BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia merupakan tahap akhir dari perkembangan kehidupan manusia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Padila, 2013). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Artinawati, 2014). Berdasarkan data World Population Prospek pada tahun 2017 penduduk lansia berjumlah 962 juta, dua kali lebih besar dibandingkan tahun 1980 yaitu ada 382 juta lansia di seluruh dunia. Jumlah lansia diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050, diproyeksikan mencapai hampir 2,1 miliar. Asia menempati urutan pertama dengan populasi lansia terbesar. Selama beberapa dekade mendatang, jumlah lansia di Asia diperkirakan akan terus meningkat dengan diperkirakan akan mengalami peningkatan dua kali lipat, dengan populasi lanjut usia diproyeksikan meningkat dari 549 juta pada tahun 2017 menjadi hampir 1,3 miliar pada 2050 (United Nation, 2017). Berdasarkan data penduduk pada tahun 2015, terdapat 21,68 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (8,49 persen) dari populasi penduduk, 1
2 hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang akan memasuki era penduduk menua (ageing population) karena jumlah penduduknya yang berusia 60 tahun ke atas (penduduk lansia) melebihi angka 7 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). Pada tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 23, 65 juta jiwa (Pu sat Data dan Informasi, Kemenkes RI 2017). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta) (Badan Pusat Statistik, 2015). Indonesia merupakan peringkat keempat populasi lansia terbanyak di dunia dibawah Cina, India, dan Amerika Serikat (Muhith & Siyoto, 2016). Di Indonesia terdapat tiga provinsi dengan proporsi lansia terbesar adalah DI Yogyakarta sebanyak 13, 05%, Jawa Tengah 11.11 % dan Jawa Timur 10, 96% (Badan Pusat Statistik, 2014). Jumlah lansia di Sumatera Barat pada tahun 2014 yaitu sebanyak 430.406 jiwa, selanjutnya pada tahun 2015 yaitu sebanyak 435.776 jiwa dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 sebanyak 473.259 jiwa (Badan Pusat Statistik Sumbar, 2016). Menua merupakan proses yang terjadi secara alamiah dan tidak bisa kita hindari. Akibat dari proses itu menimbulkan beberapa perubahan, meliputi perubahan fisik, psikologis, spritualitas, dan psikososial adaptasi terhadap stress mulai menurun (Azizah, 2011).Perubahan fisik pada lansia nampak pada berkurangnya kemampuan panca indera, kemampuan otak, paru, gastrointestinal, sistem saluran kemih, sistem kardivaskuler, otot dan tulang (Yusuf dkk, 2017). Perubahan psikologis pada lansia meliputi short
3 term memory, frustasi, kesepian, takut, kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian dan kecemasan (Artinawati, 2014). Perubahan psikososial pada lansia yaitu saat pensiun, ia akan mengalami kehilangankehilangan seperti kehilangan finansial, status, pekerjaan, teman atau kenalan serta perubahan dalam peran sosial masyarakat (Azizah, 2011). Perubahan-perubahan yang dialami lansia tersebut dapat menimbulkan munculnya masalah pada lansia karena sebagian lansia tidak dapat menyesuaikan diri dan menganggap perubahan sebagai beban berat dan menganggu kehidupan sehingga lansia menjadi stressor. Stres merupakan perasaan tertekan saat menghadapi permasalahan. Stres bukan penyakit, tetapi bisa menjadi awal timbulnya penyakit mental jika terlalu lama (Muhith & Siyoto, 2016). Salah satu masalah gangguan mental yang biasa terjadi pada lansia yaitu depresi (Maryam dkk, 2008). Depresi merupakan gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing ability/rta) masih baik, kepribadian tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari, 2011). Depresi pada lansia dapat dimanifestasikan dengan adanya keluhan merasa tidak berharga, sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa kosong, tidak ada harapan, menuduh diri, pemeliharaan diri yang kurang bahkan penelantaran diri (Azizah, 2011).
