Pendeteksian Kerapatan Vegetasi dan Suhu Permukaan Menggunakan Citra Landsat Studi Kasus : Jawa Barat Bagian Selatan dan Sekitarnya

dokumen-dokumen yang mirip
Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

ix

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gregorius Anung Hanindito 1 Eko Sediyono 2 Adi Setiawan 3. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RIZKY ANDIANTO NRP

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami


PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

Lalu Wima Pratama dan Andik Isdianto (2017) J. Floratek 12 (1): 57-61

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

Analisa Pantauan dan Klasifikasi Citra Digital Remote Sensing dengan Data Satelit Landsat TM Melalui Teknik Supervised Classification

Gambar 1. Peta DAS penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Apr, 2013) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Gambar 1. Satelit Landsat

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prediksi Spasial Perkembangan Lahan Terbangun Melalui Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal di Kota Bogor

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Pendeteksian Kerapatan Vegetasi dan Suhu Permukaan Menggunakan Citra Landsat Studi Kasus : Jawa Barat Bagian Selatan dan Sekitarnya Sukristiyanti dan Dyah Marganingrum ABSTRACT Vegetation density and surface temperature are important information needed to deal with global warming issue. Spatial information can be obtained by using resources satellite imageries, especially Landsat imagery. Its capability must be studied in order to get appropriate information, particularly if a study area has heterogeneous land uses. This research was conducted in order to know the capabilities of NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) transformation and thermal band in a heterogeneous land use area. Spatial analysis of comparison between land-use spatial information and both vegetation density class distribution and surface temperature class distribution were used here. The research result shows that NDVI can present vegetation density properly for the variety of land uses. In the other hand, surface temperature detection using thermal band of Landsat image has to consider land use aspect, to avoid a mistake on interpretation. Keywords: Vegetation density, surface temperature, NDVI, thermal band Naskah masuk: 13 September 2008 Naskah diterima: 8 November 2008 Sukristiyanti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Kompleks LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung - 40135 Email : sukris@geotek.lipi.go.id Dyah Marganingrum Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Kompleks LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung - 40135 Email : dyah@geotek.lipi.go.id ABSTRAK Kerapatan vegetasi dan suhu permukaan merupakan informasi penting yang dibutuhkan kaitannya dengan isu pemanasan global. Informasi spasial ini dapat dihasilkan dengan memanfaatkan citra satelit sumberdaya, khususnya citra Landsat. Kemampuannya perlu dikaji agar tidak memberikan informasi yang tidak representatif, apalagi kalau suatu daerah kajian memiliki jenis penggunaan lahan yang heterogen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan kemampuan band thermal di daerah yang bervariasi jenis penggunaan lahannya. Analisis yang digunakan yaitu analisis spasial dengan melakukan perbandingan antara informasi spasial penggunaan lahan dengan data sebaran kelas kerapatan vegetasi dan kelas suhu permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NDVI mampu mempresentasikan kerapatan vegetasi dengan baik untuk berbagai macam jenis penggunaan lahan. Di sisi lain pendeteksian suhu permukaan menggunakan band thermal pada citra Landsat harus memperhatikan aspek penggunaan lahannya, untuk menghindari kesalahan interpretasi. Kata kunci: kerapatan vegetasi, suhu permukaan, NDVI, band thermal Pendahuluan Konsekuensi pertumbuhan penduduk dan peningkatan laju pembangunan adalah terjadinya budidaya lahan. Budidaya lahan akan menimbulkan permasalahan manakala terjadi konversi dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa berkurangnya lahan 15

