STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC HALUS MENGGUNAKAN BAHAN TAMBAH SERAT KAWAT TEMBAGA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

NASKAH SEMINAR INTISARI

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

III. METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, penelitian ini

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

Karakteristik Campuran AC-WC dengan Penambahan Limbah Plastik Low Density Polyethylene (LDPE)

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

METODOLOGI PENELITIAN

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

PEMANFAATAN BONGKARAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN ASPAL SEBAGAI CAMPURAN HRS

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

ABSTRAKSI. Kata kunci : filler lumpur lapindo, HRS, laston, parameter uji Marshall, kadar aspal optimum

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

PENGARUH PENAMBAHAN FILLER GRANIT DAN KERAMIK PADA CAMPURAN LASTON AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI KADAR ASPAL BETON AC 60/70 TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA LALU LINTAS BERAT MENGGUNAKAN MATERIAL LOKAL BANTAK PROYEK AKHIR

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA)

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

PENGARUH LIMBAH KARET BAN SEBAGAI CAMPURAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL, PADA JENIS PERKERASAN LAPIS TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS B

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

STUDI KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC HALUS MENGGUNAKAN BAHAN TAMBAH SERAT KAWAT TEMBAGA 1,2) Bustamin A. Razak1), Syahlendra Syahrul2) Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik campuran AC-WC halus menggunakan bahan tambah serat kawat tembaga serta Kadar Aspal Optimum (KAO) campuran tersebut. Penelitian dilakukan di Laboratorium jalan dan Aspal Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung pandang. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penambahan serat kawat tembaga yaitu kawat tembaga diameter 0,25 mm dipotong sepanjang 1 cm dimana kadar bahan tambah diambil dari prosentase berat total campuran AC-WC dengan beberapa kadar yaitu 0%, 1%, 2%,3%, 4% dan 5% dengan menggunakan kadar aspal optimum 6,5% terhadap berat campuran. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan bertambahnya kadar bahan tambah serat kawat tembaga ke dalam campuran akan mengisi rongga rongga dalam campuran sehingga nilai VIM mengalami penurunan selanjutnya rongga dalam agregat semakin kecil serta nilai VMA mengalami penurunan dan rongga terisi aspal semakin besar sehingga nilai VFB mengalami peningkatan dan meningkatkan nilai stabilitas campuran begitu juga nilai Flow mengalami penurunan sehingga otomatis nilai Marshall Quotient meningkat. Kata Kunci : Serat Kawat Tembaga, Karakteristik AC-WC 1. PENDAHULUAN Aspal bersifat visco elastik dimana kondisinya sangat bergantung pada temperatur lingkungan dimana pada suhu tinggi aspal akan mencair sedangkan sebaliknya pada suhu rendah aspal akan mengeras. Sifat aspal akan menimbulkan permasalahan bleeding pada campuran aspal bila campurannya tidak direncanakan dengan baik. Untuk mengatasi kelemahan campuran aspal tersebut sudah banyak usaha pemberian bahan tambah pada campuran aspal tersebut untuk dilakukan penelitian, antara lain penambahan serat ijuk pada campuran aspal, sehingga kami tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan bahan tambah serat kawat tembaga. Adapun jenis campuran yang akan kami teliti adalah campuran AC-WC halus yang merupakan salah satu dari jenis campuran AC-WC yaitu jenis AC-WC halus. Persyaratan penggunaan bahan seperti karakteristik agregat kasar, agregat halus, serta Filler dan aspal harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, dan bahan tambah serat kawat tembaga akan divariasikan kadar bahan tambah pada campuran, yang selanjutnya masing-masingnya akan diperiksa karakteristik campurannya. Bahan tambah untuk AC-WC ini terdiri dari serat kawat tembaga yang diambil dari kabel listrik dengan kawat serabut diameter 0,25 mm yang dipotong sepanjang 1 cm untuk tiap serat. Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa Latin Cuprum. Unsur ini mempunyai titik leleh 1084,62 C dan titik didih 2562 C. Gambar 1. Kawat tembaga yang telah dipotong-potong membentuk serat Serat kawat tembaga memiliki banyak keistimewaan, diantaranya sifatnya yang awet, mudah ditempa, tahan terhadap korosi serta tahan terhadap segala cuaca dan juga mengandung racun untuk mencegah pertumbuhan 1 Korespondensi : Bustamin Abdul Razak, Telp 081354380137, bustamin.ar@poliupg.ac.id 55

