BAB 1 PEND AHULUAN 1.1. Latar Belakang Silent killer, istilah lain untuk hipertensi, disebut demikian karena penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda (Dipiro et.al. 2005). Hipertensi memang dewasa ini menjadi masalah global karena kecenderungan prevalensinnya semakin meningkat dan menjadi ancaman semua orang. Pola struktur yang berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan gaya hidup, aktifitas fisik, dan stres. Perubahan ini pada akhirnya dapat menyebabkan adanya pergeseran angka morbiditas dan mortalitas, dimana prevalensi penyakit infeksi atau penyakit menular cenderung menurun, sedangkan prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti hipertensi, stroke, kanker dan sebagainya semakin meningkat (Bustan, 1997). Perubahan pola akibat pergeseran angka morbiditas dan mortalitas ini dikenal dengan Transisi Epidemiologi. Di dunia, sedikitnya sekitar 7,6 juta orang pada tahun 2011 meninggal lebih dini karena hipertensi. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Hipertensi terkait dengan beberapa faktor, yaitu kebiasan merokok, obesitas, aktivitas fisik dan riwayat keluarga. Hipertensi merupakan salah satu pencetus terjadinya penyakit jantung, ginjal dan stroke. Prevalensi hipertensi di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 27,3 %, Thailand dengan 22,7 % dan Malaysia mencapai 20 %. Hasil Riskesdas tahun 2007 di Indonesia prevalensi hipertensi 32,2%, sedangakan menurut kelompok umur hipertensi umur > 18 tahun adalah 29,8%. Selain itu hasil Riskesdas juga menunjukkan hipertensi menduduki peringkat ketiga penyebab kematian utama untuk semua kelompok umur di Indonesia dengan Case Fatality Rate (CFR) 6,8%. Indonesian Society of Hypertension (InaSH) menegaskan hipertensi sudah menjadi permasalahan dunia. Pada tahun 2000 saja hipertensi menyumbang Proportionated Mortality Rate (PMR) 12,8% dari seluruh kematian dan 4,4% dari semua kecacatan. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 yang merujuk hasil Riskesdas 2007 di Sumatera Utara, dari 10 jenis penyakit tidak menular diketahui bahwa prevalensi hipertensi menduduki peringkat tertinggi keempat dengan proporsi 5,8% setelah penyakit persendian, jantung dan gangguan mental. Sedangkan berdasarkan penelitian Rasmaliah dkk (2004) di Pekan Labuhan diketahui bahwa prevalensi Hipertensi penduduk usia 26 tahun sebesar 26,4%. Bila ditinjau dari perbandingan antara jenis kelamin, ternyata angka prevalensinya sangat bervariasi. Menurut M.N. Bustan (1997) wanita lebih banyak menderita hipertensi di banding dengan pria. Sedangkan menurut Nurkhalida (2003)
hipertensi lebih banyak diderita oleh pria dibanding wanita. Menurut Arief Mansjoer, dkk (2001) pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo (1997) prevalensi hipertensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung, hipertensi sebesar 33,3%. Penyakit hipertensi ini merupakan penyakit dengan kategori biaya pengobatan yang tinggi. Hal ini dikarenakan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan rumah sakit dan atau penggunaan obat-obatan jangka panjang bagi pasien-pasien hipertensi. Biaya untuk mengobati penyakit hipertensi saat ini sudah tidak dapat dikendalikan. Menurut The National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) pada tahun 2002 total biaya kesehatan untuk hipertensi di Amerika telah diperkirakan sekitar $ 47,2 milyar per tahunnya. Total pelayanan kesehatan ini sudah termasuk biaya obat yang terhitung bisa lebih dari 70% dari total biaya pelayanan kesehatan untuk Hipertensi (Dipiro et.al. 2005). Data hipertensi di Klinik Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara yang diambil dari buku registrasi kunjungan pasien menununjukan peningkatan jumlah kasus dari tahun 2009-2011. Pada tahun 2009 kasus hipertensi sebesar 25,2%, sedangkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 26,1%. Merokok yang merupakan salah satu risiko penyebab penyakit kardiovaskuler perlu mendapat perhatian khusus. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah peningkatan jumlah penderita penyakit
