11 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang dilakukan secara multidisiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih, yang menggunakan prasarana dan sarana fisik, perbekalan farmasi dan alat kesehatan. (Siregar, 2004) Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik. Pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan spesialistik penyakit dalam, kebidanan, dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan medis spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung, dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit, dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medis, patologi anatomik. Pelayanan medis subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap spesialisasi yang ada. Contoh: endokrinologi, gastrohepatologi, nefrologi, geriatri, dan lain-lain.
12 2.1.2 Tugas Rumah Sakit Menurut keputusan menteri kesehatan RI No: 983/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. (Siregar, 2004) 2.1.3 Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum,. Untuk menyelenggarakan tugas rumah sakit umum berdasarkan SK MenKes RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 mempunyai fungsi: a) Menyelenggarakan pelayanan medis b) Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis c) Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan d) Menyelenggarakan pelayanan rujukan e) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan f) Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g) Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan. 2.1.4 Misi dan Visi Rumah Sakit Penyusunan misi dan visi rumah sakit merupakan fase penting dalam tindakan strategis rumah sakit. Menetapkan misi dan visi bukanlah proses yang mudah. Pernyataan misi dan visi merupakan hasil pemikiran bersama dan disepakati oleh
13 seluruh anggota rumah sakit. Misi dan visi bersama ini memberikan fokus dan energi untuk pengembangan organisasi. Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah sakit didirikan, apa tugasnya, dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan. Visi rumah sakit adalah gambaran keadaan rumah sakit di masa mendatang dalam menjalankan misinya. Isi pernyataan visi tidak hanya berupa gagasan-gagasan kosong. visi merupakan gambaran mengenai keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa sekarang. Misi dan visi Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Trinantoro, Laksono; 2005). 2.1.5 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995 diawali dengan 5 jenis pelayanan, yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan, rekam medis, administrasi dan manajemen, dan pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program diperluas menjadi 12 pelayanan, yaitu kamar operasi, pelayanan perinata resiko tinggi, pelayanan radiologi, pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi, dan kecelakaan keselamatan serta kewaspadaan bencana. Pada tahun 2000 dikembangkan instrumen 16 bidang pelayanan untuk menilai ke-20 proses pelayanan di rumah sakit. Untuk membantu proses persiapan akreditasi, dilakukan berbagai pelatihan akreditasi rumah sakit oleh Balai Pelatihan Kesehatan. Di samping akreditasi, penerapan sistem manajemen mutu mengikuti ISO 9001:2000 mulai
14 dilakukan juga di puskesmas dan rumah sakit sejak tahun 2003 untuk menjawab tuntutan global. Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah: 1. Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur 2. Length Of Stay (LOS): lamanya dirawat 3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi penggunaan tempat tidur 4. Turn Over Interval (TOI): interval penggunaan tempat tidur 5. Net Death Rate (NDR): angka kematian netto 6. Gross Death Rate (GDR): angka kematian bruto 2.1.6 Klasifikasi Rumah Sakit berikut: Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai 1. Berdasarkan kepemilikan a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari: a. Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan b. Rumah sakit pemerintah daerah c. Rumah sakit militer d. Rumah sakit BUMN b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta). 2. Berdasarkan jenis pelayanan Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas;
15 a. Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit. b. Rumah sakit khusus, memberi pelayanan diagnosis pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin. 3. Berdasarkan afiliasi pendidikan Terdiri atas 2 jenis, yaitu; a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi. b. Rumah sakit non pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki afiliasi dengan universitas. 4. Berdasarkan lama tinggal di rumah sakit Terdiri atas: a. Rumah sakit perawatan jangka pendek, yaitu rumah sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit aku dan kasus darurat b. Rumah sakit perawatan jangka panjang yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. 5. Berdasarkan Status Akreditasi Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas: a. Rumah sakit yang telah diakreditasi
16 Rumah sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu. b. Rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit yang belum diakreditasi adalah rumah sakit yang belum diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah Berdasarkan SK MenKes RI No. 983/MenKes/SK/XI/1992 tanggal 5 Oktober 1992 rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan pada unsur pelayanan,ketenagaan, fisik, dan peralatan yang terdiri dari : a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subpesialistik luas. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik.
17 Rumah sakit ini dibedakan 2 jenis berdasarkan adanya fungsi sebagai tempat tenaga medis fakultas kedokteran yaitu Rumah Sakit Umum Pendidikan dan Rumah Sakit Umum Non Pendidikan. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar. 2.2 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih dari Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di Rumah Sakit. Komite Medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. PFT adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional.
