UPAYA PENAL DAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DIWILAYAH HUKUM KOTA JAMBI ARTIKEL. Oleh Firsleydent Simbolon Nim ERB

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA PENAL DAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DIWILAYAH HUKUM KOTA JAMBI ARTIKEL. Oleh Firsleydent Simbolon Nim ERB"

Transkripsi

1 UPAYA PENAL DAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DIWILAYAH HUKUM KOTA JAMBI ARTIKEL Oleh Firsleydent Simbolon Nim ERB ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Upaya Penal dan Non Penal Dalam Penanggulangan Peredaran Kosmetik Illegal Di Wilayah Hukum Kota Jambi, yang menjadi rumusan masalah yaitu, bagaimana upaya penal dan non penal dalam penanggulangan peredaran kosmetik illegal di wilayah hukum Kota Jambi? Apa saja faktor kendala di dalam upaya penanggulangan penal dan non penal terhadap peredaran kosmetik illegal di kota jambi? Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah tipe penelitian yuridis empiris. Secara yuridis empiris penelitian ini mempelajari bagaimana aparat penegak hukum melakukan upaya penal dan non penal dalam penanggulangan peredaran kosmetik illegal di wilayah hukum kota jambi. Spesipikasi penelitian, yaitu secara deskriptif, peneliti akan memberikan gambaran dari proses dan pelaksanaan dari upaya-upaya penanggulangan secara penal dan non penal untuk mengatasi peredaran kosmetik illegal di wilayah hukum kota jambi yang dilakukan oleh penegak hukum hasil penelitian yaitu; 1) upaya penal dengan melakukan penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal merupakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan dengan melakukan: a) pengawasan yang dilakukan oleh BPOM, dan melakukan razia gabungan dengan pihak Kepolisian; b) himbauan atau penyuluhan berupa memberikan informasi dan arahan atau masukan kepada masyarakat, khususnya mengenai peredaran kosmetik illegal atau mengandung zat yang berbahaya. Penyuluhan kesadaran tersebut juga meliputi melakukan melaporkan kepada yang berwajib apabila diketahui ada pelaku usaha yang menjual kosmetik illegal. 2) upaya non penal, upaya ini adalah melakukan penangkapan terhadap pelaku penjual kosmetik dengan cara razia. Kemudian terhadap pelaku penjual kosmetik illegal yang tertangkap di bawa ke Kantor Polisi untuk diambil keterangan dan diajukan hingga kepengadilan guna penjatuhan pidana bagi pelakunya. Kata Kunci: Upaya, Penal dan Non Penal, Peredaran, Kosmetik, Illegal. 1

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum dimana setiap tindakan penguasa maupun rakyatnya harus berdasarkan atas hukum, dan sekaligus dicantumkan mengenai tujuan negara hukum yaitu menjamin hak-hak asasi rakyatnya. Republik Indonesia sebagai Negara hukum artinya Negara akan tunduk pada hukum, peraturan-peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat-alat perlengkapan Negara. Negara hukum menjamin adanya tertib hukum dalam masyarakat dan antara hukum dan kekuasaan ada hubungan timbal balik. Kejahatan merupakan suatu penyimpangan dari tertib hukum di dalam masyarakat. Kejahatan atau tindak kriminal adalah merupakan salah satu bentuk dari "perilaku menyimpang" yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan, selain merupakan masalah kemanusiaan adalah juga masalah sosial. Salah satu bentuk kejahatan yang ada di masyarakat terkait dengan peredaran kosmetik ilegal. Di dalam Pasal 1 Angka (1) Keputusan Kepala BPOM RI No. HK tentang Kosmetik ditentukan bahwa: Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Oleh karena itu penggunaan bahan kimia obat yang mengandung bahan berbahaya dalam pembuatan kosmetik dilarang. Dalam ketentuan Pasal 2 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan 2

