BAB 1 : PENDAHULUAN. sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak. (1) Penyakit

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyebab terbesar kematian anak di seluruh dunia.

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. 6,9 juta jiwa, tercatat kematian balita dalam sehari, 800 kematian balita

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab. Sementara menurut United Nations Childrens Foundation (UNICEF)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. infeksi virus selain oleh bakteri, parasit, toksin dan obat- obatan. Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

DEA YANDOFA BP

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 7 PEDOMAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB I. PENDAHULUAN. lima hal, atau kombinasi dari beberapa macam penyakit, diantaranya : ISPA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi, walaupun dari

BAB I PENDAHULIAN. Tuberculosis paru (TB paru) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun menunjukkan adanya penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) dibandingkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. balita di dunia sebanyak 43 kematian per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2016d). Di

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu buang air besar yang tidak normal. berbentuk tinja encer dengan frekuensi

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

Transkripsi:

1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak. (1) Penyakit ISPA yang paling menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah pneumonia, karena penyakit ini merupakan penyakit yang paling banyak (80-90%) menyebabkan kematian khususnya pada balita diantara penyakit ISPA lainnya. (2) Pneumonia adalah istilah umum untuk infeksi paru-paru yang dapat disebabkan oleh berbagai kuman (virus, bakteri, jamur dan parasit). (3) World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia, 16% dari jumlah tersebut disebabkan oleh pneumonia sebagai pembunuh balita nomor 1 di dunia. (3) Penyakit ini menyerang semua umur di semua wilayah, namun terbanyak adalah Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara. (4) Di negara berkembang (termasuk Indonesia), 60% kasus Pneumonia disebabkan oleh bakteri, sedangkan di Negara maju disebabkan oleh virus. (5) Pneumonia merupakan penyebab dari 16% kematian balita di Indonesia, yaitu diperkirakan sebanyak 920.136 balita di tahun 2015. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari dua tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). (4) Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. (6) Pada tahun 2016 Angka

2 kematian akibat pneumonia pada kelompok umur 1-4 sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 0,13% dibandingkan pada kelompok bayi yang sebesar 0,06%. (4) Kasus pneumonia di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 ditemukan 15.235 kasus Pneumonia balita dari 491.319 balita yang ada di Sumatera Barat atau sekitar 30%. Dari 19 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Barat prevalensi Pneumonia tertinggi ada di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu ditemukan 5.230 kasus, disusul Kota Padang dengan jumlah temuan 3.022 kasus dan diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah kasus sebanyak 1.192 kasus. (4) Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan terutama pada balita.pendekatan program perawatan balita sakit di negara berkembang yang digunakan sebelum tahun 1994 adalah program intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit. (7) Pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah yang sama dalam upaya kesehatan anak dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden nomor 36 tahun 1990. (8) Lalu upaya World Health Organization (WHO) untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan adalah dengan mengenalkan Sick Child Initiative (SCI) atau Integrated Management of Chilhood Illness (IMCI) yaitu langkah-langkah pengambilan keputusan dalam mengelola anak balita sakit yang mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. (7) Sejalan dengan upaya tersebut, yang terbaru dibentuklah Peraturan Menteri Kesehatan nomor 25 tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak.upaya kesehatan anak adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan

3 derajat kesehatan anak dalam bentuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat yang dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit yang selanjutnya disingkat MTBS. (9) MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak berusia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar. (9) Dalam MTBS, anak dengan batuk dan sukar bernapas diklasifikasikan sebagai penyakit sangat berat (pneumonia berat) sehingga pasien harus dirawat-inap, pneumonia yang dirawat jalan dan batuk bukan pneumonia cukup diberi nasihat kepada ibu untuk perawatan di rumah. Derajat keparahan dalam diagnosis pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus di rawat inap dan pneumonia ringan yang bisa rawat jalan. (10) Setelah bertahun - tahun diadaptasi di Indonesia, namun penggunaan MTBS belum berjalan secara efektif dalam pelaksanaannya. Kondisi ini dialami oleh sebagian besar puskesmas di Indonesia, karena berbagai kendala antara lain terbatasnya jumlah tenaga yang dilatih MTBS, perpindahan tenaga, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung. Di seluruh provinsi di Indonesia, puskesmas yang telah melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,59%. Kriteria melaksanakan menangani balita sakit minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit menggunakan modul MTBS. (11) Penelitian sebelumnya tentang evaluasi pelayanan MTBS terhadap kesembuhan pneumonia balita di Provinsi Jambi menunjukkan bahwa pelayanan MTBS yang sesuai standar memberikan peningkatan peluang keberhasilan lebih