Bandung Samudera Indonesia Gambar 1. Citra Landsat path/row 122/065, tanggal rekaman 21 Mei 2001 vegetasi menyebabkan berkurangnya air imbuhan, meningkatnya air larian (direct runoff), dan meningkatnya suhu permukaan (Suroso et al, 2007). Beberapa penelitian lainnya menemukan juga bahwa vegetasi memiliki manfaat dan nilai untuk mempertahankan tingkat kenyamanan udara (Susanti et al, 2006). Kerapatan vegetasi dan suhu permukaan mempunyai hubungan yang erat. Semakin tinggi kerapatan vegetasi pada suatu lahan, maka semakin rendah suhu permukaan di sekitar lahan tersebut. Oleh karena itu budidaya lahan perlu dilakukan dengan memperhatikan segala dampak yang ditimbulkan. Ruang tidak akan bisa bertambah, namun bisa dikelola, sehingga efek negatifnya dapat diminimalisir. Pemantauan ruang yang berkaitan dengan korelasi antara vegetasi dan suhu permukaan dapat dilakukan dengan bantuan analisis citra satelit. Citra satelit, khususnya citra Landsat mempunyai kemampuan dalam deteksi kerapatan vegetasi dan suhu permukaan. Citra Landsat juga mampu memberikan informasi mengenai bentang dan penutup lahan secara spasial dengan daerah cakupan yang cukup luas (185 km x 185 km). Makalah ini akan menjelaskan bagaimana kemampuan citra Landsat dalam mendeteksi kerapatan vegetasi dan suhu permukaan secara kualitatif pada daerah dengan penggunaan lahan yang heterogen. Analisis dilakukan secara spasial dengan melakukan perbandingan antara informasi spasial penggunaan lahan dengan data sebaran kelas kerapatan vegetasi dan kelas suhu permukaan. Hasil analisis diharapkan dapat dipergunakan sebagai data pendukung untuk pengendalian alih fungsi lahan dalam rangka mempertahankan tata ruang yang tetap memberikan jaminan kenyamanan. Studi dan data yang dipergunakan adalah citra Landsat lembar 122/065 yang mencakup daerah Jawa Barat bagian selatan. Daerah Penelitian Daerah kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu lembar citra Landsat pada path/row 122/065. Lembar ini seperti lembarlembar citra Landsat yang lain, memiliki luasan area 185 km x 185 km. Lembar 122/065 16

mencakup sebagian daerah Bandung, Purwakarta, Sukabumi, dan Bogor. Pemilihan satu lembar penuh untuk memperlihatkan berbagai jenis penggunaan lahan, mulai dari laut sampai darat yang meliputi daerah perkotaan maupun daerah pedesaan, dari lembah sampai pegunungan. Dengan demikian akan dapat dilakukan kajian yang lebih representatif. Landasan Teori Sistem Penginderaan Jauh Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat penginderaan atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Berbagai sensor pengumpul data dari jarak jauh umumnya dipasang pada wahana yang berupa pesawat terbang, balon, satelit, atau wahana lainnya. Objek yang diindera adalah objek yang terletak di permukaan bumi, di atmosfer, dan di antariksa. Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut dapat dianalisis atau diinterpretasi untuk mendapatkan informasi mengenai objek, daerah, atau fenomena yang diindera atau diteliti. Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta, data statistik, dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh berupa informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lahan, dan kondisi sumberdaya daerah yang diindera. Keseluruhan proses mulai dari pengambilan data, analisis data, hingga penggunaan data, disebut sebagai sistem penginderaan jauh (Purwadhi, 2001). Citra Landsat Landsat merupakan suatu hasil program sumberdaya bumi yang dikembangkan oleh NASA (The National Aeronautical and Space Administration) Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Landsat diluncurkan pada tanggal 22 Juli 1972 sebagai ERTS-I (Earth Resources Technology Satellite-I) yang kemudian diganti namanya menjadi Landsat 1 (Lo, 1996). Peluncuran Landsat 1 itu diikuti dengan Landsatlandsat yang lain dan yang terakhir diluncurkan yaitu Landsat 7 pada tanggal 15 April 1999. TM adalah sebuah satelit dengan sensor pencitraan digital, yang merekam pantulan dan pancaran informasi dari permukaan bumi dalam tujuh saluran pada spektrum elektromagnetik. Sensor TM pertama kali diluncurkan ke luar angkasa dengan menggunakan satelit Landsat 4 milik Amerika Serikat pada tahun 1982. Ketujuh Band Tabel 1. Karakteristik Radiometrik Sensor ETM+ dan TM Julat panjang gelombang (dalam mikrometer) 1 (biru) 0.45-0.52 Kemampuan aplikasi Pemetaan daerah pesisir, membedakan antara vegetasi dan air 2 (hijau) 0.52-0.60 Peka terhadap vegetasi 3 (merah) 0.63-0.69 Membedakan tingkat absorbsi klorofil pada vegetasi 4 (IM dekat) 0.76-0.90 Survey biomassa dan delineasi tubuh air 5 (IM tengah I) 1.55-1.75 Pengukuran vegetasi dan kelembaban tanah, membedakan antara salju dan awan 6 (thermal) 10.40-12.50 Pemetaan thermal, kajian kelembaban tanah 7 (IM tengah II) 2.08-2.35 Pemetaan hidrotermal 8 (pankromatik) 0.52-0.90 Kajian monitoring perkotaan Sumber: Anonim, 2008. 17

