VII. SOLUSI MODEL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL

Widi Setyogati, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

VI. DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. atau bernilai jika produksi, proses, maupun penggunaanya dapat dipahami. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

SYLVOFISHERY (MINA HUTAN) : PENDEKATAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SECARA LESTARI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

IV. METODE PENELITIAN

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

VII. SOLUSI MODEL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini secara khusus akan membahas seluruh hasil simulasi dengan enam skenario yang digunakan. Hal ini penting dilakukan sebelum selanjutnya dilakukan dua hal : (1) analisis perbandingan (comparative analysis) antar berbagai skenario dalam rangka manjawab tujuan nomor 3, dan (2) analisis kelembagaan untuk melihat kinerja alokasi lahan berdasarkan konsep RTRW 2002 2011 untuk menjawab tujuan nomor 4. Analisis alokasi penggunaan lahan dengan pendekatan Model Goal Programming dijalankan dengan paket program ABQM versi DOS. Rincian program dan output disajikan pada Lampiran 1 sampai Lampiran 6. Solusi yang dihasilkan Goal Programming memperlihatkan nilai-nilai variabel keputusan yang memperlihatkan solusi alokasi luas penggunaan lahan yang paling optimal dari berbagai alternatif strategi penggunaannya untuk menghasilkan berbagai barang dan jasa dalam kondisi dan kendala yang dipertimbangkan dalam berbagai skenario. Nilai-nilai variabel deviasi memperlihatkan tingkat ketercapaian tujuan yang diinginkan. Apabila variabel deviasi negatif (d - ) dan mempunyai nilai, itu berarti tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Apabila variabel deviasi positif (d + ) dan mempunyai nilai, itu berarti tujuan yang diinginkan terlampaui. Apabila tujuan yang diinginkan tepat tercapai maka nilai variabel d - dan d + akan bernilai sama dengan nol. Nilai total fungsi tujuan (Z) dalam hal ini kurang bermakna untuk pembuatan keputusan karena tidak memperlihatkan deviasi pencapaian dari setiap tujuan yang diinginkan. Jadi dari output Goal Programming ini yang penting

138 diinterpretasikan adalah alokasi variabel keputusan, deviasi ketercapaian dan ketidaktercapaian dari setiap barang dan jasa yang diinginkan dan status/kondisi kendala sumberdaya yang dipertimbangkan sehubungan dengan berbagai alternatif penggunaan lahan yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dari beberapa skenario yang disusun dimaksudkan untuk melihat sejauhmana suatu kebijakan pembangunan dengan atau tanpa mengintegrasikan aspek lingkungan. Bagaimana dampak eksternalitas akan mempengaruhi produktivitas total suatu wilayah dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, berapa biaya opportunitas yang ditanggung masyarakat dan lain-lain akan dapat dilihat dengan melakukan analisis perbandingan antar skenario (selanjutnya akan dibahas pada Bab VIII). 7.1. Solusi Model Untuk Tujuan Pembangunan Ekonomi Skenario untuk tujuan pembangunan ekonomi menunjukkan pergeseran peruntukan lahan sebagaimana disajikan pada Tabel 32 yaitu dari kondisi semula terutama untuk usaha budidaya udang intensif dan budidaya udang organik + bandeng. Hasil solusi optimal untuk budidaya udang intensif adalah nol dari kondisi semula 50 ha. Hal ini bisa dipahami mengingat pola usaha udang intensif ini dalam skala besar dan dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan pencemaran pada kawasan sekitarnya. Memang produktivitas udang dari pola budidaya udang intensif ini sangat tinggi, namun jika akhirnya mencemari lingkungan dan mengancam ekosistem sekitarnya sehingga hal ini akan menurunkan potensi ekonomi secara keseluruhan. Solusinya agar potensi udang intensif tetap ada, maka pola pengusahaannya diarahkan pada pola usaha

