BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan Indonesia, diantaranya diukur dari angka kematian bayi (AKB), dan umur harapan hidup (UHH). Meningkatnya UHH penduduk Indonesia, diiringi dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk lanjut usia (Lansia). Jika tidak dipersiapkan memasuki usia tuanya sejak dini permasalahan kesehatan Lansia berpotensi menjadi beban masyarakat. Dengan demikian program yang terjangkau dan bermutu harus diupayakan agar keberadaan Lansia mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif selama mungkin. Secara demografi, berdasarkan data sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk Indonesia yang tergolong usia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta atau 4,5% jumlah total penduduk. Terjadi peningkatan 3-4 juta penduduk lansia tiap dekade berikutnya. Bahkan, antara tahun 2005-2010 populasi lansia diprediksikan akan sama dengan balita, yakni kira-kira 19 juta jiwa atau 8,5% jumlah penduduk Indonesia. Pada saat ini penduduk lansia berjumlah sekitar 24 juta dan tahun 2020 diperkirakan sekitar 30-40 juta jiwa (Hardywinoto, 2007). Indonesia saat ini memasuki negara berstruktur penduduk tua sebagaimana ketentuan dunia karena jumlah penduduk lansia lebih dari 7%. Jika tahun 1990 UHH 59,8 tahun dan jumlah lansia 11.277.557 jiwa (6,29%), maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta jiwa (8,90%) dan UHH 66,2 tahun. Pada tahun 2010 penduduk lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai
28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2009). Proses penduduk menua (aging population) merupakan gejala yang akan dihadapi semua negara di dunia. Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dekade tahun 2005 sampai dengan tahun 2025 penduduk usila di dunia meningkat hingga 77,37%, sedangkan usia produktif hanya mencapai 20,95%. Penduduk lansia dunia tahun 2025, diperkirakan akan mencapai sekitar 1,2 milyar orang, dan memasuki tahun 2050 diperkirakan mencapai angka 2 milyar orang, termasuk penduduk lansia di Indonesia semakin besar jumlahnya dan di tahun 2020 diperkirakan akan menjadi dua kali lipat sekitar 28,8 juta orang (11,34 %) (Depsos RI, 2008). Setiap manusia akan mengalami proses penuaan secara alami dan disertai kemunduran fisik maupun psikologis. Secara fisik lansia mengalami kemunduran selsel yang berakibat pada kelemahan organ dan timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif dan secara psikologis lansia menjadi mudah lupa, mengalami rasa kebosanan apalagi jika kehilangan pekerjaan dan rentan terhadap berbagai masalah psikososial dan rawan kesehatan, khususnya terhadap kemungkinan jatuh sakit dan ancaman kematian (Depkes RI, 2005). Pembinaan lansia di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai landasan dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan sesuai dengan Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lansia, upaya penyuluhan, penyembuhan dan pengembangan lembaga (Depkes RI, 2005).
Salah satu upaya Pemerintah dalam menangani masalah kesehatan lansia adalah melalui Posyandu. Posyandu merupakan perpanjangan tangan Puskesmas yang memberikan pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Kegiatan posyandu dilakukan oleh dan untuk masyarakat, yang menyelenggarakan sistem pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas manusia, dan secara empirik posyandu telah dapat memeratakan pelayanan bidang kesehatan (Depdagri, 2001). Menurut Effendy (2008) posyandu merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Sedangkan menurut Azwar (2000), posyandu merupakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang didirikan di desa-desa kecil yang tidak terjangkau oleh Rumah Sakit atau klinik. Secara kualitas, perkembangan jumlah posyandu di Indonesia sangat menggembirakan, karena disetiap desa ditemukan sekitar 3-4 posyandu. Posyandu dirancang pada tahun 1986, jumlah posyandu tercatat sebanyak 25.000 posyandu, sedangkan pada tahun 2004, meningkat menjadi 238.699 posyandu, tahun 2005 menjadi 315.921 posyandu dan pada tahun 2006 menurun menjadi 269.202 posyandu. Namun bila ditinjau dari aspek kualitas, masih ditemukan masalah, seperti kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Depkes RI, 2006). Sasaran posyandu lansia meliputi 2 (dua) kelompok sasaran, yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung adalah lansia pra senilis 45 sampai dengan 59 tahun, lansia 60 sampai dengan 69 tahun, dan lansia risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun. Sedangkan sasaran tidak langsung adalah keluarga di
