BAB V KESIMPULAN Sejak digulirkannya ide mengenai pembentukan Komunitas ASEAN 2015 (yang awalnya direncanakan pada 2020) pada Bali Concord II tahun 2003, Komunitas ini telah banyak mengambil perhatian dari kesepuluh negara anggota ASEAN. Hal ini terkait dengan langkah apa yang perlu diambil oleh ASEAN agar Komunitas tersebut dapat terealisasi sesuai dengan waktunya. Belum lagi ditambah dengan penyelesaian sederet masalah yang dialami oleh ASEAN yang dikhawatirkan dapat menjadi penghambat dalam realisasi Komunitas ASEAN 2015. Adanya beberapa masalah yang dialami oleh ASEAN terutama dalam bidang politik keamanan, membuat pemerintah Indonesia berupaya untuk memberi jalan keluar pemecahan masalahnya. Hal ini terutama dimaksimalkan pada saat Indonesia menjadi Ketua ASEAN 2011. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah ini merupakan wujud dari komitmen Indonesia untuk selalu mendukung terwujudnya Komunitas ASEAN 2015 yang berorientasi pada masyarakat dan pada saat yang bersamaan, Indonesia juga dapat memenuhi kepentingan nasionalnya yang terwujud dalam tiga kerangka kerjasama dalam Komunitas ASEAN. Upaya ini kemudian diimplementasikan oleh pemerintah dalam bentuk strategi-strategi yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri, yang lebih dikenal dengan istilah Kebijakan Luar Negeri. Dalam penyusunan kebijakan luar negeri Indonesia, pemerintah pusat tidak hanya bekerja sendiri melainkan mengikutsertakan para pemangku kepentingan lainnya seperti pemerintah daerah sebagai hasil dari otonomi daerah, juga aktor non pemerintah lainnya seperti LSM, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Hal ini dilakukan sebagai wujud dari Diplomasi total yang mengindikasikan perlunya upaya menyeluruh baik itu dari aktor pemerintah maupun non pemerintah. Meskipun pada pelaksanaan kebijakan luar negeri, Kementerian Luar Negeri tetaplah menjadi pihak yang mengeksekusinya. 1
Kebijakan luar negeri juga memiliki hubungan erat dengan kepentingan nasional. Bagaimanapun, kepentingan nasional dapat dicapai dengan dua cara yaitu pelaksanaan kebijakan di dalam dan di luar negeri. Mengingat banyaknya bentuk kerja sama di dalam Komunitas ASEAN yang hasilnya dapat menguntungkan bagi Indonesia, maka pemerintah Indonesia menyusun strategi atau langkah yang akan ditempuh guna memperjuangkan serta mencapai kepentingan nasionalnya. Selain itu, upaya ini juga terkait dengan kontribusi Indonesia dalam menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi ASEAN, yang sudah sepatutnya dilakukan Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN. Diantara bentuk strategi tersebut ialah mengenai perlindungan HAM dimana sampai tahun 2014, komitmen Indonesia dalam penguatan AICHR terus ditunjukkan. Salah satu diantaranya yaitu melakukan inisiatif Dialog HAM dengan AICHR yang meniru konsep UPR (Universal Periodical Review), yakni suatu sistem pelaporan HAM di Dewan HAM PBB Jenewa. Sebagai negara yang mengusulkan inisiatif tersebut, pada tanggal 25 Juni 2013, Indonesia menjadi negara anggota ASEAN pertama yang menyampaikan ke negara-negara ASEAN lainnya melalui AICHR, untuk ditinjau proses promosi dan proteksi HAM di negaranya. Selanjutnya mengenai pengimplementasian Piagam ASEAN yang telah berlaku sejak 2008. Hal ini dilakukan mengingat Piagam tersebut memiliki fungsi sebagai dasar yang kuat dalam mencapai Komunitas ASEAN dengan memberikan status hukum dan kerangka kelembagaan untuk ASEAN. Bentuk komitmen dari Pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan Piagam ASEAN ialah dengan membentuk PTRI ASEAN yang dipimpin oleh Wakil Tetap RI pada tahun 2010, yang memiliki tugas untuk menjalankan diplomasi dan meningkatkan kerjasama internasional dalam kerangka ASEAN sesuai mandatnya yang dituangkan dalam Piagam ASEAN yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 38 tanggal 6 Nopember 2008. 2
