tags: journal Bab 3. Embun pagi di pegunungan tebal bagai asap. Darimana kalian bisa tahu kalau aku berada di Hangciu? tegur perempuan itu lagi. Hamba sekalian hanya menduga. Belum habis perkataan itu, tiba tiba perempuan itu mengayunkan telapak tangannya dan menampar wajah orang itu, hardiknya: Menduga? Kurangajar, kepergian ku pun jadi bahan dugaan kalian? Biarpun darah membasahi ujung bibir Hong Ku-bok, ia tetap berdiri dengan wajah tersenyum, jangan lagi membantah, menyeka darah dibibir pun tak berani. Tertawa! Kau masih bisa tertawa? Apa lagi yang kau tertawakan? kembali perempuan itu membentak, sebuah tempelengan kembali mendarat di pipi Hong Ku-bok, membuat darah yang meleleh semakin banyak. Tian Mong-pek merasa semakin keheranan, dia tak habis mengerti, dengan penampilan serta ilmu silat yang dimiliki Hong Ku-bok, mengapa dia manda dihina dan dipermainkan perempuan itu tanpa berusaha melawan? Pemuda itupun tidak menyangka kalau wanita berbaju hitam ini memiliki perangai yang begitu berangasan dan kasar. Benar saja, senyuman yang semula menghiasi bibir Hong Ku-bok kini hilang tak berbekas, namun sikapnya tetap sangat menghormat, sahutnya dengan kepala tertunduk: Hamba tidak berani, hamba hanya menjalankan perintah cukong, datang untuk menjemput hujin,
II selama ini kondisi kesehatan hujin kurang baik, pabila kelewat capek.. Kenapa kalau kelewat capek? tukas perempuan itu sambil tertawa dingin, bakal mampus? Hmm, hmm, biar aku mampus pun tak perlu orang she-siau itu menguatirkan Semakin mendengar, tianmopek merasa semakin keheranan, ternyata tokoh setangguh Hong Ku-bok masih mempunyai cukong atau majikan, lantas siapakah majikannya itu? Rasanya belum pernah terdengar nama pendekar sakti dari marga Siau. Kalau ditilik dari pembicaraan tersebut, kelihatannya cukong dari marga Siau itu adalah suami perempuan berbaju hitam ini, tapi kenapa ia harus berkata begitu? Kenapa dia harus mengumbar amarahnya dihadapan seorang asing macam dirinya? Terdengar Hong Ku-bok berkata dengan suara berat: Biarpun antara hujin dengan cukong telah terjadi kesalah pahaman, sekembalinya ke lembah, cukong sendiri akan memberikan penjelasan, kenapa dihadapan orang asing, hujin.. Kurangajar, urusan ku pun ingin kau campuri? teriak Siau Sam-hujin atau perempuan berbaju hitam itu dengan sorot mata setajam mata pedang.
II Kemudian.. Plaak, plaaak, plaaak... secara beruntun dia tempeleng wajah Hong Ku-bok sebanyak tujuh kali, lelaki kekar itu bukan saja tak berani membalas, menghindar pun tidak berani. Lama kelamaan Tian Mong-pek jadi tak tega, tak tahan bujuknya: Siau hujin. Hei, siapa suruh kau memanggil aku Siau hujin? tukas Siau Sam-hujin gusar. Tian Mong-pek tertegun, pikirnya: Kalau tidak memanggil kau sebagai Siau hujin, lantas harus panggil apa? Sementara diluaran katanya dengan suara dalam: Urusan rumah tangga hujin tak ingin cayhe campuri... Urusan rumah tangga siapa? Urusan rumah tangga apa? kembali Siau sam-hujin menukas sambil melotot. Tiba tiba dia mengayunkan tangannya dan menampar pipi anak muda itu. Tian Mong-pek merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan kepalan dikencangkan dan sorot mata memancarkan api kegusaran, ditatapnya perempuan cantik tapi berangasan itu tanpa berkedip, lama kemudian rasa iba bagaikan segentong air dingin, perlahan-lahan memadamkan kembali hawa amarahnya. Sambil menggigit bibir dia segera membalikkan tubuh, tanpa mengucapkan sepatah kata pun beranjak pergi dari situ. Rambut berunban perempuan itu, kerutan diatas wajahnya, sinar kehangatan dari pandangan matanya telah meninggalkan kesan iba dihati kecilnya, jauh melebihi hawa amarah karena tamparannya barusan. Dia telah mengabaikan rasa gusar dan meninggalkan perasaan iba.. Tampaknya secara diam diam Siau Sam-hujin menghela napas, bentaknya tiba tiba: Kembalil Tian Mong-pek berlagak seolah tidak mendengar, ia melanjutkan perjalanan dengan langkah lebar. Mendadak terasa bayangan manusia berkelebat lewat, Hong Ku-bok telah menghadang dihadapannya sambil menghardik: Kau dengar tidak, hujin suruh kau kembali? Sebetulnya Tian Mong-pek sedang membantunya, melihat orang itu justru menghadang jalan perginya, ia jadi jengkel bercampur keheranan, namun dalam keadaan begini dia enggan banyak bicara, maka sambil mendengus dan mengulapkan tangan, serunya: Minggir kamu! Kembali dia mengayunkan kaki, siap berjalan lewat dari samping tubuhnya. Siapa tahu Hong Ku-bok merentangkan sepasang tangannya sambil kembali membentak:
