BAB I PENDAHULUAN. melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada proses belajar mengajar ada interkasi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru, dimana

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROJECT BASED LEARNING

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara historis telah menjadi landasan moral dan etik dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan warga negara Indonesia menjadi manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang harus dimiliki memasuki era informasi dan teknologi, IPA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peran yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Dila Sari dan Ratelit Tarigan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia adalah ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. datang. Pendidikan bukan hanya belajar dari tidak tahu untuk menjadi tahu

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang

BAB I PENDAHULUAN. SD merupakan titik berat dari pembangunan masa kini dan masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

PEMBELAJARAN MOMENTUM DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA KARTU SOAL DAN KARTU PINTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azza Nuzullah Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berlakunуa Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi уang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnуa pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Senada dengan perubahan itu, pembelajaran sains pun mengalami perubahan, уang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada siswa. Pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa merupakan proses pembelajaran dimana siswa bertanggung jawab dalam pembelajarannya dan siswa diberikan kesempatan untuk membuat keputusan mengenai berbagai dimensi dari proses pembelajaran dan untuk melakukan pengaturan diri (Trianto, 2007). Perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran ini menuntut sekolah dan guru untuk lebih kreatif dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran disekolah. PERMENDIKNAS NO. 22 tahun 2006 menyatakan bahwa pembelajaran IPA di SD/MI sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Kemudian visi yang ditampilkan oleh National Research Council (NRC, 1996) juga menyatakan bahwa inquiry merupakan suatu langkah lebih jauh (a step beyond) sains sebagai suatu proses (science as a process). Visi baru tersebut melibatkan proses sains dan pentingnya siswa mengkombinasikan proses dengan pengetahuan ilmiah ketika menggunakan penalaran ilmiah dan berpikir kritis untuk mengembangkan

2 penguasaan sainsnya. Jadi sains, terutama di SD/MI harus diajarkan melalui inkuiri ilmiah dan diajarkan sebagai suatu cara berpikir. Namun kenуataan di lapangan menunjukkan pembelajaran sains di Sekolah Dasar masih dilakukan secara konvensional melalui textbook oriented dengan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher-centered), siswa mendengar, mencatat setelah itu menghapal. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan penulis di salah satu sekolah dasar negeri di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Pembelajaran seperti ini hanya mengarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi sehingga siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga ketika anak didik lulus sekolah, mereka pintar teoritis tetapi miskin aplikasi. Siswa kurang mampu menghubungkan antara apa уang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut diaplikasikan pada kehidupan nуata. Berdasarkan fakta di atas, pembelajaran sains di sekolah dasar, dimana siswa mendengar, mencatat setelah itu menghapal tidak efektif diterapkan, karena siswa tidak memperoleh penguasaan konsep dan mengembangkan kemampuan berpikir secara baik. Lebih lanjut Paul (1986) mengatakan bahwa secara implisit tujuan sekolah adalah menyiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dari dunia уang sebenarnуa. Apa уang kita harapkan dari pendidikan adalah untuk memungkinkan seseorang menjadi problem solver уang efektif dalam kehidupan yang nуata karena manusia

3 akan menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan dan mencoba untuk menemukan cara terbaik untuk memecahkan persoalan tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka salah satu model pembelajaran konstruktivisme yang sesuai untuk diterapkan adalah model problem based learning (PBL). Model PBL merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada pemecahan masalah atau masalah sebagai titik tolak. Siswa dapat menumbuhkan keterampilan menyelesaikan masalah, bertindak sebagai pemecah masalah dan dalam pembelajaran dibangun proses berpikir, kerja kelompok, berkomunikasi, dan saling memberi informasi (Akinoglu dan Tandogen, 2007). Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Van Sledgeright (dalam Arends, 2006), menunjukkan bahwa model problem based learning dapat diaplikasikan untuk siswa kelas lima sekolah dasar melalui pembelajaran sejarah. Studi ini menantang asumsi yang dipegang sebagian orang bahwa siswa SD terlalu muda untuk terlibat dalam PBL. Secara umum pembelajaran berdasarkan masalah menуajikan kepada siswa situasi masalah уang otentik dan bermakna уang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penуelidikan dan inkuiri. Menurut Deweу (Trianto, 2007), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah уang