139 budidaya udang semi intensif. Pola ini jauh lebih aman, mengingat pada pola ini sebagian masih mengandalkan peran dari alam terutama tanaman mangrove yang sengaja dibudidaya di sekeliling tambak. Keberadaan tanaman mangrove ini akan mampu menetralisir racun-racun yang ada di dalam kolam tambak sehingga tidak menimbulkan pencemaran baik di dalam kolam sendiri maupun kolam-kolam lain di sekitarnya. Pergeseran pola budidaya kearah pola budidaya udang semi intensif lebih banyak dikontribusi oleh tambak-tambak organik. Kita tahu bahwa produktivitas udang pada tambak udang organik ini relatif rendah, sehingga penggunaan lahan untuk usaha jenis ini yang terlalu luas jelas akan menurunkan potensi ekonomi yang dihasilkan kawasan pesisir. Tabel 32. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Tujuan Pembangunan Ekonomi Luas (Ha) Variabel Strategi Pengembangan Lahan Keputusan Kondisi Saat Solusi Penelitian Optimal X1 Bandeng intensif + U. Campur 6 481.800 6 556.552 X2 B intensif + U Cmpr Tumpang gilir dg Garam 12.000 18.248 X3 Bndg + U Organik + U Cmpr 8 541.700 3 457.784 X4 U Intensif 50.000 0.000 X5 Semi Intensif 680.700 5 734.797 X6 Eksploitasi Campuran Ht Mangrove 722.335 721.154 Total 16 488.535 16 488.535 Sebagaimana disajikan pada Tabel 33, secara umum skenario ini dapat meningkatkan potensi ekonomi yang ditunjukkan oleh terlampauinya target keuntungan hampir dua kali lipat yaitu sebesar Rp 248 789 934 610. Semua target produksi barang dan jasa terlampuai kecuali untuk udang organik. Penurunan hasil produksi udang organik lebih disebabkan oleh berkurangnya luas lahan tambak organik dari 8 541.7 ha menjadi 3 457.784 ha.

140 Tabel 33. Target Untuk Skenario Pembangunan Ekonomi No. Barang dan Jasa Yang Target Satuan Ditargetkan Target 2006 1 Bandeng (000/th) 112 500 801 (+) 144 146 185.800 2 Udang Organik (000/th) 263 845 960 (-) 219 569 681.930 3 Udang Intensif (000/th) 157 980 000 (+) 599 013 223.240 4 Udang Campuran (000/th) 48 499 710 (+) 10 801 510.380 5 Kupang (000/th) 8 899 983 (+) 6 366 764.596 6 Kerang (000/th) 4 432 200 (+) 1 521 213.462 7 Garam (000/th) 108 000 (+) 91 576.642 8 K Bakar (mangrove) (000/th) 450 000 (+) 357 331.731 9. Jasa Lingkungan (000/th) 1 440 515.2 (+) 1 066 907.877 10 Keuntungan (000/th) 251 323 522 (+) 248 789 934.610 Tabel 34 menunjukan kondisi sumberdaya akibat skenario pembangunan ekonomi. Sumberdaya lahan dapat teralokasi 100 persen, sedang potensi buaya petani yang tidak terserap untuk menunjang aktivitas perekonomian yang ada sebesar Rp 6 557 733 atau sekitar 0.001 persen,. Hal ini mengindikasikan suatu aktivitas perekonomian yang tinggi terutama untuk investasi yang mengarah pada usaha budidaya yang padat modal yaitu tambak semi intensif. Tabel 34. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Tujuan Pembangunan - Ekonomi No. Jenis Sumber Daya Satuan RHS Value 1 Biaya Petani (000) 655 761 788.000 (-) 6 557.733 2 Tenaga Kerja HOK 7 077 000.000 (-) 1 071 933.833 3 Tenaga Kerja Untuk Garam HOK 10 000.000 (+) 3 960.837 4 Luas Satuan Lahan 1 (Ha) 6574.800 0.000 5 Luas Satuan Lahan 2 (Ha) 9191.400 0.000 6 Luas Satuan Lahan 3 (Ha) 175.300 0.000 7 Luas Satuan Lahan 4 (Ha) 261.695 0.000 8 Hutan Mangrove Lestari 1 (Ha) 124.700 0.000 9 Hutan Mangrove Lestari 2 (Ha) 160.640 0.000 10 Luas Lahan Seluruhnya (Ha) 16 488.535 0.000 Sebagai konsekuensi dari peningkatan investasi di sektor usaha tambak semi intensif, hal itu menuntut suatu penyediaan tenaga kerja yang memadai.

