BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

Repositori STIE Ekuitas

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB I PENDAHULUAN. kini (awal tahun 2007) berpengaruh terhadap penerimaan pajak yang

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Siti Resmi (2009: 1):

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

PPh Pasal 26. Pengantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

1 of 5 21/12/ :45

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

Pajak Penghasilan Pasal 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara.adapun beberapa

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II TELAAH PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG MEDAN. Mangasi Sinurat, SE, M.

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (APBN) terbesar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang


BAB II LANDASAN TEORI. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Waluyo, 2013:2). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efektivitas Penerimaan Pajak 2.1.1. Pengertian Efektivitas Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat, atau dapat membawa hasil. Jadi, efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan dengan sasaran yang dituju. Adapun menurut Richard M. Sterrs dalam Yulianti (2012:39) mengemukakan bahwa efektivitas adalah proses pencapaian tujuan yang tepat baik waktu pencapaiannya maupun sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Indrajaya dalam Yulianti (2012:39) mengemukakan bahwa efektivitas pada dasarnya dapat dilakukan dengan memperbandingkan tujuan dan sasaran yang sudah dirumuskan dengan hasil nyata yang dapat dicapai. Dari definisi diatas dapat disimpulkan efektivitas adalah suatu kesesuaian atau sasaran yang diterapkan sebelumnya dengan hasil yang dicapai (realisasi). Besarnya tingkat efektivitas dapat dihitung dengan rumus: Tingkat efektivitas dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, yaitu 1. > 100%, berarti sangat efektif 2. = 100%, berarti efektif 6

7 3. <100%, berarti tidak efektif Sumber: Manajemen Kinerja Sektor Publik dalam Meutea (2007:11) 2.1.2. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Hartati (2015:387) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran dari rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapatkan jasa imbalam (interpretasi) secara langsung yang dapat ditunjukkan dan digunakan untuk kepentingan umum. Sedangkan menurut Mardiasmo (2016:26) mengemukanakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun menurut Dr. N.J. Feldamann dalam Resmi (2016:1) mengemukakan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran rakyat ke kas negara berdasarkan Undang-Undang dan bersifat memaksa. 1. Subjek Pajak Menurut Hartati (2015:43) yang menjadi subjek pajak adalah: a. Diri pribadi atau perseorangan,

8 b. Warisan yang belum terbagi, sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak, c. Badan yang mempunyai berbagai bentuk yang sifatnya satu dengan yang lain, d. Bentuk Usaha Tetap (BUT). 2. Objek Pajak Menurut Hartati (2015:44) objek pajak adalah segala sesuatu yang ada dalam masyarakat yang dijadikan sebagai objek pajak, meliputi: a. Objek Pajak Pendapatan; b. Objek Pajak Perseroan c. Objek Pajak Penghasilan; d. Objek Pajak Pertambahan Nilai; e. Objek Pajak Kendaraan Bermotor; f. Objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; g. Objek Pajak Bumi dan Bangunan. 3. Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2016:4) agar pemugutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungtan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang-Undang maupun pelaksana pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundangundangan diantaranya mengenai pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam

9 pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2). Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi) Perekonomian tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-Undang perpajakan yang baru. 4. Stelsel Pajak Menurut Mardiasmo (2016:8) pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu: a. Stelsel nyata (riel stelsel)

10 Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara Stelsel nyata dengan Stelsel anggapan. 5. Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2016:9) asas pemungutan pajak yaitu: a. Asas Domisili (asal tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik pengasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. 6. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2016:9) sistem pemungutan pajak yaitu: a. Official Assessment System

11 Adalah suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. 2.2. Pajak Penghasilan 2.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Hartati (2015:187) mengemukakan bahwa Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh oleh subjek atau Wajib Pajak selama satu tahun pajak berjalan. Adapun menurut Abuyamin (2015:205) mengemukakan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Adapun menurut Resmi (2016:70) mengemukakan bahwa Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak.

