Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018 ANALISA STABILITAS TURAP (SHEET PILE) PADA LAPISAN TANAH LUNAK (STUDI KASUS STRUKTUR TURAP TAMBAK LOROK SEMARANG) Faisal Estu Yulianto Jurusan Teknik Sipil, Universitas Madura, Jl. Raya Panglegur KM. 3,5 Pamekasan Email: faisal_ey@yahoo.co.id ABSTRAK Turap merupakan struktur tiang lembaran yang dipancang dalam tanah dengan kedalaman tertentu yang berfungsi menahan gaya horisontal. Pemasangan turap pada lapisan tanah berkonsistensi medium sampai dengan kaku mampu memberikan stabilitas yang cukup baik meskipun tanpa menggunakan angker jika kedalaman pancang turap mencukupi. Pada kasus pemasangan turap pada lapisan tanah lunak yang cukup tebal, stabilitas turap tidak hanya diperhitungkan pada defleksi turap akibat gaya horisontal namun juga ditinjau stabilitas terhadap daya dukung tanah tersebut akibat berat turap terlebih pada lapisan tanah lunak yang mempunyai tebal lapisan lebih dari 21 meter. Studi kasus pemasangan turap pada lapisan tanah lunak yang tebal (± 28 meter) terjadi pada konstruksi pelabuhan rakyat di Tambak Lorok Semarang. Perhitungan manual dilakukan untuk menentukan pajang turap awal sesuai beban yang bekerja sebelum digunakan perhitungan dengan Plaxsis untuk mengetahui perilaku stabilitas turap keseluruahan. Perhitungan manual menunjukkan panjang turap awal adalah 12 meter. Pemodelan Plaxis dilakukan dengan variasi panjang turap yang berbeda beda dimulai dari 12 meter. Berdasarkan hasil Plaxis menunjukkan bahwa pergeseran vertikal turap akibat daya dukungg tanah lebih besar diandingkan pergeseran arah horisiontal untuk menahan gaya lateral. Pergeseran turap arah horisontal maupun vertikal semakin kecil dengan semakin bertambahnya panjang turap dan cenderung stabil saat panjang turap di atas 18 meter. Dalam pelaksanaannya panjang turap yang digunakan adalah 21 meter. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa penurunan turap tidak terjadi akibat perubahan parameter tanah menjadi lebih baik setelah pemancangan dilakukan. Kata kunci: Turap, tanah lunak, stabilitas 1. PENDAHULUAN Penggunaan turap dalam konstruksi bangunan sipil telah banyak diterapkan diberbagai tempat. Hal ini disebabkan turap mempunyai kelebihan dibandingkan struktur dinding penahan lainnya terutama dinding penahan tipe gravitasi. Turap memiliki kemudahan dalam pemasangannya (instalasi) dan mampu melayani tekanan tanah lateral dengan beda elevasi yang cukup tinggi selain itu turap mampu dibuat pada tempat dimana konstruksi dinding penahan lainnya tidak memungkinkan untuk dibangun terutama pada levasi muaka air tanah yang tinggi. Kondisi tersebut terjadi pada kasus pembangunan Pelabuhan Rakyat di Tambak Lorok Semarang, dimana pemasangan turap dilakukan dipinggir pantai dengan kondisi lapisan tanah lunak cukup tebal (hasil dari peyelidikan tanah yang dilakukan). Selain itu pada pemasangan turap di Tambak Lorok akses alat berat untuk pemasangan turap sangat terbatas karena berdekatan dengan perumahan atau pemukiman. Berdasarkan hal tersebut, paper ini akan mendiskusikan permasalahan dan solusi pada tahap perencanaan dan pemasangan turap pada kondisi tanah lunak yang sangat tebal serta proses pemasangan (instalasi) turap. 