Kembalil Dengan penuh kegusaran Tian Mong-pek mengangkat tangannya langsung menghantam dada lawan, hardiknya gusar: Kau mau menyingkir tidak? Dia tak bermaksud melukai lawan, karena nya serangan tersebut hanya menggunakan tenaga sebesar tiga bagian. Sambil menarik dadanya ke belakang, Hong Ku-bok memutar sepasang lengannya, dengan tangan kiri menghantam dagu sementara kepalan kanannya menghajar bahu, dia jepit tubuh pemuda itu dari kiri kanan. Dasar manusia tak tahu diri! umpat Tian Mong-pek gusar, dia buang bahunya ke samping, menghindarkan diri dari datangnya ancaman. Asal kau bersedia kembali, aku tak akan menyusahkan dirimu terdengar Hong Ku-bok berkata lagi dengan nada serius. Kalau tak mau kembali, mau apa kau? dengan gusar Tian Mong-pek merangsek maju, dua pukulan langsung dilontarkan, kepalan kiri duluan disusul kepalan kanan. Baru saja Hong Ku-bok hendak menangkis kepalan kirinya, siapa tahu kepalan kanan yang menyerang belakangan, justru tiba lebih dulu. Inilah jurus Puan-kiong-lu-ciam (menarik gendawa melepas panah) yang amat dahsyat. Ilmu pukulan hebat! bentak Hong Ku-bok nyaring, tanpa menyeka noda darah diujung bibirnya lagi, ia keluarkan ilmu simpanannya untuk bertarung sengit melawan anak muda itu. Aliran ilmu pukulan yang digunakan merupakan aliran keras, tampak jurus serangannya berat, tenaga pukulannya mantap, langkah kakinya sama sekali tak bergerak sementara tubuhnya yang tinggi kekar berdiri kokoh bagaikan bukit karang, hampir semua pukulan yang dilontarkan menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya, kendatipun jurus serangannya hampir semuanya terbuka lebar, namun sama sekali tidak memperlihatkan titik kelemahan. Tian Mong-pek jarang bertarung, dia kurang pengalaman dalam menghadapi lawan, kendatipun tenaga dalamnya lebih sempurna, namun saat ini hatinya sedang diliputi hawa amarah yang meluap. Tenaga amarah memperberat daya tekan pukulan yang dilontarkan, ini membuat posisinya sementara berada diatas angin, ditambah lagi kecerdasan otaknya melebihi orang lain, hal mana membuat Hong Ku-bok semakin tertekan. Siau Sam-hujin menonton jalannya pertempuran sambil berpeluk tangan, sinar kegirangan tampak terpancar dari balik matanya, keadaan perempuan itu ibarat seorang guru sedang mengawasi muridnya berlatih, biarpun gerakannya masih lamban dan kaku, namun dengan bakat terpendam yang dimiliki, asal dipoles lagi berapa saat, tak susah tampil sebagai seorang jago tangguh. Tiga puluh gebrakan kemudian, Hong Ku-bok melepaskan satu pukulan berantai, ketika sampai tengah
jalan, mendadak ia berganti posisi, dari dada kali ini dia mengancam bawah ketiak anak muda itu. Perubahan jurus ini dilakukan sangat cepat dan tepat, jauh berbeda dengan gerak serangan semula. Dengan perasaan terkejut Tian Mong-pek melompat ke samping, posisinya seketika berubah, tiga serangan berantai Hong Ku-bok memaksa dia harus menghindar berulang kali, mendadak lawannya mengeluarkan lagi jurus serangan yang sama seperti tadi, hanya kali ini arah sasarannya berbeda. Dalam keadaan demikian, terpaksa Tian Mong-pek mundur lagi sejauh tiga langkah, diam diam ia terperanjat, sama sekali tak diduga kalau dikolong langit terdapat jurus ancaman seampuh itu. Berhasil dengan serangannya, Hong Ku-bok makin bersemangat, ujarnya dingin: Lebih balik kau kembali saja! Tian Mong-pek bungkam seribu bahasa, cepat dia menenangkan hatinya. Tampak Hong Ku-bok kembali melancarkan tiga jurus serangan berantai, Tian Mong-pek tahu, lawannya kembali akan melancarkan serangan dengan jurus aneh, sayang dalam waktu