3 Makanan Republik Indonesia Tentang Kosmetik menjelaskan bahwa: berikut: Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan a. menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan; b. diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik; c. terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Yang mana telah diatur dalam Pasal 10 Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan dijelaskan tentang izin edar yaitu: (1) kosmetik sebelum diedarkan harus didaftarkan untuk mendapatkan izin dari kepala badan. (2) Yang berhak untuk mendaftarkan adalah : a. produsen kosmetik yang mendapat izin usaha Industri; b. badan hukum yang ditunjuk atau diberi kuasa oleh perusahaan dari negara asal. Produk kosmetik yang banyak beredar di pasaran baru-baru ini, terutama produk kosmetika lokal maupun impor berasal dari daerah Tangerang dan negara Malaysia seperti: ponds whitening, Citra Cream, Garnier, Maskara Collagen Plus, dan beberapa produk kosmetik lainnya. Produk kosmetik ini disusun dalam kemasan yang menarik, dan di perjualbelikan oleh pelaku usaha dengan harga yang murah dan mudah didapat. Hal ini disebabkan karena minimnya pengawasan terhadap produk-produk tersebut sehingga sering kali produk loka maupun impor yang tidak dilengkapi dengan perizinan, standar produk yang memadai, aman untuk dipergunakan dapat masuk pasaran dan diperjualbelikan dengan mudah. Produk-produk kosmetik yang ada di pasar Indonesia saat ini banyak yang berasal dari produk impor yang tidak terdaftar dan tidak mencantumkan zat-zat yang terkandung di dalamnya. Produk-produk ini mudah untuk didapatkan, di mal-mal, klinik kecantikan ataupun dari penjualan internet yang semakin mempermudah untuk mendapatkannya. 3

4 Akibat menggunakan kosmetik tersebut masyarakat mengeluh karena terjadi iritasi dan rasa terbakar pada kulit seperti dalam kasus di atas telah mengalami peristiwa yang menyebabkan mereka tidak aman dan tidak selamat. Hal ini merupakan bentuk penyalahgunaan yang umum terjadi dalam suatu produk kosmetik dengan mengunakan bahan kimia berbahya atau zat adiktif sebagai komposisi campuran di dalam kosmetik yang diperjual belikan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya penanggulangan kejahatan untuk mencegah beredarnya kosmetik secara illegal. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan (social welfare). Kebijakan penanggulangan kejahatan atau bisa disebut juga politik kriminal memiliki tujuan akhir atau tujuan utama yaitu "perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat". Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) itu sendiri merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). Kebijakan penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan social (social policy) dan termasuk juga dalam kebijakan legislatif (legislative policy). Politik kriminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial yaitu kebijakan atau upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial.1 Di Wilayah Kota Jambi, peredaran kosmetik ilegal cukup banyak ditemukan di area pertokoan. Pihak aparat penegak hukum baik kepolisian dan pihak BPOM perlu melakukan tindakan pencegahan terhadap peredaran kosmetik secara illegal. Upaya penanggulangan kejahatan dapat juga diartikan politik kriminal sebagai pengaturan atau penyusunan secara rasional 1 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 1. 4

5 usaha-usaha pengendalian kejahatan oleh masyarakat dan tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial. 2 Penanggulangan kejahatan adalah meniadakan faktor-faktor penyebab atau kondisi yang menimbulkan terjadinya kejahatan. Penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah (poltical criminal) dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. 3 Menurut Sudarto ada beberapa pengertian political criminal atau kebijakan kriminal, yaitu: a. Dalam arti sempit adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dan reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. b. Dalam arti luas adalah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum. termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. c. Dalam arti paling luas adalah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. 4 Defenisi politik kriminal menurut Sudarto merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. 5 dengan: Menurut G. P. Hoefnagels, upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh 1) Penerapan Hukum Pidana (criminal law application); 2) Pencegahan Tanpa Pidana (prevention without punishment); 3) Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa (influencing views of society on crime and punishment). 6 Penanggulangan kejahatan yang telah diungkapkan oleh G.P Hoefnagels secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu penanggulangan kejahatan secara penal dan penanggulangan kejahatan secara 2 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Edisi Revisi, Cetakan Kesatu, Prenada, Media Group, Jakarta, 2008, hal Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hal Ibid., hal.2. 6 Ibid., hal.1. 5