2. PROFIL TANAH TAMBAK LOROK Gambar 1 menunjukkan lokasi pembangunan pelabuhan rakyat Tambak Lorok Semarang. Untuk mengetahui kondisi bawah tanah sebagai dasar perencanaan pondasi dan turap, penyelidikan tanah dilakukan dengan metode pengambilan sampel (Boring) dan Standart Penetration Test (N-SPT) di enam titik pengeboran. Dari Gambar 1 terlihat bahwa lokasi pembangunan pelabuhan rakyat Tambak Lorok merupakan teluk (garis warna kuning) yang bermuara di Laut Jawa. Karena kondisi lokasi berada pada tepi pantai/teluk pengambilan sampel tanah dan pengujian N-SPT dilakukan dilaut dan didarat (Gambar 2). Sampel yang diperoleh dari lapangan (Log Bor) dilakukan pengujian di laboratorium untuk mengetahui parameter fisik maupun teknis tanah yang diujikan yang nantinya akan dianalisa dan dibandingkan dengan kondisi hasil pengujian N-SPT. GT - 7
GT - 8 Gambar 1. Lokasi pembangunan Pelabuhan Rakyat Tambak Lorok Semarang (garis kuning) Gambar 2. Pengambilan sampel tanah (Boring) dan pengujian N-SPT. Hasil penyelidikan tanah yang dilakukan kemudian dibuat dalam bentuk memanjang yang menghubungkan antara beberapa titik pengujian (Stratigrafi Tanah) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Parameter tanah yang diperlukanuntuk merencanakan struktur pondasi maupun turap diberikan oleh Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dan profil tanah pada Gambar 3 diketahui bahwa lapisan tanah lunak pada lokasi tersebut mempunyai tebal sekitar 28 meter berupa lempung. di bawah lapisan tanah lunak terdapat tanah berkonsistensi medium sampai pada elevasi - 36.00 meter hal ini menunjukkan bahwa lapisan tanah yang termampatkan akibat beban di atasnya (Compresible Soil) mempunyai ketebalan hingga 36 meter kondisi ini sangat berpengaruh pada perencanaan turap karena panjang turap yang tersedia di pasaran maksimal 21 meter.
GT - 9 Gambar 3. Profil tanah hasil penyelidikan tanah. Tabel 1. Parameter Tanah Tambak Lorok No Z (m) Jenis Tanah N-SPT t sat E C kn/m 3 kn/m 3 (kn/m 2 ) (kn/m 2 ) 1 0-28 Soft Clay 4 15,0 16,5 0 12,5 4 2 28-36 Medium Clay 8 17,4 19,0 0 25 27 3 36-78 Stiff Clay 15 18,5 20,5 0 50 28 4 > 78 Very Stiff Clay 60 19,0 22,0 0 100 30 Berdasarkan design akhir perencanaan (Gambar 4), konstruksi Pelabuhan Rakyat Tambak Lorok tidak hanya berfungsi sebagai pelabuhan namun juga berfungsi sebagai tanggul rob. Konstruksi pelabuhan ini terdiri atas turap sebagai dinding penahan, tiang pancang (Back Pile) untuk pondasi dan penambat angkur turap, dinding penahan beton (parapet) serta balok dan plat beton. Pengerukan dilakukan pada alur muara dengan kedalalaman pengerukan sekitar 3-6 meter. Cerucuk kayu dan urugan tanah disiapkan jika mobilisasi peralatan terkendalan oleh pemukiman sehingga memerlukan area yang cukup luas untuk kegiatan tersebut. 3. DESIGN TURAP DAN PELAKSANAANNYA Perancangan turap dimulai dengan perhitungan manual untuk mengetahui panjang awal turap yang diinginkan. Untuk mengetahui stabilitas keseluruhannya (Overall Stability) digunakan software Plaxis 8.2. karena panjang masimal turap yang disediakan dilapangan mempunyai maksimal 21 meter maka dipastikan seluruh tubuh turap akan berada pada tanah lunak (Tebal lapisan tanah lunak = 28 meter). Beda elevasi antara tanah di belakang dan di depan turap diambil yang terbesar yaitu 6 meter. Karena seluruh badan turap terletak pada tanah lunak maka diasumsikan terjadi defleksi pada bagian bahwa turap akibat gaya lateral yang terjadi. Gambar 5 menunjukkan tegangan yang terjadi pada turap (Hardiyatmo, 2005). Untuk menentukan panjang turap yang diperlukan dilakukan perhitungan berdasarkan tegangan yang terjadi pada turap. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa panjang awal turap berdasarkan tegangan yang bekerja adalah 6 meter (panjang turap tertanam). Sehingga panjang total turap yang diperlukan adalah 12 meter. Data hasil perhitungan manual digunakan sebagai data awal untuk mengetahui stabilitas turap secara keseluruhan. Dari hasil perhitungan Plaxis diketahui bahwa untuk turap 12 meter terjadi pergeseran horisontal sebesar 1,04 meter dan penurunan turap sebesar 2,6 meter artinya turap runtuh karena tidak mampu menahan gaya lateral dan mengalami penurunan besar akibat beban sendiri. Berdasarkan hal tersebut panjang turap perlu ditambah. Berdasarkan Teng (1962) panjang turap tertanam untuk tanah lunak sekitar 2 (dua) kali panjang turap yang menahan gaya lateral, sehingga dicoba panjang turap 18 meter dengan hasil penurunan vertikal menjadi 1 meter dan pergeseran horisontal sebesar 25 cm (Gambar 6).
GT - 10 Gambar 4. Detail konstruksi Pelabuhan Rakyat Tambak Lorok. Gambar 5. Diagram tegangan pada turap Tambak Lorok (a) (b) Gambar 6. Perilaku turap hasil perhitungan Plaxis, a) Panjang 12 m; b) Panjang 18 m. Karena lapisan tanah lunak yang tebal maka kendala utama dalam menentukan desain yang tepat pada kasus ini adalah bagaimana mengurangi penurunan yang terjadi (Yulianto. FE, 2017; Hasyim, 2008) karena gaya lateral pada turap berkurang cukup besar jika panjang turap telah mencapai 18 meter sedangkan daya dukung tiang terhadap penurunan yang terjadi hanya mengandalkan gesekan dengan lapisan tanah (skin friction). Berdasarkan hal tersebut maka dipilihlah panjang maksimal turap yang tersedia dipasaran yaitu 21 meter, meskipun penurunan dan
GT - 11 pergesaran horisontal yang terjadi pada turap tidak ukup besar (penurunan 0,9 m; pergeseran 0,2 m). Dari beberapa perilaku turap yang dimodelkan dengan panjang yang berbeda beda diketahui bahwa turap memerlukan angker untuk meningkatkan stabilitasnya dalam menahan beban yang bekerja. Angker pada turap secara umum ada dua jenis yaitu angker beton dan angker baja berupa tyrod/profil. Penggunaan angker beton pada kasus ini lebih disarankan karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan angker baja (tyrod) terlebih pada lokasi dengan akses yang terbatas dan posisi angker yang berada pada tanah urug (Moctar, IB., 2002). Selain memerlukan area yang cukup luas (diluar bidang longsor) penggunaan angker tyrod harus bebas dari penurunan tanah yang biasa terjadi pada urugan tanah terlebih diatas tanah lunak (Teng, 1962) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 6. Posisi pemasangan angker pada konstruki turap berangker (Teng, 1962) Dari penjelasan tersebut maka diputuskan bahwa konstruksi turap pada Pelabuhan Tambak Lorok menggunakan Turap dengan panjang 21 meter dan berangker beton. Angker balok beton dicor monolit dengan dua tiang pancang yang juga berfungsi sebagai pondasi pelabuhan (Gambar 4). Perhitungan stabilitas keseluruhan angker dilakukan dengan Plaxis dan menunjukkan hasil yang baik (Gambar 7). Pelaksanaan konstruksi Gambar 7. Stabilitas konstruksi turap 21 meter setelah diangker dengan beton Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pembangunan Pelabuhan Rakyat