4 tinggi dalam kesembuhan pneumonia balita dibandingkan dengan pelayanan MTBS yang tidak standar. (12) Namun begitu, masih banyak Puskesmas yang belum menjalankan pelayanan MTBS sesuai standar. (13) Gambaran pelaksanaan MTBS umur 2 bulan 5 tahun di Puskesmas Kota Makasar tahun 2012 menunjukan gambaran komponen input, proses, dan output yang sesuai dengan standar masih kurang. Aspek input menunjukan hasil yang belum baik dilihat dari sebagian besar puskesmas yang ada di Makassar tidak memiliki ketua tim MTBS, sehingga tatalaksana MTBS tidak diterapkan di sebagian besar puskesmas. Sarana dan prasarana masih dalam kriteria kurang lengkap dan dana yang belum diprioritaskan oleh puskesmas juga mendukung ketidaklancaran tatalaksana MTBS, seperti tidak adanya dana khusus untuk tatalaksana MTBS sehingga pendanaan menggunakan dana operasional/rutin puskesmas. Aspek proses yang diterapkan dalam menangani balita sakit masih menggunakan metode konvensional sehingga semua pasien yang datang ditangani secara umum tanpa melihat jenjang umur. Jika dilihat dari aspek output sebagian besar puskesmas belum memenuhi kriteria cakupan balita yang dilayani dengan pendekatan MTBS, yaitu minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas. (13) Selanjutnya penelitian lain juga memberikan hasil bahwa penatalaksanaan pneumonia dengan pendekatan MTBS belum berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan tidak adanya pemberian konseling kepada ibu balita sakit, masih kurangnya tenaga terlatih MTBS sehingga tidak ada tim MTBS, kurangnya sarana prasarana dan peralatan untuk penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS, dan tidak adanya pendanaan untuk pelaksanaan MTBS. Selain itu, pengawasan dan pembinaan yang

5 dilakukan oleh kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan belum dilaksanakan dengan maksimal. (14) Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan tentang prevalensi 10 penyakit terbanyak berdasarkan dari pemakaian obat menunjukkan bahwa kasus terbanyak di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2016 ialah ISPA dengan jumlah total kasus 73.232 atau sebesar sebesar 32%, dengan penemuan kasus pneumonia sejumlah 3.991 kasus dari perkiraan kasus sebanyak 4.529 kasus. Dari 18 puskesmas yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan, prevalensi kasus Pneumonia ditemukan di Puskesmas Tarusan dengan jumlah kasus sebanyak 482 kasus, diikuti oleh Puskesmas Pancung Soal dengan jumlah temuan kasus 472 kasus dan disusul oleh Puskesmas Kambang dengan jumlah kasus yang ditemui sebanyak 445 kasus. (15) Puskesmas Tarusan merupakan salah satu puskesmas dari dua Puskesmas yang ada di Kecamatan Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2016 didapatkan kejadian Pneumonia balita tertinggi terjadi di puskesmas ini. Pada tahun 2015 ditemukan sebanyak 506 kasus dari 279 prakiraan balita dengan pneumonia dan pada tahun 2016 ditemukan sebanyak 482 kasusdari 285 prakiraan balita dengan pneumonia. Penemuan kasus ini melebihi perkiraan kasus pneumonia di Puskesmas Tarusan sebesar 181,3% pada tahun 2015 dan 169,3% pada tahun 2016. (15, 16). Hasil wawancara dengan salah satu staf Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan, semua puskesmas yang ada di Pesisir Selatan telah menerapkan pendekatan MTBS termasuk Puskesmas Tarusan.Wawancara selanjutnya dengan penanggung jawab MTBS di Puskesmas Tarusan, menyatakan bahwa pelaksanaan MTBS dimulai semenjak tahun 2014. Setiap harinya pasien balita sakit yang berkunjung ke