6 non penal. Penal policy merupakan bentuk penanggulangan kejahatan yang menitikberatkan pada pada tindakan represif setelah terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan non penal policy lebih menekankan tindakan preventif sebelum terjadinya suatu tindak pidana. Menurut pandangan politik kriminal non penal policy merupakan kebijakan penanggulangan kejahatan yang paling strategis. Karena bersifat pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana. Sarana non penal adalah menangani dan menghapuskan faktorfaktor kondusif yang menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global, maka upaya-upaya nonpenal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Di berbagai Kongres PBB mengenai "The Prevention of Crime and Treatment of Offenders" ditegaskan upaya-upaya strategis mengenai penanggulangan sebab-sebab timbulnya kejahatan. 7 Upaya non penal yang paling strategis adalah segala upaya untuk menjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu kejahatan. Ini berarti, masyarakat dengan seluruh potensinya harus dijadikan sebagai faktor penangkal kejahatan yang merupakan bagian integral dari keseluruhan politik kriminal. Di dalam membahas masalah-masalah di atas, penulis hanya memfokuskan 7 M. Hamdan, Op. Cit., hal

7 terhadap upaya penal dan non penal dalam penanggulangan peredaran kosmetik ilegal di wilayah hukum Kota Jambi dan faktor penghambat di dalam upaya penanggulangan penal dan non penal terhadap peredaran kosmetik ilegal tersebut. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya penal dan non penal dalam penanggulangan perdaran kosmetik ilegal diwilayah hukum kota jambi dan apa saja kendala di dalam upaya penanggulangan penal dan non penal terhadap peredaran kosmetik ilegal dikota jambi. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai upaya penal dan non penal dalam penanggulangan peredaran kosmetik ilegal di wilayah hukum Kota Jambi. b. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai faktor kendala di dalam upaya penanggulangan penal dan non penal terhadap peredaran kosmetik ilegal di Kota Jambi. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Secara Teoretis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum terutama yang berhubungan dengan upaya penanggulangan kejahatan. b. Manfaat Secara Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang alasan mengapa masyarakat menjual kosmetik ilegal dan dapat juga menjadi pertimbangan dan memberi gambaran tentang mekanisme yang dilakukan aparat penegak hukum dalam menangani peredaran kosmetik ilegal. 7

8 D. Pembahasan Berbagai merek kosmetik yang beredar dipasaran menjadikan ibu-ibu maupun remaja wanita untuk bebas memilih kosmetik untuk digunakannya. Mereka cenderung untuk mencoba-coba dengan harapan kulitnya menjadi bersih dan cantik. Tetapi pada kenyataannya tidak semua hasil yang didapatkan sesuai dengan harapan, bahkan wajah menjadi rusak atau menimbulkan efek yang sangat buruk. Efek samping dari penggunaan kosmetik illegal yang penggunaannya secara terus- menerus bisa berakibat terjangkitnya kanker, gagal jantung. Karena zat kimia yang terkandung pada kosmetik illegal melebihi standar yang resmi digunakanan untuk kosmetik yang resmi. Maraknya kosmetik illegal yang beredar di Kota Jambi, perlu dilakukan pencegahan dan perlu diambil tindakan, baik kepada pihak distributor maupun tindakan kepada pihak penjualan atau toko-toko yang menyediakan kosmetik yang diduga illegal atau kosmetik tanpa ijin dari BPOM. Untuk mengantisipasi beredarnya kosmetik illegal lebih luas di Kota Jambi, maka dilakukan upaya-upaya yaitu: 1. Upaya Penal (tindakan) Upaya ini adalah melakukan penangkapan terhadap pelaku yang menjual kosmetik illegal dengan cara razia. Razia ini ditempuh untuk menemukan kosmetik yang diduga illegal yang dijual secara bebas di pasar dan ditoko-tokoyang ada di kota Jambi. Pelaksanaan razia ini tidak hanya ditoko-toko yang khusus menjual kosmetik, melainkan juga tempat-tempat yang diduga menjual kosmetik ataupun tempat-tempat diduga pemasok kosmetik illegal. 2. Upaya Non Penal (pencegahan) Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal atau diluar hukum pidana lebih menitikberatkan pada sifat pencegahan atau preventif. Oleh karena upaya penanggulangan kejahatan, lewat jalur non penal merupakan pencegahan terjadinya 8