Dari potensi 7 077 000 HOK yang tersedia hanya 1 071 933 HOK atau sekitar 15 persen potensi tenaga kerja yang tidak terserap. 141 7.2. Solusi Model Untuk Tujuan Pembangunan Lingkungan Solusi model untuk skenario tujuan pembangunan lingkungan mengarahkan para pelaku pembangunan agar menerapkan teknologi yang ramah lingkungan, sedangkan hasil ekonomi tidak dipentingkan. Sebagaimana disajikan pada Tabel 35 bahwa teknologi produksi yang tidak ramah lingkungan seperti budidaya udang intensif dan semi intensif disarankan untuk tidak dilakukan. Hal ini karena kedua jenis pola budidaya tersebut masih menggunakan asupan pakan udang yang dibuat oleh pabrik (pelet) yang berpotensi mencemari lingkungan sehingga akan mengancam kelestarian ekosistem disekitarnya. Indikatorindikator teknologi ramah lingkungan begitu menonjol seperti : udang organik, dan hutan mangrove mengalami peningkatan. Tabel 35. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Tujuan Pembangunan Lingkungan Variabel Keputusan Strategi Pengembangan Lahan Kondisi Saat Penelitian Luas (Ha) Solusi Optimal X1 Bandeng intensif + U. Campur 6 481.800 6 556.552 X2 B intensif + U Cmpr Tumpang gilir dg 12.000 18.248 Garam X3 Bndg + U Organik + U Cmpr 8 541.700 8 803.496 X4 U Intensif 50.000 0.000 X5 Semi Intensif 680.700 0.000 X6 Eksploitasi Campuran Ht Mangrove 722.335 1 110.239 Total 16 488.535 16 488.535 Pada skenario ini target keuntungan mengalami penurunan yang signifikan yaitu mencapai Rp 36 299 806 908 atau turun sekitar 14,44 persen dari yang

142 ditargetkan. Penurunan ini lebih banyak dikontribusi oleh penurunan target produksi udang intensif. Walaupun secara umum produksi berbagai jenis komoditi seperti kupang, kerang dan bandeng mengalami peningkatan, namun ada penurunan sedikit saja pada produksi udang, maka dampaknya secara akonomis akan sangat terasa karena harga udang relatif mahal yaitu mencapai Rp 60 000/kg. Informasi tentang deviasi target produksi barang dan jasa untuk skenario pembangunan lingkungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Target Untuk Skenario Pembangunan Lingkungan No. Barang dan Jasa Yang Target Satuan Ditargetkan Target 2006 1 Bandeng (000/th) 112 500 801 (+) 82 909 466.658 2 Udang Organik (000/th) 263 845 960 (-) 20 222 148.955 3 Udang Intensif (000/th) 157 980 000 (-) 157 980 000.000 4 Udang Campuran (000/th) 48 499 710 (+) 22 859 261.959 5 Kupang (000/th) 8 899 983 (+) 14 603 659.201 6 Kerang (000/th) 4 432 200 (+) 4 733 268.872 7 Garam (000/th) 108 000 (+) 91 576.642 8 Kayu Bakar (mangrove) (000/th) 450 000 (+) 79 291.809 9. Jasa Lingkungan (000/th) 1 440 515.2 (+) 2 419 742.165 10 Keuntungan (000/th) 251 323 522 (-) 36 299 806.908 Tabel 37 menunjukan kondisi sumberdaya setelah dialokasikan untuk tujuan skenario pembangunan lingkungan. Semua sumberdaya dapat teralokasi 100 persen kecuali untuk biaya petani dan tenaga kerja. Solusi untuk skenario pembangunan lingkungan mengarahkan pada penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan cenderung tidak padat modal. Seperti pola budidaya udang organik dan eksploitasi hutan mangrove, kedua jenis pengusahaan tersebut lebih banyak mengandalkan proses alamiah dalam memproduksi barang-barang seperti udang organik, kupang, kerang dan kayu bakar. Teknologi budidaya udang organik dan eksploitasi hutan mangrove tidak padat karya. Hal itu terbukti dari

