Bab 1 Sebuah suara telah membangunkanku dipagi hari ini. Ah suara ini berisik sekali. "Ricky, ayo bangunlah nak! Hari ini kan hari minggu, kita harus pergi ke gereja Ricky. Ayo bangunlah nak!" Yah ibuku dengan suara cemprengnya telah membangunkanku dari mimpi indahku. Yup! Perkenalkan, namaku Ricky. Umurku 23 tahun. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku bernama Meylanie. Kak Meylanie sudah menikah sejak 2 tahun lalu dan memiliki seorang anak yang masih berumur satu tahun. Aku kuliah dan mengambil jurusan desain grafis. Yaitu jurusan yang bergerak dibidang pembuatan desain dan juga animasi. Aku suka sekali menggambar animasi, makanya aku memilih masuk ke jurusan itu. Aku sudah lulus kuliah sejak 3 bulan lalu dan bergelar Sarjana Saat ini aku masih belum bekerja. Yah lebih tepatnya aku masih melamar pekerjaan di beberapa tempat, termasuk perusahaan diluar negeri. Aku memiliki darah keturunan chinese, kakekku adalah asli orang China. Sedangkan nenekku keturunan Jawa. Meskipun aku memiliki darah chinese, aku sama sekali tidak bisa bahasa China. Lagipula aku tidak perlu mempelajarinya karena aku adalah orang indonesia. Jadi aku harus mencintai budaya serta bahasa indonesia. Keluarga kami adalah penganut agama kristen yang sangat taat. Maklum saja, ayahku adalah seorang pendeta. Jadi wajar saja kalau keluarga kami taat terhadap agama yang kami anut. Kecuali aku. Karena ketika aku mendengarkan nyanyian gereja, aku sering merasa mengantuk. Bukan karena keindahan nyanyiannya, namun kejenuhan sering melandaku ketika di gereja. Bahkan tidak jarang aku tertidur ketika kebaktian berlangsung. "Ckckck... anak ini hobi sekali tidur. Hey bangunlah!" Aku kaget sekali mendengar suara ibuku. Ah sepertinya ibuku hobi membuatku jantungan.
" Ibu, kau hobi sekali mengagetkanku." aku memajukan bibirku beberapa senti. Ah ternyata kebaktian sudah selesai. " Ckckck... Kalau ayahmu tahu ini, pasti kau akan dimarahi habis-habisan olehnya." Kata ibuku. Tidak lama kemudian, ayahku menghampiri kami. "Ada apa ini?" Kata ayahku. " Em... tidak apa-apa ayah." Kata ibuku. "Hm... Sudahlah bu, ayo kita pulang." Kataku. Kami lalu pulang bersama-sama. Di siang hari yang cerah, aku sedang bermain game menggunakan laptopku. Namun sebuah email masuk telah merusak konsentrasiku karena aku sedang berperang melawan penjahat. Maklum saja, aku sedang bermain game online. Game yang sedang populer dikalangan pemuda sepertiku. Namun karena rasa penasaran, aku pun membuka email tersebut. " Ah sepertinya ini email dari sebuah perusahaan." Pikirku. Aku pun melanjutkan membaca email tersebut. Email tersebut adalah dari perusahaan asing. Perusahaan yang tepatnya berada di negara Malaysia. Perusahaan yang bergerak di bidang animasi tersebut telah membuat beberapa film animasi yang telah sukses baik di negara Malaysia maupun di beberapa negara lain, termasuk di Indonesia. Mereka menginginkanku untuk melakukan interview di Malaysia. Aku ingat sekali, aku memang pernah mengirimkan CV di perusahaan ini. Namun aku tidak menyangka jika perusahaan ini akan memanggilku meskipun itu masih dalam tahap interview. "Ah sepertinya ini kesempatan emas untukku." Pikirku. Segera aku memberitahu seluruh keluargaku. Mereka terlihat senang sekali.