4 Menurut World Health Orgalenizationprevalensi global gangguan depresi pada lansia didapatkan sebanyak 61, 6 % (WHO, 2017). Prevalensi depresi pada lanjut usia yaitu sekitar 12-36% lansia menjalani rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat menjadi 30-50% pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami depresi (Azizah, 2011). Menurut Kaplan, et.al (yang dikutip dalam Stanley & Beare, 2007) depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun ke atas yang tinggal di keluarga dan angka depresi meningkat secara drastis diantara lansia yang berada di institusi, dengan sekitar 50% sampai 75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Aly, et. al, 2018) di Mesir menunjukkan lansia yang menderita depresi sebanyak 62,7%. Penelitian yang dilakukan (Pramesona & Taneepanichskul, 2017) di Indonesia didapatkanprevalensi depresi pada lansiapenghuni panti jompo yaitu sebanyak 42%. Penelitian yang dilakukan (Sarokhani, et.al, 2018) di Iran diperkirakan jumlah depresi pada lansia yaitu sebanyak 43%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan (Dhar, et.al, 2018) di Davangere, India menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada lansia yaitu sebanyak 39%, dimana depresi ringan sebanyak 33 %, dan depresi berat sebanyak 6 %. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan depresi pada lansia yaitu faktor biologis, genetik dan psikososial. Faktor biologis depresi pada lansia berkaitan dengan penurunan neuron-neuron dan neurontransmiter di otak. Depresi terjadi karena aktifitas neurologis yang rendah
5 (neurontransmiter norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur kesenangan (Azizah, 2011). Neurotransmitter juga berperan penting dalam fungsi hipotalamus seperti mengontrol tidur, selera makan, dan tingkah laku sehingga lansia yang mengalami depresi disertai keluhan-keluhan tersebut (Azizah, 2011). Depresi juga dapat diturunkan secara genetik. Menurut Nurberger & Gershon (yang dikutip dal am Azizah, 2011) bahwa pendekatan genetik terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara kembar bahwa monozigotik twins beresiko mengalami depresi 4.5 kali lebih besar (65%) daripada dizigotik twins (14%). Faktor psikososial yang menyebabkan depresi pada lansia meliputi perubahan status ekonomi, kehilangan dukungan anak, menantu, cucu dan teman-teman serta kurang berfungsinya sistem pendukung keluarga dan lingkungan (Santoso & Ismail, 2009). Selain itu, menurunnya kapasitas keakraban dengan keluarga dan berkurangnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat menyebabkan perasaan tidak berguna, merasa disingkirkan dan tidak dibutuhkan lagi dapat berperan dalam terjadinya depresi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Purnawati, 2014) menunjukkan bahwa sebagian besar lansiamemiliki faktor psikososial tidak baik yaitu sebanyak 60,9% mengalami depresi dengan kategori ringan yaitu sebanyak 59,4%. Dampak yang ditimbulkan depresi yaitu dapat memperpendek harapan hidup dengan mencetuskan atau memperburuk kemunduran fisik
6 serta menghambat pemenuhan tugas perkembangan lansia yang akhirnya angka bunuh diri yang tinggi menjadi konsekuensi yang serius dari depresi yang tidak tertangani (Stanley & Beare, 2007). Dengan segala kemampuan yang sudah mulai menurun, ditambah bayangan kematian, maka penguatan penerapan spiritualitas untuk mempersiapkan masa akhir dengan damai harus dioptimalkan(yusuf, dkk, 2017). Salah satu cara untuk mempersiapkan dan mencegah depresi saat usia lanjut adalah dengan cara meningkatkan spiritualitas. Penelitian yang dilakukan (Celis & Benito, 2013) bahwa spiritualitas dapat membantu mengurangi depresi pada lansia dan spiritualitas dapat dijadikan sumber dan koping strategi dalam mengatasi masalah pada proses penuaan lainnya. Menurut Maslow (dalam Sunaryo dkk, 20 15), tentang perubahan spiritualitaspada lansia yaitu agama dan kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Hal ini sesuai dengan penelitian (Ibrahim, 2014) menunjukkan dari 54 lansia yang dijadikan sampel, didapatkan bahwa gambaran karakteristik spritualitas pada lanjut usia pada kategori baik yaitu 33 orang (61%). Selanjutnya penelitian yang dilakukan (Destarina dkk, 2014) di Panti Sosial Tresna Werdha Khusnul Khotimah Pekan baru yaitu dari 39 responden didapatkan lansia yang memiliki spiritualitas tinggi sebanyak 23 orang, dan lansia yang memiliki spritualitas yang rendah sebanyak 16 orang.
