III. TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian Soeratno (1988), menganalisis keunggulan komparatif suatu

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. namanya persaingan, walaupun perusahaan telah mengantisipasinya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

ANALISIS IMPOR SERAT DI INDONESIA. JURUSAPd ILMU-IIILMU SOSLAL EKONOMI P ERTmM FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTIUUW BOGOR 1997

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PEMASARAN INTERNASIONAL

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

III. TINJAUAN PUSTAKA

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

EKONOMI INTERNASIONAL

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. ANALISIS PERUBAHAN EKSPOR TPT INDONESIA. Analisis perubahan ekspor TPT Indonesia di pasar dunia akan dilakukan

EKONOMI INTERNASIONAL. Dr. M. Anang F., MM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

pada persepsi konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Strategi Segmentasi, Targeting dan Positioning ini dilakukan dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

ANALISIS PERDAGANGAN BIJI KAKAO INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara

Transkripsi:

III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Tinjauan Penelitian TPT Indonesia Penelitian Soeratno (1988), menganalisis keunggulan komparatif suatu produk ekspor, seperti pakaian jadi, bersumber pada banyaknya tenaga kerja dalam negeri dengan upah yang murah, skala produksi yang ekonomis, efisiensi upah, rendahnya harga bahan baku dan penolong, serta berbagai bentuk subsidi yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk kasus industri pakaian jadi dijelaskan bahwa meskipun upah tenaga kerja pada kelompok industri pakaian jadi di Indonesia lebih murah daripada upah tenaga kerja pada industri yang sama di luar negeri, namun upah yang murah ini diikuti juga oleh produktivitas tenaga kerja yang rendah. Untuk itu efisiensi upah harus selalu diperbaiki dan ditingkatkan dengan cara meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia pada industri pakaian jadi. Penelitian Susanto (1997) menggunakan CMS untuk mengetahui daya saing produk tekstil Indonesia pada tahun 1987-1991 dan 1991-1994. Produk tekstil yang diteliti berdasarkan SITC 651-SITC 659 (benang dan tekstil) dan SITC 841-SITC 848 (pakaian jadi). Negara-negara yang diamati adalah negaranegara anggota APEC, antara lain yaitu Australia, Thailand, Jepang, Indonesia, dan Hongkong. Ada dua komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk-produk tekstil Indonesia dalam model CMS tersebut yaitu, efek pertumbuhan dunia dan efek daya saing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk-produk tekstil Indonesia yang mempunyai daya saing selama periode penelitian adalah produk SITC 651, SITC 652, dan SITC 653 di Cina. Sedangkan di Hongkong produk-produk tekstil yang berdaya saing adalah SITC 652, SITC 653, SITC 655, SITC 658, SITC 845, SITC 846, dan SITC 848.

29 Purnamaningrum (1998) menganalisis perkembangan ekspor dan daya saing industri tekstil Indonesia tahun 1986-1997 dengan menggunakan CMS, RCA, dan Indeks Penetrasi Pasar. Temuannya menunjukkan bahwa pada periode tahun 1986-1992 ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia meningkat bervariasi. Tahun 1993 dan 1994 mengalami penurunan, sedangkan tahun 1995 dan 1996 mengalami peningkatan dengan lambat. Pada tahun 1997 ekspor justru turun kembali. Daya saing produk dengan SITC 651, 655, 657, 658 dan 843 pada tahun 1992-1997 cenderung melemah, kecuali di pasar USA dan Hongkong. Sedangkan daya saing produk SITC 846 memiliki kecenderungan kuat. Peningkatan dan penurunan ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia di pasar tujuan, terutama pasar non kuota lebih bamyak disebabkan oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan dunia. Secara umum industri tekstil Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Hal ini didasarkan pada rata-rata nilai RCA lebih dari 1. Disebutkan pula bahwa kemampuan Indonesia untuk menembus pasar tekstil di negara-negara tujuan berkisar 0.01-23 persen. Penetrasi yang cukup tinggi terdapat di pasar Hong Kong dan Singapura (23 persen). Penelitian Pracoyo (1995) berkaitan dengan ekspor industri tekstil yang menggunakan data time series tahun 1983-1992 dan menggunakan metode analisis 2SLS. Pracoyo mengadopsi model permintaan dan penawaran ekspor, khususnya untuk negara industri yang baru berkembang (seperti Hong Kong) yang telah dilakukan oleh Muscatelli, Srinivasan, dan Vines (1992). Hasil adaptasinya disebutkan bahwa penawaran ekspor tekstil Indonesia dipengaruhi oleh harga tekstil per satuan, biaya bahan baku, besarnya tingkat upah, tarif, dan perubahan teknologi. Sedangkan dari sisi permintaan ekspor tekstil dipengaruhi oleh harga tekstil domestik, harga tekstil dunia, harga barang substitusi (yaitu harga wool di pasar dunia), pendapatan negara lain, dan selera konsumen. Disimpulkan bahwa penurunan tarif akan mendorong perdagangan dunia

