dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN DENGAN DERAJAT BERAT PPOK

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menerus, maka akan terjadi perubahan pada fungsi paru-paru mereka

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di seluruh dunia (Halbert et al., 2006). PPOK terjadi karena adanya kelainan

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

BAB I PENDAHULUAN. teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB III METODE PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sering juga penyaki-penyakit ini disebut dengan Cronic Obstruktive Lung

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

SKRIPSI. Oleh: NUR MUNFATAHATIN NIM

STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. resolusi World Health Assembly (WHA) ke-58 tahun 2005 di. Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk, maka

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit pernafasan umum yang mendunia dan dapat dicegah serta diobati dengan karakteristik berupa adanya hambatan aliran udara dan gejala pernafasan yang persisten berhubungan dengan ketidaknormalan aliran udara dan/atau alveolar yang disebabkan oleh paparan gas atau partikel berbahaya (Gold, 2017, Kakarla et.al., 2016, Soeroto dan Suryadinata, 2014). Hambatan aliran udara tersebut bersifat progresif dan disebabkan oleh ketidaknormalan respon inflamasi paru dalam menghirup gas atau partikel berbahaya, terutama disebabkan oleh asap rokok (Bezerra dan Fernandes, 2006, PDPI, 2003). PPOK sekarang ini menjadi penyebab kematian keempat di dunia, tetapi diproyeksikan akan meningkat menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020. PPOK merupakan penyebab utama masalah kronik yang mengakibatkan kematian dan kesakitan di dunia (GOLD, 2017). The 2013 Global Burden Disease Study menunjukkan bahwa PPOK menjadi urutan ke-8 yang menyebabkan penderitanya hidup dalam kecacatan. Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 menyatakan prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7%. Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 menunjukkan jumlah kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan dari tahun 2012 sebanyak 13%. Kasus PPOK tertinggi di Provinsi Jawa Tengah terdapat di Kota Salatiga sebesar 1.744 kasus. Perubahan asupan zat gizi makro dan mikro dapat meningkatkan derajat keparahan PPOK (Bezerra dan Fernandes, 2006). Gas atau partikel berbahaya yang masuk ke dalam paru dapat meningkatkan stress oksidatif pada pasien PPOK, sehingga menimbulkan derajat keparahan yang berbeda-beda sesuai dengan banyaknya iritan yang masuk ke dalam paru (Safitri, 2016). Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif, 1

2 yaitu kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh (Werdhasari, 2014). Asupan makanan sumber antioksidan yang tinggi dapat meningkatkan fungsi paruparu, menurunkan gejala infeksi pernafasan dan eksaserbasi (Tsiligianni and van der molen, 2010). Penelitian yang dilakukan tehadap 564 sampel pasien PPOK dengan derajat keparahan sedang sampai berat di Belanda dan 275 pasien di Spanyol menunjukkan bahwa asupan zat gizi makro (protein, karbohidrat, lemak) dan mikro pasien (vitamin A, C, E, dan Kalsium) yang tidak adekuat dibandingkan rekomendasi (Bool et.al., 2014, Yilmas et.al., 2015). Terdapat hubungan antara zat gizi mikro tertentu khususnya zat gizi antioksidan dengan pengukuran fungsi paru-paru. Peningkatan asupan zat gizi seperti vitamin E, beta carotene, vitamin C, dan vitamin D memiliki asosiasi positif dengan FEV1. FEV1 menjadi dasar pengklasifikasian derajat keparahan PPOK sesuai panduan dari GOLD ( Hanson et.al., 2013, Yilmaz et.al., 2015). Asupan vitamin C dan E berhubungan dengan penurunan pada gejala, infeksi pernafasan dan eksaserbasi pada PPOK (Tsilligianni, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Baldrick et.al. (2012) dan Keranis et.al (2010) menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara asupan buah dan sayur yang merupakan sumber antioksidan terhadap FEV1. Prognosis penyakit PPOK bersifat progresif dan terjadi keparahan dengan ditandai timbulnya eksaserbasi (GOLD, 2017). Derajat keparahan PPOK memiliki hubungan yang signifikan dengan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) yang rendah dan malnutrisi (Ischaki et.al., 2007, Artawan dkk, 2016). Yilmaz (2015) melaporkan bahwa Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) dapat menyediakan informasi yang lebih baik pada pasien PPOK yang memiliki karakteristik penurunan berat badan dan kehilangan massa bebas lemak. Penderita PPOK memiliki karakteristik kehilangan berat badan, dan muscle wasting berupa kehilangan massa bebas lemak, hal ini merupakan masalah serius yang biasanya muncul dan akan memberikan prognosis buruk bagi penderita PPOK. Kira-kira 20 40% pasien PPOK

