PERANAN HUKUM PIDANA DALAM MENGHADAPI MASALAH KEJAHATAN YANG TERJADI DI MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai

ETIK UMB. Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi. Modul ke: 13Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

UPAYA PENAL DAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DIWILAYAH HUKUM KOTA JAMBI ARTIKEL. Oleh Firsleydent Simbolon Nim ERB

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

I. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA POLITIK. Abstrak

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi aktual yang belakangan ini telah menjadi perhatian bagi

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengaturan atau penyusunan secara rasional usaha-usaha pengendalian kejahatan

POLITIK (PEMBARUAN ) HUKUM PIDANA DI INDONESIA. (Indonesia Criminal Law Reform Policy)

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Ini berarti,

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

I. PENDAHULUAN. Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana Pengeroyokan dan Perusakan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah memuat pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P.Topinard ( ) seseorang ahli

BAB I PENDAHULUAN. konstitusi Indonesia menyebutkannya dalam salah satu Pasal yaitu Pasal 3

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) : HUKUM PIDANA

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

informasi, tetapi setiap pembangunan memiliki dampak negatif dari pembangunan antara lain

I. PENDAHULUAN. Pidana penjara termasuk salah satu jenis pidana yang kurang disukai, karena

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

KEBIJAKAN PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PAJAK DAERAH

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

TINJAUAN PUSTAKA. eksistensinya diakui dan diterima sebagai suatu fakta, baik oleh masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA JURNAL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya

PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan

Edisi, 19 September 2010 ISSN JURNAL ILMIAH K U T E I KEMERDEKAAN KOSOVO DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

ETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MATERIIL DI BIDANG PASAR MODAL. BAMBANG ALI KUSUMO, SH., MHum. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN BBM SUSBSIDI DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. diperbaiki agar tidak terdapat kendala dalam pelaksanaannya. 1 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, oleh karena itu mengabaikan perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

1. PENDAHULUAN. dengan meyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum

Modul ke: ETIK UMB UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI. Fakultas FEB. Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si. Program Studi AKUNTANSI.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEBIJAKAN KRIMINALISASI KUMPUL KEBO DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

Transkripsi:

PERANAN HUKUM PIDANA DALAM MENGHADAPI MASALAH KEJAHATAN YANG TERJADI DI MASYARAKAT Oleh : Netty Mewahaty Simbolon, SH, MH Dosen Universitas Simalungun, Pematang Siantar Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan hukum pidana dalam menghadapi masalah kejahatan yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur ( library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat-pendapat ahli hukum dan literatur hukum. Penggunaan sarana penal dalam menanggulangi kejahatan hendaknya dilakukan dengan penuh pertimbangan. Selain itu juga, perlu dipertimbangkan bahwa kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan sosial, kebijakan pembangunan nasional, bagian dari kebijakan kriminal yang juga merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum, karena menanggulangi kejahatan dengan sarana penal merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan. Kata kunci : hukum pidana dan kejahatan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Tindak pidana selain merupakan masalah kemanusian juga merupakan permasalahan sosial, bahkan dinyatakan sebagai The oldest sosial problem. Menghadapi masalah ini telah banyak dilakukan upaya untuk menanggulanginya. Salah satu usaha penanggulangan kejahatan adalah dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana. Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sanksi pidana merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri. Ada pula yang menyebutnya sebagai older philosophy of crime control. Dilihat sebagai suatu masalah kebijakan, maka ada yang mempermasalahkan apakah perlu kejahatan itu ditanggulangi, dicegah atau dikendalikan dengan menggunakan sanksi pidana. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Roeslan Saleh mengemukakan tiga alasan urgensi pidana dan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan. Adapun inti alasannya adalah sebagai berikut: a. Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan. Persoalan bukan terletak pada hasil yang akan dicapai, tetapi dalam perimbangan antara nilai dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masingmasing. b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti sama sekali bagi si terhukum; dan

