I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu komoditas ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Barat karena Jawa Barat memiliki populasi domba terbesar di Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016), angka statistik sementara populasi domba di Provinsi Jawa Barat tahun 2016, yaitu 12.462.091 ekor. Populasi ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 11.575.359 ekor. Peranan domba dalam kehidupan peternak dan petani cukup besar, karena dapat menjadi salah satu sumber penghasilan atau tabungan. Permintaan terhadap domba kini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, baik untuk konsumsi sehari-hari maupun untuk perayaan Qurban dan Aqiqah. Oleh karena itu, peternak terus berusaha untuk meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi yaitu dengan meningkatkan kualitas pakan. Masalah yang sering muncul dalam penyediaan pakan yang berkualitas adalah jumlah pakan yang kurang dan atau tidak tersedia sepanjang tahun. Kesulitan pengadaan pakan yang berkelanjutan terjadi terutama pada pakan hijauan. Berkurangnya lahan terbuka untuk menanam hijauan menjadi penyebab peternak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ternaknya. Selain itu musim juga mempengaruhi ketersediaan hijauan. Jumlah hijauan melimpah di musim hujan, sedangkan pada musim kemarau terbatas. Manfaat pakan yang dikonsumsi oleh ternak, yaitu untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan, perkembangbiakan, dan berproduksi. Pakan adalah salah
2 satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan. Pakan dapat menentukan pertumbuhan dan tingkat produksi ternak. Jumlah pengeluaran pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. Pakan yang baik adalah yang bisa memenuhi kebutuhan nutrien baik jumlah maupun jenis nutrien yang dibutuhkan ternak. Ketersediaan hijauan kini semakin berkurang akibat adanya persaingan penggunaan lahan. Lahan tanaman pakan bersaing dengan perumahan, perkantoran, industri dan tanaman pangan. Guna mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan bahan pakan lain yang dapat menutupi kekurangan hijauan. salah satu sumber hijauan bisa berasal dari limbah pertanian. Limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah kulit pisang. Pisang merupakan tanaman buah yang banyak dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini banyak dibudidaya karena teknik pembudidayaannya yang relatif mudah dan dapat ditanam di daerah dataran rendah maupun tinggi. Buah dari tanaman ini digemari masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan, karena rasanya yang manis dan memiliki kandungan nutrien yang baik. Buah pisang ini dapat dimakan secara langsung atau diolah terlebuh dahulu menjadi sale atau keripik pisang. Aktivitas pengolahan pisang menghasilkan limbah berupa kulit pisang. Limbah kulit pisang dari usaha tersebut sesungguhnya masih bisa dimanfaatkan untuk menjadi pakan ternak ruminansia karena memiliki kandungan nutrien yang cukup tinggi. Bahan organik yang terdapat dalam kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrien bagi ternak ruminansia. Penggunaan kulit pisang sebagai bahan pakan alternatif dapat menanggulangi kekurangan pakan hijauan dan mengurangi limbah dari usaha pengolahan pisang.
3 Pencernaan dalam ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh keadaan mikroba rumen. Mikroba rumen memanfaatkan pakan yang dikonsumsi oleh ternak untuk pertumbuhannya. Populasi mikroba yang optimal dapat meningkatkan kecernaan pakan, dengan demikian tingkat populasi mikroba sangat dipengaruhi oleh pakan. Mikroba dalam rumen didominasi oleh bakteri. Bakteri meendegradasi pakan terutama serat kasar dalam rumen menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap oleh tenak. Bakteri bekerja merombak pakan melalui proses fermentasi. Selain bakteri terdapat juga protozoa di dalam rumen. Populasi protozoa lebih sedikit dibandingkan bakteri namun memiliki ukuran yang lebih besar. Protozoa lebih memanfaatkan pati dalam pertumbuhannya. Saat ternak kekurangan pakan yang mengandung pati maka protozoa akan menggunakan bakteri sebagai sumber protein untuk kehidupannya sehingga populasi bakteri dapat berkurang. Bakteri dan protozoa menggantungkan kehidupannya pada nutrien pakan yang dikonsumsi ternak. Nutrien yang terkandung dalam kulit pisang seperti serat kasar, protein kasar, dan BETN dapat bermanfaat bagi pertumbuhan bakteri dan protozoa. Selain itu, kulit pisang memiliki zat anti nutrisi yaitu tanin. Tanin diketahui memiliki sifat anti bakteri. Oleh karena itu, kandungan nutrisi dan anti nutrisi dalam kulit pisang diduga dapat mempengaruhi populasi bakteri dan protozoa dalam rumen. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Imbangan Tepung Kulit Pisang Ambon Mentah (Musa paradisiaca var. Sapientum (L.) Kunt.) dan Rumput Lapang terhadap Total Bakteri dan Protozoa Rumen Domba Lokal (In Vitro).