besarnya potensi tenaga kerja yang tidak terpakai yang mencapai 3 978 579.9 HOK atau sekitar 56 persen lebih. Tabel 37. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Tujuan Skenario Pembangunan Lingkungan 143 No. Jenis Sumber Daya Satuan RHS Value 1 Biaya Petani (000) 655 761 788.000 (-) 490 955 684.660 2 Tenaga Kerja HOK 7 077 000.000 (-) 3 978 579.928 3 Tenaga Kerja Untuk Garam HOK 10 000.000 0.000 4 Luas Satuan Lahan 1 (Ha) 6574.800 0.000 5 Luas Satuan Lahan 2 (Ha) 9191.400 0.000 6 Luas Satuan Lahan 3 (Ha) 175.300 0.000 7 Luas Satuan Lahan 4 (Ha) 261.695 0.000 8 Hutan Mangrove Lestari 1 (Ha) 124.700 0.000 9 Hutan Mangrove Lestari 2 (Ha) 160.640 0.000 10 Luas Lahan Seluruhnya (Ha) 16 488.535 0.000 7.3. Solusi Model Untuk Skenario Terjadinya Eksternalitas dan Upaya Untuk Mengatasinya Solusi model untuk skenario ini akan mengarahkan pada pola pemanfaatan lahan yang mengurangi budidaya udang organik. Kita tahu bahwa budidaya udang organik sangat rentan akibat tekanan lingkungan oleh polusi dari limbah udang intensif. Jika mereka berada bersama-sama dalam satu lokasi, maka hal tersebut akan berdampak pada penurunan potensi produksi udang organik. Budidaya udang organik mengandalkan asupan makanan dari aliran air laut yang masuk ke dalam tambak melalui pintu outlet dan inlet secara bebas tanpa ada hambatan (open access). Bersamaan dengan itu unsur-unsur polutan yang dihasilkan oleh budidaya udang intensif masuk kedalam lingkungan tambak organik. Jika pada suatu kondisi dimana lingkungan sekitar tambak terjadi

144 pencemaran, maka solusinya adalah sementara waktu masyarakat tidak mengusahakan budidaya udang organik yang rentan terhadap kondisi lingkungan yang tercemar tersebut. Dan bersamaan dengan hal tersebut usaha budidaya udang intensif sementara waktu juga dihentikan. Penghentian kedua bentuk teknologi budidaya udang tersebut harus ada teknologi alternatif yang bisa menggantikan yaitu budidaya udang semi intensif. Langka kedua untuk mengatasi dampak eksternalitas yaitu memperbanyak tegakan mangrove, karena kita tahu bahwa mangrove terbukti dapat menyerap racun-racun yang berpotensi mengancam ekosistem tambak. Uraian ini sejalan dengan solusi alokasi lahan sebagaimana disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario Terjadinya Eksternalitas Luas (Ha) Variabel Strategi Pengembangan Lahan Keputusan Kondisi Saat Solusi Penelitian Optimal X1 Bandeng intensif + U. Campur 6 481.800 6 556.552 X2 B intensif + U Cmpr Tumpang gilir dg 12.000 18.248 Garam X3 Bndg + U Organik + U Cmpr 8 541.700 0.000 X4 U Intensif 50.000 0.000 X5 Semi Intensif 680.700 5 377.451 X6 Eksploitasi Campuran Ht Mangrove 722.335 3 867.881 Total 16 488.535 16 488.535 Akibat terjadinya pergeseran dari pola budidaya udang organik ke arah udang semi intensif, maka terjadi peningkatan produksi udang intensif yang signifikan sebaliknya produksi udang organik menurun tajam. Secara umum target produksi barang dan jasa dari skenario ini mengalami peningkatan kecuali untuk udang organik, udang campur dan garam. Secara kumulatif dampak dari skenario ini menunjukkan peningkatan keuntungan yang cukup besar hampir dua

145 kali lipat dari target semula. Secara ekonomis skenario ini cukup menjanjikan dan secara lingkungan dampak penggunaan taknologi yang ada dijamin tidak akan menimbulkan dampak eksternalitas negatif yang besar sehingga skenario ini sebenarnya cukup ideal untuk direkomendasikan. Informasi tetang deviasi pencapaian target produksi barang dan jasa dapat dilihat pada Tabel 39. Penerapan teknologi budidaya tambak semi intensif menuntut penggunaan sumberdaya terutama sumberdaya modal dan tenaga kerja yang cukup banyak. Potensi sumberdaya modal (pembiayaan) yang tersedia semuanya terserap habis, sementara potensi tenaga kerja yang ada tidak mencukupi untuk menopang kelangsungan pola usaha ini. Hanya untuk sumberdaya lahan masih ada sisa lahan yang tidak teralokasi yaitu sebesar 668.403 Ha. Penggunaan sisa lahan yang tidak teralokasi ini bebas sepanjang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Dan karena letaknya ada pada satuan lahan 2 yang umumnya digunakan orang untuk budidaya udang organik, maka peruntukan lahan sisa tersebut dapat digunakan untuk melanjutkan usaha udang organik atau usaha udang semi intensif. Informasi kondisi sumberdaya setelah dialokasikan untuk tujuan skenario ini dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 39. Target Untuk Skenario Terjadinya Eksternalitas No. Barang dan Jasa Yang Target Satuan Ditargetkan Target 2006 1 Bandeng (000/th) 112 500 801 (+) 130 379 337.140 2 Udang Organik (000/th) 263 845 960 (-) 254 435 420.410 3 Udang Intensif (000/th) 157 980 000 (+) 551 843 557.360 4 Udang Campuran (000/th) 48 499 710 (-) 6 893 596.521 5 Kupang (000/th) 8 899 983 (+) 72 982 631.514 6 Kerang (000/th) 4 432 200 (+) 27 498 704.500 7 Garam (000/th) 108 000 (+) 91 576.642 8 Kayu Bakar (mangrove) (000/th) 450 000 (+) 3 880 092.738 9. Jasa Lingkungan (000/th) 1 440 515.2 (+) 12 007 952.192 10 Keuntungan (000/th) 251 323 522 (+) 245 178 194.600