12 Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap pemghasilan yang di terima oleh wajib pajak dalam tahun pajak. 2.2.2. Jenis-Jenis Pajak Penghasilan 1. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) A. Pengertian Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (2) Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam Mardiasmo (2016:319) "Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa Tanah atau Bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diluar dengan Peraturan Pemerintah. B. Tarif Pajak Penghasilan Atas penghasilan Berupa Bunga Deposito Dan Tabungan, Dan Diskonto sertifikat Bank Indonesia Menurut Mardiasmo (2016:319) pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), besarnya Pajak Penghsilan yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto. C. Tarif Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang Dijual Di Bursa Efek Menurut Mardiasmo (2016:320) pengenaan Pajak Penghasilan atas penghsailan berupa bunga atau diskonto obligasi yang dijual di bursa efek, besarnya Pajak penghasilan tersebut adalah 20% dari jumlah bruto.

13 D. Tarif Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah Atau Bangunan Menurut Mardiasmo (2016:321) pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa sewa Tanah atau Bangunan, besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong adalah 10% baik atas penghasilan yang diterima atau Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi dari jumlah bruto nilai persewaan Tanah atau Bangunan. E. Tarif Pajak Penghasilan Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Atau Bangunan Menurut Mardiasmo (2016:322) Pajak Penghasilan final atas penghasilan dari pengalihan hak atas Tanah atau Bangunan wajib membayar Pajak Penghasilan Final 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan. F. Tarif Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi Menurut Mardiasmo (2016:324) atas jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong sebagai berikut: 1. 2% (dua persen) untuk pelaksana konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil; 2. 4% (empat persen) untuk pelaksana konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha. 3. 3% (tiga persen) untuk pelaksana konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2. 4. 4% (empet persen) untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha dan

14 5. 6% (enam persen) untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha. G. Tarif Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian Menurut Mardiasmo (2016:325) pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian, besarnya pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah bruto undian. H. Tarif Pajak Penghasilan Final Atas Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka Yang Diperdagangkan Di Bursa Menurut Mardiasmo (2016:325) pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari margin awal. I. Tarif Pajak Penghasilan Final Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Menurut Mardiasmo (2016:327) atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final. Besarnya tarif pajak penghasilan adalah 1% (satu persen) dan bersifat final. Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.

15 2. Pajak Penghasilan Pasal 15 A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 15 Menurut Pohan (2014:413) Pajak Penghasilan pasal 15 merupakan ketentuan yang mengatur tentang norma penghitung khusus untuk menghitung penghasilan dari Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayanan atau penerbangan internasiona, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and transfer), yang tidak dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. B. Tarif Pajak Penghasilan Atas Imbalan Yang Dibayarkan Atau Terhutang Kepada Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri Menurut Resmi (2016:143) Tarif Pajak Penghasilan ini adalah 1,2% (dua koma dua persen). Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. C. Tarif Pajak penghasilan Atas Imbalan Yang Dibayar Atau Terhutang Kepada Perusahaan Pelayaran Dan Penerbangan Luar Negeri menurut Resmi (2016:145) Pajak Penghasilan atas imbalan yang dibayarkan atau terhutang kepada perusahaan pelayaran dan penerbangan luar negeri, tarif Pajak Penghasilan ini adalah 2,64% (dua koma enam puluh empat). Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto. D. Tarif Pajak Penghasilan Atas Imbalan Yang Dibayarkan Atau Terhutang Kepada Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

16 Menurut Resmi (2016:146) pajak atas imbalan yang dibayarkan atau terhutang kepada perusahaan penerbangan dalam negeri, tarif Pajak Penghasilan ini adalah 1,8% ( satu koma delapan persen). Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. 3. Pajak Penghasilan pasal 21 A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Mardiasmo (2016:197) Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan. B. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Waluyo (2017:222) subjek pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu penerima penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 adalah : a. Pegawai b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan. C. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Resmi (2016:183) beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21. 1. Tarif pasal 17 ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

17 Tabel II.1 Lapisan Pajak Penghasilan Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Pasal 21. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5% Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15% Di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 25% Di atas Rp 500.000.000,00 30% Sumber : Resmi (2016:183) 2. Tarif Khusus a) Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diterima oleh pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Negara Indonesia (TNI) atau Polri, dan pensiunnya. 1) Tarif 0 % dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS golongan 1 dan golongan II, anggota TNI atau Polri golongan Pangkat Perwira Tamtama dan Bintara, dan pensiunnya. 2) Tarif 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan III, anggota TNI atau Polri golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunnya. 3) Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS golongan IV, anggota TNI atau Polri golongan pangkat Perwira menengah dan tinggi, dan pensiunnya. b) Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa Uang pensiun yang diterima sekaligus. 1) Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000