3 dilaporkan memiliki status gizi kurang dan malnutrisi (Hsu et.al., 2013, Karakas et.al., 2014, Yilmaz et.al., 2015). Menurut Luo (2016) IMBL memiliki hubungan yang kuat dengan kapasitas latihan, sesak nafas, fungsi otot pernafasan, FEV1 dan dapat digunakan sebagai prediktor derajat keparahan PPOK. Hasil FEV1 pada pasien PPOK dengan IMBL normal lebih tinggi dibandingkan dengan IMBL rendah, sehingga diindikasikan bahwa malnutrisi dihubungkan dengan gangguan fungsi paru. Penelitian yang dilakukan oleh Harminto (2004) menunjukkan bahwa 72,6% pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga termasuk kategori kurus (malnutrisi). Penelitian oleh Rahayu (2016) menunjukkan bahwa sebagian besar pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga mempunyai status gizi rendah yaitu sebanyak 26 subjek (86,7%) berdasarkan pengukuran menggunakan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL). Penelitian Karakas et.al (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kehilangan massa bebas lemak dengan keparahan pasien PPOK. RS Paru dr Ario Wirawan (RSPAW) Salatiga merupakan rumah sakit khusus di bawah Kementrian Kesehatan RI yang menjadi pusat pelayanan kesehatan paru dan pernafasan di wilayah Jawa Tengah. Jumlah pasien PPOK menempati peringkat pertama dari 10 besar penyakit di rawat jalan RSPAW Salatiga pada tahun 2012 sampai tahun 2016. Jumlah kunjungan pasien PPOK pada semester 1 tahun 2017 (Januari-Juni) tercatat sebanyak 26,44% pasien. Jumlah ini menjadi kasus terbanyak diantara kasus Asma, TB BTA (-), CHF, Bekas TB, Dyspepsia, NIDDM, ISPA, Bronkietasis dan PJI. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara asupan sumber antioksidan yaitu vitamin C, E dan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) dengan derajat keparahan pada pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.

4 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara asupan sumber antioksidan (vitamin C, E) dan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) dengan derajat keparahan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara asupan sumber antioksidan (vitamin C, E) dan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) dengan derajat keparahan pada pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga b. Mendeskripsikan asupan sumber antioksidan (vitamin C) pada pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga c. Mendeskripsikan asupan sumber antioksidan (vitamin E) pada pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga d. Mendeskripsikan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) pada pasien rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga e. Mendeskripsikan derajat keparahan pada pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga f. Menganalisis hubungan antara asupan sumber antioksidan (vitamin C) dengan derajat keparahan PPOK pada pasien rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga g. Menganalisis hubungan antara asupan sumber antioksidan (vitamin E) dengan derajat keparahan PPOK pada pasien rawat jalan di RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga

5 h. Menganalisis hubungan antara Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) dengan derajat keparahan PPOK pada pasien rawat jalan di Paru dr Ario Wirawan Salatiga 1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi pasien Menambah pengetahuan pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengenai terapi gizi pada pasien PPOK, sehingga asupan makan dan status gizi pasien sesuai rekomendasi yang ditetapkan agar tercapai kesehatan pasien yang optimal. b. Bagi Rumah sakit Memberikan informasi kepada rumah sakit mengenai hubungan antara asupan sumber antioksidan (vitamin C, E) dan Indeks massa Bebas Lemak (IMBL) dengan derajat keparahan pada pasien PPOK rawat jalan di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan perawatan kepada pasien PPOK khususnya sebagai acuan pemberian terapi gizi. c. Bagi Peneliti Menambah wawasan keilmuan peneliti mengenai Penyakit Paru Obstruktif Kronik khususnya hubungan antara asupan sumber antioksidan (vitamin C, E) dan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) dengan derajat keparahan pada pasien PPOK. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