7 Spritualitas meliputi konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.hubungan dengan diri sendiri merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang meliputi pengetahuan diri dan sikap tentang diri. Spritualitas dalam diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Yusuf dkk, 2017). Hubungan dengan orang lain dapat dikembangkan dengan memaafkan, mengembangkan kasih sayang dan dukungan sosial, sehingga jika seseorang mengalami depresi, maka orang lain dapat membantu memberi bantuan psikologis dan sosial. Hubungan dengan alam seperti rekreasi dan lingkungan sekitar, dapat membuat seseorang takjub dengan ciptaan Tuhan, dan keimanan semakin bertambah sehingga menimbulkan perasaan kesenangan dan kedamaian. Selanjutnya, hubungan dengan Tuhan nampak sikap dan perilaku agamis dan tidak agamis. Keadaan ini membangun ritual keagamaan seperti bersyukur, sembahyang, puasa dan berdoa (Yusuf dkk, 2017). Individu yang dibekali aspek spritualitas yang tinggi mempunyai ketahanan mental yang lebih baik, sehingga setiap individu sangat dianjurkan selalu beribadah dan berdoa secara teratur dan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial serta keagamaan (Turana, 2016). Hal ini sesuai
8 dengan penelitian yang dilakukan (Ratri, 2016) bahwa pendekatan spritualitas mampu memberikan efek yang positif terhadap penurunan depresi yang dialami lansia. Selanjutnya penelitian yang dilakukan (Rahimi, et al, 2013) menyatakan bahwa spiritualitas memiliki efek yang besar terhadap kesehatan fisik dan psikososial serta mendorong kedamaian batin dan harapan pada lansia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Mahwati, 2017) menunjukkan bahwa lansia yang memiliki spritualitas yang baik mengalami depresi sebanyak 5,7% sedangkan lansia yang memiliki spritualitas yang tidak baik mengalami depresi sebanyak 10,1%. Penelitian yang dilakukan (Rahmah dkk, 2015) menunjukkan bahwa dari 54 repondendidapatkan 32 lansia yang memiliki tingkat spritualitas tinggi dengan tingkat depresi normal. Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan (Gultom, dkk, 2016) menunjukkan bahwa dari 50 responden didapatkanlansia yang aktivitas spritualitas tinggi tidak ada yang mengalami depresi berat sedangkan lansia yang memiliki aktivitas spritualitas rendah mengalami depresi berat sebanyak 16 orang. Selanjutnya, hasil penelitian (D adrianne, 2014) melaporkan gejala depresi yaitu sebanyak 9.5% (n=992) dengan tingkat spritualitas yang tinggi yaitu sebanyak 81.2%. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kasih Sayang Ibu Batusangkar merupakan salah satu panti werdha yang ada di Sumatera Barat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20
9 Oktober 2018 didapatkan data dari petugas panti dengan jumlah lansia binaan yaitu sebanyak 70 orang lansia, yang terdiri dari 46 orang laki-laki dan 24 orang perempuan. Dari hasil wawancara dengan 10 orang lansia dengan menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) menunjukkan 5 orang lansia menunjukkan beberapa gejala depresi dimana mereka mengungkapkan tentang kondisi yang dialaminya seperti merasa sedih, merasa sepi dan bosan, putus asa, merasa tidak berguna, perasaan bersalah serta penurunan daya ingat. Permasalahan lain yang dihadapi lansia di panti yaitu keluarga yang hanya mengunjungi lansia ke panti lebih kurang 1 kali sebulan bahkan tidak ada yang melakukan kunjungan, lansia yang mempunyai anak akan tetapi anaknya sudah jauh merantau dan tidak pernah mengunjunginya lagi, serta lansia yang memiliki anak dan pasangannya yang telah dulu meninggal. Hal ini menyebabkan lansia merasa hampa, tidak dibutuhkan lagi, tidak berguna, dan tidak dihargai lagi oleh keluarganya. Selanjutnya wawancara mengenai aspek spritualitas pada 10 lansia, 8 orang lansia mengatakan ada melaksanakan solat lima waktu di masjid berjamaah dan membaca alquran, suka berinteraksi dengan orang lain yang ada di panti, menikmati suasana di lingkungan panti serta tidak merasa malu dan tidak kehilangan tujuan hidup selama sakit. Akan tetapi, ada 2 orang lansia yang mengatakan solat lima waktu yang kurang lengkap karena gangguan penyakit yang dideritanya, lansia tidak suka untuk
10 berinteraksi dengan teman-teman di panti, serta merasa malu dengan kekurangan yang dimilikinya. Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan spritualitas dengan depresi pada lansia dipanti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan spiritualitas dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya adanya hubungan spiritualitas dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018. 2. Tujuan khusus a. Diketahuinyaspiritualitas pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018. b. Diketahuinya depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018.
11 c. Diketahuinya arah dan kekuatan hubungan spiritualitas dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tentang hubungan spiritualitas dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018. 2. Bagi Pelayanan Kesehatan Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan pembelajaran bagi perawat dan pihak petugas di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2018 mengenai hubungan spiritualitas dengan depresi pada lansia serta meningkatkan mutu pelayanan. 3. Bagi Peneliti Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat memperluas wawasan, menambah pengetahuan dan mengembangkan diri serta dapat berguna bagi pengembangan ilmu keperawatan nantinya.