18 2) Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000. 3) Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 sampai dengan Rp Rp 500.000.000 4) Tarif 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000 c) Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa Uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. 1) Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 2) Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas dengan Rp 50.000.000 d) Tarif khusus 5% atas upah atau Uang saku harian, mingguan, borongan, satuan yang diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari Rp 8.200.000 (dibayar secara tidak bulanan). 4. Pajak Penghasilan Pasal 22 A. Definisi Pajak Penghasilan Pasal 22 Menurut Waluyo (2017:289) Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh Bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan Barang, dan badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. B. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Menurut Waluyo (2017:291) tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 mengalami perubahan ketiga Peraturan Menteri Keuangan tentang pemungutan Pajak

19 Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan Barang dari kegiatan di bidang import atau kegiatan usaha dibidang lain, besarnya pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut: 1. Atas impor: a. Barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor; b. Selain Barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai impor, kecuali atas impor Kedelai, Gandum, dan Tepung Terigu sebesar 0,5% (setengan persen) dari nilai impor. c. Selan Barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor atau d. Yang tidak dikuasai sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari harga jual lelang. 2. Atas pembelian Barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan pembelian Barang atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf e, sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai,

20 3. Atas penjualan bahan bakar Minyak, bahan bakar Gas, dan Pelumas oleh Produsen atau Importir bahan bakar Minyak, bahan bakar Gas, dan Pelumas adalah sebagai berikut: a) Bahan bakar Minyak sebesar: 1) 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina. 2) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada Stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina 3) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjuala kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b b) Bahan bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai c) Pelunas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai 4. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha Industri Kertas, Industri Baja, Industri Otomotif, dan Industri Farmasi: a. Penjualan semua jenis Semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen); b. Penjualan kertas sebesar 0,1% (nol koma satu persen) c. Penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen)

21 d. Penjualan semua jenis Kendaraan Bermotor Beroda Dua atau lebih sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) e. Penjualan semua jenis Obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen), dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai f. Atas penjualan Kendaraan Bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum Kendaraan Bermotor sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan ppajak Pertambahan Nilai. g. Atas penjualan Barang-barang untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksortir yang bergerak dalam kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 5. Pajak Penghasilan Pasal 23 A. Definisi Pajak Penghasilan Pasal 23 Menurut Waluyo (2017:299) mengemukakan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terhutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

22 B. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 menurut mardiasmo (2016:287) mengemukakan bahwa besarnya Pajak Penghasilan pasal 23 yang dipotong adalah; 1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas: a. Deviden b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; c. Royalti; dan d. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21; 2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai,atas: a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dangan penggunaan harta, kecuali sewa tanah atau bangunan dan b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lain selain jasa yang dipotong Pajak Penghasilan pasal 21. 6. Pajak Penghasilan Pasal 24 A. Definisi Pajak Penghasilan Pasal 24 Menurut Pohan (2014:224) Pajak Penghasilan Pasal 24 merupakan jumlah pajak yang terhutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri

23 dengan menggunakan metode pengkreditan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan. B. Batas Maksimun Kredit Pajak Penghasilan Pasal 24 Menurut Mardiasmo (2016:295) batas maksimun kredit pajak diambil yang terendah di antar 3 unsur atau perhitungan sebagai berikut: a. Jumlah pajak yang terhutang atau dibayar di luar negeri b. (penghasilan luar negeri : seluruh penghasilan kena pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 c. Jumlah pajak terhutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri. 7. Pajak Penghasilan Pasal 26 A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26 Menurut Pohan (2015:347) Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan, yang dibayarkan atau terhutang oleh badan Pemerintah atau subjek pajak. B. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 Menurut Mardiasmo (2016:313) besarnya tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 dibedakan atas kelompok objek pajak Pajak Penghasilan pasal 26 seperti berikut: 1. Atas penghasilan yang berupa :

24 a. Deviden, b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, e. Hadiah dan penghargaan, f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya, g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya dan, h. Keuntungan karena pembebasan utang. Dengan nama dan bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. 2. Atas penghasilan yang berupa : a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, b. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan netto. c. Atas penghasilan yang berupa penjualan atau pengalihan saham dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan netto d. Atas penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.