SRI WIDIARTI B

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

ANALISIS PERUBAHAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. daya daerah, dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi. keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif, transparan, dan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Panduan diskusi kelompok

A. Latar Belakang Penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintahan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan suatu kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

Transkripsi:

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH TAHUN ANGGARAN 2006-2008 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh: SRI WIDIARTI B 200 040 247 FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan daerah berjalan seiring dengan pembangunan dipusat. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. (Juli P.S, 2003:11) Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan dalam pengambilan keputusan secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah sendiri. Hal tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ditetapkannya Undang-Undang tersebut diharapkan bisa memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan. Peranan Pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menetukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah. 1

Dengan adanya otonomi kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan Pemerintah Daerah, sehingga diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola keuangan daerah yang transparan, ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk menyelenggarakan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta antara propinsi dan kabupaten atau kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Dalam rangka menyelenggarakan otonomi daearah keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintahab menjadi kewenangan daerah. Pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas,nyata dan bertanggungjawab kepada daerah merupakan dua langkah strategis. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan local bangsa Indonesia berupa ancaman disentegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah (Mardiasmo, 2002). Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 20 (ayat1) menjelaskan penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: asas 2

kepastian hokum, asas tertip penyelenggaraan Negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proposional, asas profesionalisme, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan asas efektivitas. Dalam penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 156 ayat (1) disebutkan, pengertian keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja Pemerintah Daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan penbiayaan daerah yang dikelola dalam system pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang sebagaimana dimaksud dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertb, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan. Kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD serta menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Untuk itu Peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasikan sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dilakukan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Perencanaan tersebut dituangkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah untuk pelaksanaan tugas pembangunan 3

( Kifliansyah, 2001: 319) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, salah satu masalah yang dihadapi berkaitan dengan perimbangan adalah adanya kenyataan bahwa tingkat kemampuan ekonomi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang berbeda sehingga perimbangan keuangan ini harus dirasa adil, baik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki kemampuan tinggi maupun bagi Pemeritah kabupaten/kota yang memiliki kemampuan rendah. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sebagai daerah otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan berdasarkian prinsip-prinsip transparasi, partisipasi, dan akuntabilitas. Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisisen dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan (UU No. 33 Tahun 2004). 4

Transparsi berarti keterbukaan Pemerintah dalam membuat kebijakankebijakan keuangan, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPR/DPRD dan masyarakat. Transparasi pengelolaan keuangan pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara Pemerintah dengan masyarakat, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Sedangkan pengendalian berarti penerimaan dan pengeluaran harus seiring dimonitor, dengan cara membandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Kerberhasilan pembangunan didaerah sekarang ini sangatlah tergantung kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat didaerah tersebut dalam mengoptimalkan potensi daerah yang tersedia. Untuk itu Pemerintah Daerah harus mampu menjalin hubungan yang harmonis kepada setiap komunitas yang berada didaerahnya sehingga dukungan dan partisipasi masyarakat dijadikan modal dasar dalam pembangunan daerah. Dan juga dana perimbangan yang berasal dari Pemerintah Pusat selayaknya ditempatkan sebagai stimulus sehingga dapat menarik dana yang lebih besar lagi yang berasal dari potensi ekonomi daerah yang dimiliki. Dengan pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi daerah diharapkan mampu untuk mendorong dan memberdayakan masyarakat menumbuhkan prakarsa dan kreativitas serta meningkatkan, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat. 5

Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan keuangan merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Kemampuan daerah dapat ditingkatkan dengan cara pemungutan yang lebih baik, intensif, wajar, dan tetap terhadap sumbersumber baru. Hal ini dapat dilakukan asal tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam rangka peningkatan prakarsa dan partisipasi rakyat didaerah diperlukan kemampuan dan perbaikan aparatur daerah perlu ditingkatkan guna mewujudkan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Kinerja keuangan menggambarkan kemampuan daerah dalam menjalankan aktivitas daerah tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas, dan tingkat provitabilitas daerah yang dapat diketahui dari kinerja keuangan. Pengukuran kinerja keuangan untuk mengetahui tingkat pendapatan daerah yang bersumber PAD dan non PAD. Untuk mengetahui apakah suatu Pemerintah Daerah siap menjalankan otonomi daerah, dapat dilakukan dengan suatu analisis terhadap kinerja Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Dalam mengelola keuangan daerah dapat digunakan alat penilaian berupa analisa rasio keuangan APBD. Analisa rasio keuangan APBD dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai oleh suatu daerah dari satu periode terhadap periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi (Abdul Halim, 2002 : 127). 6

Berdasarkan uraian latar belakang yang ada diatas, penulis mengambil judul penelitian: ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH TAHUN ANGGARAN 2006-2008 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Kota Surakarta dalam menghadapi otonomi daerah untuk tahun anggaran 2006-2008? C. Pembatasan Masalah Agar peneliti lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maksud penulis melakukan pembatasan masalah, yaitu untuk menganalisa kinerja keberhasilan Pemerintah Kota Surakarta terhadap laporan keuangannya dalam menghadapi otonomi daerah tahun anggaran 2006-2008 saja. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Kota Surakarta dalam 7

mengelola keuangan daerahnya dengan menggunakan analisis rasio keuangan tahun 2006-2008 dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi Pemerintah kota Surakarta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan. 2. Bagi semua elemen masyarakat yang ingin mengetahui kinerja Pemerintah Kota Surakarta, dapat berperan aktif dengan ikut serta mengawasi kinerja instansi Pemerintah Daerah sebagai perwujudan otonomi daerah yang demokratis. 3. Bagi pembaca dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya. 4. Dapat dijadikan refensi bagi penelitian berikutnya baik dari kalangan mahasiswa maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. F. Sistematika Pembahasan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran penelitian yang lebih jelas dan sistematis agar mempermudah bagi pembaca dalam memahami penulisan penelitian ini. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu: 8

BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang uraian mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar penelitian yaitu: otonomi daerah, pengukuran kinerja keuangan daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Akuntabilitas, Analisis Rasio Keuangan, dan tinjauan penelitian sebelumnya. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode penelitian, jenis data, dan sumber data, serta alat analisis untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini Membahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dengan menjelaskan keadaan umum Pemerintah Kota Surakarta, tugas fungsi Dinas Pendapatan Kota Surakarta, analisis data dan pembahasannya. BAB V PENUTUP Berisi tentang kesimpulan dari pembahasan permasalahan, keterbatasan penelitian dan saran-saran yang dapat diberikan kepada Pemerintah Kota Surakarta. 9