30 menjadi lebih kompetitif. Besarnya variabel tarif dalam fungsi permintaan dan penawaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap kuantitas yang ditawarkan dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, variabel tarif mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kuantitas yang ditawarkan. Disepakatinya persetujuan GATT untuk menurunkan tarif sebesar 30 persen akan mampu mendorong perdagangan dunia menjadi lebih kompetitif. Apabila Indonesia menurunkan rata-rata tarif sebesar 30 persen, maka kuantitas ekspor tekstil akan meningkat sebesar 5.4 persen dan rata-rata harga tekstil domestik sebesar Rp. 23 643.6 per kg. Selanjutnya, variabel tingkat upah dalam jangka pendek mempunyai tingkat elastisitas 4.5, artinya pemberian upah sebesar 1 persen akan mengurangi kuantitas yang ditawarkan sebesar 4.5 persen. Perubahan teknologi, yang ditunjukkan oleh variabel trend, mendorong produksi tekstil menjadi lebih efisien yang ditunjukkan oleh elastisitas perubahan teknologi sebesar 0.014. Artinya apabila terjadi perubahan teknologi sebesar 100 persen, maka akan menambah kuantitas tekstil yang ditawarkan sebesar 1.4 persen (ceteris paribus). Penelitian dengan menggunakan metode pendugaan Ordinary Least Squares (OLS) dilakukan oleh Wintala (1999). Kesimpulan yang diperoleh adalah ekspor tekstil Indonesia ke Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang pada tahun 1978-1997 menunjukkan trend yang positif dan signifikan secara statistik. Devaluasi Rupiah, kenaikan cadangan devisa, peningkatan jumlah penduduk, dan indeks harga sandang cenderung menaikkan volume ekspor tekstil Indonesia. Istojo (2002) melakukan penelitian dengan menganalisis struktur industri TPT Indonesia dengan adanya terhadap WTO pada tahun 2005. Adapun metode yang digunakan adalah deskripsi karakteristik industri, five forces model, driving forces dan key success factor. Hasil yang diperoleh bahwa