6 1.5 Keaslian Penelitian N Nama o Peneliti 1 Rahayu, Esti 2 Yulistiana, Fadila; Suradi., Reviono; Sutanto, Yusuf Subagio; Raharjo, A Farih; Makhabah, Dewi Nurul 3 Margaretha, Ela; Siswanto, Yuliaji; Tarmali, Auly 4 Yilmaz, Damla; Capan, Nermin; Canbanka, Sema; Besler, Halit Tanju Tabel 1. Hasil Penelitian yang Relevan dengan Rencana Penelitian Judul Penelitian Hubungan Asupan Makan dan Status Merokok dengan Status Gizi pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Rawat Jalan di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga Pengaruh Vitamin C Terhadap Kadar Interleuin-6 Plasma, MDA Plasma, dan Lama Rawat Inap Penderita PPOK Eksaserbasi Hubungan Faktor Risiko Merokok dengan Derajat Keparahan PPOK Pda Penderita PPOK di BKPM Wilayah Ambarawa Dietary intake of patient with moderate to severe COPD in relation to fat-free mass index : a cross sectional study Tahun Penelitian Variabel Penelitian 2016 - Terikat : Status Gizi pada pasien PPOK Asupan makan dan status merokok 2016 - Terikat : Kadar interleukin-6 Plasma, MDA Plasma, Lama Rawat Inap Vitamin C - Terikat : Derajat keparahan PPOK Riwayat merokok, lama merokok, dan jumlah rokok yang dihisap 2015 - Terikat : Fat free mass index (FFMI) Asupan Makanan Pasien PPOK Hasil Penelitian - Tidak ada hubungan antara status merokok dengan status gizi pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) rawat jalan di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. Tidak ada perbedaan bermakna secara statistic terhadap penurunan kadar IL- 6, MDA Plasma, lama rawat inap antara kelompok vitamin C dibanding kontrol. Ada hubungan antara lama merokok dan jumlah rokok yang dihisap dengan derajat keparahan pada penderita PPOK - 13,8% pasien underweight dan 18,5% memiliki FFMI yang rendah - Konsumsi harian rata-rata dari susu, yoghurt, daging merah dan buah secara signifikan rendah pada grup FFMI yang rendah dibandingkan kelompok FFMI normal

7 5 Bool, C van de; verdonschot, C Mattijssen; Melick, PPMJ Van; Spruit, MA; Franssen, FME; Wouters, EFM; Schols, AMWJ Quality of dietary intake in relation to body composition in patients with chronic obstructive pulmonary disease eligible for pulmonary rehabilitation 2014 - Terikat : Komposisi Tubuh Kualitas asupan makanan - Asupan harian pada zat gizi makro dan mikro pada pasien PPOK masih di bawah rekomendasi. 6 Luo, Yuwen; Zhou, Luqian; Li, Yun; Guo; Songwen; Li, Xiuxia; Zheng, Jingjing; Zhu, Zhe; Chen, Yitai; Huang, Yuxia; Chen, Rui; Chen, Xin Fat-Free Mass Index for Evaluating the Nutritional Status and Disease Severity in COPD 2016 - Terikat : Status Gizi dan Derajat Keparahan PPOK Fat Free Mass Index (FFMI) FFMI secara signifikan berhubungan dengan kapasitas latihan, dyspnea, fungsi otot pernafasan dan FEV 1 dan dapat digunakan untuk memprediksi derajat keparahan PPOK Rencana penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah tentang asupan sumber antioksidan (vitamin C, E) dan Indeks Massa Bebas Lemak (IMBL) dengan derajat keparahan pada pasien PPOK. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu antara lain : 1. Penelitian terdahulu a. Variabel : 1) Variabel bebas : Asupan makan, status merokok, vitamin C, riwayat merokok, lama merokok, jumlah rokok yang dihisap, Fat-Free Mass Index (FFMI) 2) Variabel terikat : Status gizi, kadar interleukin-6 plasma, MDA plasma, lama rawat inap, derajat keparahan, Fat-Free Mass Index (FFMI), komposisi tubuh.

8 b. Desain penelitian : Cross Sectional, case control, uji klinis eksperimental dengan pretest dan post-test. 2. Rencana Penelitian a. Variabel Variabel bebas: Asupan sumber antioksidan (Vitamin C, E) Variabel terikat : Derajat Keparahan pada pasien PPOK b. Design Penelitian : Cross sectional Yang membedakan penelitian adalah variable bebas dan terikat yang digunakan.