4 1.2. Identifikasi Masalah 1. Adakah pengaruh imbangan tepung kulit pisang Ambon dan rumput terhadap jumlah bakteri dan protozoa cairan rumen domba? 2. Berapa imbangan tepung kulit pisang Ambon dan rumput yang dapat menghasilkan jumlah bakteri dan protozoa tertinggi? 3. Bagaimana pola pertumbuhan populasi bakteri dan protozoa rumen yang diberi imbangan kulit pisang ambon mentah dan rumput lapang? 1.3. Maksud dan Tujuan 1. Mengetahui pengaruh imbangan tepung kulit pisang Ambon dan rumput terhadap jumlah bakteri dan protozoa cairan rumen domba. 2. Mengetahui berapa imbangan tepung kulit pisang Ambon dan rumput yang dapat menghasilkan jumlah bakteri dan protozoa tertinggi. 3. Mengetahui pola pertumbuhan populasi bakteri dan protozoa rumen yang diberi imbangan kulit pisang ambon mentah dan rumput lapang. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian ilmiah dan sumber informasi mengenai pengaruh imbangan tepung kulit pisang Ambon mentah Mentah (Musa paradisiaca var. Sapientum (L.) Kunt.) dan rumput lapang terhadap total bakteri dan protozoa rumen domba lokal secara in vitro. 1.4. Kerangka Pemikiran Proses pencernaan pada ternak ruminansia merupakan proses perubahan bahan pakan yang dikonsumsinya secara fisik, kimia dan fermentatif (Tillman dkk, 1998). Pencernaan fisik terjadi dalam mulut oleh gigi melalui proses mengunyah kemudian pakan masuk ke rumen dan mengalami pencernaan
5 fermentatif. Pencernaan fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme yang mengeluarkan enzim-emzim perombak pakan. Setelah itu, zat makanan diurai menjadi molekul-molekul sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh ternak (Sutardi, 1980). Pada pencernaan fermentatif, yang bekerja merombak zat makanan adalah mikroorganisme rumen. Mikroba yang terdapat dalam rumen dibagi menjadi empat jenis mikroorganisme anaerob, yaitu bakteri, protozoa, fungi, dan virus. Pertumbuhan mikroba rumen yang cepat akan meningkatkan degradasi pakan yang memiliki serat kasar tinggi sehingga akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan pakan. Serat kasar dalam bahan pakan merupakan komponen kimia yang besar pengaruhnya terhadap kecernaan (Tilman dkk, 1998). Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, ph, Ambonitas buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi (Dehority, 2004). Penghuni rumen yang fungsional paling penting adalah bakteri, dalam 1 ml cairan rumen terkandung 10 9-10 10 sel bakteri (Schlegel, 1994). Bakteri merupakan biomassa terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar 50% dari total bakteri hidup bebas dalam cairan rumen dan sekitar 20-40% menempel pada partikel makanan. Bakteri mampu memecah struktur selulosa, hemiselulosa, pektin, fruktosa, pati dan polisakarida lainnya menjadi monomer atau dimer dari gula melalui proses fermentasi (Hobson dan Stewart, 1997). Jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 10 6 sel/ml. Ukuran tubuhnya lebih besar dengan panjang tubuh berkisar antara 20-200 mikron, oleh karena itu biomassa total dari protozoa hampir sama dengan biomassa total bakteri (McDonald dkk, 2002).