" Wah! Selamat ya sayang." Kata Ibuku. Beliaupun langsung mencium pipiku. " Ibu, ini masih belum apa-apa. Kau tak perlu memberiku selamat dulu. Bahkan kau sampai mencium pipiku begini." Kataku. " Tidak apa-apa nak. Ibu hanya memberikan restu ibu kepadamu. Memang tidak boleh?" Kata ibu. Aku pun tersenyum sambil memeluk beliau dan berkata. " Tentu saja tidak apa-apa bu..." Hari ini aku berangkat ke Malaysia untuk melakukan interview. beberapa barang telah aku persiapkan. Namun ibuku membuatku kesal, karna ibu memasukan barang-barang yang sebenarnya tidak perlu dibawa. Karna aku hanya tinggal satu hari disana. " Ibu, kau ini apa-apa'an sih? Aku ini baru mau interview bu, bukan pindah rumah." Begitulah kataku. " Sudahlah nak, kau pasti diterima disana." Begitu kata Ibu. " Tapi tidak mungkin secepat itu bu." Aku pun memajukan bibirku sambil membawa barang-barangku. "Ricky!" Ayahku tiba-tiba memanggilku. " Bawalah ini. Ini adalah pegangan hidup kita. Jangan sampai kau meninggalkan ini nak!" Kata ayahku. Ternyata Ayahku memberikan alkitab padaku. Aku pun menerimanya. " Sudah sana, berangkatlah nak. Semoga Tuhan memberkatimu nak." Kata ibuku sambil mencium keningku. Begitu pula ayahku. " Baiklah ayah, ibu, aku pamit dulu. Byeee." Aku pun masuk kedalam mobil.
Aku sudah berada di dalam pesawat, namun pesawat masih belum berangkat. " Hm... baiklah. Sambil menunggu, aku akan membacanya." Pikirku. Aku pun mengambil alkitab dan membacanya. Lalu ada seorang gadis yang menyentuh pundakku. " Permisi, boleh saya duduk disini?" Kata gadis itu. " Ah tentu saja boleh. Silahkan." Aku pun mempersilahkan gadis itu duduk. Gadis itu pun duduk. Tanpa aku sadari, gadis itu melihatku, sementara aku masih membaca alkitabku. " Kau sedang membaca apa?" Kata Gadis itu. " Ah... Em... ini, ini alkitab." Kataku sambil tersenyum. " Oh begitu..." Kata gadis itu. Beberapa menit kemudian, aku pun selesai membacanya. " Oh iya, siapa namamu?" Kataku. gadis itu mengulurkan tangannya. " Namaku Dian. Dian Pratiwi. Kau sendiri, siapa namamu?" Katanya. aku pun menyambut uluran tangannya sambil tersenyum. " Ricky. Ricky Soedibjo." Kataku. Gadis berpenampilan tomboy dan berparas ayu itu pun tersenyum. " Senang berkenalan denganmu." Katanya. " Begitu juga aku." Kataku. " Ah... aku salut sekali denganmu, kau begitu taat terhadap agamamu. Aku yang seorang muslim saja tidak bisa taat terhadap agamaku sendiri." Kata Dian. " Kenapa begitu?" Kataku.