6 puskesmas Tarusan rata - rata kurang dari sepuluh balita. Pelayanan MTBS yang diberikan sudah dilaksanakan pada semua balita sakit yang berkunjung. Tatalaksana MTBS di Puskesmas Tarusan mengikuti alur yang ada pada Modul 7: Pedoman Penerapan MTBS di Puskesmas, yaitu setiap balita yang melakukan pendaftaran maka selanjutnya ditangani oleh petugas pelaksana MTBS Puskesmas Tarusan di ruangan tersendiri yang dikhususkan untuk pelayanan MTBS. Sarana dan prasarana MTBS yang ada di Puskesmas Tarusan masih menggunakan sarana pendukung seadanya, seperti timbangan bayi, tensi meter, pengukur tinggi/panjang balita, formulir pendaftaran dan formulir MTBS. Case Manager MTBS di Puskesmas tarusan adalah seorang bidan. Pada awal pelaksanaan MTBS, Petugas pelaksana MTBS yang ada di puskesmas Tarusan berjumlah tiga orang yang terdiri dari seorang bidan (Case Manager), dokter dan perawat. Namun sekarang, petugas yang ada hanya ada dua orang, dikarenakan dokter yang sebelumnya petugas MTBS sedang melakukan izin belajar. Sehingga diagnosis dilakukan oleh dokter dari poli umum. Meskipun sudah dilaksanakan semenjak tahun 2014, kenyataannya jumlah penemuan kasus pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Tarusan masih tinggi, melebihi dari prakiraan kasus hingga 181,2%. Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Analisis Sistem Tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit pada kejadian pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusan tahun 2018.

7 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian adalah bagaimana tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit pada kejadian Pneumonia Balita di wilayah kerja Puskesmas Tarusantahun 2018. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit pada kejadian Pneumonia Balita di wilayah kerja Puskesmas Tarusantahun 2018. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui dan menganalisis informasi mendalam terkait masukan/input dari Manajemen Terpadu Balita Sakit pada kejadian Pneumonia Balita di wilayah kerja Puskesmas Tarusan tahun 2018 yang meliputi tenaga MTBS, sarana prasarana, dana dan metode dalam tatalaksana MTBS. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis informasi mendalam terkait proses tatalaksanamanajemen Terpadu Balita Sakit pada kejadian Pneumonia Balita di wilayah kerja Puskesmas Tarusantahun 2018 yang meliputi menilai dan membuat klasifikasi balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas, menentukan tindakan dan member pengobatan, memberi konseling kepada ibu, memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang ibu dan balita dengan gejala batuk dan sukar bernapas.

8 3. Untuk mengetahui dan menganalisis informasi mendalam terkait keluaran/output dari tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit pada kejadian Pneumonia Balita di wilayah kerja Puskesmas Tarusantahun 2018. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan Sebagai bahan penilaian dan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan dalam menyelenggarakan Manajemen Terpadu Balita Sakit sehingga dapat mengoptimalisasikan input, proses, dan output dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas. 2. Bagi Puskesmas Tarusan Sebagai bahan penilaian dan pertimbangan dalam meningkatkan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas. 3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, terutama mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat yang akanmeneliti tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit terhadap kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas. 4. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit terhadap kejadian Pneumonia Balita.

9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini yaitu Analisis Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit pada Kejadian Pneumonia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusantahun 2018. Hal ini dapat dilihat dari unsur input, proses, dan output tatalaksana MTBS di puskesmas.