9 kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani fakto-faktor peredaran kosmetik illegal secara kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejahatan. Langkah-langkah upaya non penal dalam penanggulangan peredaran kosmetik illegal di wilayah hukum Kota Jambi antara lain: 1. Pengawasan Dalam rangka perlindungan terhadap masyarakat pengguna produk obat dan makanan yang bersifat kesehatan balai pengawas obat dan makanan yang diberi kewenangan oleh pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap produk yang beredar termasuk kosmetik,. Pengawasan terhadap peredaran kosmetik illegal dapat dilakukan oleh pihak BPOM sendiri maupun bekerja sama dengan pihak Polresta Jambi sebagai berikut: a. Pengawasan BPOM Pengawasan yang dilakukan pihak BPOM terhadap peredaran produk kosmetik illegal yang mengandung bahan berbahaya di masyarakat adalah untuk menjamin mutu kosmetik yang beredar dimasyarakat. Masyarakat perlu mengenali produk kosmetik illegal atau tidak memiliki izin edar yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Penjualan dilakuakan secara online atau melalui toko-toko kecil yang lokasinya tidak menyita perhatian. Seringkali penjualan kosmetik illegal memasarkan produknya secara online. Pembeli yang memesan kosmetik, karena tidak mungkin diambil di tempat tersebut, karena lokasinya bisa jauh berbeda lalu produk kosmetik tersebut dikirim oleh ekspedisi. Hal ini menguntungkan pelaku, karena 9

10 ketika terjadi hal-hal yang merugikan konsumen yang membeli produk kosmetik secara illegal, maka konsumen tersebut akan kesulitan mencari pelaku penjual kosmetik illegal itu. Selain itu produk kosmetik illegal juga diedarkan melalui pertokoan kecil yang tidak menonjol, sehingga jarang sekali didatangi oleh pihak BPOM yang melakukan pengawasan. Akibatnya para pelaku dengan mudah memasarkan kosmetik illegal pada pembeli yang masuk ke toko mereka terlebih dikarenakan kosmetik illegal tersebut harganya murah. 2) Produk kosmetik tidak mencantumkan nomor BPOM atau bahan-bahan dasar pembuatannya (ingredients) ataupun label atau kata-kata yang ada berbahasa selain Indonesia dan bahasa Inggris. Berbicara mengenai hal utama yang menyebabkan dilarangnya kosmetik illegal untuk beredar di masyarakat yaitu bahan berbahaya dalam pembuatan kosmetik tersebut, terlebih jika tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Bahan Kimia ditemukan di kosmetik illegal yang dapat membahayakan tubuh manusia dintaranya dektametason, antibiotik, asam retinoat, hidrokuinon, dan merkuri (Hg). b. Operasi Razia Gabungan Maraknya tindak pidana peredaran kosmetik illegal menjadi salah satu alasan yang membuat Pihak Kepolisian bekerja sama dengan BPOM terus berusaha menjaring pelaku pelanggaran. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui operasi razia gabungan pihak kepolisian dan BPOM. 2. Himbauan Selain melakukan pengawasan dan razia, maka pihak BPOM kota Jambi melakukan himbauan atau penyuluhan kepada masyarakat. BPOM mengeluarkan 10

11 peringatan publik yang bertujan agar masyarakat tidak menggunakan kosmetik tersebut karena dapat membahayakan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan melalui iklan media massa dan penyebaran informasi melalui edukasi masyarakat maupun dilintas sektor dengan membagikan brosur atau stiker. Penyuluhan dan himbauan adalah salah satu usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Penyuluhan ini dapat berupa pemberian informasi dan arahan atau masukan kepada masyarakat, khususnya mengenai penyebaran kosmetik illegal atau mengadung zat berbahaya. Penyuluhan kesadaran tersebut juga meliputi melakukan melaporkan kepada yang berwajib apabila diketahui ada pelaku usaha yang menjual kosmetik illegal. Jadi, berdasarkan hasil penelitian di atas di ketahui bahwa dalam upaya penanggulangan kejahatan secara non penal atau pencegahan ini adalah bagaimana pihak BPOM, baik Kepolisan dan masyarakat itu sendiri melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang. Juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran partisipasi masyarakat bahwa kemanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama dalam rangka mengurangi peredaran kosmetik illegal di Kota Jambi. Peredaran kosmetik illegal disatu sisi menguntungkan pelaku yang mengedarkannya dan di sisi lain merugikan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka ada faktor-faktor yang menyebabkan pelaku melakukan peredaran kosmetik illegal diantaranya: 1. Faktor Internal 11