kardiovaskuler dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebabnya, seperti merokok, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, stres dan lain-lain. Data United States of Departement of Agriculture (USDA) pada tahun 2002, Indonesia menduduki urutan kelima dalam hal negara dengan konsumsi tembakau tertinggi dunia setelah Cina, Amerika, Rusia dan Jepang. Keadaan ini terjadi akibat peningkatan tajam konsumsi tembakau dalam 30 tahun yaitu dari 30 milyar batang rokok pertahun di tahun 1970 ke 217 milyar batang rokok di tahun 2000. Di Indonesia, prevalensi perokok pria sebesar 68,8 % dan perokok wanita sebesar 2,6% (Suhardi, 2005). Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (2006) yang diselenggarakan oleh Badan Kesehatan Dunia, terbukti jika 24,5% anak lakilaki dan 2,3% anak perempuan berusia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok, dimana 3,2% dari jumlah tersebut telah berada dalam kondisi ketagihan atau kecanduan. Menurut Riskesda 2010 jumlah perokok menurut kelompok umur yang tertinggi yaitu pada usia 25-34 tahun yaitu sebesar 31,1%, sedangkan menurut pekerjaaan prevalensi merokok tertinggi pada petani/buruh/nelayan, sedangkan pegawai sekitar 35,9% Satu dari 3 orang dewasa merokok dan lebih banyak yang merokok adalah pria pedesaan (67%) dibandingkan dengan pria dari perkotaan (58,3%). Selain itu, sebagian besar perokok (68,8%) memulai kebiasaan merokoknya sebelum umur 19 tahun (Depkes RI, 2003). Data terakhir menunjukkan bahwa total perokok aktif di Indonesia sudah mencapai 70% dari jumlah penduduk Indonesia atau sebesar 141,44
juta orang. Perilaku merokok dianggap sebagai kebiasaan yang wajar, padahal bahaya yang ditimbulkannya sangat mengkhawatirkan. Profil kesehatan Depkes Provinsi Sumatera Utara (2008) menunjukkan sekitar 86,1% perokok merokok didalam rumah. Anggota keluarga lain yang tinggal bersama dengan perokok akan terpapar dengan asap tembakau pasif atau asap tembakau lingkungan (ETS Environmental Tobacco Smoke). Keseluruhan perokok aktif yang merokok setiap hari dengan usia diatas 10 tahun di Sumatera Utara diperkirakan sekitar 23,3%. Hasil survei pendahuluan Di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara dan Asrama haji Medan ditemukan dari 314 pegawai pria 195 (62%) diantaranya adalah perokok, sedangkan pada pegawai wanita tidak dijumpai pegawai yang perokok. Status gizi lebih, seperti Overweight atau Obesitas sekarang menjadi masalah kesehatan yang mulai banyak ditemui di seluruh dunia. Penelitian tentang gizi lebih telah banyak dilakukan di luar negeri, tetapi di Indonesia masih relatif sedikit. Hal ini disebabkan para peneliti di Indonesia lebih disibukkan dengan masalah gizi kurang dibandingkan gizi lebih. Gizi kurang berhubungan dengan penyakit infeksi, sedangkan gizi lebih dianggap sinyal awal dengan munculnya penyakit-penyakit degeneratif/non infeksi dan ini terjadi hampir di seluruh pelosok Indonesia maupun dunia. Fenomena ini sering disebut dengan New World Syndrom atau Sindrom Dunia Baru.
