BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan lahirnya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka setiap daerah terutama daerah-daerah yang memiliki potensi untuk berkembang dituntut agar dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan pemerintahan. Penyelenggaraan otonomi daerah pada masa sekarang dipahami sebagai hak masyarakat daerah untuk mengatur dan mengelola kepentingannya sendiri serta mengembangkan potensi dan sumber daya daerah. Penyelenggaraan ini dimaksudkan agar dapat mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penyelenggaraan otonomi daerah pada saat ini dilaksanakan dengan memberi kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Desentralisasi memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan 1

2 berdemokrasi, pemerataan keadilan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah. Pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001. Kebijakan ini dipandang sangat demokratis karena sistem Pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Otonomi daerah akan memberikan dampak positif dibidang ekonomi bagi perekonomian daerah. Beberapa indikator ekonomi atas keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah : (1) Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB) riel, sehingga peningkatan perkapita akan terdorong. (2) Terjadinya kecenderungan peningkatan investasi, baik investasi asing maupun domestik. (3) Kecenderungan semakin berkembangnya prospek bisnis/usaha didaerah. (4) Adanya kecenderungan meningkatnya kreativitas pemda dan masyarakat. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Mudrajad 2004). Terjadinya pembangunan di suatu negara atau daerah ditandai dengan beberapa aktivitas perekonomian seperti meningkatnya

3 produktivitas dan meningkatnya pendapatan per kapita penduduk sehingga terjadi perbaikan tingkat kesejahteraan. Menurut Mudrajad (2004) ada tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam mengukur pembangunan suatu negara atau daerah, yaitu 1) Apa yang terjadi pada tingkat kemiskinan, 2) Apa yang terjadi terhadap pengangguran, dan 3) Apa yang terjadi terhadap ketimpangan dalam berbagai bidang. Ketiga masalah pokok tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan antara satu dan lainnya. Tingginya tingkat kemiskinan dikarenakan banyaknya pengangguran yang kemudian berdampak pada ketimpangan dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, bila salah satu dari tiga hal tersebut mengalami gangguan atau goncangan, maka dua hal yang lainnya juga mengalami dampaknya. Selain itu, timbulnya kemiskinan juga dikarenakan oleh rendahnya kemampuan masyarakat mengakses lapangan kerja dan sedikitnya peluang masyarakat untuk mendapatkan kesempatan kerja. Kondisi ini diperburuk oleh banyaknya tenaga kerja yang di-phk akibat para pengusaha dalam negeri maupun luar negeri gulung tikar dan melarikan modalnya ke luar negeri. Untuk mengatasi keadaan tersebut, pemerintah dituntut untuk memikirkan berbagai tindakan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi, kemiskinan serta pengangguran. Dalam hal ini, pendapatan dan belanja daerah dapat digunakan sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran, dan

4 mengatasi kemiskinan. Pendapatan daerah mencakup Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH),sedangkan belanja daerah mencakup belanja administrasi umum, belanja operasional,belanja modal,belanja transfer dan belanja tak terduga. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan Undang- Undang Nomo 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan lokal maupun kegiatan rutin dan pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi, peningkatan PAD selalu diupayakan karena merupakan penerimaan dari usaha untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Maryati dan Endrawati, 2010). Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan

5 dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih luas tidak hanya ditinjau dari segi daerah masing-masing tetapi dalam kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. PP Nomor 104 tahun 2000 menyatakan bahwa pembagian DAU kepada seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia berdasarkan bobot dari masing-masing daerah, yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan wilayah otonomi daerah dan potensi ekonomi daerah. Pemerintah daerah cenderung memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan Pemerintah Pusat dan menganggarkan peningkatan belanja yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan PAD. DAU suatu daerah ditentukan

6 atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah yang merupakan selisih antar kebutuhan daerah dan potensi daerah. Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Penambahan infrastruktur dan perbaikan struktur yang ada oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang diperuntukkan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN yang berarti besaran DAK tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. Kesenjangan antar daerah kabupaten/kota sering kali menjadi permasalahan yang serius. Beberapa daerah dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan, sementara beberapa daerah lainnya mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat. Hal ini merupakan fenomena adanya ketimpangan pendistribusian pembagian pendapatan dari Provinsi kepada daerah. Dana Alokasi Khusus (DAK) sepenuhnya digunakan untuk belanja modal untuk kepentingan publik. Konsekuensi akibat penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mengakibatkan perlunya pertimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang menyebabkan terjadinya transfer yang cukup signifikan didalam APBN dan pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat

7 menggunakan dana tersebut untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang mungkin tidak penting. Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam).Wahyuni dan Pryo (2009) menyebutkan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah selain yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Armayani dalam Halim (2004), menyatakan bahwa peran pemerintah di dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator, karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui sasaran tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sasaran dan tujuan kegiatan pembangunan dan perekonomian daerah dalam rangka desentralisasi dapat diwujudkan dengan mengeluarkan belanja daerah dimana penerimaan dalan pengeluaran belanja dapat diterima dari Dana Bagi Hasil dan dikeluarkan dengan anggaran, alokasi dan proporsi yang tepat.