12 Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada diri pelaku kejahatan yang berasal dari dalam diri orang tersebut, seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya penyebab mengapa dia melakukan kejahatan. Faktor internal dari pelaku peredaran kosmetik illegal salah satunya adalah menyangkut umur pelaku dan jenis kelamin. Berdasarkan hal tersebut maka diketahui, pada faktor umur, menurut hasil penelitian penulis pada kasus-kasus yang terjadi, menunjukkan bahwa orang yang cenderung melakukan kejahatan peredaran kosmetik illegal berumur Hal ini menunjukkan bahwa pelaku yang mengedarkan kosmetik illegal kebanyakan masih cukup muda. Pada faktor jenis kelamin, diketahui bahwa pelaku peredaran kosmetik illegal sebagian besar adalah wanita. Hal ini menunjukan bahwa wanita lebih mudah mengedarkan kosmetik illegal. Sebab yang sering melakukan perawatan wajah dan tubuh adalah wanita. Selain umur yang masih muda dan penampilan yang menarik sehingga masyarakat sebagai konsumen produk kosmetik tentunya lebih percaya kepada pelaku wanita yang menjual kosmetik illegal, bahwa produk kosmetik yang dijual itu produk yang terjamin dapat menambah kecantikan, padahal masyarakattidak mengetahui efek samping yang buruk dari pemakaian kosmetik illegal tersebut. 2. Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar diri seseorang yang mempengaruhi mental orang tersebut sehingga dapat melakukan kejahatan. Faktor-faktor itu diantaranya seperti faktor hukum, politik, sosial budaya, agama, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, lingkungan, keluarga seperti orang tua, anak, istri, suami, kakak, adik dan sebagainya yang berasal dari luar 12

13 diri pelaku kejahatan. Faktor eksternal merupakan yang sangat penting disamping faktor internal karena kedua faktor tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Faktor-faktor eksternal yang menurut hasil penelitian menyebabkan pelaku mengedarkan kosmetik illegal adalah: a. Faktor Ekonomi Adanya perubahan kondisi ekonomi, seperti semakin terbatasnya lapangan pekerjaan setiap tahunnya akan menyebabkan terjadinya pengangguran. Dalam keadaan tekanan ekonomi, maka dapat menyebabkan seseorang melakukan kejahatan. Pelaku kejahatan yang ada pada umumnya adalah masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah kebawah, mereka umumnya adalah pengangguran, kondisi tertekan karena tidak ada pekerjaan dan tuntutan tanggung jawab untuk membiayai hidup baik itu biaya hidup sendiri maupun biaya hidup orang lain yang ditanggungnya, seperti keluarga. b. Faktor lingkungan Lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan jiwa seseorang. Lingkungan itu sendiri lingkupnya terbagi 2 (dua) yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pada lingkungan keluarga, seseorang dibesarkan dan belajar berinteraksi dengan orang lain. Pengalaman dari berinteraksi di dalam keluarga akan turut menentukan cara bertindak dan berinteraksi dalam pergaulan sosial yang lebih besar, yaitu lingkungan masyarakat sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. 13

14 Ada beberapa kendala dalam upaya penanggulangan Penal dan Non Penal terhadap peredaran kosmetik illegal di Kota Jambi. Kendala dalam upaya penanggulangan tersebut, yaitu: 1. Kendala dalam upaya penal a). Keterbatasan petugas BPOM, penyidik polresta Pihak BPOM dan Kepolisian Kota Jambi memiliki kendala terkait adanya keterbatasan tenaga ahli dan biaya untuk melakukan operasi di lapangan. Terutama bagi pihak BPOM adalah untuk melakukan iji laboratorium untuk memeriksa setiap produk yang disita yang memiliki kemungkinan mengadung bahan-bahan berbahaya untuk kesehatan masyarakat. petugas pengawas yang ada 8 (delapan) orang, yang diberi kewenangan untuk melaukan pengawasan. Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintahan kota jambi harus lebih memperhatikan sarana dan tenaga ahli yang diperlukan untuk lebih memperhatikan pemeriksaan terhadap seluruh kosmetik yang beredar di kota Jambi terutaama yang tanpa memiliki izin untuk dapat menghindari banyaknya korban yang menderita akibat pemakaian kosmetik illegal yang mengandung bhan berbahaya untuk kesehatan tersebut. b). Penerapan sanksi yang terlalu ringan Penerapan sanksi yang terlalu ringan yang diberikan kepada pelaku tindak pidana peredaran kosmetik illegal, akan memudahkan dan memberi ruang gerak yang leluasa bagi pelaku peredaran kosmetik illegal. Ringannya sanksi yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana peredaran kosmetik illegal, bahkan tidak setimpal dengan dampak yang ditimbulkan dari kosmetik illegal. Sebagaimana dengan dalam putusan Nomor 476/Pid.Sus/2015/PN.Jmbi yang dijatuhkan pidana hanya 2 (dua) bulan penjara dan denda Rpp ,- 14

