BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian dunia yang mengglobal saat ini telah menciptakan kondisi saling ketergantungan ekonomi antar-negara. Tanpa melakukan kerjasama dan tukar menukar komoditi dengan negara lain baik untuk barang dan jasa, maupun komoditi lain seperti teknologi dan modal, maka suatu negara tidak akan dapat meningkatkan pembangunan perekonomiannya. Dunia telah menyadari bahwa tidak ada satu negara manapun yang mampu memenuhi semua kebutuhannya tanpa melakukan pertukaran dengan negara lain. Dengan kondisi yang demikian, maka setiap negara sangat membutuhkan hubungan ekonomi dengan negara lain. Bahkan perlu meningkatkan hubungan ekonomi baik secara bilateral, regional, ataupun internasional. Akan sulit bagi kita menentukan bahwa ada suatu negara yang benar-benar telah mandiri memenuhi segala kebutuhannya sendiri tanpa bantuan negara lain. Negara maju seperti Amerika Serikat misalnya, masih saja membutuhkan negara lain seperti China dan Indonesia sebagai partner dagangnya (Susilo, 2008). Bahkan dalam era globalisasi saat ini, hubungan antarnegara cenderung menimbulkan penyatuan aktivitas ekonomi baik di sektor riil maupun sektor keuangan. Adapun faktor utama yang mendorong tingginya aliran barang antarnegara, termasuk Indonesia, adalah transportasi yang semakin cepat dan lebih
murah dengan daya angkut yang semakin besar, teknologi informasi, serta proteksionisme yang semakin berkurang. Kemajuan teknologi telah memperpendek jarak antarnegara produsen barang dan antarpengguna. Di samping itu, berbagai kerjasama perdagangan internasional, baik yang bersifat multilateral maupun bilateral, juga telah meningkatkan aliran barang dan jasa serta modal antarnegara. Salah satu manfaat utama yang diperoleh dari perekonomian yang terintegrasi tersebut adalah semakin terbukanya pasar ekspor untuk produk-produk domestik. Ekspor diyakini akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000). Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja (Mankiw, 2003). Beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Berbagai indikator keterbukaan ekonomi telah menunjukkan kenyataan itu. Dilihat dari aliran barang
yang keluar dari Indonesia, dalam periode 1980-2008 telah terjadi peningkatan peranan ekspor nonmigas dalam PDB Indonesia, dari 8,4% menjadi 20,9% (Bank Indonesia, dalam http://bi.go.id, 2008). Sebagai gambaran peningkatan ekspor Indonesia dapat dilihat dalam lima tahun terakhir 2004-2008 (Tabel 1.1). Jika pada tahun 2004 nilai ekspor non migas Indonesia mencapai 55.939,3 juta US$ atau 78,14 persen dari total nilai ekspor 71.584,6 juta US$, maka pada tahun 2008 ekspor nonmigas meningkat menjadi 107.894,1 juta US$ atau 78,74 persen dari total nilai ekspor Indonesia 137.020,4 juta US$. Dengan demikian peranan nonmigas dalam struktur ekspor secara rata-rata dalam periode 2004-2008 cukup dominan yaitu sebesar 78,94 persen dibandingkan ekspor migas yang hanya 21,06 persen. Tabel 1.1. Ringkasan Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2004-2008 (Dalam Juta Dolar AS) Uraian 2004 2005 2006 2007 2008 Migas 15.645,3 19.231,6 21.209,5 22.088,6 29.126,3 Nonmigas 55.939,3 66.428,4 79.589,1 92.012,3 107.894,1 Total Ekspor 71.584,6 85.660,0 100.798,6 114.100,9 137.020,4 Sumber: BPS, diolah Departemen Perdagangan 2009. Peningkatan kinerja ekspor nonmigas sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet dan barang karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Peranan karet dan barang karet terhadap
ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil mengingat Indonesia merupakan produsen karet no 2 (dua) terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 (Tabel 1.2) setelah Thailand (produksi sebesar 2,97 juta ton) dan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3,4 juta hektar di tahun 2007 (Parhusip, 2008). Tabel 1.2. Produksi Karet Alam Negara Produsen Utama Tahun 2002-2007 (Dalam Ribu Ton) Tahun Thailand Indonesia Malaysia India China Lain-lain 2002 2.615 1.630 805 641 468 1.181 2003 2.876 1.792 909 707 480 1.189 2004 2.984 2.066 1.098 743 486 1.224 2005 2.900 2.270 1.132 772 575 1.164 2006 3.130 2.415 1.280 853 600 1.242 2007 2.970 2.550 1.210 807 663 1.265 Sumber: IRSG (International Rubber Study Group) 2008. Hasil studi International Rubber Study Group (IRSG), menyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam. Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1% dan Malaysia -2%. Pertumbuhan produksi untuk Indonesia dapat dicapai melalui peremajaan atau penanaman baru karet yang cukup besar, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton (Anwar, 2006).
