PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GULA KELAPA DI KABUPATEN SUMENEP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian sebagai salah satu sektor yang dapat diandalkan dan memiliki

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

VIII. ANALISIS FINANSIAL

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

VII. RENCANA KEUANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PERUMAHAN GREEN SEMANGGI MANGROVE SURABAYA DITINJAU DARI ASPEK FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS SENSITIFITAS FINANSIAL SERAIWANGI

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

IV. METODE PENELITIAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

IV. METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Lampiran... 75

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN. (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

III KERANGKA PEMIKIRAN

KELAYAKAN DAN RISIKO USAHATANI JERUK KEPROK MADURA DI KABUPATEN SUMENEP. ISDIANTONI Dosen Fakultas Pertanian Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Menurut Surakhmad, (1994: ), metode deskriptif analisis, yaitu metode

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi*

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

layak atau tidak maka digunakan beberapa metode dengan harapan mendapatkan

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

Transkripsi:

PROSPEK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GULA KELAPA DI KABUPATEN SUMENEP Isdiantoni Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha dan sensitivitas dari agribisnis gula di Kabupaten Sumenep. Dengan menggunakan analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) diperoleh hasil bahwa agribisnis gula di Kabupaten Sumenep layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV sebesar Rp. 48.222.068,- (NPV > 0), nilai IRR 37,34% (IRR > discount rate), dimana usaha gula ini masih layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga (discount rate) sebesar 37,34% per tahun, dan dengan discount factor 19,2% per tahun diperoleh nilai net B/C ratio sebesar 1,43 (Net B/C > 1). Sedangkan dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha agribisnis gula di Kabupaten Sumenep lebih sensitif terhadap penurunan pendapatan daripada kenaikan biaya operasional. Kata kunci: prospek pengembangan, agribisnis gula I. PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui bahwa salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang seringkali menjadi polemik adalah komoditas gula. Persoalan mendasar yang dihadapi adalah adanya kesenjangan antara tingkat produksi di dalam negeri dengan kebutuhan konsumsi gula oleh masyarakat. Perbedaan supply dan demand setiap tahun terutama pada saat harihari besar menyebabkan terjadinya eskalasi harga gula sehingga membebani pola pengeluaran masyarakat. Menurut data Dewan Gula Indonesia (2004) setiap tahunnya produksi gula dalam negeri rata-rata sekitar 2,1 juta ton sedangkan permintaan untuk konsumsi gula masyarakat mencapai rata-rata 2,7 juta ton. Konsekwensinya setiap tahun diperlukan impor gula minimal 0,5 juta ton. Alamat Korespondensi: Isdiantoni, Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep. Jl. Raya Sumenep-Pamekasan Km. 5 Patian-Sumenep. Persoalan ini sebenarnya merupakan tantangan untuk menjadi peluang usaha dengan cara memenuhi sebagian dari permintaan pasar terhadap gula. Salah satu diantaranya adalah melalui produk gula yang berasal dari tanaman. Komoditas gula sebenarnya sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mempunyai peluang utnuk menjadi komoditas ekspor. Gula dapat menjadi barang substitusi dari gula pasir, sehingga dapat didayagunakan untuk mengurangi ketergantungan impor gula. Tanaman di Kabupaten Sumenep umumnya tumbuh di wilayah pesisir yang masyarakatnya tergolong miskin, sehingga dengan menumbuh kembangkan usaha pembuatan gula, maka secara tidak langsung dapat menanggulangi kemiskinan (poverty alleviation). Menurut survey pangan pada tahun 2000 oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur rata- rata konsumsi gula di Indonesia mencapai 4,5 kg/kapita/tahun, maka untuk jumlah penduduk Indonesia 200 juta diperlukan gula sebanyak 900 ribu ton. Hal ini merupakan peluang usaha yang baik, meskipun juga harus mendapat perhatian serius dalam pemenuhannya, mengingat sumber daya yang mulai menurun (Fetiahlis, 2001). 41