disamping itu harus tetap ada suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dab tidaklah dapat dibiarkan begitu saja. c. Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditujukan pada si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang mentaati norma-norma masyarakat. Pada prinsipnya Pembuatan hukum pidana merupakan wujud usaha dalam rangka menanggulangi kejahatan, dengan kata lain setiap perbuatan negatif yang tejadi dimasyarakat tentunya mendapat reaksi dari masyarakat yang bertujuan untuk menekan kejahatan tersebut. Masyarakat tentunya tidak membiarkan adanya perbuatan negatif yang terjadi, sehingga dilakukan berbagai upaya untuk menanggulangi kejahatan itu. Usaha masyarakat untuk menanggulangi kejahatan ini adalah disebut sebagai Politik Kriminal ataucriminal policy. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan hukum pidana dalam menghadapi masalah kejahatan yang terjadi di masyarakat. 1.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur ( library research) yaitu penelitian yang didasarkan pada pendapat-pendapat ahli hukum dan literatur hukum. 2. Uraian Teoritis 2.1. Politik Kriminal Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan (social welfare). Kebijakan penanggulangan kejahatan atau bisa disebut juga politik kriminal memiliki tujuan akhir atau tujuan utama yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) itu sendiri merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). Kebijakan penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan social ( social policy) dan termasuk juga dalam kebijakan legislatif (legislative policy). Politik riminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial yaitu kebijakan atau upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial. Muladi menyatakan kebijakan kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan bila dilihat lingkupnya, sangat luas dan tinggi kompleksitasnya. Hal ini wajar karena karena pada hakikatnya kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah sosial yang memerlukan pemahaman tersendiri. Kejahatan sebagai masalah sosial ialah merupakan gejala yang dinamis selalu tumbuh dan terkait dengan gejala dan struktur kemasyarakatan lainnya yang sangat kompleks, ia merupakan socio-political problems. i Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive

(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventive (pencegahan/penangkalan) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan refresif pada hakikatnya dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Pengertian politik kriminal menurut Sudarto dapat diberi dalam arti sempit, lebih luas dan paling luas, yaitu: ii a. Dalam arti sempit adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana; b. Dalam arti yang lebih luas adalah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; c. Dalam arti paling luas adalah keseluruhan kebijakan dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Sudarto menegaskan bahwa dalam melaksanakan politik kriminal berarti mengadakan penilaian dari sekian banyak alternatif mana yang paling efektif dalam usaha penanggulangan tersebut. iii Sejalan dengan hal tersebut, Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa: iv Ini berarti suatu politik kriminal dengan menggunakan kebijakankebijakan hukum pidana harus merupakan suatu usaha atau langkahlangkah yang dibuat dengan sengaja dan sadar. Ini berarti memilih dan menetapkan hukum pidana sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan harus benar-benar telah memperhitungkan semua faktor yang dapat mendukung berfungsinya atau bekerjanya hukum pidana itu dalam kenyataannya. Jadi, diperlukan pula pendekatan yang fungsional dan ini pun merupakan pendekatan yang melekat pada setiap kebijakan yang rasional. Lebih lanjut Barda nawawi arief mengemukakan bahwa kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). v Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ialah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Bila dalam kebijakan penanggulangan tindak pidana atau politik kriminal digunakan upaya/sarana hukum pidana (penal), maka kebijakan hukum pidana harus diarahkan pada tujuan dari kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upayaupaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan/upayaupaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy). Sehubungan dengan hal tersebut Marc Ancel sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief dan Muladi menyatakan bahwa : vi Tiap masyarakat mensyaratkan adanya tertib sosial, yaitu seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan

bersama tetapi juga sesuai dengan aspirasi-aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu peranan yang besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tak dapat dielakkan bagi suatu sistem hukum. Perlindungan individu maupun masyarakat tergantung pada perumusan yang tepat mengenai hukum pidana yang mendasari kehidupan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu sistem hukum pidana, tindak pidana, penilaian hakim terhadap si pelanggar dalam hubungannya dengan hukum secara murni maupun pidana merupakan lembaga-lembaga (institusi) yang harus tetap dipertahankan. Hanya saja dalam menggunakan hukum pidana Marc Ancel menolak penggunaan fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik yuridis yang terlepas dari pernyataan sosial. 2.2. Penanggulangan Kejahatan Dengan Hukum Pidana (Upaya Penal) Menurut Barda Nawawi Arief, bahwa upaya penanggulangan lewat jalur penal ini bisa juga disebut sebagai upaya yang dilakukan melalui jalur hukum pidana. Upaya ini merupakan upaya penanggulangan yang lebih menitikberatkan pada sifat represif, yakni tindakan yang dilakukan sesudah kejahatan terjadi dengan penegakan hukum dan penjatuhan hukuman terhadap kejahatan yang telah dilakukan. Selain itu, melalui upaya penal ini, tindakan yang dilakukan dalam rangka menanggulangi kejahatan sampai pada tindakan pembinaan maupun rehabilitasi. Pada hakikatnya, kebijakan hukum pidana ( penal policy, criminal policy, atau strafrechtpolitiek) merupakan proses penegakan hukum pidana secara menyeluruh atau total. Kebijakan hukum pidana merupakan tindakan yang berhubungan dalam hal-hal: a. Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan dengan hukum pidana; b. Bagaimana merumuskan hukum pidana agar dapat sesuai dengan kondisi masyarakat; c. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatur masyarakat dengan hukum pidana; d. Bagaimana menggunakan hukum pidana untuk mengatur masyarakat dalam rangka mencapai tujuan yang lebih besar. Kebijakan penal yang bersifat represif, namun sebenarnya juga mengandung unsur preventif, karena dengan adanya ancaman dan penjatuhan pidana terhadap delik diharapkan ada efek pencegahan/penangkalnya (deterrent effect). Di samping itu, kebijakan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan, karena hukum pidana merupakan salah satu sarana kebijakan sosial untuk menyalurkan ketidaksukaan masyarakat ( social dislike) atau pencelaan/kebencian sosial ( social disapproval/social abhorrence) yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana perlindungan sosial ( social defence). Oleh karena itu sering dikatakan bahwa penal policy merupakan bagian integral dari social defence policy. Hal senada juga dikemukakan oleh Roeslan Saleh, yang mengemukakan tiga alasan yang cukup panjang mengenai