Tabel 40. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Skenario Terjadinya Eksternalitas No. Jenis Sumber Daya Satuan RHS Value 1 Biaya Petani (000) 655 761 788.000 0.000 2 Tenaga Kerja HOK 7 077 000.000 (+) 2 742.603 3 Tenaga Kerja Untuk Garam HOK 10 000.000 (+) 5 798.526 4 Luas Satuan Lahan 1 (Ha) 6574.800 0.000 5 Luas Satuan Lahan 2 (Ha) 9191.400 (-) 668.403 6 Luas Satuan Lahan 3 (Ha) 175.300 0.000 7 Luas Satuan Lahan 4 (Ha) 261.695 0.000 8 Hutan Mangrove Lestari 1 (Ha) 124.700 0.000 9 Hutan Mangrove Lestari 2 (Ha) 160.640 0.000 10 Luas Lahan Seluruhnya (Ha) 16 488.535 (-) 668.403 146 7.4. Solusi Model Untuk Skenario Jika Tidak Ada Hutan Mangrove Skenario ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana peranan hutan mangrove dalam pembangunan ekonomi yang ada. Jika tidak ada lagi hutan mangrove maka fungsi penyaringan polutan dari laut yang masuk ke kawasan tambak tidak ada lagi. Kondisi ini hampir bisa dipastikan bahwa untuk pola budidaya udang baik udang intensif maupun udang organik tidak lagi bisa diusahakan, karena udang sangat peka terhadap polusi air laut. Sehingga praktis yang masih bisa bertahan hanya bandeng dan garam. Hasil solusi optimal mengarahkan agar semua lahan yang ada semuanya diusahakan untuk budidaya bandeng, lihat Tabel 41. Skenario ini juga bisa menjelaskan fenomena pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan Lumpur Lapindo ke laut. Jika tingkat pencemaran sudah sedemikian tinggi sehingga tidak ada lagi lahan yang bisa dibudidaya udang sementara hanya bandeng yang masih tetap bertahan, maka kondisinya mirip dengan skenario tersebut diatas.

147 Tabel 41. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario Jika Tidak Ada Hutan Mangrove Variabel Keputusan Strategi Pengembangan Lahan Kondisi Saat Penelitian Luas (Ha) Solusi Optimal X1 Bandeng intensif + U. Campur 6 481.800 16 488.535 X2 B intensif + U Cmpr Tumpang gilir dg Garam 12.000 0.000 Lahan peruntukan lain diluar (X1 dan X2) 9 994.735 0.000 Total 16 488.535 16 488.535 Semua target produksi tidak ada yang tercapai (nol) kecuali untuk bandeng dan udang campur, lihat Tabel 42. Dari hasil perhitungan secara kumulatif nampak bahwa target keuntungan mengalami penurunan sebesar Rp 25 485 004 666 atau turun lebih kurang 10 persen dari target semula. Nilai ini sebenarnya menggambarkan jasa hutan mangrove secara ekonomi. Jika kita menghitung jasa hutan mangrove berdasarkan metode oportunitas, maka nilai kesempatan yang hilang tersebut adalah nilai jasa hutan mangrove yaitu sebesar Rp 25 485 004 666/tahun. Tabel 42. Target Untuk Skenario Jika Tidak Ada Hutan Mangrove Barang dan Jasa Yang Target No. Satuan Ditargetkan Target 2006 1 Bandeng (000/th) 112 500 801 (+) 320 323 242.750 2 Udang Organik (000/th) 263 845 960 (-) 263 845 960 3 Udang Intensif (000/th) 157 980 000 (-) 157 980 000 4 Udang Campuran (000/th) 48 499 710 (+) 23 116 592.919 5 Kupang (000/th) 8 899 983 (-) 8 899 983 6 Kerang (000/th) 4 432 200 (-) 4 432 200 7 Garam (000/th) 108 000 (-) 108 000 8 Kayu Bakar (mangrove) (000/th) 450 000 (-) 450 000 9. Jasa Lingkungan (000/th) 1 440 515.2 (-) 1 440 515.2 10 Keuntungan (000/th) 251 323 522 (-) 25 485 004.666