15 (lima ratus ribu rupiah), sedangkan ancamannya pelanggaran Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, ancaman hukuiman 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp ,- (satu miliar Rupiah). 2. Kendala Upaya Non Penal a). Pengetahuan pelaku yang masih rendah Rendahnya pendidikan masyarakat dari kalangan menengah kebawah. Maka, produsen-produsen yang berpendidikan rendah tetap memproduksi kosmetik illegal karena ketidaktahuannya. Sedsngkn produsen melakukannya ingin mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Berdasarkan hasil penelitian penulis diketahui bahwa tingkat pendidikan dan pengetahuan pemiliki toko yang menjual kosmetik illegal masih rendah sehingga mereka tidak dapat membedakan kosmetik yang legal dan illegal. Hal ini selain disebabkan mudahnya pembuatan kosmetik yang dilakukan dalam bentuk industri kecil, juga disebabkan oleh mudahnya kosmetik dari luar negeri masuk ke Indonesia, tanpa dapat memastikan apakah kosmetik yang diimpor ke Indonesia itu berbahaya atau tidak. b). Kesdaran masyarakat Kepatuhan dan ketaatan masyarakat pada hukum merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi banyaknya tindak pidana peredaran kosmetik illegal di tengah-tengah masyarakat. Keterbatasan tingkat akan kualitas kesadaran hukum masyarakat antara lain disebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman tetang sejauh mana pengaruh dan aktivitas yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menjual kosmetik illegal, sementara ini di sisi lain mereka hanya memikirkan keuntungan besar saja. 15

16 E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Polresta Jambi dan kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan Kota Jambi. 2. Tipe/Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan empiris adalah penelitian ilmu hukum yang memandang hukum sebagai fakta yang dapat dikonstatasi atau diamati dan bebas nilai dan memiliki ciri-ciri yaitu; membedakan fakta dari norma, gejala hukum harus murni empiris, yaitu fakta sosial, metodologinya metode ilmu-ilmu empiris dan bebas nilai. 8 Secara yuridis empiris penelitian ini mempelajari bagaimana aparat penegak hukum melakukan upaya penal dan non penal dalam penanggulangan peredaran kosmetik ilegal di wilayah hukum Kota Jambi. 3. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian adalah berbentuk deskriptif, yang mana menurut Amiruddin dan Zainal Asikin merupakan penelitian yang memberikan gambaran yang tepat dari suatu gejala dalam suatu kelompok tertentu. 9 Secara deskriptif, peneliti akan memberikan gambaran dari proses dan pelaksanaan dari upaya-upaya penanggulangan secara penal dan non penal untuk mengatasi peredaran kosmetik ilegal di wilayah hukum Kota Jambi yang dilakukan oleh penegak hukum. 4. Populasi dan Sampel Populasi di dalam penelitian ini adalah aparat Polresta Jambi dan pihak BPOM Jambi. Sampel yang diambil di dalam penelitian ini menggunakan teknik penarikan 8 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 8. 16

17 sampel purposive sampling, yaitu penarikan sampel berdasarkan kriteria tugas, jabatan, kewenangan, dan pengalamannya mampu untuk menjawab permasalahan yang penulis ajukan kepadanya. 10 Adapun yang dijadikan sampel di dalam penelitian ini yaitu: a. 2 (dua) orang Penyidik Polresta Jambi; b. 1 (satu) orang Kepala Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi; c. 2 (dua) orang Petugas Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi; d. 2 (dua) orang masyarakat yang mengetahui peredaran kosmetik ilegal di lokasi kejadian; e. 2 (dua) orang pelaku sebagai responden yang diambil secara sukarela. 6. Sumber Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari penelitian yang dilakukan di lapangan, di mana di dalam penelitian ini data primer diperoleh secara langsung dari Polresta Jambi dan Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi dengan melakukan wawancara terhadap responden terkait dengan objek penelitian. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, yang meliputi: 2. Bahan Hukum Primer 10 Bahder Johan Nasution, Op. Cit., hal