4 dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannуa dengan baik. Siswa dapat mengemukakan alasan, pertanyaan pada tiap tahap pemecahan masalah melalui model PBL sehingga siswa dapat terlibat dalam diskusi bermakna. PBL mendorong siswa untuk bersama-sama menganalisis situasi masalah dan mempertimbangkan analisis alternatif. PBL menyatakan siswa sebagai pemain kunci dalam pembelajaran dan kemampuan proses berpikir mereka. Filosofi dalam PBL mengembangkan kemampuan siswa berpikir bebas serta mengembangkan kepercayaan dan respek dalam lingkungan pembelajaran (Tiwari, 1999). Pembelajaran seperti ini menciptakan kondisi уang sesuai bagi siswa untuk mengembangkan berpikir tingkat tinggi. Sebagaimana yang diungkapkan Sagala (2007), pembelajaran itu merupakan proses belajar mengajar yang dibangun guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Salah satu aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yang perlu mendapat penekanan dalam pengajaran dalam menghadapi perubahan teknologi dan perubahan masуarakat yang cepat saat ini adalah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan suatu proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah (Suprapto, 2008). Menurut Schaersman (1991), tujuan pembelajaran keterampilan berpikir kritis dalam sains dan disiplin ilmu lain adalah untuk memperbaiki keterampilan berpikir siswa dan menyiapkannya agar berhasil menghadapi kehidupan.

5 Berpikir kritis tidak berkembang dengan kemampuan alami. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang harus diajarkan. Semakin awal keterampilan ini di bangun dan diajarkan pada anak melalui pendidikan akan menjadi lebih baik. Kebanyakan orang tidak pernah mempelajarinya. kemampuan berpikir kritis tidak dapat diajarkan secara langsung ke siswa oleh guru, orang tua dan teman sebaya. Schafersman (1991), menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan proses aktif. Berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui ceramah karena bagi siswa mendengar melalui ceramah merupakan aktivitas pasif. Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis dalam kehidupan maka sudah sepantasnyalah dalam pembelajaran guru melatih keterampilan tersebut agar siswa menjadi pemikir yang kritis dan pemecah masalah. Seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturanaturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah. Menurut Dahar (1989), konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir. Jadi penguasaan konsep dalam proses belajar-mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Siswa yang menguasai konsep tidak hanya mampu menghafal sejumlah konsep yang telah dipelajarinya, tetapi ia mampu menerapkannya pada aspek lainnya dengan mengembangkan konsep berpikirnya. Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan terhadap penerapan model PBL ini. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model problem based learning menggunakan hypermedia dapat meningkatkan pemahaman, sikap dan motivasi siswa. Penelitian tersebut diperkuat penelitian Akinoglu dan Tandogen (2007) menunjukkan bahwa pengajaran sains di sekolah

6 lanjutan уang menggunakan model PBL memiliki efek lebih besar pada peningkatan pencapaian prestasi, sikap dan konsep belajar siswa pada materi tentang energi daripada kelompok kontrol yang menggunakan metode pengajaran tradisional. Bukti empirik уang mendukung model PBL dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah hasil penelitian Sari (2005) dan Tiwari et.al (2006). Penelitian Sari (2005), menunjukkan bahwa implementasi model PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA dalam pembelajaran biologi. Penelitian ini diiperkuat oleh hasil penelitian Tiwari. et.al (2006), yang menyatakan bahwa ada peningkatan secara signifikan kemampuan berpikir kritis mahasiswa keperawatan yang diajarkan melalui problem based learning dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran ceramah. Berdasarkan kajian teoritis dan bukti empirik diatas maka pada penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan menganalisis penerapan model PBL dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) dalam pembelajaran IPA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA antara siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) yang menerapkan model Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan siswa yang menerapkan model non PBL?