Tambak Lorok mempunyai kendala utama dalam akses masuk maupun terbatasnya area konstruksi (Gambar 1). Beberapa kendala yang dialami selama pelaksanaan yaitu: tidak adanya jalan yang mampu dilewati alat berat untuk mensupplai material konstruksi (tiang pancang, turap dll), tempat penyimpanan sementara material konstruksi tidak tersedia didekat lokasi. Hal ini karena lokasi konstruksi merupakan pemukimam padat penduduk (Gambar 8). Berdasarkan kondisi tersebut, penyimpanan material konstruksi ditempatkan di area Pelabuhan Tanjung Emas dan diangkut ke lokasi dengan ponton saar aur pasangpelaksanaan konstruksi dimulai dengan pemancangan pondasi tiang pancang (Spun Pile), pemasangan cerucuk kayu, timbunan sebagai lantai kerja dengan perkuatan geotextile, pengecoran balok beton, pemancangan turap dan pengeccoran balok dan pelat beton (Gambar 9). Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan setelah
GT - 12 turap dipancang dilakukan pengikatan sementara dengan kawat baja pada tulangan balok beton untuk menghindari penurunan turap yang berlebih. Namun, dari beberapa hasil pengamatan setelah selesainya pemcangan turap (sebelum diangker dengan balok beton) diketahui bahwa turap sebagai besar tidak mengalami penurunan hal ini dimungkinkan terjadi akibat perubahan parameter tanah yang lebih baik (peningkatan nilai kohesi dan sudut geser dalam) disekitar turap akibat pemancangan tiang pancang maupun turap (Maryono, 2014). Gambar 8. Lokasi pembangunan Pelabuhan Rakyat Tambak Lorok (a) (b) (c) (d) Gambar 9. Proses konstruksi Tambak Lorok; a) Pemancangan Spun Pile; b) Penulangan Balok; c) Pengecoran balok beton/angker; d) Pengecoran plat beton kondisi 100%. 4. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Penggunaan turap pada tanah lunak dimana seuruh struktur turap dalam tanah lunak mempunyai perilaku dimana penurunan turap akibat daya dukung yang rendah lebih dominan dibandingkan pergeseran horisontal akibat gaya lateralnya. 2. Penggunaan angker pada turap dalam tanah lunak sangat disarankan untuk mengatasi penurunan turap akibat daya dukung tanah yang rendah.
GT - 13 3. Pada area yang terbatas dan lokasi urugan angker dengan balok beton lebih efektif digunakan karena tidak memerlukan area yg luas serta tidak terpengaruh oleh pemampatan yang terjadi pada tanah urug. 4. Pengaruh pemcangan spun pile maupun turap mengakibatkan perubahan pada parameter tanah disekitarnya sehingga dalam pelaksanaannya turap tidak mengalami penurunan seperti pada pemodelan hasil analisis Plaxis. DAFTAR PUSTAKA Hardiyatmo, H.C., (2002). Teknik Pondsi 2., Beta Offset, Yogyakarta. Hasyim, R and Islam, S (2008). Engineering Properties of Peat Soil in Peninsular, Malaysia, Journal of Applied Sciences, I812-5654. Maryono (2014)., Analisis Deformasi Tanah Dan Sheet Pile Akibat Pemancangan Tiang Pada Tanah Lunak, E Journal Graduate Universitas Katolik Parahyangan, Vol. 1., No.1. Mochtar, I. B. (2002). Metode Perbaikan Tanah., ITS Press, Surabaya. Teng, W. C., (1962)., Foundation Design, Prentice Hall, Englewood Cliffs, N. J. Yulianto, F. E., Perilaku Tanah Gambut Berserat, Permasalahan dan Solusinya, Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur-I, Universitas Negeri Jember, 30 Oktober 2018, pp. G-77 G-86.
GT - 14 KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL 12 (KoNTekS 12) Batam, 18 19 September 2018