Tabel 1.3. Konsumsi Karet Negara Konsumen Utama Tahun 2002-2007 (Dalam Ribu Ton) Negara Tujuan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jepang 749 784 815 857 874 888 Amerika Serikat 1.111 1.079 1.144 1.159 1.003 1.018 China 1.310 1.485 1.630 2.045 2.400 2.550 India 680 717 745 789 815 851 Malaysia 408 421 405 386 383 449 Korea 326 333 352 356 364 377 Thailand 278 299 302 335 321 374 Sumber: IRSG (International Rubber Study Group), 2008. Dari uraian di atas, ada potensi yang cukup besar mengapa karet perlu dikembangkan di Indonesia. Sekarang ini konsumen karet dunia semakin meningkat. Sampai tahun 2005 konsumsi karet dunia naik dari 15 juta ton menjadi 20 juta ton. Selain itu harga karet dunia menembus 1 dollar AS per kilogram dan diyakini akan terus naik mendekati 1,77 dollar AS per kilogram seperti pada masa kejayaan karet pada tahun 1958. Dengan asumsi tersebut, maka ke depan prospek komoditas perkebunan yang paling menjanjikan adalah karet (Kompas, 5 April 2008). Meskipun secara total, trend ekspor karet alam Indonesia mengalami kenaikan, akan tetapi perkembangan konsumsi karet dunia tidak serta-merta diikuti peningkatan pangsa ekspor karet alam Indonesia ke beberapa negara tujuan. Fenomena yang terjadi adalah jika pada tahun 2003 ekspor karet alam pada umumnya naik dibandingkan tahun 2002 namun perkembangan selanjutnya tidak selalu sama antara suatu negara dengan negara tujuan lainnya. Sebagai gambaran dapat dilihat
pada negara tujuan utama ekspor karet alam Indonesia yaitu Amerika Serikat, Jepang dan China. Jika pada tahun 2002 ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 593,10 ribu ton, dan turun menjadi 564,80 ribu ton tahun 2005 hingga 450,80 ribu ton tahun 2008. Meskipun relatif lebih stabil, trend yang sama juga terjadi ke Jepang. Jika pada tahun 2002 sebesar 208,10 ribu ton naik menjadi 229,40 ribu ton di tahun 2003, selanjutnya turun menjadi 207,70 ribu ton di tahun 2006 dan tahun 2008 naik menjadi 270,41 ribu ton. Tidak demikian halnya ke Negara China, periode 2002-2008 secara terus menerus mengalami peningkatan dari hanya 65,25 ribu ton tahun 2002 naik menjadi 380,80 ribu ton pada tahun 2008 (Sumber: Statistik Perdagangan, Departemen Perdagangan 2009, data diolah). Dengan fenomena yang demikian penulis tertarik untuk menganalisis seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor luar seperti pendapatan, harga karet alam, harga karet sintetis, nilai tukar terhadap permintaan karet alam Indonesia dengan judul: ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. 1.2. Perumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh GDP riil negara tujuan ekspor terhadap permintaan ekspor karet Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh harga karet alam dunia terhadap permintaan ekspor karet Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh harga karet sintetis terhadap permintaan ekspor karet Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah terhadap permintaan ekspor karet Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh dari GDP riil negara tujuan ekspor, terhadap permintaan ekspor karet Indonesia. 2. Untuk menganalisis pengaruh dari harga karet alam terhadap permintaan ekspor karet Indonesia. 3. Untuk menganalisis pengaruh dari harga karet sintetis terhadap permintaan ekspor karet Indonesia. 4. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah terhadap permintaan ekspor karet Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan di bidang ekspor karet.
2. Sebagai informasi bagi pihak yang mempunyai kegiatan di bidang ekspor dan pengembangan karet. 3. Sebagai bahan referensi bagi pihak lain yang berniat untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan ekspor karet. 4. Menambah informasi dan wawasan penulis tentang ekspor karet Indonesia.