Tanggung Jawab Kurator Dalam Pemberesan Terhadap Hak Pekerja Selaku Kreditur Preferen Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67 Tahun 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. Kontribusi wajib ini bersifat memaksa dan diatur dengan undang-undang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Akuntansi forensik berperan dalam beberapa proses dalam perkara kepailitan. Hal ini

HAK-HAK NORMATIF PEKERJA PADA PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN. Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP PIHAK KETIGA 1 Oleh : Ardy Billy Lumowa 2

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT. Saryana * ABSTRACT

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

HAK HAK KARYAWAN PADA PERUSAHAAN PAILIT (STUDI TENTANG PEMBERESAN HAK KARYAWAN PADA KASUS PERUSAHAAN PT. STARWIN) SKRIPSI

Penundaan Pembayaran Utang bagi Debitor yang dinyatakan Pailit dalam Kasus Kepailitan Oleh : Umar Haris Sanjaya 1 ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA ASING DI PERUSAHAAN INDONESIA YANG BERADA DALAM KEADAAN PAILIT ABSTRACT

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I. tidak dipakai. Sangat sedikit kasus-kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

KEWAJIBAN PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP HUTANG PAJAK YANG BELUM DIBAYAR (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

BAB II TINJAUAN UMUM. yang secara etimologi dapat diartikan keadaan memburuh, yaitu keadaan dimana. seorang buruh bekerja pada orang lain (pengusaha).

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN PERKARA HUTANG PIUTANG ANTARA BANK CIMB NIAGA DENGAN PT. EXELINDO CELULLAR UTAMA

Transkripsi:

Tanggung Jawab Kurator Dalam Pemberesan Terhadap Hak Pekerja Selaku Kreditur Preferen Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67 Tahun 2013 Oleh : Dhua Putra Pradiendi, Dewi Tuti Muryati, Muhammad Iftar Aryaputra Fakultas Hukum Universitas Semarang ABSTRAK Kepailitan sebagai salah satu sarana hukum pada pada hakikatnya tidak hanya bertitik tolak pada penyelesaian pembayaran utang kepada para kreditur krediturnya tetapi selain itu terdapat kewajiban kewajiban lain bagi perusahaan yang harus dilaksanakan yaitu terkait dengan para karyawan dimana perusahaan berkewajiban membayar upah.yang dikaji dalam penulisan ini adalah bagaimana tanggung jawab kurator dalam pemberesan terhadap hak pekerja selaku kreditur preferen berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67 Tahun 2013. Penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat diskritif analisis yaitu dengan mengkaji dan menganalisis terkait hukum kepailitan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dalam kepailitan memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak karyawan, termasuk upah maupun hak hak karyawan lainnya. Setelah dinyatakan pailit, kurator sebagai pihak yang melakukan pemberesan harta pailit memiliki tanggung jawab agar selama proses pemberesan harta pailit, kedudukan karyawan sebagai kreditur preferen terlindungi hak-haknya sesuai dengan Undang-Undang yang memberikan para karyawan hak istimewa untuk di dahulukan pembayaran utang-utangnya. Kata kunci : Kurator, Kepailitan, Kreditor Preferen. ABSTRACT Bankruptcy as one of the means of law is essentially not only based on the settlement of debt payments to the creditors - creditors but in addition there are other obligations for the company that must be implemented that is related to the employees where the company is obliged to pay wages. Which is reviewed in writing this is how the responsibility of the curator in the imposition of the right of the worker as the preferred creditor based on the decision of the constitutional court number 67 of 2013. The writing of this law is an empirical legal research that is discrete in the analysis that is by reviewing and analyzing related bankruptcy law. Based on the results of research and discussion, in bankruptcy has a responsibility to fulfill the rights of employees, including wages and other employee rights. Having been declared bankrupt, the curator as the party making the bankruptcy property has the responsibility that during the process of securing the bankrupt property, the employee's position as the preferred creditor shall be protected his rights in accordance with the Law which grants the privileged employees to prepay the debts. Keywords: Receiver, Bankruptcy, Preferential Creditor.. 1

A. PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi dunia membawa dampak yang sangat besar terhadap proses pembangunan di Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan pokok utama untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan sektor industri yang dapat membuka dan mengembangkan lapangan pekerjaan kepada masyarakat Indonesia. Untuk pengembangan sektor industri tersebut, memberikan peluang semakin banyak perusahaan perusahaan yang didirikan dengan tingkat kebutuhan tenaga kerja yang semakin tinggi. 1 Kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor (si berutang) untuk melunasi utang utangnya kepada kreditor (si berpiutang). Dalam hal suatu perusahaan yang mengalami pailit, memiliki tenaga kerja yang harus didahulukan pembayaran upahnya sering terjadi hak pekerja tidak diperhatikan oleh Kurator. Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU) tidak mencantumkan secara jelas dalam hal debitor adalah merupakan perusahaan yang memiliki pekerja yang harus diutamakan pembayaran upahnya sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melirik ke Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian pekerja / buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima imbalan dalam bentuk apapun. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum dan badan lainnya dengan menerima upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal ada pula pekerja / buruh yang menerima imbalan dalam bentuk barang. 2 Kemampuan tersebut idealnya harus dimiliki oleh seorang kurator karena dalam praktiknya masih ada beberapa kurator yang kurang maksimal dalam melakukan pengurusan dan pemberesan boedel pailit atau seringkali kurator tidak didukung sumber daya manusia yang memadai guna melakukan due diligent atau penelitian terhadap laporan keuangan debitor pailit sehingga boedel pailit pun menjadi tidak maksimal. Kurator harus memahami bahwa tugasnya tidak hanya sekadar bagaimana menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dibagi kepada para kreditor, tapi lebih jauh, sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut. 1 Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Bandung : Raja Grafindo Persada, 2007), Halaman 34. 2 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), Halaman 23. 2

B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah kewenangan dan tanggung jawab kurator pada aset perusahaan yang dinyatakan pailit menurut Undang-Undang Kepailitan di Indonesia? 2. Bagaimana tanggung jawab kurator dan ketentuan jangka waktu terhadap penyelesaian pemberesan harta pailit? 3. Apakah yang menjadi pertimbangan kurator dalam menentukan daftar pembagian atas hasil penjualan harta pailit kepada buruh selaku kreditur preferen? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui kewenangan dan tanggung jawab seorang kurator menurut Undang- Undang Kepailitan di Indonesia b. Untuk mengetahui tanggung jawab kurator dan ketentuan jangka waktu terhadap penyelesaian pemberesan harta pailit 2. Manfaat Penelitian Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan yang lebih kongkrit bagi kurator dan hakim pengawas, khususnya dalam menangani kasus kepailitan dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan tanggung jawab kurator terhadap penyelesaian pemberesan harta pailit dalam rangka perlindungan hukum terhadap buruh selaku kreditor preferen. D. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Kepailitan Merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaranpembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi Keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit,baik yang telah ada mau pun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan 3

tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional (prorateparte) dan sesuai dengan struktur kreditur. Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan, jika persyaratan kepailitan telah terpenuhi yaitu: a. Debitor tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor; dan b. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Adapun yang dapat dinyatakan pailit dijelaskan sebagai berikut: a. Orang perorangan, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor perorangan yang telah menikah, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada percampuran harta. b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya. Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma. Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, namun dari rumusan ketentuan Pasal 2 Undang- Undang Kepailitan dapat diketahui bahwa setiap permohonan pernyataan pailit harus diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor, dengan ketentuan bahwa: a. Jika debitor telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir dari debitor; b. Jika debitor adalah persero suatu firma, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut; c. Jika debitor tidak bertempat kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah Republik Indonesia, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitor menjalankan profesi atau usahanya. 4