148 Pengusahaan budidaya bandeng intensif ternyata memerlukan curahan tenaga kerja dan biaya yang sangat besar, sehingga dari potensi biaya dan tenaga kerja yang tersedia ternyata tidak mencukupi untuk itu. Hal itu terbukti dari deviasi yang negatif untuk kedua jenis sumberdaya tersebut sebagaimana nampak pada Tabel 43. Tabel 43. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Pada Kondisi Jika Tidak Ada Hutan Mangrove No. Jenis Sumber Daya Satuan RHS Value 1 Biaya Petani (000) 655 761 788.000 (-) 315 327 952.420 2 Tenaga Kerja HOK 7 077 000.000 (-) 2 064 485.360 3 Tenaga Kerja Untuk Garam HOK 10 000.000-4 Luas Satuan Lahan 1 (Ha) 6574.800-5 Luas Satuan Lahan 2 (Ha) 9191.400-6 Luas Satuan Lahan 3 (Ha) 175.300-7 Luas Satuan Lahan 4 (Ha) 261.695-8 Hutan Mangrove Lestari 1 (Ha) 124.700-9 Hutan Mangrove Lestari 2 (Ha) 160.640-10 Luas Lahan Seluruhnya (Ha) 16 488.535 0.000 7.5. Solusi Model Untuk Skenario Tahun 2011 Solusi alokasi penggunaan lahan untuk skenario pembangunan ekonomi tahun 2011 disajikan pada Tabel 44. Disini tidak banyak terjadi pergeseran penggunaan lahan dibandingkan dengan skenario yang sama tahun 2006, kecuali untuk pola usaha udang organik dari 3 457.784 ha (2006) menjadi 2 505.499 ha (2011) serta pola usaha udang semi intensif dari 5 734.797 ha (2006) menjadi 5 523.330 ha (2011). Pergeseran ini berdampak pada meningkatnya alokasi lahan untuk hutan mangrove dari 721.154 ha (2006) menjadi 2 419.031 ha (2011). Hal tersebut mengindikasikan semakin pentingnya mempertahankan kualitas lingkungan dengan memperbesar alokasi lahan untuk hutan mangrove. Sementara

149 untuk kepentingan ekonomi dicerminkan dengan besarnya porsi alokasi lahan untuk usaha udang semi intensif, karena pola usaha ini menjanjikan hasil produksi udang yang relatif tinggi dibandingkan dengan pola usaha udang organik. Memperbesar alokasi lahan untuk hutan mangrove bukan berarti akan menghilangkan kesempatan masyarakat untuk memperoleh peningkatan pendapatan. Kita tahun bahwa hutan mangrove disamping memiliki manfaat eksistensi dia juga memiliki manfaat langsung dan tidak langsung yaitu sebagai penghasil kayu bakar, kupang dan kerang yang selama ini dikenal memiliki pasar cukup baik. Dari pengusahaan hutan mangrove tersebut dapat diperoleh keuntungan ekonomi yang cukup besar yaitu Rp 6 505 500/ha/tahun. Tabel 44. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario Tahun 2011 Luas (Ha) Variabel Strategi Pengembangan Lahan Keputusan Solusi Tahun Solusi Tahun 2006 2011 X1 Bandeng intensif + U. Campur 6 556.552 6 556.552 X2 B intensif + U Cmpr Tumpang gilir dg 18.248 18.248 Garam X3 Bndg + U Organik + U Cmpr 3 457.784 2 505.499 X4 U Intensif 0.00 0.000 X5 Semi Intensif 5 734.797 5 523.330 X6 Eksploitasi Campuran Ht Mangrove 721.154 2 419.031 Total 16 488.535 17 022.660 Tabel 45 menyajikan informasi tentang deviasi pencapaian target produksi barang dan jasa untuk tujuan skenario pembangunan ekonomi tahun 2011. Secara umum skenario ini masih menjanjikan penghasilan yang tinggi bagi masyarakat. Hal itu terbukti dengan kelebihan keuntungan dari yang ditargetkan yang mencapai Rp 212 595 582 270 atau ada peningkatan sebesar 72.2 persen lebih. Namun peningkatan ini tidak sebesar pencapaian oleh skenario yang sama tahun