saluran itu dipisahkan untuk meningkatkan pembedaan di antara tipe dan kesehatan vegetasi, ukuran kelembaban tumbuhan dan tanah, awan dan salju, serta antara batuan dan mineral. Karakteristik Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 1. Indeks Vegetasi Pada awalnya pengumpulan informasi mengenai jumlah dan kondisi vegetasi dirasa penting sejak adanya kelaparan yang terjadi di Ethiopia pada tahun 1984 1985. Namun aplikasinya merambah ke tujuan-tujuan lain, misalnya untuk monitoring kondisi hutan dalam rangka pelestarian hutan, dan sebagainya. Kegiatan pengumpulan informasi semacam ini dengan survei terestrial membutuhkan biaya mahal dan waktu yang lama, dan kadang tidak menungkinkan karena adanya lokasi-lokasi yang susah dijangkau. Alternatif lain untuk melakukan pengukuran jumlah dan kondisi vegetasi adalah dengan melakukan analisis pada data penginderaan jauh. Analisis ini dengan menggunakan teknik pemrosesan citra digital, dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tunggal pada tiap piksel yang dapat memprediksi dan menilai beberapa karakteristik kanopi (tajuk) seperti biomassa, produktivitas, luasan daun, dan persentase tutupan vegetasi. Beberapa algoritma digunakan untuk mengekstrak informasi semacam ini dari data penginderaan jauh. Informasi tersebut dikenal dengan nama indeks vegetasi (Jensen, J.R., 1986). Ada berbagai macam transformasi indeks vegetasi, misalnya RVI (Ratio Vegetation Index), NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), TVI (Transformed Vegetation Index), PVI (Perpendicular Vegetation Index). Pada penelitian ini, transformasi indeks vegetasi dipergunakan untuk mengetahui kerapatan kanopi. Merujuk pada beberapa penelitian terdahulu, Prasetyo (1994) dan Kurniawan (1999) misalnya, menunjukkan bahwa NDVI adalah jenis transformasi indeks vegetasi yang mempunyai korelasi paling besar untuk aspek kerapatan kanopi. Dengan demikian, transformasi indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu NDVI. NDVI adalah suatu transformasi untuk menonjolkan aspek vegetasi sehingga dapat menunjukkan tingkat kerapatan vegetasi yang ada di lapangan. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai dengan 1. Semakin besar nilai NDVI menunjukkan semakin tinggi kerapatan vegetasinya. Hasil dari transformasi NDVI ini yaitu citra distribusi indeks NDVI. Suhu Permukaan Saluran thermal merupakan saluran dengan resolusi spasial yang rendah (120 m pada citra Landsat TM dan 60 m pada citra saluran Landsat ETM+), namun mempunyai keunggulan yaitu sensitif terhadap radiasi pancaran. Oleh karena itu saluran thermal dapat digunakan untuk menentukan sebaran suhu permukaan dan mengetahui distribusi pulau bahang perkotaan (Short, 2003) Metode Penelitian Dalam kajian ini digunakan citra digital Landsat path/row 122/065 hasil rekaman tanggal 12 Mei 2001. Pengolahan data yang dilakukan yaitu : 1. Penyiapan citra komposit 457 untuk pengenalan jenis penggunaan lahan. Citra komposit sebagai acuan dalam interpretasi (pengenalan objek) baik penutup lahan, maupun penggunaan lahan. 2. Transformasi indeks vegetasi (NDVI). Formula NDVI adalah sebagai berikut : B4 - B3 NDVI B4 B3 dimana : B4 = saluran 4 (inframerah dekat) B3 = saluran 3 (merah). 3. Pembuatan data sebaran kelas kerapatan vegetasi. Data sebaran kelas kerapatan vegetasi diperoleh dengan melakukan klasifikasi pada citra distribusi indeks NDVI. Metode klasifikasi yang dilakukan yaitu ISOCLASS Unsupervised Classification (klasifikasi tak terselia dengan metode ISOCLASS). Pada klasifikasi tak terselia ini, tidak diambil sampling dari masing-masing kelas. Komputer sendiri yang menentukan dan membuat hasil klasifikasi berdasarkan 18