2. Prosedur Kepailitan Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-Undang Kepailitan), kepailitan dapat dimohonkan apabila debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Utang yang tidak dibayar oleh debitor sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Kepailitan adalah utang pokok atau bunganya. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah: a. Debitor; b. Kreditor atau para kreditor; c. Kejaksaan untuk kepentingan umum; d. Bank Indonesia, apabila menyangkut debitor yang merupakan bank; e. Badan Pengawas Pasar Modal, dalam hal menyangkut debitor yang merupakan perusahaan efek. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan, permohonan pernyataan pailit diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki ijin praktek melalui Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor. 3 Di dalam pengurusan dan pemberesan budel pailit kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren pada prinsipnya berhak atas pembayaran piutang dari budel pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren mempunyai tingkatan yang tidak sama. Kreditor yang diistimewakan adalah kreditor pemegang hak tanggungan, fidusia, gadai, hipotek dan hak-hak atas kebendaan lainnya. 4 Pembayaran yang harus didahulukan selain kreditor separatis atau kreditor preferen adalah hak-hak Negara atas pajak, badan hak-hak Negara lainnya termasuk di dalamnya biaya lelang dan hak buruh atas kerja yang telah dilaksanakan bagi kepentingan majikan. Biaya kepailitan juga merupakan biaya yang harus segera dikeluarkan dan diselesaikan sebelum pelaksanaan pembayaran terhadap kreditor separatis. Apabila ada tarik menarik kepentingan siapa yang akan didahulukan pembayarannya maka harus dilakukan penilaian atas peringkat (urutan) kreditor, yang lebih tinggi dan diistimewakan akan mendapatkan pembayaran terlebih dahulu. Sedangkan kreditor yang mempunyai tingkatan yang sama memperoleh pembayaran atas piutang sesuai dengan perimbangan piutangnya. 3 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan,( Jakartan : Pustaka Utama Grafiti, 2005 ), Halaman 56. 4 Sunarmi, Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia, (Jakarta : Liberty, 2008), Halaman 66. 5

E. METODE PENELITIAN Jenis / tipe penelitian ini adalah yuridis empiris, pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan tanggung jawab kurator dalam pemberesan terhadap hak pekerja selaku kreditur preferen Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai prilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan. Studi-studi sosial tentang hukum menempatkan hukum sebagai instrumen yang digunakan masyarakat dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan hal tersebut dapat diverifikasi dan diobservasi secara empiris. Pendekatan demikian telah mereduksi esensi hukum didalam masyarakat. F. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kewenangan dan tanggung jawab kurator pada aset perusahaan yang dinyatakan pailit menurut Undang-Undang Kepailitan di Indonesia Wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU kepada kurator sangatlah luas sehingga menimbulkan suatu konsekuensi hukum bagi kurator untuk berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dan bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya sehubungan dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Begitu pula dalam kepailitan perseroan terbatas, bila sebelum terjadi kepailitan, pihak yang bertanggung jawab atas pengurusan harta kekayaan perseroan terbatas adalah direksi maka setelah terjadinya kepailitan, pihak yang bertanggung jawab adalah kurator. Setelah adanya putusan pailit maka pengurusan dan pemberesan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Hal tersebut juga dipertegas bahwa dalam putusan pailit harus diangkat kurator dan Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan. Sehingga dalam putusan pernyataan kepailitan ditetapkan pula siapa yang menjadi kurator. Kurator bisa diusulkan oleh debitor atau kreditor. Selanjutnya pengadilan niaga memutuskan siapa yang akan diangkat menjadi kurator dan berapa jumlah kurator. Jika debitor maupun kreditor tidak mengusulkan pengangkatan kurator maka Balai Harta Peninggalan diangkat menjadi kurator. Kurator melaksanakan tugas dan wewenangnya utamanya yaitu melaksanakan tugas pengurusan dan / atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan, walaupun dalam putusan tersebut masih diajukan kasasi dan / atau peninjauan kembali. Tugas yang pertama harus dilakukan oleh kurator sejak mulai pengangkatannya, menurut Pasal 98 6