150 2006 yang mencapai 98.99 persen. Diduga penurunan kenaikan keuntungan dari target ini karena terlalu besarnya alokasi lahan untuk tujuan hutan mangrove. Tabel 45. Target Untuk Skenario Tahun 2011 No. Barang dan Jasa Yang Target Satuan Ditargetkan Target 2011 1 Bandeng (000/th) 176 775 201.000 (+) 74 596 531.901 2 Udang Organik (000/th) 310 084 160.000 (-) 273 214 010.890 3 Udang Intensif (000/th) 0.000 0.000 4 Udang Campuran (000/th) 100 052 260.000 (-) 45 899 420.706 5 Kupang (000/th) 13 084 944.000 (+) 38 125 672.726 6 Kerang (000/th) 7 490 250.000 (+) 12 479 817.172 7 Garam (000/th) 251 914.560 0.000 8 K Bakar (mangrove) (000/th) 675 000.000 (+) 2 033 105.022 9. Jasa Lingkungan (000/th) 3 241 159.250 (+) 5 169 714.209 10 Keuntungan (000/th) 295 206 358.000 (+) 212 595 582.270 Seluruh potensi sumberdaya dapat teralokasikan secara penuh kecuali untuk tenaga kerja dimana masih ada potensi tenaga kerja yang tidak terpakai yaitu sebesar 446 265.852 HOK atau ada sisa sebesar 6.3 persen dari yang ditargetkan. Dibandingkan tahun 2006, berarti ada peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar sebesar 8.7 persen dari potensi tenaga kerja yang tidak terserap yang mencapai 15 persen. Kondisi perekonomian tahun 2011 bisa dikatakan mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal itu terbukti dari seluruh potensi dana yang ada di masyarakat, semuanya terserap habis untuk kegiatan investasi di sektor pesisir. Adanya penambahan tanah oloran (tanah timbul) sebesar 534.125 ha selama kurun waktu lima tahun (2006-2011) ternyata juga habis dialokasikan untuk memperluas hutan mangrove, lihat Tabel 46 Ternyata sinyal perubahan harga-harga yang terjadi baik untuk harga input maupun harga output selama kurun waktu lima tahun akan mengarahkan para

pelaku ekonomi untuk mengalokasikan lahan pesisir untuk tujuan pembangunan 151 ekonomi tanpa mengorbankan kepentingan untuk tetap menjaga kualitas lingkungan. Tabel 46. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Skenario Tahun - 2011 No. Jenis Sumber Daya Satuan RHS Value 1 Biaya Petani (000) 655 761 788.000 0,000 2 Tenaga Kerja HOK 7 077 000.000 (-) 446 265.852 3 Tenaga Kerja Untuk Garam HOK 10 000.000 0.000 4 Luas Satuan Lahan 1 (Ha) 6574.800 0.000 5 Luas Satuan Lahan 2 (Ha) 9191.400 0.000 6 Luas Satuan Lahan 3 (Ha) 424.420 0.000 7 Luas Satuan Lahan 4 (Ha) 546.700 0.000 8 Hutan Mangrove Lestari 1 (Ha) 124.700 0.000 9 Hutan Mangrove Lestari 2 (Ha) 160.640 0.000 10 Luas Lahan Seluruhnya (Ha) 17 022.660 0.000 7.6. Solusi Model Untuk Skenario Konsep RTRW 2002 2011 Tujuan utama dari konsep RTRW 2002-2011 adalah untuk mencapai dua hal yaitu : (1) luas hutan lindung mangrove mencapai 1 080 ha, dan (2) luas tambak organik yang mencapai 7 000 ha. Tujuan dari konsep RTRW tersebut sebenarnya dapat dipahami sebagai upaya untuk mempertahankan kondisi ekosistem pesisir agar tetap lestari. Tetapi setelah disimulasikan berdasarkan kondisi aktual dilapangan seperti produktivitas lahan, kondisi kendala sumberdaya dan factor-faktor biofisik lainnya, ternyata apa yang dicita-citakan dalam konsep RTRW tidak sepenuhnya dapat terpenuhi. Luas tambak udang organik ternyata hanya dipenuhi oleh kombinasi antara organik dengan intensif yang mencapai 5 040.708 ha. Sedangkan kondisi hutan