mana lansia berada, masyarakat di lingkungan lansia, organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan lansia, petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia dan masyarakat luas (Depkes RI, 2006). Menurut Hardywinoto (2000) permasalahan kesehatan secara khusus pada lansia meliputi: 1) terjadi perubahan abnormal pada fisik lansia, yang dapat diperbaiki atau dihilangkan, misalnya: katarak, kelainan sendi dan kelainan prostat; dan 2) terjadinya perubahan normal pada fisik lansia, seperti:kulit menjadi kering keriput; rambut beruban dan rontok; penglihatan, pendengaran, indra perasa dan daya penciuman menurun; tinggi badan menyusut karena osteoporosis; tulang keropos dan lain-lain. Pelaksanaan pelayanan kesehatan lansia di posyandu sangat tergantung kepada sumber daya manusia (SDM) dalam organisasi, SDM yang turut berperan penting menentukan kelancaran kegiatan posyandu adalah kader, karena kader posyandu merupakan pelayan kesehatan (health provider) yang berada di dekat kegiatan sasaran posyandu dan memiliki frekuensi tatap muka lebih sering daripada petugas kesehatan lainnya (Heru, 2005). Menurut Siagian (2004), sumber daya manusia dalam organisasi sangat penting. Kegiatan suatu organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya keterlibatan unsur manusia yang ada didalamnya karena manusia merupakan unsur yang dominan menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Dalam kerangka proses seperti disebutkan di atas, pada organisasi penyedia jasa termasuk posyandu maka peran SDM termasuk tenaga kader, merupakan unsur yang mendasar dan sangat penting. Oleh karena itu motivasi dan
kemampuan sumber daya manusia yang tidak optimal akan dapat berdampak negatif pada kinerja organisasi. Menurut Hemas (2005), pada beberapa tahun terakhir ini, tingkat kinerja dan partisipasi kader posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain karena krisis ekonomi, kejenuhan kader karena kegiatan yang rutin, kurang dihayati sehingga kurang menarik, atau juga mungkin karena jarang dikunjungi petugas. Sedangkan posyandu merupakan institusi strategis, karena melalui posyandu berbagai permasalahan kesehatan seperti gizi dan Keluarga Berencana (KB) dapat diketahui sejak dini, termasuk kesehatan lansia. Kinerja posyandu sebagai suatu organisasi selalu menjadi ukuran keberhasilan dalam mempertahankan kelangsungan organisasi. Menurut Gibson et al. (1996), kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja individu dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu (a) variabel individual, (2) variabel psikologi, dan (3) variabel organisasi. Tenaga kader dalam menjalankan pelayanan kesehatan di posyandu merupakan sumber daya yang penting dan sangat dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Oleh karena itu, manajemen organisasi perlu memberikan balas jasa yang sesuai dengan kontribusi mereka dan memberikan rangsangan agar dapat bekerja dengan baik dan berkualitas dalam hal ini adalah melalui pemberian motivasi. Motivasi yang baik di dalam suatu organisasi secara psikologis menentukan terbentuknya SDM yang produktif dan profesional. Menurut Gibson et al. (1996),
bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu, orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak. Selain faktor motivasi, faktor kemampuan kerja secara individual berpengaruh terhadap kinerja. Menurut Gibson et al. (1996) bahwa kemampuan kerja seseorang secara individual dalam organisasi merupakan salah satu hal yang penting diperhatikan organisasi, karena variabel kemampuan, latar belakang, dan demografis mempengaruhi perilaku kerja personal yang selanjutnya berefek kepada kinerja secara organisasi. Kondisi Pemerintahan Aceh sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan adanya tekanan politik akibat konflik yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai dengan 2006, disusul musibah Nasional gempa bumi diikuti gelombang tsunami pada akhir Desember 2004, menghancurkan infrastruktur dan memberikan dampak psikologis kepada sebagian besar masyarakat serta memberikan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu. Apabila dilihat dari jumlah dan persentase posyandu menurut Kabupaten/Kota terdapat 64,09% tergolong posyandu pratama, 22,99% posyandu madya, 7,46% posyandu purnama dan 1,71% strata mandiri (Dinas Kesehatan Pemerintahan Aceh, 2012) Salah satu kabupaten yang melaksanakan kegiatan posyandu lansia di Pemerintahan Aceh adalah Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Bener Meriah memiliki penduduk lansia dengan jumlah 25.882 orang pada tahun 2012 dengan kelompok umur yang bervariasi mulai dari usia 45-75 tahun. Memiliki 10 Puskesmas dengan 48 posyandu, yang aktif hanya 20 posyandu (41,7%) sementara target 95%.