jumlah kelas yang kita tentukan dan nilainilai pikselnya. Klasifikasi ini secara kualitatif, dibedakan ke dalam lima kelas, yang mewakili kelas-kelas kerapatan vegetasi, yang meliputi : - kelas I (tidak bervegetasi) ditampilkan dengan warna merah - kelas II (sangat rendah) ditampilkan dengan warna orange - kelas III (rendah) ditampilkan dengan warna kuning - kelas IV (sedang) ditampilkan dengan warna hijau muda - kelas V (tinggi) ditampilkan dengan warna hijau 4. Pembuatan data sebaran kelas suhu permukaan. Kelas suhu permukaan ini diperoleh dengan melakukan klasifikasi pada citra band thermal. Citra thermal yang bekerja pada panjang gelombang 10,4 12,5 µm sensitif terhadap radiasi pancaran. Dengan klasifikasi tak terselia pada citra band thermal ini, maka dihasilkan kelaskelas pada data sebaran kelas suhu permukaan sebagai berikut : - kelas I (sangat rendah) ditampilkan dengan warna hijau - kelas II (rendah) ditampilkan dengan warna hijau muda - kelas III (sedang) ditampilkan dengan warna kuning - kelas IV (tinggi) ditampilkan dengan warna orange - kelas V (sangat tinggi) ditampilkan dengan warna merah 5. Analisis yang digunakan yaitu analisis spasial dengan melakukan perbandingan antara informasi spasial penggunaan lahan dengan data sebaran kelas kerapatan vegetasi dan kelas suhu permukaan. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : - Apakah NDVI mampu mempresentasikan kerapatan vegetasi di suatu area yang heterogen penggunaan lahannya? - Apakah hipotesis `semakin tinggi kerapatan vegetasi suatu objek, maka semakin rendah suhu permukaannya` atau kerapatan vegetasi berbanding terbalik terhadap suhu permukaan terbukti pada hasil pengolahan citra satelit? Hasil dan Pembahasan Transformasi indeks vegetasi, khususnya NDVI sudah terbukti membantu dalam ekstraksi informasi kerapatan vegetasi pada lahan bervegetasi, misalnya pada klasifikasi kerapatan vegetasi di kawasan hutan. Memanfaatkan NDVI untuk mengetahui sejauh mana peran NDVI dalam ekstraksi informasi kerapatan vegetasi di daerah yang memiliki penutup lahan yang heterogen, merupakan hal baru yang dilakukan dalam kajian ini. Satu lembar citra yang digunakan ini memiliki penggunaan lahan yang heterogen, bahkan sangat kompleks karena meliputi daerah urban (perkotaan), daerah rural (pedesaan), maupun daerah pesisir. Dengan resolusi spasial 30 m, citra Landsat hanya mampu memberikan gambaran permukaan bumi dengan skala menengah (sekitar 1 : 50.000). Pada lembar ini, bentukbentuk penggunaan lahan yang teridentifikasi antara lain laut, awan, lava, hutan, kebun homogen (perkebunan), kebun heterogen (kebun campuran), tegalan, sawah kering, sawah basah, permukiman, dan industri. Permukiman dan industri merupakan bentuk-bentuk penggunaan lahan yang mendominasi di daerah urban. Pada kondisi real di lapangan, suatu lokasi yang tertutup vegetasi memiliki suhu permukaan yang lebih rendah daripada lokasi yang tidak bervegetasi. Semakin tinggi kerapatan vegetasinya memiliki suhu permukaan yang semakin rendah. Pada penelitian ini, dicari jawaban bagaimana kemampuan citra Landsat dalam mempresentasikan hubungan suhu permukaan dibandingkan dengan jenis penggu naan lahan dan kelas kerapatan vegetasinya. 19