Obesitas telah menjadi masalah kesehatan global, terutama di negara-negara maju. Obesitas mempunyai korelasi yang kuat dengan morbiditas dan mortalitas, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius mengenai penyebab, tindakan pencegahan dan upaya pengobatannya. Indonesia sendiri belum memiliki data yang lengkap untuk menggambarkan prevalensi obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Soegih dkk (2004) menyatakan bahwa terdapat 9,16% pria dan 11,02% wanita yang obesitas. Dari data Riskesdas tahun 2007 dilaporkan bahwa prevalensi obesitas penduduk >15 tahun di Sumatera Utara sebanyak 20,9%, sedangkan tahun 2010 sebesar 25,4%. Dari data tersebut kelihatan peningkatan obesitas dalam 3 tahun di Sumatera Utara sekitar 5,4%. Risiko relatif untuk penderita hipertensi pada orang yang mengalami berat badan berlebih adalah lima kali lebih besar dibandingkan seseorang dengan berat badan normal. Menurut Budistio, M (2001) perempuan yang sangat gemuk pada umur 30 tahun mempunyai risiko terkena penyakit hipertensi 7 kali lebih besar dari perempuan yang langsing pada umur yang sama. Individu dengan kelebihan berat badan 20% memiliki risiko 3 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal. Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Prevalensi obesitas berbeda-beda di setiap negara, mulai dari 7% di Perancis sampai 32,8% di Brazil. Prevalensi obesitas meningkat di setiap negara. Sebagai contoh, di
Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12% pada tahun 1991 menjadi 17,8% pada tahun 1998. Data dari studi Framingham (AS) yang mengacu Khomsan (2004) menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan meningkatkan tekanan darah 6.6 mmhg, gula darah 2 mg/dl dan kolesterol darah 11 mg/dl. Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT >30 pada laki-laki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan 17% perampuan yang memiliki IMT <25 (Krummel, 2004). Obesitas pada anak berisiko terkena hipertensi 3 kali lebih besar daripada anak tidak obesitas. Aktivitas sistem saraf simpatik berlebih dan resistansi Insulin berkontribusi dalam kejadian hipertensi pada anak maupun orang dewasa. Berbagai penelitian epidemiologik telah membuktikan adanya hubungan yang kuat antara obesitas dan hipertensi. Data yang diperoleh dari NHANES pada populasi orang Amerika Serikat memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan linier antara kenaikan rasio lingkar pinggang dan pinggul dengan tekanan darah sistolik dan diastolik serta tekanan nadi. Framingham study (2007) melaporkan risiko terjadinya Hipertensi sebesar 65% pada wanita dan 78% pada laki-laki berhubungan langsung dengan Obesitas dan kelebihan berat badan. Dampak atau kerugian-kerugian yang diderita apabila seseorang terserang hipertensi dan penyakit-penyakit yang ditimbulkannya sangat luas. Dari sisi ekonomi, setidaknya terdapat dua kelompok kerugian yang dialami penderita. Pertama adalah kerugian ekonomi yang terbagi menjadi 4 bagian, yaitu dampak penyakit terhadap
konsumsi sehat, interaksi sosial, produktivitas jangka pendek dan produktivitas jangka panjang. Kerugian yang kedua adalah adanya dampak penyakit yang mempengaruhi variabel-variabel penting dalam kegiatan ekonomi jangka pendek dan jangka panjang, seperti dampak penyakit terhadap konsumsi, pendapatan, saving, investasi rumah tangga dan investasi untuk sumber daya manusia (human capital investment). Berdasarkan hal tersebut, peneliti berkeinginan untuk melakukan suatu penelitian tentang pengaruh kebiasaan merokok dan status gizi terhadap hipertensi pada pegawai di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara. 1.2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah peningkatan jumlah kasus hipertensi dalam 3 tahun terakhir dan tingginya jumlah pegawai yang merokok di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh kebiasaan merokok dan status gizi terhadap hipertensi pada pegawai Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara. 1.4. Hipotesis Kebiasaan merokok dan status gizi berpengaruh terhadap hipertensi pada pegawai Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Wilayah Kementerian Provinsi Agama Sumatera Utara untuk melakukan pencegahan sedini mungkin terhadap bahaya/ komplikasi dari hipertensi. 1.5.2. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam hal ini dokter yang bekerja di Kantor Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara untuk ke depannya dapat melakukan program-program pencegahan dan penanganan hipertensi. 1.5.3. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat dipakai sebagai bahan pustaka untuk penelitian lebih lanjut