sekejap ia gagal menemukan cara terbaik untuk menghadapinya. Disaat yang kritis itulah mendadak terdengar Siau Sam-hujin berseru: Melangkah ke samping kiri, tekuk kaki kanan, lancarkan serangan dengan sepasang kepalan, ancam tiga inci dibawah tulang bahunya! Tanpa terasa Tian Mong-pek mengikuti petunjuk itu, baru saja sepasang kepalannya akan disodokkan ke muka, tiba tiba terlihat sepasang bahu lawan sama sekali terkunci oleh gerak serangannya, bila pukulan itu dilanjutkan, bukankah dirinya akan terjebak dalam perangkap musuh? Baru saja ia ragu dan kebingungan, saat itulah tiba tiba Hong Ku-bok merubah gerak serangannya, betul saja, titik kelemahan segera muncul dibawah tulang bahunya. Sambil diam diam menghela napas, sepasang kepalannya kembali disodok ke muka, sayang keadaan terlambat, disaat ia sangsi tadi, pihak lawan kembali sudah mengunci gerak serangannya sambil balas mengancam iganya. Dalam posisi begini sulit bagi anak muda itu untuk menangkis, untuk mundurpun tak sempat, terpaksa sepasang kepalannya kembali dilontarkan ke depan, lagi lagi satu jurus beradu jiwa. Terasa segulung desingan angin tajam menyapu lewat dari sisi tubuhnya, mendadak Hong Ku-bok membentak keras lalu mundur tiga langkah, darah segar lagi lagi menyembur keluar membasahi ujung bibirnya. Dalam pada itu Siau Sam-hujin telah melompat kesamping Tian Mong-pek, tanpa memandang Hong Ku-bok yang terluka, ujarnya perlahan: Coba kau turuti perkataanku tadi, aku tak perlu bersusah payah untuk turun tangan sendiri, saat ini tulang bahu Hong Ku-bok kalau tidak patah, paling tidak ia bakal terluka parah Padahal tindakan yang dilakukan Hong Ku-bok sesungguhnya merupakan bakti dia terhadap perempuan ini, siapapun tidak menyangka kalau perempuan itu justru malah berpihak kepada Tian Mong-pek. Untuk sesaat anak muda itu berdiri tertegun karena heran, ia merasa tindak tanduk dari Siau Sam-hujin maupun
Hong Ku-bok sama sama aneh dan tak menuruti aturan, dia tak habis mengerti apa sebenarnya hubungan diantara mereka berdua, sahabat atau musuh? Hong Ku-bok berdiri kaku dengan sepasang lengan lurus ke bawah, hawa amarah mulai muncul diwajahnya meski ia berusaha untuk sembunyikan perasaan itu, perlahan dia alihkan pandangan matanya ke wajah Tian Mong-pek, berapa saat kemudian tiba tiba berkilat matanya lalu berseru: Jangan jangan kongcu ini... kongcu ini adalah sauya dari Tian Hua-uh? Tian Mong-pek berkerut kening, ia merasa heran bercampur gusar, gusar karena orang itu begitu tidak menghormat sewaktu menyebut nama ayahnya, tapi merasa heran karena sikapnya yang begitu hormat, bahkan memanggil dirinya sebagai kongcu. Siau Sam-hujin segera berbalik badan, tegurnya ketus: Kenapa kalau benar, kenapa pula kalau tidak benar? Sekulum senyuman menghiasi ujung bibir Hong Ku-bok yang basah oleh darah, jawabnya dengan kepala tertunduk: Cukong menitahkan hamba sekalian untuk menjemput pulang hujin, bila hujin tak mau kembali, bagaimana hamba sekalian mempertanggung jawabkan perintah ini? Setelah berhenti sejenak, terusnya: \-I -api sekarang, ternyata hujin telah bertemu dengan Tian kongcu, hamba rasa kalian pasti akan berkumpul cukup lama, jadi biarlah hamba segera pulang untuk memberikan laporan dulu Siau Sam-hujin mendengus, Hong Ku-bok tak berani mendongak tapi lanjutnya: Semua anggota lembah merindukan hujin, semoga hujin bisa baik baik menjaga kesehatan dan segera kembali ke lembah, hamba sekalian tak berani mengganggu lagi Sambil berkata kembali dia berlutut dan menyembah berapa kali dengan hormat. Siau Sam-hujin tidak bicara, pandangan matanya dialihkan ke tempat kejauhan, namun dadanya naik turun cepat, tampaknya terjadi pergolakan dalam hatinya. Hong Ku-bok mundur berapa langkah, masih dengan kepala tertunduk ia berpaling dan memberi tanda kepada ke empat lelaki lainnya. Tiba tiba Siau Sam-hujin menghela napas panjang, serunya: Kembali! Tampaknya seruan itu disampaikan setelah dipertimbangkan cukup lama. Apakah hujin masih ada pesan lain? tanya Hong Ku-bok tetap dengan kepala tertunduk.