Tabel 2. Perbandingan Jenis Penggunaan Lahan terhadap Kelas Kerapatan Vegetasi dan Kelas Suhu Permukaan No. Jenis Penggunaan Kelas Kerapatan Kelas Suhu Keterangan Lahan Vegetasi Permukaan 1 Laut Tidak bervegetasi Rendah Objek laut memiliki kelas suhu permukaannya sangat rendah meskipun tidak bervegetasi. 2 Awan Tidak bervegetasi Sangat rendah Kondisi kelas kerapatan vegetasi dan suhu permukaan objek awan hampir sama dengan objek laut. 3 Lahan kosong (lava) 4 Hutan Tinggi sangat tinggi 5 Kebun homogen (perkebunan) 6 Kebun heterogen (kebun campuran) Tidak bervegetasi Sangat tinggi Kerapatan vegetasi berbanding Sangat rendah Kerapatan vegetasi berbanding Sangat tinggi Rendah Kerapatan vegetasi berbanding Tinggi sangat tinggi Sangat rendah sedang Kerapatan vegetasi berbanding 7 Tegalan Tidak bervegetasi tinggi 8 Sawah kering Tinggi sangat tinggi 9 Sawah basah Tidak bervegetasi sangat rendah 10 Permukiman Tidak bervegetasi sangat rendah 11 Industri Tidak bervegetasi sangat rendah Rendah tinggi Rendah Rendah sedang Sangat tinggi Sangat rendah rendah Objek tegalan memiliki tekstur kasar pada citra, karena variasi antara objek tanah dengan tanaman. Kerapatan vegetasi berbanding Objek sawah basah memiliki kelas suhu permukaannya rendah - sedang meskipun tidak bervegetasi sangat rendah kelas kerapatan vegetasinya. Kenampakan objek ini di citra sama halnya dengan perairan dangkal ( tanah lembab). Kerapatan vegetasi berbanding Objek industri memiliki respon spektral hampir sama dengan objek awan. 20