18 Merupakan data yang diperoleh dari kepustakaan yaitu dengan cara memperoleh buku-buku serta peraturan-peraturan yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti dan laporan-laporan yang diberikan oleh pejabat yang bersangkutan. 3. Bahan Hukum Sekunder Data yang diperoleh dengan mempelajari literatur hukum yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti dalam penelitian ini. 4. Bahan Hukum Tertier Yaitu mempelajari kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia. 6. Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang penulis gunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara Yaitu dengan tanya jawab langsung kepada responden dengan dipandu daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu. b. Studi dokumen Dimaksutkan untuk mendapatkan data dengan mengadakan penelitian atau mencari berbagai dokumen yang ada kaitannya dengan masalah peredaran kosmetik illegal di kota Jambi. 7. Pengolahan dan Analisis Data Dari data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder, dikumpulkan, diseleksi dan diklasifikasikan dalam bentuk yuridis. Selanjutnya dianalisis yaitu penganalisaan yang berbentuk pernyataan-pernyataan yang dituangkan dalam penulisan Artikel skripsi ini. 18

19 F. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan diatas kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Upaya penal dan non penal dalam penanggulangan peredaran kosmetik illegal di Wilayah Hukum Kota Jambi adapun bentuk upaya penal yaitu: a) melakukan penangkapan kepada pelaku pengedar dan pemasok kosmetik ilegal; b) dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian; c) diajukan ke kejaksaan; d) diajukan kepengadilan untuk dilakukan penuntutan. 2. kendala dalam upaya penanggulangan penal dan non penal terhadap peredaran kosmetik illegal di Kota Jambi. a) BPOM dan Kepolisian Kota Jambi juga memiliki kendala adanya keterbatasan tenaga ahli dan biaya untuk melakukan operasi di lapangan; b) penerapan sanksi yang terlau ringan. Sedangkan kendala upaya non penal; a) kurangnya pengetahuan pelaku usaha yang masih rendah; b) serta kesadaran masyarakat sebagai konsumen. 19

20 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Bader Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,) Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.,Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Edisi Revisi, Cetakan Kesatu, Prenanda, Media Group, Jakarta, 2008.,Kebijakan Penanggulangan Hukum Pidana Saran Penal dan Non Penal, Pustaka Magister, Semarang, M Hamdan, Politik Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,1988. B. peraturan Perundang-Undangan.Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK Tentang Kosmetik. 20

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para konsumen, sebagaimana diberitakan dalam media massa, seperti penjualan makanan gorengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Negara Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahannya mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan,

Lebih terperinci

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan cepat, karena perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kian canggihnya dan kian

Lebih terperinci

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA. (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG MENJUAL MAKANAN MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA (Skripsi) Oleh BEKI ANTIKA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 ABSTRAK UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Tindak kekerasan dalam

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Narkoba sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan barang haram yang susah untuk didapat,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keinginan manusia untuk tampil cantik dan sempurna khususnya wanita merupakan suatu hal yang wajar. Untuk mencapai tujuannya, banyak wanita yang menghabiskan uangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sadari, terutama di lingkungan yang penuh dengan perusahaan-perusahaan yang

I. PENDAHULUAN. sadari, terutama di lingkungan yang penuh dengan perusahaan-perusahaan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang dilakukan seseorang ataupun badan hukum korporasi sering terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal kita tanpa kita sadari, terutama

Lebih terperinci

ETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi

ETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Modul ke: ETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Fakultas Desain dan Seni Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si A. Pembahasan Ada yang mengatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 1998. Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Moeljatno. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan zaman tidak hanya merupakan perkembangan di bidang teknologi semata melainkan juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

Lebih terperinci

cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain,

cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain, A. Latar Belakang Setiap tahun pemerintah mengeluarkan dana untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). Jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), selain cenderung