6 Protozoa akan lebih cepat tumbuh jika pakan mengandung karbohidrat tinggi. Protozoa lebih menyukai pakan yang kaya akan pati dan gula terlarut (karbohidrat non struktural). Karbohidrat dalam rumen dengan cepat ditelan oleh protozoa (Arora, 1995). Pertumbuhan bakteri dan protozoa sangat dipengaruhi oleh zat makanan dari pakan. Pakan untuk ternak ruminansia biasanya bersumber dari hijauan dan kosentrat. Hijauan pakan ternak dapat berasal dari rumput atau legum. Ketersediaan pakan hijauan yang kini semakin berkurang akibat persaingan penggunaan lahan, sehingga diperlukan bahan pakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan ternak. Limbah pertanian dapat dijadikan pakan alternatif untuk menutupi kekurangan hijauan. salah satu limbah pertanian yang belum termanfaatkan secara optimal adalah kulit pisang Ambon. Kulit pisang Ambon adalah limbah dari industri pengolahan keripik pisang atau olahan pisang lainnya. Berdasarkan Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2016), Jawa Barat menempati posisi ke-3 produksi pisang terbesar dengan jumlah produksi 1.251.983 ton/tahun pada tahun 2015, sehingga dapat diketahui juga bahwa limbah kulit pisang Ambon cukup melimpah, terutama di daerah-daerah yang memproduksi keripik pisang. Kulit pisang Ambon dapat dijadikan sebagai sumber bahan pakan alternatif pengganti hijauan karena mengandung zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak terutama ternak ruminansia. Komposisi zat makanan kulit pisang Ambon terdiri atas protein kasar sebesar 7,8 %, lemak kasar 1,87 %, serat kasar 20,4 %, BETN 58,7%, dan memiliki anti nutrisi tanin sebesar 5,32% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2016).
7 Potensi kulit pisang Ambon sebagai bahan pakan alternatif memiliki keterbatasan dalam penggunaannya sebagai komponen ransum, hal ini berkaitan dengan kadar tanin yang terkandung dalam kulit pisang. Tanin merupakan senyawa anti nutrisi yang memiliki gugus fenol dan bersifat koloid. Tanin membentuk ikatan kompleks dengan protein, karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, dan pektin), mineral, vitamin dan enzim mikroba di dalam rumen (Widyobroto dkk, 2007). Kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Tanin dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme atau aktivitas enzim (Smith dkk, 2005). Barry (1983) menyatakan bahwa pada kadar 2-4% tanin dapat mengikat protein pada saat mastikasi sehingga protein terlindungi dari serangan bakteri di dalam rumen, sehingga dapat diketahui pada kadar ini tanin tidak berbahaya bagi ternak. MacLoid (1974) melaporkan bahwa penggunaan tanin di atas 5% dapat menjadi faktor anti nutrisi yang serius dalam pakan yang diberikan kepada ternak ruminansia. Ikatan komplek antara tanin dan protein dapat diserap di usus halus. Kadar tanin yang lebih tinngi (5-9%) dapat menggaggu kesehatan ternak Barry (1983), karena tanin mengurangi kecernaan serat kasar di dalam rumen (Reed dkk, 1985) dengan cara menghambat aktivitas bakteri (Chesson dkk, 1982) dan kadar tanin di atas 9% dapat berdampak letal pada ternak. Berdasarkan uraian tersebut dapat siambil sebuah hipotesis bahwa tepung kulit pisang Ambon mentah dengan imbangan 40% dapat menghasilkan jumlah bakteri dan protozoa yang tertinggi pada cairan rumen domba.
8 1.5. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 17 April 2017 di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.