152 lindung mangrove justru mengalami peningkatan yang signifikan dari 722.335 ha menjadi 2 839.117 ha, lihat Tabel 47. Hal itu karena adanya pergeseran besarbesaran dari tambak udang organik seluas 8 541.700 ha manjadi 0.000. Padahal fungsi sekunder tambak organik adalah untuk penyangga ekosistem. Dengan tidak adanya pola budidaya tambak organik secara murni, maka harus ada kompensasi agar ekosistem pesisir tetap terjaga yaitu dengan memperbesar luas kawasan lindung mangrove. Tabel 47. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Skenario Konsep RTRW 2002 2011 Luas (Ha) Variabel Strategi Pengembangan Lahan Keputusan Kondisi Saat Solusi Skenario Penelitian RTRW X1 Bandeng intensif + U. Campur 6481.800 8590.462 X2 B intensif + U Cmpr Tumpang gilir dg 12.000 18.248 Garam X3 Bndg + U Organik + U Cmpr 8541.700 0.000 X4 U Intensif 50.000 0.000 X5 Semi Intensif (Organik dan Intensif) 680.700 5040.708 X6 Eksploitasi Campuran Ht Mangrove 722.335 2839.117 Total 16 488.535 16 488.535 Tabel 48. Target Untuk Skenario Konsep RTRW 2002 2011 No. Barang dan Jasa Yang Target Satuan Ditargetkan Target 2006 1 Bandeng (000/th) 112 500 801 (+) 179 349 732.100 2 Udang Organik (000/th) 263 845 960 (-) 246 203 483.200 3 Udang Intensif (000/th) 157 980 000 (+) 507 393 410.910 4 Udang Campuran (000/th) 48 499 710 (+) 1 121 092.845 5 Kupang (000/th) 8 899 983 (+) 51 203 805.644 6 Kerang (000/th) 4 432 200 (+) 19 005 844.164 7 Garam (000/th) 108 000 (-) 91 576.642 8 K Bakar (mangrove) (000/th) 450 000 (+) 2 728 391.167 9. Jasa Lingkungan (000/th) 1 440 515.2 (+) 8 430 980.068 10 Keuntungan (000/th) 251 323 522 (+) 232 732 997.740

153 Secara umum strategi penggunaan lahan berdasarkan skenario konsep RTRW 2002 2011 dapat memenuhi dua tujuan yaitu tujuan ekonomi dengan indikator pencapaian target keuntungan total dan tujuan lingkungan dengan indikator pencapaian target jasa lingkungan, lihat Tabel 48. Semua indikator tersebut menunjukkan nilai kelebihtercapaian yang cukup signifikan. Jasa lingkungan ada potensi kenaikan sebesar lebih dari 500 persen sedang 81.31 persen. Kelebihtercapaian ini lebih dikontribusi oleh pertambahan luas hutan mangrove dan luas pola budidaya tambak udang semi intensif. Tabel 49. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Skenario Konsep - RTRW 2002 2011 No. Jenis Sumber Daya Satuan RHS Value 1 Biaya Petani (000) 655 761 788.000 0.000 2 Tenaga Kerja HOK 7 077 000.000 (-) 76 178.620 3 Tenaga Kerja Untuk Garam HOK 10 000.000 (+) 4 649.665 4 Luas Satuan Lahan 1 (Ha) 6387.030 0.000 5 Luas Satuan Lahan 2 (Ha) 8981.505 0.000 6 Hutan Mangrove Lestari (Ha) 1080.000 0.000 7 Tambak Udang Organik (Ha) 7 000.000 (-) 1 959.292 8 Luas Lahan Seluruhnya (Ha) 16 488.535 0.000 Informasi tentang kondisi sumberdaya untuk tujuan skenario RTRW 2002-2011 dapat dilihat pada Tabel 49. Secara umum seluruh sumberdaya yang tersedia sudah dapat dialokasikan untuk mendukung proses produksi pesisir. Untuk sumberdaya lahan seluruhnya habis teralokasi untuk berbagai kegiatan ekonomi. Namun target pemenuhan luas tambak udang organik seluas 7 000 ha tidak bisa dipenuhi seluruhnya. Indikator ketenagakerjaan menunjukan masih ada potensi tenaga kerja yang tidak terserap sebesar 76 178.620 HOK atau sekitar 1 persen dari seluruh potensi tenaga kerja yang ada. Sementara untuk tenaga kerja

khusus pengolahan garam ada peningkatan potensi permintaan sebesar 4 649.665 atau sekitar 47.49 persen. 154