Berdasarkan data yang diperoleh dari Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PTPN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Jawa Timur termasuk 10 besar daerah penghasil gula di Indonesia. Areal seluas 288.023 Ha terbagi atas 284.865 Ha Perkebunan Rakyat, 810 Ha PTPN, dan 2.348 Ha PBS. Sentra pertanaman pada Perkebunan Rakyat di Jawa Timur seluas 284.865 Ha, terbagi atas Kabupaten Sumenep 44.408 Ha, Banyuwangi 25.356 Ha, Pacitan 24.113 Ha, Blitar 18.211 Ha, Trenggalek 14.690 Ha, Tulungagung 14.663 Ha, Malang 13.780 Ha, Jember 12.260 Ha, Tuban 10.383 Ha dan sisanya menyebar di 26 Kabupaten/ kota lainnya (www.desperindag.com). Kabupaten Sumenep selain dikenal sebagai sentra produksi, juga telah ditetapkan sebagai musium Jawa Timur, hal ini disebabkan oleh banyaknya keanekaragaman varietas yang ada di Kabupaten Sumenep. Produksi di Kabupaten Sumenep sebesar 30.248,86 ton atau sekitar 14.000.000 buah. Berdasarkan data empirik, dalam kaitannya dengan potensi dan prospek pasar komoditas gula maka penelitian tentang prospek pengembangan agribisnis gula di Kabupaten Sumenep sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, tujuan dlakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha dan sensitivitas gula di Kabupaten Sumenep. II. METODE PENELITIAN Penentuan daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu di Kecamatan Batang-batang dan Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pengrajin/pengusaha gula di Kecamatan Batang-batang dan Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep. Ukuran sampel yang digunakan adalah seluruh populasi pengrajin/pengusaha gula di Kecamatan Batang-batang dan Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep. Hal ini dilakukan karena jumlah pengrajin/ pengusaha gula tersebut masih terbatas, yaitu 18 orang. Untuk melihat jalur pemasarannya menggunakan metode snow boll sampling. Untuk menganalisis tingkat kelayakan usaha dan sensitivitas dari agribisnis gula di Kabupaten Sumenep digunakan adalah analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). 1) Analisis NPV (Net Present Value) Analisis NPV digunakan untuk menghitung nilai keuntungan bersih dan total keuntungan keseluruhan dalam usahatani, adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: n Bt Ct NPV = n 1 (1 i) dimana: Bt = besarnya benefit finansial usaha gula Ct = besarnya biaya finansial usaha gula N = umur ekonomis (tahun) i = tingkat bunga ( % ) Kriteria pengambilan keputusan: a) NPV > 0, usaha gula layak dan menguntungkan b) NPV = 0, usaha gula tidak untung dan tidak rugi (impas) c) NPV < 0, usaha gula tidak layak dan tidak menguntungkan. 2) Analisis IRR (Internal Rate Return) Analisis ini untuk melihat kemampuan suatu investasi yang dikeluarkan dalam usahatani untuk suatu tingkat keuntungan yang didapat berdasarkan tingkat bunga pinjaman yang berlaku. Adapun prosedur penetapan IRR dilakukan dengan sistem cobacoba, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: NPV1 IRR = i t ( i2 i1 ) ( NPV1 NPV 2 ) dimana: i 1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 1 > 0, tetapi hampir mendekati 0 i 2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 2 < 0, tetapi hampir mendekati 0 42

NPV 1 = nilai NPV positif NPV 2 = nilai NPV negatif Kriteria pengambilan keputusan: a) IRR > bunga modal, usaha gula layak dan menguntungkan. b) IRR < bunga modal, usaha gula tidak layak dan tidak menguntungkan. 3) Analisis Net B/C Ratio Analisis ini untuk menganalisis sejauhmana tingkat perbandingan benefit dengan tingkat biaya yang dipakai dengan rumus: n Bt Ct ( Bt C 0) t t t 1 (1 i) Net B/C = n Bt Ct ( Bt Ct 0) t t 1 (1 i) Dimana: Bt = besarnya benefit finansial usaha gula Ct = besarnya biaya finansial usaha gula i = tingkat bunga ( % ) n = umur ekonomis (th) t = tahun ke-t Kriteria pengambilan keputusan: a) B/C > 1, usaha gula secara finansial layak dikembangkan b) B/C < 1, usaha gula secara finansial tidak layak dikembangkan III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kelayakan Usaha Agribisnis Gula Kelapa Aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini terbagi menjadi dua, yaitu arus kas masuk (cash inflow) dan arus kas keluar (cash outflow). Arus klas masuk berasal dari hasil penjualan produk gula selama satu tahun, dimana asumsi kapasitas usaha berpengaruh pada besarnya volume produksi yang akan menentukan nilai total penjualan, dengan demikian arus kas masuk menjadi optimal. Sedangkan untuk arus kas keluar diperoleh dari biaya investasi, biaya modal kerja, dan biaya operasional termasuk angsuran kredit dan pajak penghasilan. Untuk hasil perhitungan kelayakan rencana investasi gula, diperoleh hasil bahwa usaha ini menguntungkan. Hal tersebut dibuktikan, dengan discount factor 19,2% per tahun net B/C ratio sebesar 1,43 (Net B/C > 1) dan NPV sebesar Rp. 48.222.068,- (NPV > 0) diperoleh nilai IRR 37,34% (IRR > discount rate). Dengan kata lain usaha gula ini masih layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga (discount rate) sebesar 37,34% per tahun (Tabel 1). Tabel 1. Analisis Kelayakan Usaha Gula Kelapa IRR 37,34% PBP (usaha) tahun 2,09 NPV 48.222.068,82 Net B/C ratio 1,43 3.2. Tngkat Sensitivitas Agribisnis Gula Kelapa Di dalam melakukan analisis kelayakan suatu proyek, biaya produksi dan pendapatan selalu dijadikan tolok ukur kelayakan usaha, 43