Jumlah kader tercatat sebanyak 144 orang, yang aktif sebanyak 60 orang, seharusnya 1 posyandu 5 orang kader (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah, 2012). Salah satu Puskesmas di Kabupaten Bener Meriah yang memiliki jumlah kunjungan lansia terendah adalah wilayah kerja Puskesmas Lampahan. Jumlah lansia tercatat sebanyak 2.301 orang dan yang aktif berkunjung ke Posyandu sebanyak 642 orang (27,9%). Jumlah Posyandu Lansia sebanyak 8 posyandu dengan jumlah kader sebanyak 40 orang dan yang aktif sebanyak 34 orang (85%) sementara target 95% (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah, 2012). Ditinjau dari kemampuan kader dalam menjalankan kegiatan posyandu belum optimal, salah satu penyebabnya adalah kader belum mampu untuk menggerakkan lansia dalam memanfaatkan posyandu, hal ini dapat dilihat dari partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu lansia yang masih rendah, yaitu sebanyak 27,9%, sementara target pencapaian diharapkan 90%. Jadwal kegiatan posyandu tidak tentu, struktur, fungsi dan tugas masing-masing kader tidak tertata dengan jelas sebagaimana yang diharapkan (Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah, 2012). Jumlah kunjungan lansia keposyandu yang belum optimal merupakan pencerminan partisipasi masyarakat untuk datang di posyandu lansia masih perlu di tingkatkan secara terus menerus dan hal ini merupakan salah satu gambaran kinerja kader yang belum optimal. Diduga hal ini terkait dengan motivasi dan kemampuan kader secara organisasi dalam pelaksanaan kegiatan posyandu lansia. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang kader di wilayah kerja Puskesmas Lampahan, diperoleh informasi sebagian besar kader telah berumah tangga, mempunyai pekerjaan sampingan selain sebagai kader, penghasilan keluarga
tidak mencukupi dan belum adanya ketentuan baku tentang reward sebagai kader. Pembinaan dari petugas kesehatan terhadap kader dalam pelaksanaan posyandu sangat minim seperti pelatihan, supervisi dan evaluasi, sehingga kader tidak optimal untuk bekerja di posyandu. Beberapa penelitian terkait dengan kinerja kader, seperti hasil penelitan Koto dan Hasanbasri (2007) tentang proses pelaksanaan manajemen pelayanan posyandu terhadap intensitas posyandu pada 13 Provinsi di Indonesia, mengungkapkan bahwa secara umum pelayanan posyandu belum sesuai dengan harapan. Kinerja kader berdasarkan keaktifan kader tidak terkait dengan kelengkapan pelayanan. Kelengkapan kemungkinan besar terkait dengan keterlibatan puskesmas. Jumlah kunjungan tidak terkait dengan kelengkapan pelayanan. Posyandu di pedesaan menunjukkan pelayanan lebih lengkap di bandingkan kota. Hasil penelitian Widiastuti (2005) bahwa pemerintah Propinsi Bali telah berupaya memotivasi kader dengan memberikan insentif sebesar Rp. 15.000 per bulan, selain itu, kader juga mendapatkan kemudahan dalam pengurusan KTP dan sebagainya. Demikian juga dengan hasil penelitian Sihombing dan Yuristianti (2000) di Kecamatan Kanggime dan Kecamatan Kembu Propinsi Papua bahwa perlu dilakukan identifikasi khusus bagi kader yang aktif untuk diberikan perhatian sebagai penghargaan atas partisipasi dan kerelaannya ikut berpartisipasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat Hasil penelitian Widagdo dan Husodo (2009) di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungadem Kabupaten Bojonegoro, mengungkapkan bahwa kinerja kader memegang peranan penting sebagai pelaksana kegiatan Posyandu yang menggerakkan keaktifan responden ke posyandu. Berdasarkan hasil uji regresi
logistik ganda diketahui bahwa variabel kader posyandu mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap pemanfaatan buku KIA di Posyandu. Berdasarkan uraian dan beberapa penelitian yang dikemukan di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Kerja terhadap Kinerja Kader Posyandu Lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah? b. Apakah kemampuan kerja berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah? c. Apakah motivasi dan kemampuan kerja secara bersama berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah? 1.3 Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh motivasi dan kemampuan kerja terhadap kinerja kader posyandu lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah. 1.4 Hipotesis a. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah.
b. Kemampuan kerja berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah. c. Motivasi dan kemampuan kerja secara bersama berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu lansia di Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah. 1.5 Manfaat Penelitian a. Memberikan masukan bagi Puskesmas Lampahan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah dalam mengoptimalkan kinerja kader Posyandu Lansia. b. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan kesehatan reproduksi terutama yang berkaitan dengan kinerja kader sebagai pelaksana kegiatan posyandu lansia di Puskesmas. c. Memberikan masukan bagi kader untuk meningkatkan motivasi dalam kegiatan posyandu lansia di Puskesmas. d. Memberikan masukan bagi kader untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam kegiatan posyandu lansia di Puskesmas.