Total Aset b. Rentabilitas Modal Sendiri Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba dengan modal sendiri di pihak lain atau dengan kata lain bahwa rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan. Laba yang diperhitungkan dalam rentabilitas modal sendiri adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing atau bunga pinjaman dan pajak perseroan. Penambahan modal pinjaman dari luar atau hutang hanya dibenarkan kalau penambahan tersebut mempunyai efek finansial yang menguntungkan terhadap modal sendiri. Penambahan hutang hanya akan memberikan efek yang menguntungkan terhadap modal sendiri apabila rate of return dari hutang tersebut lebih besar daripada biaya modalnya atau bunganya. Penambahan hutang akan memberikan efek finansial yang merugikan terhadap modal sendiri apabila rate of return dari hutang tersebut lebih kecil dari bunganya. Dengan demikian, hutang tidak dibenarkan apabila rentabilitas modal sendiri dengan tambahan hutang lebih kecil dari rentabilitas modal sendiri dengan tambahan modal sendiri.
Perubahan rentabilitas ekonomi mempunyai pengaruh terhadap rentabilitas modal sendiri pada berbagai tingkat penggunaan hutang. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa semakin tinggi rentabilitas ekonomi (dengan tingkat bunga tetap) maka penggunaan hutang yang lebih besar akan mengakibatkan kenaikan rentabilitas modal sendiri. Dalam kondisi seperti ini, suatu perusahaan yang menggunakan hutang yang lebih besar akan memperoleh kenaikan rentabilitas modal sendiri yang lebih besar daripada perusahaan yang mempunyai ju mlah hutang yang kecil. 2.4 Penelitian Terdahulu Firnady (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisa Hubungan Modal Kerja terhadap Profitabilitas pada PT. Pola Indah Gas Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasio working capital turnover, total assets turnover, current ratio, dan receivables turnover mempunyai hubungan yang signifikan dengan profitabilitas. Penelitian ini menunjukkan bahwa working capital turnover, total assets turnover, current ratio memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan profitabilitas sedangkan receivables turnover memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan dengan profitabilitas perusahaan. Siregar (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Hubungan Manajemen Modal Kerja dengan Rentabilitas pada PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk Plant Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan manajemen modal kerja (current ratio, working capital turnover, dan receivable turnover) dengan rentabilitas pada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan periode 2003-2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa current ratio dan receivable turnover mempunyai hubungan yang positif namun tidak signifikan dengan Return on Investment (ROI), working capital turnover memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan ROI. 2.5 Kerangka Konseptual Setiap perusahaan selalu berusaha meningkatkan labanya agar perusahaan tersebut dapat bertahan dari segala tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengetahui tingkat rentabilitas perusahaannya sebagai tolak ukur keberhasilan perusahaan. Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Dengan kata lain, rentabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Riyanto, 2001:35). Modal kerja adalah dana yang tertanam dalam aktiva lancar perusahaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Modal kerja merupakan salah satu unsur aktiva yang sangat penting dalam perusahaan, karena modal kerja mempunyai peranan penting dalam menghasilkan pendapatan.
Efektivitas modal kerja biasanya dapat diukur dengan menggunakan working capital turnover (perputaran modal kerja), receivables turnover (perputaran piutang), dan inventory turnover (perputaran persediaan). Syamsuddin (2004:48) menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran (turnover) dana yang diperoleh maka semakin efektif perusahaan didalam melaksanakan operasinya sehingga semakin besar peluang perusahaan dalam mendapatkan laba atas dana yang ditanam. Pengelolaan modal kerja menentukan posisi keuangan perusahaan sehingga diperlukan keseimbangan dalam hal penyediaan dan penggunaannya. Pihak manajemen harus pandai mengelola modal kerja tersebut sehingga tingkat perputarannya cepat. Semakin cepat perputaran modal kerja menunjukkan semakin efektif penggunaan modal kerja yang berdampak pada meningkatnya rentabilitas. Martono dan Harjito (2001:300) mendefinisikan hutang sebagai penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan. Hutang bisa diukur dengan menggunakan debt to equity ratio (rasio hutang terhadap ekuitas) dan debt to asset ratio (rasio utang terhadap aktiva). Debt to Assets ratio dgunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan dibandingkan dengan total aktiva. Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas.
Rasio ini berguna untuk mengetahui perbandingan jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan dana yang berasal dari pemilik perusahaan. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Rasio Modal Kerja: 1. Working Capital Turnover 2. Receivables Turnover 3. Inventory Turnover Rentabilitas Ekonomi Rasio Utang: 1. Debt to Equity Ratio 2. Debt to Total Asset Ratio Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Sumber : Ryanto (2001), Syamsuddin (2004), Martono dan Harjito (2001), (dimodifikasi) 2.6 Hipotesis Sugiono (2004:51) mendefinisikan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penilitian, oleh karena itu jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan working capital turnover dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 2. Terdapat hubungan yang signifikan receivables turnover dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 3. Terdapat hubungan yang signifikan inventory turnover dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 4. Terdapat hubungan yang signifikan debt to equity ratio dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia. 5. Terdapat hubungan yang signifikan debt to asset ratio dengan rentabilitas ekonomi pada industri rokok di Bursa Efek Indonesia.