UUK-PKPU adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. Dari berbagai jenis tugas bagi kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat pengunguman (Pasal 15 Ayat 4), mengundang rapat-rapat kreditor, mengamankan harta kekayaan debitor pailit, melakukan pencatatan/inventarisasi harta pailit (Pasal 100,101,102,103), serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas setiap 3 bulan (Pasal 74). a. Tugas kurator dalam administratif Dalam administratif kurator bertugas untuk mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengunguman (Pasal 15 Ayat 4), mengundang rapatrapat kreditor, mengamankan harta kekayaan debitor pailit, melakukan pencatatan/inventarisasi harta pailit (Pasal 100,101,102,103), serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas setiap 3 bulan (Pasal 74). b. Tugas mengurus/mengelola harta pailit Selama proses kepailitan belum sampai keadaan insolvensi (pailit), maka kurator dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha debitor pailit sebagaimana layaknya organ perusahaan (direksi) atas izin rapat kreditor (Pasal 104 Ayat 1) pengelolaan hanya dapat dilakukan apabila debitor pailit masih memiliki suatu usaha yang masih berjalan. Sejak adanya putusan pailit oleh pengadilan niaga maka debitor kehilangan haknya untuk mengelola dan mengurus harta boedel pailit. Maka selanjutnya pemberesan dan pengurusan harta debitor pailit diambil alih oleh kurator. 2. Tanggung jawab kurator dan ketentuan jangka waktu terhadap penyelesaian pemberesan harta pailit Pada dasarnya tanggung jawab kurator dalam melaksanakan pengurusan atau pemberesan harta pailit sudah di atur dalam Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan yaitu kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Penjelasan Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dikatakan cukup jelas, namun hingga saat ini masih belum terdapat kejelasan tentang batasan dari kesalahan dan kelalaian. Tanggung jawab kurator itu ada dalam kesalahan dan kelalaian jika terdapat unsur kesengajaan atau kurang hati-hati dari kurator dalam melakukan tindakan sehingga secara tidak sengaja menyebabkan timbulnya kerugian terhadap harta pailit debitor. Melihat hal tersebut seorang kurator ini tidak di perbolehkan mejual harta pailit di bawah harga pasar yang dapat merugikan harta pailit debitor, 7

akan tetapi aturan dalam UUK PKPU masih belum jelas mengatur mengenai batasan-batasan yang dapat merugikan harta pailit, ini sungguh menjadi momok yang luar biasa bagi para kurator dalam membereskan harta pailit, mengingat telah banyak kurator yang telah di laporkan secara pidana oleh debitor pailit terkait dengan masalah pemberesan pailit. Ketika pekerjaan kurator telah mencapai tahap pemberesan, berarti proses likuidasi telah dimulai, apabila perkara yang sedang ditangani kurator tidak dalam status on going concern. Bahwa penjualan aset dalam kepailitan diatur dalam Pasal 185 Undang-Undang Kepailitan : a. Semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. b. Dalam hal penjualan di muka umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas. c. Semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan maka Kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut dengan izin Hakim Pengawas. d. Kurator berkewajiban membayar piutang kreditur yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan menguntungkan harta pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diajukan kepada pengadilan niaga dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya. 3. Pertimbangan kurator dalam menentukan pembagian hasil penjualan harta pailit kepada buruh selaku kreditur preferen. Ketenagakerjaan menjadi suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan nasional, karena tenaga kerja mempunyai peran dan kedudukan yang penting sebagai pelaku dari pembangunan nasional. Oleh karena itu, haruslah ada hak-hak pekerja/buruh yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang sekaligus mengatur tentang perlindungan mengenai hak-hak pekerja tersebut. Dalam menjalankan perusahaan, tidak selamanya perusahaan tersebut mengalami pertumbuhan yang stabil. Sebuah perusahaan bisa saja mengalami kebangkrutan atau kepailitan. Jadi dapat dikatakan bahwa kehidupan suatu perusahaan dapat dalam keadaan kondisi untung, dimana perusahaan terus berkembang, atau dalam keadaan rugi, dimana garis hidup perusahaan menurun. Di dalam kondisi merugi, selain perusahaan harus membayar utang kreditor, perusahaan juga harus memenuhi hak-hak pekerja. Sebenarnya pemenuhan hak-hak pekerja telah diatur dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Ketenagakerjaan), 8