Tabel 2 memperlihatkan hasil perbandingan masing-masing jenis penggunaan lahan terhadap kelas kerapatan vegetasi dan kelas suhu permukaannya. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa tidak semua objek terekam dengan nilai kerapatan vegetasi berbanding terbalik dengan suhu permukaannya. Hanya objek objek lahan kosong (lava), hutan, perkebunan, kebun campuran, sawan kering, dan permukiman saja yang terekam dengan nilai kerapatan vegetasi berbanding terbalik dengan suhu permukaannya. Berikut ini, pada Tabel 3, ditampilkan beberapa contoh kenampakan objek yang memiliki kelas kerapatan vegetasi berbanding terbalik terhadap kelas suhu permukaannya. Sedang pada Tabel 4, ditampilkan contoh kenampakan objek yang kelas kerapatan vegetasinya tidak berbanding terbalik dengan kelas suhu permukaannya. Indeks vegetasi NDVI ternyata mampu mempresentasikan kerapatan kanopi di berbagai jenis penggunaan lahan. Dimana suatu jenis penggunaan lahan mengindikasikan ada tidaknya atau rapat tidaknya vegetasi yang ada. Laut yang tidak tertutup oleh vegetasi memiliki kerapatan vegetasi nol (tidak bervegetasi). Lahan kosong (tidak bervegetasi) yang dicontohkan dengan contoh ideal yang berupa lava, juga memberikan kelas kerapatan vegetasi nol (tidak bervegetasi). Untuk daerah perkotaan, baik pada penggunaan lahan permukiman maupun industri menunjukkan memiliki tutupan vegetasi yang minim (rendah, sangat rendah, bahkan memiliki piksel-piksel kompak yang tidak tertutup vegetasi sama sekali). Daerah pedesaan yang sebagian besar masih tertutup vegetasi ditunjukkan oleh kerapatan vegetasi yang cukup tinggi, misalnya pada penggunaan lahan hutan, kebun homogen Tabel 3. Beberapa Contoh Objek dengan Kelas Kerapatan Vegetasi Berbanding Terbalik terhadap Kelas Suhu Permukaannya No. Jenis penggunaan lahan Kelas kerapatan vegetasi Kelas suhu permukaan 1 Lava (lahan kosong) Tidak bervegetasi Sangat tinggi 2 Hutan Tinggi sangat tinggi Sangat rendah 21

Tabel 4. Beberapa Contoh Objek dengan Kelas Kerapatan Vegetasi Tidak Berbanding Terbalik terhadap Kelas Suhu Permukaannya No. Jenis penggunaan lahan Kelas kerapatan vegetasi Kelas suhu permukaan 1 Laut Tidak bervegetasi Rendah 2 Awan Sangat rendah Sangat rendah 3 Industri Tidak bervegetasi sangat rendah Sangat rendah rendah (perkebunan), maupun kebun heterogen (kebun campuran). Untuk penggunaan lahan berupa sawah, harus dibedakan tergantung masa tanamnya. Pada kajian ini, sawah dibedakan menjadi sawah basah dan sawah kering. Sawah kering yang merupakan sawah dengan tanaman padi yang siap panen, pada citra didominasi oleh spektral vegetasi, sehingga memiliki kerapatan kanopi yang tinggi. Ini sangat bertolak belakang dengan sawah basah, dimana tanaman padi baru ditanam dan belum tumbuh besar, sehingga di citra didominasi oleh spektral tanah dan air. Dengan demikian kelas kerapatan vegetasinya sangat rendah dan bahkan dianggap tidak bervegetasi. Dari uraian tersebut, menunjukkan kalau indeks vegetasi (NDVI) mampu mempresentasikan kerapatan kanopi dengan baik untuk berbagai macam jenis penggunaan lahan. Tetapi informasi kelas kerapatan vegetasi tidak bisa diturunkan untuk mendeteksi jenis 22