8 Pengertian Belanja menurut PSAP No.2, Paragraf 7 (dalam Erlina dkk,2008) adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja Daerah merupakan pengalokasian dana yang harus dilakukan secara efektif dan efisien, dimana belanja daerah dapat menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan kewenangan daerah. Apalagi dengan adanya otonomi daerah pemerintah dituntut untuk mengelola keuangan daerah secara baik dan efektif. Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui dan mengevaluasi hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara khususnya dalam bidang ekonomi. Adanya pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan kinerja perekonomian dan sebaliknya bila negatif berarti adanya penurunan

9 kinerja perekonomian. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan domestik Bruto (PDB) yang mencerminkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian (Susanti dkk, 2000:23). Meningkatkan produksi barang dan jasa dari suatu daerah, secara makro dapat dilihat dari peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahunnya dan secara mikro dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto perkapitanya (Djoyohadikusumo, 1994:1). PDRB dalam stastistik disajikan dalam dua penilaian, yaitu atas harga berlaku (at current market) yaitu PDRB yang memasukkan faktor inflansi di dalamnya dan atas dasar harga konstan (at constant market price) yaitu PDRB yang sudah mengeliminasi faktor inflasi. Penelitian sebelumnya oleh Susanto dan Marhamah (2016) menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana AlokasiKhusus (DAK) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PDRB).Sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PDRB). Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai pengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah dengan moderasi Belanja Daerah.sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PDRB) di moderasi dengan Belanja

10 Daerah. Penelitan berbeda yang dilakukan oleh Husna (2013) menunjukan bahwa retribusi daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Bintan, sedangkan lain-lain pendapatan yang sah, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Bintan. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2014) menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal berpengaruh terhadap Pertumbuhan ekonomi. Hal berbeda ditunjukan oleh Nopiani, Cipta dan Yudiaatmaja (2016) dengan menunjukan penelitian bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Belanja Modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja modal, dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja modal.. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2015) menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Inflasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Adanya ketidakkonsistenan dalam hasil penelitian-penelitian sebelumnya tersebut sehingga mendorong peneliti untuk menguji kembali tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap

11 Pertumbuhan Ekonomi Daerah dengan Belanja Daerah Sebagai Variabel Moderating. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susanto dan Marhamah (2016) tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah dengan Belanja Daerah Sebagai Variabel Moderating Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2007 2010. Hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah penambahan variabel independen lain yaitu Dana Bagi Hasil (DBH). Selain itu, obyek dan tahun penelitian pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2014. Berdasarkan beberapa paparan dan penejelasan diatas, maka penulis memilih judul PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU),DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) DAN DANA BAGI HASIL (DBH) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DENGAN BELANJA DAERAH SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang peneltian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti diantaranya : 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah(PAD) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah?

12 2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah? 3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah? 4. Apakah Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah? 5. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating? 6. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating? 7. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating? 8. Apakah Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini antara lain : 1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

13 2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 3. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. 4. Untuk mengetahui pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah 5. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating. 6. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating. 7. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating. 8. Untuk mengetahui pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan Belanja Daerah sebagai variabel moderating. D. MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

14 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, khususnya bidang akuntansi sektor publik yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Belanja Daerah. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di provinsi Jawa Tengah untuk memanfaatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Belanja Daerah secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah sehingga tercipta kemandirian otonomi daerah. 3. Manfaat Kebijakan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan baik bagi Pemerintah pusat (khususnya pihak Kemendagri ) maupun daerah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan perencanaan, pengendalian, dan evaluasi dari APBN dan APBD sehingga dapat terwujud good governance.

15 E. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan dari penelitian ini dibagi kedalam lima bab yaitu : BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, peruusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menguraikan tentang landasan teori yang digunakan, kerangka pemikiran, pengembangan hipotesis yang mendukung permasalahan dalam penelitian ini dan penelitian terdahulu. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi tentang desain penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, jenis data dan sumber data, teknik pengumpulan data, definisi operasional variabel dan pengukurannya serta metode analisis data.

16 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan data tersebut dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil analisis data. BAB V PENUTUP Dalam bab ini menyajikan kesimpulan dari hasi penelitian yang diambil dari bab analisis data dan pembahasan penelitian. Selain itu, juga dikemukakan keterbatasan penelitian serta saran saran yang bermanfaat bagi pihak pihak lain dikemudian hari.