BAB 1 PENDAHULUAN. UNICEF-The World Bank, 2017). Stunting merupakan akibat dari kekurangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang (FAO, 2006; Sedgh et.al., 2000; WHO, 2016). The

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. Anak pendek atau stunting adalah kondisi anak yang. gagal mencapai potensi pertumbuhan linear sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada rakyat jelata, bahkan dasar utama terletak pada kaum wanita, yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

POLA PEMBERIAN ASI DAN STUNTING BAYI USIA ENAM SAMPAI SEBELAS BULAN

GIZI KURANG PENYEBAB STUNTING

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan sebagai penyebab kesakitan dan kematian

BAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi berlebihnya lemak dalam tubuh yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Stunted merupakan indikator untuk mengukur status gizi seseorang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehat dan berkembang dengan baik (Kemenkes, 2010). sebagai makanan dan minuman utama (Kemenkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting (pendek) merupakan salah satu masalah gizi didunia (WHO- UNICEF-The World Bank, 2017). Stunting merupakan akibat dari kekurangan gizi kronik yang terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan anak (Bloem, 2013). Anak dibawah lima tahun dikatakan stunting jika sudah diukur panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) lalu dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) dan hasilnya berada dibawah -2 Standar Deviasi (SD) (UNICEF, 2013). Pada tahun 2016, diperkirakan anak balita yang mengalami stunting didunia sebanyak 22,9% (155 juta) (WHO, 2017). Jika keadaan ini terus berlanjut, diperkirakan 127 juta anak dibawah lima tahun mengalami stunting pada tahun 2025 (WHO, 2014). Menurut WHO jumlah anak balita yang mengalami stunting di Asia yaitu sebesar 56%, lebih tinggi dibandingkan Afrika (38%), dan 17,5 % berada di Asia Tenggara (WHO, 2017). Sedangkan dalam kawasan Asia Tenggara, angka kejadian stunting di Indonesia lebih tinggi dari negara-negara lain, seperti Myanmar (35%), Philipina (34%) dan Thailand (16%) (UNICEF, 2014). Angka kejadian stunting pada balita di Indonesia tahun 2013 yaitu sebesar 37,2%, terjadi peningkatan dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%) (Kemenkes, 2013). Menurut pokok-pokok hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia pada anak dibawah usia 1

5 tahun yang berjenis kelamin laki-laki sering terjadi pada usia 12-35 bulan dengan prevalensi 41,2% pada usia 12-23 bulan dan 43% usia 24-35 bulan (Kemenkes, 2013). Stunting mempunyai efek jangka panjang seperti menurunnya kualitas hidup, kesehatan dan ekonomi, sedangkan berkurangnya kemampuan koognitif dan perkembangan mental juga merupakan dampak lain pada anak yang mengalami stunting (WHO, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Picauly dan Toy tahun 2013 di Kota Kupang, anak stunting pada umumnya memiliki prestasi belajar kurang yaitu sebesar 41,18% dan setiap penurunan status gizi Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) anak sebesar 1 SD, maka prestasi belajar anak akan turun sebesar 0,444 (Picauly dan Toy, 2013). Anak yang mengalami stunting dalam 2 tahun pertama setelah kelahiran akan menyebabkan gangguan kesehatan, rendahnya prestasi di sekolah dan meningkatkan resiko penyakit degeneratif (Bloem, 2013). Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), stunting disebebkan oleh berbagai faktor seperti pola pengasuhan yang kurang baik meliputi pemberian makan dalam 2 tahun pertama setelah kelahiran, masih kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan selama hamil dan setelah melahirkan, kurangnya akses keluarga ke makanan bergizi, serta masih terbatasnya akses air bersih dan sanitasi (TNP2K, 2017). Selain itu, sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap dengan kejadian stunting (Branca, 2016). Menurut penelitian yang dilakukan di Jember, terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting seperti pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur 2

pemberian MP-ASI, tingkat kecukupan zink dan zat besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik (Aridiyah et al, 2015). Stunting dapat dicegah melalui pemberian makan pada bayi yang difokuskan pada 1000 hari pertama kehidupan (Kemenkes, 2016). Berdasarkan hasil penelitian, pemberian makan yang optimal dapat mencegah kematian pada balita sekitar 13 % (WHO, 2009). Pemberian makan pada bayi berumur 0-6 sudah cukup dengan Air Susu Ibu (ASI) tanpa tambahan apapun (ASI eksklusif). Mulai usia 6 bulan sudah boleh diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI) tetapi tetap diiringi dengan pemberian ASI sampai umur 2 tahun (WHO,2003). Pemberia ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi serta dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit seperti pneumonia, infeksi saluran pernapasan dan pencernaan dan sebagainya (American Academy of Pediatrics, 2012). Hasil penelitian Kumar dan Singh (2015) menunjukkan penurunan tren kejadian stunting, wasting, dan underweight pada anak yang mendapatkan ASI eksklusif. Menurut penelitian di Malawian, bayi yang diberikan ASI eksklusif lebih tinggi 1,08 cm dan lebih berat 0,46 kg dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif (Kuchenbecker et al,. 2015). Penelitian Kramer et al (2012) menunjukkan bahwa terjadi pertambahan panjang badan 1 mm /bulan pada bayi umur 9 12 bulan yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI saja selama 3 bulan. Menurut penelitian Hendra (2013), bayi yang tidak diberi ASI eksklusif beresiko 4 kali lebih besar mengalami stunting dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan dengan 3

penelitian Rohmatun (2014) bahwa terdapat pengaruh signifikan terhadap kejadian stunting pada bayi yang tidak ASI eksklusif yaitu sebesar 61,7%. Menurut Pemantauan Status Gizi (PSG) balita tahun 2017, sebanyak 30,6 % balita di Sumatera Barat mengalami stunting, yang merupakan gabungan pendek (21,3%) dan sangat pendek (9,3%) dengan angka kejadian dikota Padang sebesar 22,6 % (Kemenkes, 2018). Hasil laporan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015, angka kejadian stunting tertinggi pada anak balita yaitu di wilayah kerja Puskesmas Air dingin (34,6%) yang terdiri dari 22,5% pendek dan 12,1% sangat pendek. Sedangkan hasil laporan Dinas Kesehatan Kota Padang menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2016 dan 2017 di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin mengalami peningkatan 2 kali lipat yaitu 33,85% menjadi 69%. Menurut WHO, suatu wilayah mengalami masalah gizi khususnya stunting jika angka kejadiannya lebih dari 20% (Kemenkes, 2018). Angka kejadian stunting di suatu daerah mengindikasikan bahwa terdapat gangguan nutrisi yang sudah berlangsung cukup lama (WHO, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan intervensi secara spesifik yaitu perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan, salah satunya yaitu mendorong pemberian ASI eksklusif (TNP2K, 2017). Berdasarkan uraian dan data di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting wilayah kerja Puskesmas Air Dingin. 4

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah apakah terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik ibu (pendidikan dan pekerjaan) dan rata-rata umur ibu yang memiliki balita usia 12-35 bulan di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin. 2. Mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif balita usia 12-35 bulan di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin. 3. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian stunting pada balita usia 12-35 bulan di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin 4. Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita usia 12-35 bulan di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Pendidikan Untuk memberikan tambahan referensi mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting dan data yang 5

diperol eh dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pembaharuan data. 1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, keterampilan serta analisis atau kajian dengan permasalahan yang serupa. 1.4.3 Manfaat Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting sehingga dapat meningkatkan pemberian ASI eksklusif dalam penurunan risiko kejadian stunting. 6