" Hm... entahlah, rasanya hidup itu tidak asyik jika kita terlalu taat dengan peraturan. Termasuk peraturan agama." Kata gadis itu sambil menghela nafasnya yang panjang. Aku pun mendengarkan perkataan gadis itu dengan seksama. " Tapi justru peraturan-peraturan itulah yang dapat menyelamatkan dirimu Dian. Agamamu akan menyelamatkanmu jika kau mentaatinya, begitu juga dengan agamaku." Kataku sambil tersenyum. "Aku ini adalah anak yang tidak beruntung. Keluargaku setiap hari sibuk bekerja. Dan jika mereka bertemu, mereka selalu bertengkar. Aku tidak punya teman untuk mencurahkan segala isi hatiku. Aku merasa Tuhan tidak adil padaku. Kenapa aku dilahirkan dari keluarga yang tidak harmonis? Aku marah terhadap Tuhan. Itu sebabnya aku tak mentaati perintah-nya." Kata gadis itu sambil menahan tangisnya. Aku pun diam untuk sejenak. "Bersyukurlah Dian, kau cobalah untuk melihat diluar sana. Diluar sana banyak anak yang tidak memiliki orang tua. Banyak diantara mereka yang orang tuanya sudah meninggal dan menyebabkan anak-anak itu hidup dijalanan. Mereka tidak bisa melihat orang tua mereka lagi di dunia ini. Sedangkan kau, kau masih beruntung Dian. Kau masih bisa melihat mereka..." Kataku. Namun aku tidak tahu apakah katakataku ini bisa menenangkannya atau tidak. Tangisan yang semula tertahan akhirnya tumpah juga. Dian, gadis yang baru saja aku kenal menangis dihadapanku. Sebenarnya aku pun juga merasakan hal yang sama dengan gadis ini. Mudah bagiku untuk mengatakannya pada gadis ini, namun sulit bagiku untuk menjalankannya. Selama ini aku menjalankan perintah agama bukan karena kemauanku sendiri. Melainkan karena ayahku adalah seorang pendeta. Dan keluargaku juga adalah keluarga yang taat dalam menjalankan perintah agama. Selain itu, ayahku adalah seorang calon gubernur yang sangat aktif dalam berkampanye. Aku tak ingin mempermalukannya dengan cara tidak menjalankan perintah agamaku atau mungkin mempermalukannya dengan hal lainnya. Itulah sebabnya aku menuruti segala kemauannya. Termasuk menjalankan perintah agamaku yang sebenarnya aku sendiri ragu untuk menjalankannya.
Begitu banyak pertanyaan tentang dunia ini yang menghampiriku namun tidak bisa aku jawab. Jujur saja, jauh di dalam hatiku aku menyimpan keraguan besar yang aku sendiri tidak tahu, keraguan macam apa ini? Keraguan inilah yang membuatku merasa kurang nyaman dengan semua ini. Kicauan Dian membuat lamunanku buyar begitu saja. "Ah maaf, baru kenal tapi aku sudah menangis dihadapanmu." Kata gadis itu sambil mengusap air matanya. "Tidak masalah, asalkan hatimu lega, aku pun senang." Kataku sambil tersenyum. Gadis itu pun mengalihkan pembicaraan. "Hm... sepertinya kau ini sedang mau interview. Benar kan?" Kata Dian. darimana dia bisa tau ya? " Bagaimana kau bisa tahu?" Kataku. " Haha... aku hanya menebaknya. aku pun juga akan interview." Kata Dian. Kami pun semakin larut dalam pembicaraan. ternyata Dian juga akan di interview di perusahaan yang sama denganku. Entah ini suatu kebetulan atau tidak, kami akan interview di tempat yang sama. Aku pun senang karena telah mendapatkan teman baru seperti Dian. Interview akan berlangsung. Pertanyaan yang dilontarkan pun aku yakin akan gampang-gampang susah untuk dijawab. " Tuhan Yesus, beri aku kemudahan untuk menjalankan semua ini." Aku mengepalkan tanganku dan berdoa demikian. sampai di kantor, aku terheran-heran. Bagaimana tidak heran, yang interview banyak sekali. Hampir saja nyaliku menciut melihat itu. Aku merenung sejenak. Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri.