parasit seperti lumut. Serat kawat tembaga juga memiliki sifat elastis, kuat, ulet dan tahan air. Kawat tembaga yang digunakan adalah dari kabel konduktor jenis NYYHY315E dengan diameter tiap utasnya 0,25 mm. A. Rancangan Campuran Perkiraan awal kadar aspal dapat diperoleh dari rumus 1) dan kebutuhan kadar aspal efektif untuk tebal film aspal minimum 7,5 micron (keduanya hanya digunakan sebagai petunjuk). Rumus perkiraan kadar aspal sebagai berikut : Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% Fller) + Konstanta...1) - Pb = kadar aspal - CA = agregat kasar - FA = agregat halus - Nilai konstanta sekitar 0,5 1,0 untuk AC Benda uji dibuat dengan kadar aspal yang diperoleh dari rumus 1) dengan dibulatkan mendekati 0,5 %, kemudian dibuat pula benda uji dengan dua kadar aspal diatas dan dua kadar aspal dibawah kadar aspal perkiraan awal yang elah dibulatkan mendekati 0,5 %. B. Karakteristik Campuran Void in Mineral Agregat (VMA) Rongga diantara mineral agregat (VMA) suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan adalah jumlah kandungan rongga atau ruang diantara partikel agregat termasuk kadar aspal efektif yang dinyatakan dalam persen terhadap volume total benda uji. Perhitungan VMA terhadap campuran total adalah dengan rumus sebagai berikut : VMA = 100 (Gmb x Ps) / Gsb...2) VMA = Rongga diantara Mineral Agregat, persen volume balk Gsb = Berat jenis balk agregat Gmb = Berat jenis balk campuran padat (AASHTO T-166) Ps = Kadar agregat, persen total campuran Ukuran gradasi aregat campuran dapat menentukan batas inimum VMA yang tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Hubungan antara kadar aspal dengan VMA pada umumnya membentuk cekungan dengan suatu nilai ekstrim minimum, kemudian naik lagi dengan naiknya kadar aspal. Void in Mix (VIM) Rongga udara dalam campuran (VIM) terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Va = 100 x (Gmm Gmb) / Gmm...3) Va = Rongga udara campuran, persen total campuran Gmb = Berat Jenis Bulk campuran padat Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara nol Void Fill Bitumen (VFB) Rongga terisi aspal (VFB) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termask aspal yang diserap oleh agregat. Rumus VFB adalah sebagai berikut : VFB = 100 (VMA VIM) / VMA...4) VFB = Rongga terisi aspal, persen VMA VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume balk VIM = Rongga dodalam campuran, persen total campuran Kepadatan Jumlah penumbukan pada rancangan campuran harus disesuaikan dengan kategori lalu lintas pada jalan yang direncanakan. Bila kadar aspal campuran rencana dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan diambil disebelah kiri VMA terendah, tetapi lalu lintas ternyata termasuk kategori lalu lintas berat yang mana seharusnya 2 x 75 56