31 ketergantungan industri TPT menunjukkan tingkat yang tinggi terhadap pemasok dan pembeli serta adanya persaingan yang ketat antar perusahaan dalam industri TPT Indonesia. Pemberlakuan WTO tahun 2005 disimpulkan (1) akan menambah persaingan dan perebutan pasar di dalam dan luar negeri, (2) akan merubah struktur industri TPT menjadi mass customization yang cenderung pada non price factor dan secara penuh didukung oleh prinsip quick response dan just in time stock, (3) perusahaan-perusahaan dalam industri TPT harus dapat melakukan banyak inovasi manufacture, agar diferensiasi produk meningkat, dan (4) perubahan tataniaga industri TPT dapat menghapus segmen yang selama ini sangat kuat di pasar, yaitu produk dengan harga murah. Agustineu (2004) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ouput industri tekstil di Jawa Barat dengan menggunakan model Cobb Douglas tahun 1980-2001. Ternyata faktor produksi modal, bahan baku, dan bahan bakar memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output industri tekstil di Jawa Barat. Faktor tenaga kerja memberikan pengaruh yang berkebalikan dengan faktor-faktor yang pertama disebutkan. Industri tekstil di Jawa Barat berada pada kondisi increasing return to scale. Nilai tambah bruto perusahaan tekstil di Jawa Barat tahun 1980-2001 terus meningkat, kecuali tahun 2001. Tingkat efisiensi produksi industri tekstil di Jawa Barat paling tinggi pada tahun 2000. 3.2. Tinjauan Penelitian TPT Dunia Mlachila dan Yongzheng (2004) menggunakan General Trade Analysis Project (GTAP) untuk menganalisis berakhirnya kuota tekstil dengan mengambil studi kasus di Bangladesh. Terdapat tiga faktor yang berpengaruh dalam kinerja ekspor tekstil dan pakaian jadi Bangladesh pada tahun 1990an, yaitu upah yang rendah, aliran masuk Foreign Direct Investment (FDI) dan kuota yang diberlakukan di negara pesaing. Bangladesh menghadapi masalah yang serius

32 dengan daya saing setelah sistem kuota berakhir, karena infrastruktur yang lemah dan berbagai iklim makro yang tidak mendukung. Hasil simulasi menunjukkan bahwa ekspor Bangladesh akan menurun setelah penghapusan kuota dan hal ini berpengaruh terhadap balance of payment. Sama halnya yang dilakukan oleh WTO (2004), dengan menggunakan General Trade Analysis Project berusaha menjelaskan kondisi industri TPT global setelah berakhirnya Agreement on Textiles and Clothing (ATC). China dan India merupakan negara-negara yang akan mendominasi pasar TPT Uni Eropa, Amerika Serikat dan Kanada setelah sistem kuota berakhir. Bahkan China diprediksikan akan mengambil pangsa pasar TPT dunia hingga 50 persen. Selain itu, spesialisasi vertikal dalam supply chain TPT adalah sangat penting dan bagi negara-negara yang mempunyai kedekatan secara geografis akan banyak diuntungkan dengan perjanjian bilateral dan tarif yang lebih rendah. Temuan penting bagi TPT Indonesia adalah: (1) di pasar Uni Eropa, setelah kuota berakhir pangsa pasar garmen Indonesia akan meningkat dari 4 persen menjadi 5 persen, sedangkan pangsa pasar tekstil Indonesia akan tetap pada tingkat 3 persen, (2) di pasar Amerika Serikat, pangsa pasar tekstil Indonesia akan stagnan pada 3 persen, penurunan akan terjadi untuk komoditas garmen, yaitu dari 4 persen menjadi 2 persen. Dari berbagai telaah penelitian tentang industri TPT yang telah dilakukan tersebut telah memberikan gambaran tentang perkembangan industri dan perdagangan TPT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, banyak penelitian yang melakukan prediksi terhadap perkembangan industri TPT pasca kuota tahun 2005. Namun demikian, keterkaitan antara pasar domestik dan pasar dunia yang berperan penting dalam perkembangan industri TPT domestik, belum dieksplorasi lebih mendalam.

33 Oleh sebab itu, pada penelitian ini dianalisis perkembangan dan prospek industri TPT secara holistik, baik industri tekstil dan maupun industri garmen. Analisis penelitian ini dimulai secara spesifik dengan menganalisis pangsa pasar TPT Indonesia di antara negara-negara pesaing. Kemudian dilanjutkan dengan mengaitkan industri TPT secara simultan melalui variabel-variabel ekonomi, termasuk kebijakan moneter dan fiskal, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri TPT Indonesia. Selain itu isu-isu terkini dan kebijakan pemerintah yang berubah juga akan mempengaruhi industri TPT sepanjang waktu. Simulasi kebijakan dan non kebijakan dalam penelitian ini untuk menganalisis dampak terhadap perkembangan industri TPT Indonesia merupakan kontribusi baru dari penelitian ini.