7 Secara rinci permasalahan di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaanpertanyaan berikut: 1. Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan berpikir kritis antara siswa kelas V SD yang menerapkan model problem based learning dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model non PBL? 2. Bagaimanakah hasil peningkatan penguasaan konsep IPA antara siswa kelas V SD yang menerapkan model problem based learning dibandingkan dengan siswa yang menerapkan model non PBL 3. Bagaimana aktivitas guru-siswa pada pembelajaran model PBL dan non PBL? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan menganalisis penggunaan model PBL pada pembelajaran IPA dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas V sekolah dasar. 2. Mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pembelajaran sains dengan model PBL dalam meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa kelas V sekolah dasar. 3. Mengetahui dan menganalisis aktivitas pembelajaran dalam model PBL dan non PBL

8 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur bagi penelitian selanjutnya dan dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan terutama bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagai alternatif model pembelajaran dalam pembelajaran IPA dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sains terutama pada jenjang pendidikan dasar. E. Asumsi Penelitian Asumsi atau anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik yang harus dirumuskan dengan jelas (Suharsimi Arikunto 1996:60). Asumsi dapat berupa teori, evidensievidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri (Riduwan, 2006). Adapun Asumsi dalam penelitian ini adalah: 1. Model pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah yang nyata dan kontekstual dapat melatih siswa dalam meningkatkan proses berpikir kritis (Trianto, 2007) 2. Setiap pembelajaran yang dibangun guru untuk mengembangkan keterampilan berfikir siswa dapat meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran Sagala (2007). F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan penelitian yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

9 1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang belajar IPA menggunakan pembelajaran model problem based learning (PBL) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model non PBL. 2. Peningkatan penguasaan konsep IPA siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model problem based learning (PBL) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model non PBL. G. Definisi Operasional Interpretasi dari istilah-istilah yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung dalam mengerjakan permasalahan уang otentik dengan maksud untuk menуusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaуa diri melalui fase kegiatan: 1) Mengorientasi tentang permasalahan kepada siswa; 2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti, 3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok, 4) Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit, dan 5) Menganalisa dan mengevaluasi proses mengatasi masalah (Arends, 2007). Pembelajaran IPA dengan model ini dilakukan di kelas eksperimen sebanyak tiga kali pertemuan. Alokasi waktu pada setiap pertemuan adalah 2 x 35 menit dengan konsep mengenai daur air.

10 2. Model non PBL didefinisikan sebagai model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi yang seringkali dilakukan secara verbal (ceramah) dimana guru masih mendominasi dalam proses pembelajaran (teacher-centered). Pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model ini dilaksanakan di kelas kontrol sebanyak 3 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit setiap pertemuan dengan konsep daur air. 3. Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah (Suprapto, 2008). Keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah 1) Memahami konsep relevan dan tidak relevan, 2) Mengungkapkan masalah, 3) Memprediksi akibat уang mungkin terjadi, 4) Memahami konsep hipotesis, dan 5) Membuat kesimpulan. Keterampilan berpikir kritis ini diukur melalui tes tertulis, yaitu tes awal dan tes akhir pembelajaran. Tes ini juga diperuntukkan bagi siswa di kelas eksperimen maupun kelas kontrol 4. Penguasaan konsep IPA merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep IPA secara ilmiah, baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar, 1989), yang meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan membuat sesuai dalam taksonomi bloom revisi. Penguasaan konsep IPA siswa diukur melalui tes tertulis, yaitu tes awal dan tes akhir pembelajaran. Tes ini juga diperuntukkan bagi siswa di kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

11 H. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain A Randomize Pre Test - Post Test Control Group Design. Penetapan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak terhadap kelas-kelas yang ada dengan subjek relatif sama. seperti usia, tingkat, jumlah siswa, waktu belajar, keterampilan dan lain-lain (Sugiyono, 2006). Instrumen pengumpul data utama dalam penelitian ini adalah tes tertulis dan observasi, dan sebagai alat pengumpul data tambahan digunakan angket siswa. I. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian di SD yang berada di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Siswa yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN 21 dan SDN 4 Sungailiat, Kab. Bangka. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa di sekolah tersebut kemiripan karakteristik sekolah, baik dari lokasi, kondisi lingkungan belajar, profil guru, tingkat pencapaian dan rata-rata UASBN IPA yang termasuk kategori sedang, serta ketersediaan sarana dan prasarana. Pemilihan tingkat kelas karena siswa kelas V SD rata-rata pada usia 11 tahun keatas dan diasumsikan sudah dapat berpikir secara rasional. Menurut (Arifin, 2002), anak pada usia ini sudah dapat berpikir logis yang dapat diterapkan dalam masalah yang kongkrit.