18 PFT ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan, penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional. Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang memahami benar dan pendukung kemajuan IFRS, dan ia adalah dokter yang mempunyai pengetahuan mendalam di bidang farmakologi klinik. Sekretaris panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang ditunjuk oleh kepala IFRS. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang ada di rumah sakit. 2.3 Formularium Rumah Sakit Untuk kepentingan perawatan penderita yang lebih baik, rumah sakit harus mempunyai suatu program evaluasi pemilihan dan penggunaan obat yang objektif di rumah sakit. Program ini adalah dasar dari terapi obat yang tepat dan ekonomis, yang tertuang ke dalam suatu pedoman yang disebut formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit adalah daftar obat baku yang dipakai oleh rumah sakit yang dipilih secara rasional dan dilengkapi penjelasan, sehingga merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik rumah sakit, terdiri dari obatobatan yang tercantum Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan beberapa jenis obat yang sangat diperlukan oleh rumah sakit serta dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta keperluan rumah sakit yang bersangkutan (SK Dirjen YanMed No. 0428/YanMed/RSKS/SK/89 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permenkes No. 085/MenKes/Per/I/1989).
19 Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Suatu sistem formularium rumah sakit yang dikelola dengan baik mempunyai tiga kegunaan, kegunaan yang pertama adalah untuk membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat dalam rumah sakit. Kegunaan kedua adalah sebagai edukasi bagi staf tentangterapi obat yang tepat. Kegunaan ketiga adalah memberi rasio manfaatbiaya yang tertinggi, bukan hanya sekedar pengurangan harga. 2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar, 2004). Untuk melaksanakan tugas dan pelayanan farmasi yang luas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi nonklinik dan fungsi klinik. I. Pelayanan Farmasi Non Klinik Fungsi nonklinik biasanya tidak secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dan segera dari pelayanan penderita serta lebih sering merupakan tanggung jawab apoteker rumah sakit. Lingkup fungsi farmasi nonklinik adalah :
20 i. Produksi Instalasi farmasi rumah sakit memproduksi produk steril dan non steril serta pengemasan kembali. Produk steril yang dibuat terdiri dari Total Parenteral Nutrisi (TPN), injeksi dan pencampuran obat suntik, sedangkan produk non steril terdiri dari pembuatan pulvis, pulveres, pengenceran alkohol, formalin, H 2 O 2 dan pengemasan kembali. ii. Perbekalan Merupakan unit pelaksana instalasi farmasi rumah sakit yang meliputi pengadaan dan penyimpanan perbekalan farmasi. Pengadaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi iii. Distribusi Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran obatobatan dan alat kesehatan. Sistem distribusi dapat dilakukan dengan cara: Sentralisasi : semua obat dari farmasi pusat Desentralisasi : adanya apotek satelit/depo farmasi Sistem distribusi obat harus menjamin : i. Obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat ii. iii. Dosis yang tepat dan jumlah yang tepat Kemasan yang menjamin mutu obat
21 iv. Administrasi Administrasi yang teratur sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya sistem pembukuan yang baik. Oleh karena itu tugas administrasi di instalasi farmasi dikoordinir oleh koordinator yang bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi rumah sakit. II. Pelayanan Farmasi Klinis Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada pasien lebih dari orientasi kepada produk, dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual. Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat. meliputi: Menurut SK MenKes No.436/MenKes/SK/VI/1993 pelayanan farmasi klinis i. Melakukan konseling ii. iii. iv. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Pencampuran obat suntik secara aseptik Menganalisa efektivitas biaya secara farmakoekonomi v. Penentuan kadar obat dalam darah vi. Penanganan obat sitostatika
22 vii. viii. Penyiapan Total Parenteral Nutrisi (TPN) Pemantauan dan pengkajian penggunaan obat ix. Pendidikan dan penelitian (Aslam, 2002). 2.4.2 Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR) Yang dimaksud dengan PPOSR adalah pengelolaan obat yang dilaksana- kan secara efektif dan efisien dimana pemanfaatan atau efikasi, keamanan (safety) dan mutu (quality) obat terjamin; serta penggunaan obat secara 4 Tepat 1 Waspada, artinya harus diberikan dengan indikasi yang tepat, untuk penderita yang tepat dengan jenis obat yang tepat dan diberikan dengan regimen dosis yang tepat serta senantiasa waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak diinginkan. Kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat dimulai dari: 1. Pemilihan jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan, baik diagnostik, terapetik, paliatik maupun rehabilitatif. 2. Perencanaan untuk mengadakan obat dan alat kesehatan tersebut dalam jenis, jumlah, waktu dan tempat yang tepat. 3. Pengadaan berdasarkan pertimbangan dana yang tersedia dilakukan skala prioritas pengadaan yang tepat. 4. Penyimpanan yang tepat sesuai dengan sifat masing-masing obat dan alat kesehatan. 5. Penyaluran kepada unit-unit pelayanan dan penunjang yang membutuhkan obat dan alat kesehatan tersebut di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Pusat, Instalasi Rawat Jalan, dan Instalasi Rawat Inap. 6. Penulisan resep oleh dokter (Prescribing Process).