Strategi berikutnya yang dilakukan oleh Indonesia dengan menyoroti lima permasalahan besar yang dialami oleh ASEAN, yakni penandatanganan konsep protokol ketiga TAC, konflik laut Tiongkok selatan, pengimplementasian Traktat SEANWFZ, keamanan maritim kawasan dan mempromosikan prinsip Demokrasi. Dalam hal penandatanganan protokol ketiga TAC, keputusan untuk mengesahkan Protokol didasari oleh kepentingan Indonesia untuk menciptakan stabilitas di kawasan Asia Tenggara dengan merangkul pihak-pihak di kawasan melalui cara-cara damai dalam penyelesaian konflik yang timbul. Terkait kasus LTS, Indonesia memberikan kontribusi positif dalam mendorong penyelesaian sengketa ini yang melibatkan negara anggota ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia. Indonesia yang memiliki hubungan bilateral dengan dua negara lain yang mencoba untuk menguasai LTS yaitu Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok, mencoba untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dengan CoC, yang merupakan usaha inisiatif yang dirintis oleh Indonesia sebagai salah satu usaha penebus janji kemerdekaan Indonesia yaitu ikut melaksanakan perdamaian dunia. Selanjutnya, dalam hal Traktat SEANWFZ, Indonesia berperan aktif dan inisiatif dalam mendorong upaya SEANWFZ untuk dapat diaksesi oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Di sisi lain, mengenai keamanan maritim kawasan, disadari oleh pemikiran bahwa hadirnya ancaman keamanan maritim tidak dapat diatasi oleh satu negara saja, tetapi harus dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan negara lain yang terletak di kawasan yang sama. Sementara itu, keinginan Indonesia untuk memproyeksikan identitasnya sebagai pendukung demokrasi tercermin dalam kebijakannya terhadap Myanmar, terutama dalam menangani kurangnya rasa hormat junta Myanmar terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. Hal ini diwujudkan dengan keikutsertaan Indonesia dalam memprakarsai pernyataan bersama (Joint Statement) para Menteri Luar Negeri ASEAN pada tanggal 17 Agustus 2012 mengenai penanganan konflik komunal di 3
Rakhine State, Myanmar yang berisi pernyataan untuk mendukung proses demokratisasi yang sedang berlangsung di Myanmar dan siap untuk memberikan bantuan kemanusiaan jika dibutuhkan. Selain itu, mengenai kasus kejahatan lintas negara, Kementerian Luar Negeri RI memutuskan untuk mengadopsi Konvensi PBB melawan Kejahatan Transnasional yang Terorganisasir (UN Convention against Transnational Organized Crime), yang diharapkan dapat membentuk sebuah sistem keamanan nasional yang melibatkan kerjasama dengan berbagai pihak, di dalam maupun luar negeri, sehingga memungkinkan untuk saling membantu dan bertukar strategi dalam menghadapi kejahatan transnasional. Terakhir, pada karakteristik ketiga cetak biru ditekankan bahwa ASEAN akan senantiasa memelihara hubungan persahabatan dan saling menguntungkan dengan pihak eksternal sekaligus menegaskan bahwa ASEAN tetap memiliki pandangan outward-looking dan memainkan peran penting dalam regional dan internasional untuk memajukan kepentingan bersama ASEAN. Merespon hal tersebut, pada tahun 2011 Indonesia bertekad untuk dapat kembali memberikan kontribusi konkrit dan bermanfaat melalui pemikiran ASEAN Community s Post 2015 Vision. Yakni, visi atau apa yang perlu diraih selanjutnya oleh ASEAN setelah terbentuknya Komunitas ASEAN di tahun 2015. Segala bentuk strategi yang dilakukan oleh Indonesia tersebut didasari oleh keinginan Indonesia untuk selalu membuktikan figur kepemimpinannya di ASEAN sekaligus memperkuat argumen bahwa ASEAN terutama Komunitas ASEAN 2015 tetaplah menjadi prioritas utama pelaksanaan Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Hal ini penting untuk diketahui bersama terutama oleh para peneliti di bidang ilmu Hubungan Internasional (HI). Hal ini dikarenakan kajian mengenai kebijakan luar negeri telah dan masih menjadi bagian yang esensial untuk dipelajari dalam disiplin ilmu HI. Selain itu, ia telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap negara 4
termasuk para pembuat kebijakan mengenai bagaimana cara untuk mencapai kepentingan nasional negara melalui pengimplementasian kebijakan luar negerinya. 5