Perasaan sedih dan kesepian terlintas diwajah Siau Sam-hujin, dibawah cahaya rembulan terlihat kerutan diujung matanya bertambah dalam. Kau boleh pulang.. katanya sambil menghela napas, beritahu cukong, aku tak akan pulang lagi Tidak pulang lagi? seru Hong Ku-bok terperanjat, tubuhnya yang tinggi besar tampak bergetar. Siau Sam-hujin mengangguk perlahan, tatapan matanya masih memandang kejauhan. Selama belasan tahun, dia selalu bersikap baik kepadaku, namun disaat akan pergi meninggalkan dirinya, aku justru tak dapat berpamitan, hal ini sungguh membuat hatiku menyesal Ucapan tersebut disampaikan dengan nada gemetar, jelas perasaan hatinya sedang bergolak keras. Hong Ku-bok berdiri mematung, matanya terbelalak, wajahnya persis seperti bocah yang terkejut karena mendengar suara guntur nyaring. Kembali Siau Sam-hujin berkata sambil menghela napas: Beritahu juga kepadanya, dunia persilatan amat bahaya dan penuh dengan manusia jahat, apalagi belakangan sudah terjadi perubahan besar dalam dunia persilatan, lebih baik dia tak usah meninggalkan lembah \~I -api.. tapi...
II Inilah semua perkataan yang harus kau sampaikan, sudah mendengarnya dengan jelas? tukas Siau Sam-hujin sambil menarik wajahnya. Hamba... hamba telah mendengar semuanya dengan jelas, tapi hujin, kau.. Kalau sudah jelas, cepat pergi dari sini! Kembali Hong Ku-bok tertegun, akhirnya setelah memberi hormat ia lari meninggalkan tempat itu, tampaknya dia lari dengan sepenuh tenaga, bukan saja ke empat lelaki anak buahnya jauh tertinggal dibelakang, dalam waktu singkat tubuhnya sudah lenyap di balik kegelapan. Mengawasi bayangan punggung orang orang itu lenyap dibalik kegelapan, tubuh Siau Sam-hujin yang kurus kering berdiri kaku tanpa bergerak, bagaikan terpaku di atas tanah. Tian Mong-pek betul betul dibuat kebingung dan tak habis mengerti, pikirnya: Crang she-hong tadi bilang, karena sudah bertemu aku, mungkin kami akan berkumpul cukup lama, apa maksud perkataan itu? Jangan jangan antara perempuan ini dengan aku memang terikat suatu hubungan khusus? Setelah termenung sejenak, kembali pikirnya lebih jauh: Dia sama sekali tak punya hubungan apa apa denganku, kenapa sikapnya terhadap diriku begitu aneh. Sementara dia masih termenung, tiba tiba tampak tubuh Siau Sam-hujin mulai gemetar keras, dalam kagetnya dia langsung berteriak keras: Hujin, kenapa kau? Belum selesai berteriak, tubuh Siau Sam-hujin telah roboh terjungkal ke tanah bagaikan daun kering. Dengan hati kebat kebit Tian Mong-pek berjongkok untuk memeriksa, dibawah sinar rembulan, tampak wajahnya yang pucat kini muncul roda merah membara, napasnya tersengkal, dadanya naik turun tak beraturan, seakan ada sebuah tangan iblis tak berwujud yang sedang mencekik lehernya. Buru buru Tian Mong-pek membangunkan tubuhnya sambil berteriak gugup: Hujin.. Siau Sam-hujin memejamkan matanya rapat rapat, napasnya semakin tersengkal, teriaknya tiba tiba: Cee.cepat. ambil kotak hitam dari saku ku... Belum selesai bicara, ia sudah jatuh tak sadarkan diri. Ditengah pegunungan yang sepi, diantara hembusan angin malam yang dingin, Tian Mong-pek yang