penggunaan lahan. Misalnya, kelas kerapatan vegetasi yang sangat rendah atau bahkan nol, bukan selalu berarti lahan kosong. Sebagai contoh objek yang penutup lahannya berupa lahan tak bervegetasi, tetapi jenis penggunaan lahannya bisa jadi merupakan sawah bawah. Belum lagi kalau objek tersebut merupakan awan atau tubuh air. Untuk menjawab pertanyaan kedua (Apakah semakin tinggi kerapatan vegetasi suatu objek, maka semakin rendah suhu permukaannya` terbukti pada hasil pengolahan citra satelit?), maka dilakukan perbandingan antara ketiganya. Yaitu antara jenis penggunaan lahan terhadap kelas kerapatan vegetasi dan kelas suhu permukaannya. Diperoleh hasil bahwa: - Objek laut, awan, industri, dan sawah basah tidak memberikan data yang saling mendukung antara kelas kerapatan vegetasi dengan sebaran kelas suhu permukaan. - Objek tegalan ternyata mempunyai nilai spektral yang kompleks, sehingga antara kelas kerapatan vegetasi dengan sebaran kelas suhu permukaan tidak sepenuhnya saling mendukung. - Objek lava (lahan kosong, tidak bervegetasi), hutan, kebun homogen, kebun heterogen, sawah kering, permukiman memberikan data yang saling mendukung antara kelas kerapatan vegetasi dengan sebaran kelas suhu permukaan. Ternyata hipotesis yang menyatakan semakin tinggi kerapatan vegetasinya maka akan semakin rendah suhu permukaannya, tidak berlaku pada semua jenis penggunaan lahan pada deteksi dengan citra Landsat. Deteksi suhu permukaan dengan citra Landsat itu hanya representatif pada objek lava (lahan kosong, tidak bervegetasi), hutan, kebun homogen, kebun heterogen, sawah kering, permukiman. Objek awan dan industri ternyata memberikan respons yang hampir sama, baik pada band 4 (band yang peka terhadap aspek vegetasi) maupun band thermal. Baik pada band 4 maupun pada band thermal, objek-objek tersebut memiliki nilai spektral yang rendah. Sehingga indeks NDVInya juga rendah, begitu juga nilai suhu permukaannya. Padahal kenyataan di lapangan, objek industri memiliki suhu permukaan yang tinggi, dan bahkan lebih tinggi daripada di daerah pemukiman. Oleh karena itu, untuk mendeteksi suhu permukaan menggunakan band thermal pada citra Landsat harus memperhatikan aspek penggunaan lahannya, guna menghindari kesalahan interpretasi. Kesimpulan 1. Indeks vegetasi NDVI ternyata mampu mempresentasikan kerapatan kanopi di berbagai jenis penggunaan lahan, baik pada penggunaan lahan di daerah urban maupun di daerah rural. 2. Informasi sebaran suhu permukaan hasil deteksi pada band thermal tidak selalu mencerminkan sebaran kerapatan vegetasinya. 3. Pemanfaatan band thermal pada citra Landsat dalam deteksi suhu permukaan harus dengan menggunakan aspek penggunaan lahan sebagai kontrolnya, untuk menghindari kesalahan dalam ekstraksi informasi. Daftar Pustaka Jensen, J.R. 1986. Introductory Digital Image Processing. Prentice-Hall. New Jersey. Kurniawan, D. 1999. Kajian Perubahan Hutan Mangrove di Segara Anakan Jawa Tengah berdasarkan Analisis Data Digital Landsat TM Multiwaktu. Skripsi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Lo, C.P., 1996. Pengindraan Jauh Terapan, diterjemahkan oleh B. Purbowaseso, Jakarta, UI Press. Prasetyo, A.T. 1994. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Prioritas Rehabilitasi Hutan (Kasus Wilayah Hutan KPH Kendal Jawa Tengah). Skripsi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. 23

Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital, Jakarta: Grasindo. Short. N.M. 2003. rseol.gsfc.nasa.gov/ RSTutorial/Sect1/Sect1_11.html - 10k - Sensing Tutorial Page 1-11. Suroso dan Susanto, Hery Awan. 2007. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jenderal Soedirman. Download: 17 September 2007, 13:25:59. Susanti, Indah dan Harjana, Teguh. 2006. Aspek Iklim dalam Perencanaan Tata Ruang. Edisi IPTEK Vol.8/XVIII/November 2006, ISSN : 0917-8376. Anonim. 2008. Download : http://www.ga.gov.au// acres/prod_ser/landdata.jsp. 24