Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. dipastikan kapan akan terjadinya. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut yaitu

Hukum kepailitan mempunyai kekhasan sebagaimana hukum yang lain. Hukum kepailitan mempunyai cara dan prosedur tersendiri dalam mengatur

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN PERMOHONAN PAILIT YANG DIAJUKAN OLEH OJK TERKAIT PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang terbaik kepada para tertanggung. Berbagai cara dilakukan oleh

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013) Copyright 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I. Perkembangan ekonomi Indonesia melalui perusahaan asuransi adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

TINJAUAN YURIDIS DIKABULKANNYA PERMOHONAN KASASI DALAM PERKARA KEPAILITAN

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA OLEH MAHKAMAH AGUNG DALAM HAL TERJADI KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hal yang paling mendasar yaitu kemampuan untuk bertahan hidup (survive).

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

TANGGUNG JAWAB KURATOR ATAS PENJUALAN ASET MILIK DEBITOR YANG TELAH DINYATAKAN PAILIT DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA KREDITOR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

TESIS KEWENANGAN KURATOR UNTUK MENETAPKAN HARTA PAILIT TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN ATAS NAMA PRIBADI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWAJIBAN PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP HUTANG PAJAK YANG BELUM DIBAYAR (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Dosen Pengampu: Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H. DISUSUN OLEH Asawati Nugrahani (E )

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN PERMOHONAN PAILIT YANG DIAJUKAN OLEH OJK TERKAIT PUTUSAN HAKIM DALAM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

KEDUDUKAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I.

Lisa Junia ( ) Kata Kunci: Transaksi Elektronik Perbankan, Tanggung Jawab Bank, dan Perlindungan Nasabah

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA

Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asu

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bank-Bank di Indonesia dimana bank-bank dinilai oleh Otoritas Perbankan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Peran industri asuransi dalam perekonomian Indonesia, tidak diragukan

KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. membayar ganti rugi atau disebut dengan penanggung. Perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik atau wederkerig

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA ASING DI PERUSAHAAN INDONESIA YANG BERADA DALAM KEADAAN PAILIT ABSTRACT

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I. KETENTUAN UMUM

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Transkripsi:

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan sebagai Regulator Industri Asuransi terhadap Kepailitan Perusahaan Asuransi Dihubungkan Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Jo Undang-Undang No.40 tentang Perasuransian Accountability of The Financial Services Authority As The Insurance Industry Regulator Against The Bankruptcy of Insurance Companies Related to The Law Number 21 of 2011 on The Financial Services Authority Juncto Law Number 40 Year 2014 About Insurance 1 Risma Septiya Mislina, 2 Ratna Januarita 1,2 Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 Email: 1 mrismaseptiya@gmail.com, 2 ratna.januarita@gmail.com Abstract. Financial Services Authority as an instituttion that oversees the activities of the insurance serves to create a financial system growing sustainably and stable. However PT Asuransi Bumi Asih Jaya has lowered its solvency level so it can t perform it s obligations to policyholders.the Financial Services Authority has the authority to apply for a bankruptcy statement to an insurance company so that the Financial Services Authority decides PT AJBAJ through Supreme Court Decision Number 408 K / Pdt.Sus-Bankrupt / 2015 after being declared bankrupt by the Supreme Court. The discussion of this study aims to examine the position of the actions of the Financial Services Authority filing for bankruptcy against PT AJBAJ in relation to Law number 21 Year 2011 on the Financial Services Authority and to review the accountability of the Financial Services Authority as regulator of the insurance industry against insolvency of insurance company PT AJBAJ related to Law number 40 Year 2014 on Insurance. This research uses normative juridical method with descriptive analysis specification. Technique of collecting data by writer by doing research of secondary data obtained from literature study. Data analysis method used is qualitative normative analysis. Based on the results of the study it can be concluded that the Financial Services Authority has authority in filing for bankruptcy against PT AJBAJ because PT AJBAJ can t meet financial health and can t fulfill it s obligations to policyholders. Keyword: Financial Services Authority, Insurance,accountability, Bankruptcy. Abstrak. Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengawasi kegiatan di sektor perasuransian berfungsi untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Namun PT Asuransi Bumi Asih Jaya mengalami penurunan tingkat solvabilitas sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pemegang polis. Otoritas Jasa Keuangan mempunyai kewenangan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi sehingga Otoritas Jasa Keuangan mempailitkan PT AJBAJ melalui putusan Mahkamah Agung Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 setelah itu dipailitkan oleh Mahkamah Agung. Pembahasan dari penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan tindakan Otoritas Jasa Keuangan yang mengajukan pailit terhadap PT AJBAJ dihubungkan dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan untuk mengkaji akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator industri asuransi terhadap kepailitan perusahaan asuransi PT AJBAJ dihubungankan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi penulisan deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan meneliti data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan mempunyai kewenangan dalam mengajukan kepailitan terhadap PT AJBAJ yang dikarenakan PT AJBAJ tidak dapat memenuhi kesehatan keuangan serta tidak dapat memenuhi kewajibankewajibannya kepada pemegang polis. Kata kunci :Otoritas Jasa Keuangan, Asuransi, Akuntabilitas, Kepailitan. A. Pendahuluan Asuransi merupakan sarana yang dapat membantu perekonomian di Indonesia 816

Akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan sebagai Regulator 817 karena dengan adanya perusahaaan asuransi dapat melindungi resiko kerugian terhadap harta kekayaan atau jiwa seseorang dengan mengalihkan kerugiannya kepada perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko mempunyai kegunaan positif baik bagi masyarakat, perusahaan asuransi maupun bagi pembangunan Negara. Perseroan terbatas merupakan bentuk perusahaan yang dominan digunakan oleh perusahaan asuransi. 1 Dalam melakukan usahanya perusahaan asuransi membutuhkan pengawasan lembaga jasa keuangan untuk mengawasi risiko yang berkemungkinan dapat menimbulkan kerugian atas harta kekayaan atau jiwa seseorang 2 dan tidak terjadi adanya utang piutang atau pailit terhadap nasabahnya. Sejak tanggal 31 Desember 2012 terdapat peralihan pengawasan lembaga jasa keuangan dalam fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan oleh beberapa sektor jasa keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal ke Otoritas Jasa Keuangan yang telah datur kedalam Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini. 3 Ada suatu perusahaan asuransi yang mengalami pailit yaitu PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya yang diberi gugatan ke Pengadilan Niaga oleh OJK terkait masalah pembayaran klaim asuransi, karena dalam Pengadilan Niaga putusan tersebut di tolak, kemudian OJK mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung dan telah diputus pada tanggal 28 Agustus 2015 bahwa PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya telah pailit dengan Nomor Perkara : 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015. 4 Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana kedudukan tindakan Otoritas Jasa Keuangan yang mengajukan pailit terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan? Dan Bagaimana akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator industri asuransi terhadap kepailitan perusahaan asuransi PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dihubungankan dengan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian? selanjutnya, tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kedudukan tindakan Otoritas Jasa Keuangan yang mengajukan pailit terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dihubungkan dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Untuk mengetahui akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator di industri asuransi terhadap kepailitan perusahaan asuransi terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dihubungankan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 1 Muhammad Alfi, Etty Susilowati,Siti Mahmudah, Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perkara Kepailitan Perusahaan Asuransi, Diponegoro Law Journal, Vol 6 No.1, 2017, Hlm.2. 2 Ibid. 3 Pasal 1, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. 4 Ahmad Febry Arinton, Tinjauan Yuridis Terhadap Penolakan Permohonan Pailit Yang Diajukan Oleh OJK Terkait Putusan Hakim Dalam Perkara Nomor:04/PDT-SUS- PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.Jo NO.27pdt.Sus.PKPU/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst., Jurnal Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2016, Hlm. 2. Ilmu Hukum, Gelombang 2, Tahun Akademik 2017-2018