yang menyebutkan bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-Undang Kepailitan) sebagai salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang keadilan bagi para pengusaha, kreditor, dan pekerja. Bahwa jika mengacu pada Putusan Uji Materi Mahkamah Konstitusi di atas sudah sepatutnya Kurator dalam membuat daftar pembagian hasil penjualan harta pailit mendahulukan upah buruh dibanding yang lainnya bahkan hak Negara, hal ini diperkuat lagi dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang menyatakan sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terhutang sebelum maupun sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit. Jadi sebenarnya dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU serta Keputusan Uji Materi Mahkamah Konstitusi sudah jelas hak buruh merupakan hak yang didahulukan dari kreditor lain bahkan hak-hak Negara, jadi kurator dalam membuat daftar pembagian harus menempatkan buruh pada posisi yang teratas dengan porsi pembagian yang paling banyak. G. PENUTUP 1. Simpulan a. Kewenangan dan tanggung jawab kurator pada asset perusahaan yang dinyatakan pailit menurut Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, bahwa kurator wajib untuk mencatat dan melaksanakan proses pengurusan dan pemberesan dengan bertanggungjawab sampai proses penghakhiran kepailitan, sekaligus mencantumkan sifat (istimewa) pembayaran upah yang merupakan utang harta pailit dalam daftar utang piutang harta pailit. Daftar tersebut harus diumumkan pada khalayak umum, sebelum akhirnya dicocokkan dengan tagihan yang diajukan oleh kreditor sendiri. Setelah mengkaji hal-hal tersebut di atas penulis berpendapat bahwa pertanggungjawaban yang dapat dimintakan terhadap kurator yang karena kelalaiannya atau kesalahannya menyebabkan kerugian terhadap harta pailit dengan: 1. Upaya hukum pidana, apabila kurator diduga menggelapkan harta pailit; 2. Upaya hukum gugatan perbuatan melawan hukum, apabila kurator yang karena kelalaiannya menyebabkan kerugian bagi harta pailit; 9

b. Tanggung jawab kurator dan ketentuan jangka waktu terhadap penyelesaian pemberesan harta pailit. Mengenai jangka waktu proses pengurusan dan pemberesan harta pailit hingga saat ini belum ada peraturan maupun undang-undang yang mengaturnya. Oleh karena itu terkait jangka waktu proses pengurusan dan pemberesan harta pailit sangatlah tergantung dengan kualitas kurator, kinerja kurator dan kerumitan kasus pailit yang sedang di tangani. Menurut penulis kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit harus delakukan dengan waktu sesingkat mungkin dan biaya yang sefektif mungkin dengan tetap bertanggung jawab. c. Pertimbangan kurator dalam menentukan daftar pembagian atas hasil penjualan harta pailit kepada buruh selaku kreditor preferen. Dalam proses pemberesan selalu terjadi ketidakpastian nasib buruh yang tidak lagi memperoleh penghasilan karena kepailitan tersebut, akibatnya selalu terjadi tindakan anarkis oleh buruh yang main hakim sendiri karena tidak sabar menunggu hasil penjualan lelang atau juga karena ketidaktahuan akibat hukum pailitnya suatu perusahaan. 2. SARAN a. Perlunya pengaturan terkait jangka waktu proses pengurusan dan pemberesan harta pailit dan di dalam peraturan kepailitan di Indonesia hendaknya memuat sanksi-sanksi pidana yang khusus tentang masalah kepailitan. b. Perlunya peraturan yang mewajibkan kurator membuat jadwal dan estimasi waktu proses pemberesan dan pengurusan harta pailit yang mana jadwa tersebut harus diberitahukan secara terbuka kepada kreditur, debitur dan pihak-pihak lainnya. c. Dalam upaya memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang lebih baik terhadap pekerja dalam hal ini terjadinya kepailitan, hendaknya pembentuk Undang-Undang perlu melakukan sinkronisasi. 10

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003. Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, Bandung : Raja Grafindo Persada, 2007. Sunarmi, Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia, Jakarta : Liberty, 2008 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Jakartan : Pustaka Utama Grafiti, 2005. B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang C. Laporan Penelitian Erwin, Hak-Hak Bank Sebagai Kreditor Separatis Dan Hak Buruh Sebuah Analisis Kritis, serta Perlindungan Hak Normatif Pekerja/Buruh pada Perusahaan Pailit. 11