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring era perdagangan bebas sekarang ini berbagai jenis kosmetik beredar di pasaran dengan berbagai kegunaan dari berbagai merk. Produk-produk kosmetik yang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menimbulkan dampak lain, yaitu dengan semakin tinggi kepemilikan

I. PENDAHULUAN. masyarakat menimbulkan dampak lain, yaitu dengan semakin tinggi kepemilikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dan perkembangan teknologi yang sangat pesat dewasa ini yang diikuti dengan pertambahan penduduk yang cukup tinggi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta

I. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Publik Jakarta tersentak tatkala geng motor mengamuk. Mereka menebar teror pada dini hari tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan 52 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI 1 KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI A. LATAR BELAKANG Faktor yang menyebabkan tindak pidana Hak Cipta pada dasarnya memang berkisar pada keinginan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geng motor telah merajarela di Kota Bandung dan sangat meresahkan masyarakat setempat pelakunya mulai dari pelajar SMP bahkan pelajar SMA kegiatan mereka tidak lain hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang

I. PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dokumen merupakan keseluruhan catatan pada suatu lembaga pemerintahan atau organisasi/perusahaan swasta, baik yang berupa surat-surat, barang-barang cetakan tertulis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 1. Pengertian Tindak Pidana Kumpul Kebo Tindak Pidana kumpul kebo adalah perbuatan berhubungan antara laki-laki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses

I. PENDAHULUAN. saat ini membutuhkan kendaraan dengan tujuan untuk mempermudah segala akses 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung adalah daerah yang sangat luas wilayahnya. Perkembangan teknologi serta kebutuhan akan kendaraan juga semakin meningkat, lampung adalah daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam

Lebih terperinci

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah A. Latar Belakang Keamanan dan ketertiban di dalam suatu masyarakat merupakan masalah yang penting, dikarenakan keamanan dan ketertiban merupakan cerminan keamanan di dalam masyarakat melaksanakan kehidupan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN MENGENAI KASUS PELAKU USAHA YANG MEMPRODUKSI DAN MENJUAL KOSMETIK ILEGAL YANG BERBAHAYA

BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN MENGENAI KASUS PELAKU USAHA YANG MEMPRODUKSI DAN MENJUAL KOSMETIK ILEGAL YANG BERBAHAYA BAB III HASIL PENELITIAN LAPANGAN MENGENAI KASUS PELAKU USAHA YANG MEMPRODUKSI DAN MENJUAL KOSMETIK ILEGAL YANG BERBAHAYA A. Kronologi Kasus Produksi dan Penjualan Kosmetik Ilegal yang Berbahaya 1. Kasus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas adalah salah satu permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas adalah salah satu permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu lintas adalah salah satu permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Ini telah terbukti dengan indikasi-indikasi meningkatnya jumlah kecelakaan lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatif dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatif dari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik

STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik STUDI KASUS Berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa disinyalir Toko Kosmetik Berkah yang beralamat di JMP Lt. I Blok 22 Surabaya menjual kosmetik tidak terdaftar/ illegal dan mengandung bahan terlarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan berbasis gender merupakan fenomena sosial yang ada sejak jaman dahulu dan semakin marak akhir-akhir ini. Bahkan kekerasan berbasis gender, semakin

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak memakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan senjata api,salah satu jenis kejahatan menggunakan senjata api yang

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi. masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi.

1.PENDAHULUAN. di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi. masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi. 1 1.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kehidupan masyarakat di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi. Kemajuan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah narkoba tergolong belum lama, istilah narkoba ini muncul sekitar tahun 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi

Lebih terperinci

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya narkotika hanya digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat

Lebih terperinci

ETIK UMB. Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi. Modul ke: 13Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

ETIK UMB. Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi. Modul ke: 13Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen Modul ke: 13Fakultas Gunawan EKONOMI ETIK UMB Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen POKOK BAHASAN: Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi SUB POKOK BAHASAN:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kejahatan dan pelanggaran hukum dalam bidang kesehatan yang marak terjadi pada saat ini adalah kejahatan dibidang farmasi. Sebab dalam dunia farmasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dewasa ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan

Lebih terperinci

Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi

Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Modul ke: 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi Addys Aldizar, LSQ, MA Program Studi Akuntansi A. KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI Mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian

Lebih terperinci