kali tumbukan. Akibatnya maka perkerasan akan mengalami alur plastis. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh, dan mudah terjadi retak, serta adhesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan. Stabilitas Stabilitas campuran akan naik dengan bertambahnya kadar aspal, dan akan mencapai puncaknya pada suatu kadar aspal tertentu. Setelah itu pertambahan kadar aspal akan menurunkan nilai stabilitas. Stabilitas ditentukan pula oleh sifat interlocking agregat. Agregat yang bersudut dan tajam, permukaan kasar, serta bergradasi baik (menerus) akan menghasilkan campuran yang mempunyai interlokcing yang tinggi. Dengan demikian, penggunaan filler dengan proporsi yang sesuai dimana dihasilkan campuran yang bergradasi baik akan meningkatkan kepadatan dan stabilitas campuran. Kelelehan (Flow) Nilai Flow campuran menunjukkan durabilitas campuran, makin besar flow campuran maka durabilitas semakin tinggi. Nilai flow ditentukan antara lain kadar aspal, bentuk agregat, permukaan agregat, dan jumlah dan jenis filler di dalam campuran. Agregat yang berbentuk bulat dan licin akan meninggikan flow. Filler yang banyak menurunkan flow, dan penggunaan filler PC dan kapur akan menurunkan pula flow. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Jalan dan aspal jurusan Teknik sipil Politeknik negeri Ujung Pandang. Digunakan campuran AC-WC Halus dengan perlakuan akan diberikan pada campuran bahan dasar tersebut serta cmpuran yang menngunakan variasi kandungan bahan tambah dengan kadar aspal pen 60/70 yang telah ditentukan terlebih dahulu. Dengan variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : - Variabel tetap : Komposisi Agregat kasar, agregat halus, serta Kadar Aspal. - Variabel tak bebas : bahan tambah serat kawat tembaga. Variabel bebas : Karakateristik campuran berupa VIM, VMA, VFB, Kepadatan, Stabilitas, Flow, dan Marshall Qoutient. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah pengujian marshall dilakukan, maka dilanjutkan dengan perhitungan untuk menentukan nilai kepadatan, VIM, VMA, VFB, stabilitas, flow dan Marshall Quotient sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Pengujian Marshall untuk Persentase Serat Kawat Tembaga Setelah mendapatkan hasil analisis pengujian marshall untuk variasi prosentase serat kawat tembaga kemudian hasilnya digambarkan dalam grafik hubungan antara variasi persentase serat kawat tembaga dengan parameter parameter yang telah dihitung lalu dibuatkan barchart untuk menentukan persentase bahan tambah optimum (PBTO), sebagai berikut : 57

1. VIM (Vold in Mix) Dari grafik menunjukkan bahwa persentase bahan tambah yang ada memenuhi nilai standar VIM yang dipersyaratkan yaitu 3,0%. Berarti bertambahnya bahan tambah serat kawat tembaga ke dalam campuran AC-WC akan mengisi rongga rongga yang kosong menyebabkan rongga dalam campuran semakin kecil sehingga nilai VIM mengalami penurunan. Gambar 2. Grafik Nilai VIM (Vold in Mix) 2. VMA (Void in Mineral Aggregate) Dari grafik menunjukkan bahwa persentase bahan tambah bahan tambah yang ada memenuhi nilai standar VMA yang dipersyaratkan yaitu (Min. 15%). Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya bahan tambah serat kawat tembaga ke dalam campuran AC-WC akan mengisi rongga dalam agregat menyebabkan rongga dalam agregat semakin kecil sehingga nilai VMA mengalami penurunan. Gambar 3. Grafik Nilai VMA (Void in The Mineral Aggregate) 3. Gambar 4. Grafik nilai VFB (Void Filled with Bitumen) VFB (Void Filled with Bitumen) Dari grafik diatas menunjukkan bahwa persentase bahan tambah bahan tambah yang ada memenuhi nilai standar VFB yang dipersyaratkan yaitu (Min. 65%). Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya bahan tambah serat kawat tembaga ke dalam campuran AC-WC akan mengisi rongga yang berada di antara mineral agregat (VMA) yang terisi oleh aspal efektif mengakibatkan rongga terisi aspal semakin besar sehingga nilai VFB mengalami peningkatan. 4. Stabilitas Dari grafik diatas menunjukkan bahwa persentase bahan tambah bahan tambah yang ada memenuhi nilai standar stabilitas marshall yang dipersyaratkan yaitu (Min. 800 kg). Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya bahan tambah serat kawat tembaga ke dalam campuran AC-WC akan meningkatkan nilai stabilitas karena kawat tembaga memiliki sifat yang kuat dan keras sehingga nilai stabilitas mengalami peningkatan. Gambar 5. Grafik Nilai Stabilitas 58