masih diperlukannya pidana dan hukum pidana, adapun intinya sebagai berikut: a. Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuantujuan yang hendak dicapai, tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan; persoalannya bukan terletak pada hasil yang akan dicapai, tetapi dalam pertimbangan antara nilai dari hasil itu dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing. b. Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti sama sekali bagi si terhukum; dan di samping itu harus tetap ada suatu reaksi atas pelanggaranpelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja. c. Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditujukan pada si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat yaitu warga masyarakat yang menaati norma-norma masyarakat. 3. Pembahasan Politik kriminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari politik sosial (yaitu kebijakan atau upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial). Upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana merupakan sarana yang hampir selalu digunakan dalam menghadapi kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Hampir setiap peraturan perundangundangan mencantumkan ketentuan pidana di dalam formulasinya. Hukum pidana tidak selalu dapat menjadi jalan keluar dalam menanggulangi kejahatan. Hal ini disebabkan hukum pidana itu sendiri memiliki keterbatasan. Mengidentifikasikan sebab-sebab keterbatasan kemampuan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan sebagai berikut: a. Sebab-sebab Barda Nawawi Arief kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana; b. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub -sistem) dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio - psikologis, sosio-politik, sosioekonomi, sosio-kultural, dan sebagainya); c. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahahatan hanya merupakan kurieren am symptom. Oleh karena itu, hukum pidana hanya merupakan pengobatan simptomatik dan bukan merupakan pengobatan kausatif ; d. Sanksi pidana merupakan remidium yang mengandung sifat kontradiktif/paradoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif; e. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal, tidak bersifat struktural/fungsional; f. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif; g. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana

pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi. Mengingat keterbatasan tersebut, maka penggunaan sarana penal dalam menanggulangi kejahatan hendaknya dilakukan dengan melalui pertimbangan yang matang. Dalam menggunakan sarana penal, Nigel Walker pernah mengingatkan adanya prinsip-prinsip pembatas (the limiting principles) yang sepatutnya mendapat perhatian, antara lain: a. Jangan hukum pidana digunakan semata-mata untuk tujuan pembalasan; b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mepidana perbuatan yang tidak merugikan/membahayakan; c. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana yang lebih ringan; d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila kerugian/bahaya yang timbul dari pidana lebih besar daripada kerugian/bahaya dari perbuatan/tindak pidana itu sendiri; e. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat lebih berbahaya daripada perbuatan yang akan dicegah; f. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang tidak mendapat dukungan kuat dari publik. Lebih lanjut Jeremy Bentham pernah menyatakan bahwa janganlah pidana dikenakan/digunakan apabila groundless, needless, unprofitable, or inneficacious. Herbert L. Pecker juga pernah mengingatkan bahwa penggunaan sanksi pidana secara sembarangan/tidak pandang bulu/ menyamaratakan (indiscriminately) dan digunakan secara paksa (coercively) akan menyebabkan pidana itu menjadi suatu pengancam yang utama (prime threatener). 4. Penutup Penggunaan sarana penal dalam menanggulangi kejahatan hendaknya dilakukan dengan penuh pertimbangan. Selain itu juga, perlu dipertimbangkan bahwa kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan sosial, kebijakan pembangunan nasional, bagian dari kebijakan kriminal yang juga merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum, karena menanggulangi kejahatan dengan sarana penal merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan. Daftar Pustaka Arief Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Arief Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005. Hadisuprapto Paulus, Juvenile Delinquency. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Kassebaum Gene, Delinguency And Social Policy. London: Prentice Hall, Inc., 1974. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori- Teori dan Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Alumni, 2010. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori- Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni, 1984. Mulyadi Lilik, Bunga Rampai Hukum Pidana: Perspektif, Teoritis, dan Praktik. Bandung: Alumni, 2008. Prasetyo Teguh, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusa Media, 2010. Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni, 1986. ii Sudarto, Op. Cit., hlm. 113-114. iii Ibid, hlm. 114. iv Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislative Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1996). hlm. 37. v Ibid, hlm. 2. vi Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1984), hlm. 154.