23 7. Peracikan oleh farmasis (Dispensing Process). 8. Pemberian oleh perawat kepada penderita (Administration Process). 9. Penggunaan oleh penderita (Consuming Process). 10. Pemantauan khasiat dan keamanan obat oleh dokter, perawat, farmasis dan penderita. Seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat yang dimulai dari pertama sampai langkah ke-10 disebut sebagai Lingkar Sepuluh Kegiatan Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Secara Rasional (LSK-PPOSR), dimana jika semua langkah dilakukan dengan tepat, maka diharapkan akan dapat dicegah timbulnya masalahmasalah yang berkaitan dan pengelolaan dan penggunaan obat dan alat kesehatan. 2.5 Rekam Medik Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medik. Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap pasien, baik untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan sosiologi, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus, seperti konsultasi, data laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosa kerja, penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada waktu pembebasan, tindak lanjut, dan temuan otopsi (Siregar, 2004)
24 Kegunaan rekam medik antara lain; a) Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita. b) Merupakan suatu sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional yang berkontribusi pada perawatan penderita. c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya/penyebab penyakit penderita dan penanganan/pengobatan selama dirawat di rumah sakit. d) Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita. e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab. f) Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan. g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan rekam medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita (Siregar, 2004). 2.6 Instalasi CENTRAL STERILIZED SUPPLY DEPARTMENT (CSSD) Instalasi CSSD merupakan fasilitas untuk melakukan kegiatan sterilisasi yang bertujuan untuk melayani semua kebutuhan steril dan unit unit yang membutuhkan yaitu alat-alat medik dan alat-alat lainnya yang diperlukan untuk tindakan steril. Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. Alur
25 aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan, pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi label, sterilisasi, sampai proses distribusi. Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh : a) Besarnya angka kematian akibat infeksi nasokomial. b) Kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia di lingkungan rumah sakit. c) Merupakan salah satu pendukung jaminan mutu pelayanan rumah sakit, maka peran dan fungsi CSSD sangat penting. Ketersediaan ruangan CSSD yang memadai merupakan suatu keharusan untuk keefisienan dan keoptimalan fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang di CSSD maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5 bagian: Daerah Dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, dekontaminasi, dan pembersihan. Daerah Pengemasan Alat: untuk melakukan pengemasan terhadap alat bongkar pasang, maupun pengemasan dan penyimpanan alat bersih. Daerah Prossesing Linen: Linen diinspeksi, dilipat, dan dikemas untuk persiapan sterilisasi. Selain linen pada daerah ini dipersiapkan pula bahan-bahan seperti kain kassa, cooton swabs, dll. Daerah Sterilisasi: tempat dimana proses sterilisasi dilakukan.
26 Daerah penyimpanan barang steril: sebaiknya letaknya berdekatan dengan proses sterilisasi dilakukan. Tersedia mesin sterilisasi dua pintu dimana pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan. Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Hidayat, 2003). 2.7 Instalasi Gas Medis Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002. Gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan. Beberapa gas medis yang digunakan pada sarana pelayanan kesehatan antara lain adalah gas Oksigen (tabung 1m 3, 2m 3, 6m 3 ), oksigen cair (tangki), gas N 2 O (tabung 25 kg), gas CO 2, dan udara Tekan (UT). Instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk menyalurkan gas medis ke titik outlet di ruang tindakan dan perawatan. Sentral gas medis adalah seperangkat prasarana beserta peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medis. Instalasi gas medis (IGM) adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas medis sampai outlet
27 Penyimpanan Gas Medis a) Tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi bencana. b) Lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis dibedakan tempatnya. c) Penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian. d) Lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau sejenisnya. e) Gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji/test kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut. f) Pendistribusian Gas Medis g) Distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troly yang biasanya ditempatkan dekat dengan pasien. h) Pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator. i) Regulator harus dites dan dikalibrasi. j) Penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung untuk 1 orang. k) Tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi (higienis).