karena keduanya merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha. Didalam berusaha di sektor agribisnis ketidak pastian merupakan sesuatu yang harus diperhatikan, sebab ketidak pastian ini akan mempengaruhi pendapatan dan biaya produksi yang lebih dikenal dengan istilah resiko usaha. Untuk mengantisipasi resiko tersebut, maka didalam melakukan perencanaan usaha perlu dilakukan analisis sensitivitas. Dalam pola pembiayaan agribisnis gula di Kabupaten Sumenep digunakan tiga skenario sensitivitas. a. Skenario I Pada skenerio satu diasumsikan pendapatan proyek/usaha mengalami penurunan sedangkan biaya investasi dan biaya operasional tetap. Penurunan pendapatan ini dapat terjadi karena penurunan harga jual gula, menurunnya jumlah permintaan atau menurunnya jumlah produksi. Tabel 2. Analisis Kelayakan Usaha dengan Penurunan Pendapatan 3% IRR 24,13% PBP (usaha) tahun 2,72 NPV 10.124.776,21 Net B/C ratio 1,09 Dari Tabel 2, didapatkan gambaran bahwa jika pendapatan turun sebesar 3% maka usaha gula masih tetap layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil perhitungan terhadap parameter kelayakan usaha, yaitu pada discount rate 19,2% Net B/C sebesar 1,09 (Net B/C > 1), NPV sebesar Rp.10.124.776,21,- (NPV > 0) dan nilai IRR 24,13% (IRR > discount factor) serta PBP usaha 2 tahun 8 bulan 19 hari yang masih lebih kecil dari periode proyek. Namun pada saat pendapatan usaha gula turun sebesar 4%, maka usaha gula tidak layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil perhitungan terhadap parameter kelayakan usaha, yaitu pada discount rate 19,2% Net B/C sebesar 0,98 (Net B/C < 1), NPV sebesar Rp. - 2.574.321,33 nilai ini menunjukkan NPV < 0 dan nilai IRR 17,81% (IRR < discount factor), mekipun PBP usaha 3 tahun 10 hari yang masih lebih kecil dari periode proyek. Tabel 3. Analisis Kelayakan Usaha dengan Penurunan Pendapatan 4% IRR 17,81% PBP (usaha) tahun 3,03 44

NPV (2.574.321,33) Net B/C ratio 0,98 b. Skenario II Pada skenerio dua diasumsikan biaya operasional proyek/usaha mengalami kenaikan 5% sedangkan biaya investasi dan biaya pendapatan tetap. Kenaikan biaya opersional ini dapat terjadi karena kenaikan harga input seperti bahan baku, tenaga kerja, pemasaran dan komponen biaya operasional lainnya. Tabel 4. Analisis Kelayakan Usaha dengan Biaya Operasional Naik 5% IRR 16,79% PBP (usaha) tahun 3,08 NPV (4.390.889,97) Net B/C ratio 0,96 Dari Tabel 4, dapat dijelaskan bahwa jika biaya operasional naik sebesar 5% maka usaha gula tidak layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil perhitungan terhadap parameter kelayakan usaha, yaitu pada discount rate 19,2% Net B/C sebesar 0,96 (Net B/C < 1), NPV sebesar Rp. -4.390.889,97 (NPV < 0), dan nilai IRR 16,79% (IRR < discount factor) serta PBP usaha 3 tahun. Namun pada saat biaya operasional usaha gula naik sebesar 4%, maka usaha gula tetap layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil perhitungan terhadap parameter kelayakan usaha, yaitu pada discount rate 19,2% Net B/C sebesar 1,05 (Net B/C > 1), NPV sebesar Rp. 6.131.701,79 nilai ini menunjukkan NPV > 0 dan nilai IRR 22,28% (IRR > discount factor), dan PBP usaha 2 tahun 9 bulan yang masih lebih kecil dari periode proyek. Tabel 5. Analisis Kelayakan Usaha dengan Biaya Operasional Naik 4% IRR 22,28% PBP (usaha) tahun 2,81 45