5. Flow Dari grafik diatas menunjukkan bahwa persentase bahan tambah bahan tambah yang ada memenuhi nilai standar flow yang dipersyaratkan yaitu (Min. 3 mm). Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya bahan tambah serat kawat tembaga ke dalam campuran AC-WC semakin tinggi kadar aspal yang terserap sehingga mengakibatkan nilai flow mengalami penurunan. Gambar 6. Grafik Nilai Flow 6. Marshall Quotient Dari grafik diatas menunjukkan bahwa persentase bahan tambah serat kawat tembaga dari 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5% memenuhi nilai standar Marshall Quetient yang dipersyaratkan yaitu (Min. 250 kg/mm). Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya bahan tambah serat kawat tembaga ke dalam campuran AC-WC akan meningkatkan nilai Marshall Quotient, ini memperlihatkan bahwa nilai Marshall Quotient meningkat apabila nilai stabilitas yang diperoleh besar dan nilai flow yang diperoleh kecil ataupun sebaliknya. Gambar 7. Grafik Nilai Marshall Quotient Dari grafik Penentuan kadar Bahan Tambah Optimum (KBTO) diperoleh 2,6% selanjutnya dibuatkan lagi benda uji (briket) untuk mendapatkan nilai stabilitas sisa setelah perendaman 30 menit dan 24 jam dengan suhu 60 C. 7. Stabilitas Marshall Sisa Stabilitas marshall sisa adalah nilai stabilitas dari benda uji yang direndam didalam water bath selama 1x24 jam pada temperatur 60 C. untuk mendapatkan nilai stabilitas marshall sisa diperoleh dari perbandingan antara stabilitas pada perendaman 24 jam dengan perendaman 30 menit, sebagai berikut : 59

Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Stabilitas Marshall Sisa Terlihat dari tabel diatas bahwa campuran AC-WC dengan bahan tambah serat kawat tembaga mempunyai nilai Stabilitas Marshall sisa yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran AC-WC normal (tanpa bahan tambah). 5. KESIMPULAN Dari hasil analisis data terhadap Aspal Beton AC-WC yang menggunakan bahan tambah serat kawat tembaga, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1). Dari enam parameter Karakteristik AC-WC yang menggunakan bahan tambah serat kawat tembaga memenuhi persyaratan pengujian Marshall, kecuali VIM yang hanya dengan kadar bahan tambah 0%, 1%, 2%, 3% dan 4% memenuhi standar VIM sedangkan yang 5% dibawah standar VIM. 2). Diperoleh proporsi bahan tambah serat kawat tembaga yang ideal adalah 2,6% terhadap berat total campuran pada kadar aspal optimum 6,5%. 3). Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dari campuran AC-WC dengan menggunakan bahan tambah serat kawat tembaga (99,76%) lebih besar 1,4% dari nilai stabilitas campuran AC-WC normal (98,36%) dimana batasan spesifikasi minimal 90%. Hal ini menunjukan bahwa campuran lebih tahan terhadap perubahan cuaca, temperatur dan air. 6. DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, Alik Ansyori, 2001. Rekayasa Jalan Raya, Penerbit Univesitas Muhammadiyah, Malang. Ali, N.; Amiruddin, A.A.; Aboe, A.F.. 2013. Studi Penggunaan Serat Ijuk sebagai bahan Tambah Pada Aspal Porous Liquid Asbuton. Surakarta : UNS Sukirman, Silvia. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Jakarta. Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta : Granit Suprapto TM, 2004. Bahan dan Struktur Jalan Raya, Penerbit UGM, Yogyakarta. 60