" Pasti bisa!" Begitulah pikirku. Dalam sebuah usaha, keyakinan itu harus. Karena keyakinan adalah modal dari sebuah kesuksesan. Karena jika kita jadi orang yang pesimis, bagaimana kita bisa sukses? Jika kita meragukan kemampuan dari diri kita sendiri, itu sama saja kita adalah pecundang yang tidak berani menghadapi kehidupan. "Ricky!" Aku mendengar suara teriakan dari seorang gadis. Ah ternyata itu Dian. Aku pun tersenyum melihat gadis itu. "Ah aku pikir aku terlambat, ternyata tidak." Kata Dian. Aku pun tersenyum. Kami berdua pun sama-sama menunggu untuk interview. Beberapa saat kemudian, namaku pun dipanggil. Aku pun berdiri dan berjalan menuju ruangan. "Semoga berhasil!" Kata Dian. Aku pun mengangguk. " Kau juga, semoga Tuhan memberkatimu!" Kataku. Interview pun selesai. Sesuai dengan dugaanku, pertanyaan yang dilontarkan saat interview gampang-gampang susah. "Aku serahkan semuanya kepada-mu Tuhan..." Pintaku. Aku pun Baru saja selesai makan. Ah rasanya makanan khas negara Malaysia tidak jauh berbeda dengan indonesia. Rasanya sama-sama enak. Tapi sayangnya karena aku terlalu bersemangat menyantapnya, makanan itu pun menodai bajuku. " Ah ini menyebalkan. Kenapa jadi kotor begini sih?" Aku hanya bisa mengomel dengan sendirinya. Namun disitu aku melihat ada sebuah masjid yang tidak jauh dari tempatku makan. " Hm... sepertinya aku bisa membersihkan bajuku disana." Aku pun membayar makanannya dan berjalan menuju masjid itu. Aku pun sampai di masjid itu dan berjalan menuju kran.
" Pak, mohon dilepas dulu sepatu dan alas kakinya." Aku sedikit kaget mendengar suara seorang wanita. Wanita itu ada di belakangku. Aku pun menghadap belakang untuk melihat wanita itu. Ya Tuhan, rasanya aku tak pernah melihat wanita secantik dan seanggun dia. Wanita itu menggunakan kerudung panjang yang menutupi rambutnya hingga rambut itu tak terlihat sama sekali. Bajunya yang panjang hingga menutupi lekuk tubuhnya. Serta rok panjang yang menutupi kakinya. Kulitnya yang putih bersih, serta wajah yang tanpa polesan make up sedikit pun. Memang terlihat sederhana, tapi tidak jemu untuk terus di pandang. Jika diperhatikan, sepertinya dia wanita indonesia. Terlihat sekali dari gaya bahasanya yang menggunakan bahasa indonesia. Bukan bahasa melayu. " Maaf pak, mohon sepatu dan alas kakinya dilepas terlebih dahulu." Wanita itu mengulangi kata-katanya. Hal itu membuatku tersadar dari lamunanku. " Kenapa harus dilepas?" Kataku. " Pak, tempat ibadah adalah tempat yang suci. Jadi tidak boleh terkena kotoran sedikitpun. Lagipula disitu sudah tertulis pak." Wanita itu menunjuk lantai yang bertuliskan "BATAS SUCI" " Ah maaf, saya tidak tahu. Kalau begitu saya akan melepaskannya." Aku pun melepaskan sepatu dan alas kakiku. " Kalau begitu saya permisi dulu. Assalamu'alaikum." Kata wanita itu. Aku terdiam sejenak. Aku tak tahu harus menjawab apa, aku tahu itu adalah ucapan salam bagi umat islam. Hingga akhirnya aku hanya bisa mengangguk dan melihat wanita itu hingga wanita itu benar-benar masuk di dalam masjid. Sepanjang hari itu, aku benar-benar tak mengerti dengan diriku sendiri. Wanita itu bilang kalau tempat ibadah itu adalah tempat yang suci. Jadi harus benar-benar bersih dari segala macam kotoran. Namun selama aku menjadi umat kristen, aku tak pernah menemukan tulisan "BATAS SUCI" di gereja. Apa yang membedakan masjid dan gereja sehingga membuat masjid harus benar-benar suci, sedangkan di gereja kami bebas untuk mengenakan sepatu dan sandal? Keduanya sama-sama tempat ibadah.
Namun keduanya memiliki peraturan yang sangat berbeda. Ah ini benar-benar membingungkan.