NPV 6.131.701,79 Net B/C ratio 1,05 c. Skenario III Skenario ini merupakan gabungan dari sekenario satu dan skenario dua, yaitu diasumsikan pendapatan usaha gula turun 3% dan biaya operasional naik sebesar 3%, sedangkan biaya investasi tetap. Tabel 6. Analisis Kelayakan Usaha dengan Penurunan Pendapatan 3% dan Biaya Operasional Naik 3% IRR 5,36% PBP (usaha) tahun 3,63 NPV (21.442.999,06) Net B/C ratio 0,81 Dari Tabel 6 diperoleh data bahwa jika pendapatan usaha gula turun 3% dan biaya operasional naik sebesar 3% maka usaha gula tidak layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil perhitungan terhadap parameter kelayakan usaha, yaitu pada discount rate 19,2% Net B/C sebesar 0,81 (Net B/C < 1), NPV sebesar Rp. - 21.442.999,06 (NPV < 0) dan nilai IRR 5,36% (IRR < discount factor) meskipun PBP usaha masih lebih kecil dari periode proyek. Namun pada saat pendapatan hanya turun 2% dan biaya operasional usaha gula juga naik sebesar 2%, maka usaha gula tetap layak untuk diusahakan. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil perhitungan terhadap parameter kelayakan usaha, yaitu pada discount rate 19,2% Net B/C sebesar 1,02 (Net B/C > 1), NPV sebesar Rp. 1.778.690,23 nilai ini menunjukkan NPV > 0 dan nilai IRR 20,13% (IRR > discount factor), dan PBP usaha 2 tahun 11 bulan yang masih lebih kecil dari periode proyek. Tabel 7. Analisis Kelayakan Usaha dengan Penurunan Pendapatan 2% dan Biaya Operasional Naik 2% IRR 20,13% PBP (usaha) tahun 2,92 46

NPV 1.778.690,23 Net B/C ratio 1,02 Dari hasil analisis sensitivitas pada Tabel 7, menunjukkan bahwa usaha agribisnis gula di Kabupaten Sumenep lebih sensitif terhadap penurunan pendapatan daripada kenaikan biaya operasional. Dengan penurunan pendapatan sebesar 4% usaha gula sudah tidak layak diusahakan, namun jika terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 4% usaha ini masih layak dilakukan. Sedangkan jika terjadi perubahan terhadap pendapatan dan biaya operasional sekaligus, maka usaha gula di Kabupaten Sumenep sensitif terhadap penrunan pendapatan sebesar 2% dan kenaikan biaya operasional sebesar 2%. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Untuk hasil perhitungan kelayakan rencana investasi gula, diperoleh hasil bahwa usaha ini menguntungkan. Hal tersebut dibuktikan, dengan discount factor 19,2% per tahun net B/C ratio sebesar 1,43 (>1) dan NPV sebesar Rp. 48.222.068,- (>0) diperoleh nilai IRR 37,34% (> discount rate). Dengan kata lain usaha gula ini masih layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga (discount rate) sebesar 37,34% per tahun. 2. Dari hasil analisis sensitivitas, menunjukkan bahwa usaha agribisnis gula di Kabupaten Sumenep lebih sensitive terhadap penurunan pendapatan daripada kenaikan biaya operasional. 4.2. Saran Untuk meningkatkan kapasitas produksi usaha gula, maka investasi peralatan sangat dibutuhkan, serta ruang produksi harus didesain sedemikian rupa agar pencapaian produksi lebih optimal dan memenuhi syarat mutu. Diperlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu produk gula, hal ini harus dimulai dari budidaya sampai pada proses produksi gula agar daya saing produk dapat meningkat sehingga harga yang diperolehnya bisa tinggi, sebab usaha ini sangat sensitif terhadap penurunan pendapatan. Disamping itu, juga perlu adanya upaya pemasyarakatan gula di masyarakat sebagai subtitusi gula pasir tebu, untuk meningkatkan daya serap pasar di tingkat lokal. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Gula Aren. Bank Indonesia. Jakarta. Fetiahlis, H..2001. Rangkuman Proses Pabrikasi Gula. PTPN XI. Asem Bagus. Situbondo. Ibrahim, Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Saidi, M..2006. Tetes Emas Nira Kelapa. Insan Cendekia. Surabaya. Singarimbun dan Efendi. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Wardoyo. 1992 Pengembangan Agro Industri Pangan. Pra Widya Karya Nasional dan Gizi. Supong. www. Desperindag. Or. Id / file/ data luas lahan perkebunan pohon. 22/01/2008. 47