818 Risma Septiya Mislina, et al. 2014 tentang Perasuransian. B. Landasan Teori Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 5 Pemerintah diamanatkan untuk membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama OJK. dalam penjelaannya disebutkan bahwa: OJK bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukan berada di luar pemerintah dan berkewajiban untuk memberikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 6 Akuntabilitas dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dan bentuk pertanggungjawaban suatu otoritas terhadap tugas yang menjadi kewajibannya. Sedangkan menurut The Oxford Advace Learner s Dictionary yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (2000) akuntabilitas diartikan sebagai required or expected to give an explanation for one s action. Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Dengan demikian akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. 7 Asuransi atau pertanggungan yang merupakan terjemahan dari insurance atau verzekering atau assurantie, timbul karena kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengurangi hidup dan kehidupan ini, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti yang mungkin menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. 8 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/ataudidasarkan pada hasil pengelolaan dana. 9 Dalam kepustakaan dijabarkan pengertian kepailitan, antara lain dalam kamus hukum Fockema andreae, dikemukakan faillissement (Bld), kepailitan (Ind). Kepailitan seorang debitor adalah keadaan yang ditetapkan oleh pengadilan bahwa debitor telah 5 Pasal 1, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. 6 Hilda Fitfulia, Perlindungan Nasabah Asuransi Dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi Pasca Lahirya UU OJK, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya, 2014, Hlm.41. 7 Firman Kusbianto, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Kegiatan Di Sektor Jasa Keuangan, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, Hlm. 55. 8 H. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, P.T. Alumni, Bandung, 2012, Hlm. 1. 9 Pasal 1, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Volume 4, No. 2, Tahun 2018

Akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan sebagai Regulator 819 berhenti membayar utang-utangnya yang berakibat penyitaan umum atas harta kekayaan dan pendapatannya demi kepentingan semua kreditor di bawah pengawasan pengadilan. Pendapat senada dikemukakan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio sebagai berikut Pailit berarti, keadaan seorang debitor apabila ia telah menghentikan pembayaran utangutangnya. Suatu keadaan yang menghendaki campur tangan hakim guna menjamin kepentingan bersama dari para kreditornya. 10 Pengertian yang terdapat dalam Undangundang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat UUKPKPU) yaitu Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan bahwa, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 11 C. Hasil Pembahasan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya adalah perusahaan asuransi yang bergerak di bidang asuransi jiwa berdiri sejak tahun 1967 yang telah memberikan kontribusi dalam usaha dan kemajuan industri asuransi di Indonesia. Setiap Perusahaan Asuransi apabila telah memperoleh izin usaha oleh OJK dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di perusahaan, wajib memenuhi ketentuan mengenai kesehatan keuangan agar dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada pemegang polis sehingga tidak terjadinya pailit di perusahaan asuransi. Berdasarkan analisis atas Laporan Keuangan Triwulan II Tahun 2007 PT Asuransi jiwa Bumi Asih Jaya ini telah mengalami penurunan rasio solvabilitas sebesar 74,14% (tujuh puluh empat koma empat belas per seratus). PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya tidak mampu untuk memenuhi tingkat solvabilitas sebagaimana diwajibkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 43 Ayat (2) huruf c KMK Nomor 424 Tahun 2003 beserta perubahannya sehingga BAPEPAM-LK sebagai lembaga pengawas keuangan yang berwenang pada saat itu, BAPEPAM-LK mengeluarkan sanksi pertama, Kedua, dan Ketiga sampai keluar-lah sanksi pembatasan kegiatan usaha dikarenakan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya tetap tidak mampu untuk memenuhi tingkat solvabilitas di perusahaannya.selanjutnya berdasarkan laporan keuangan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya per 31 Mei 2013 yang disusun berdasarkan KMK Nomor: 424 tahun 2003 beserta perubahannya ternyata total ekuitas PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya berjumlah minus Rp953.540.000.000; (Sembilan ratus lima puluh tiga miliar lima ratus empat puluh juta rupiah). Dengan demikian terbukti bahwa PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya tidak lagi mempunyai kemampuan untuk melakukan pembayaran kewajiban, dan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 Pasal 6B ayat (1) huruf b Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yang menyatakan: Perusahaan Asuransi harus memiliki modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf B Ayat (1) dengan tahapansebagai berikut 12 : b. Paling sedikit sebesar Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluhmiliar rupiah) paling lambat tanggal 31 Desember 2012 Setelah diberikan sanksi pembatasan kegiatan usaha oleh BAPEPAM-LK 10 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait Dengan Kepailitan, C.V Nuansa Aulia, Bandung, 2006, Hlm. 12. 11 Pasal 1, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 12 Putusan Mahkamah Agung Nomor 408 K/ Pdt.Sus-Pailit/2015, Hlm. 10-11. Ilmu Hukum, Gelombang 2, Tahun Akademik 2017-2018

820 Risma Septiya Mislina, et al. kepada PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya, pada tahun 2012 terbentuklah suatu Lembaga keuangan yang independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan maka kewenangan dalam melanjutkan dan menyelesaikan kasus PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dilanjutkan oleh OJK. Sehingga OJK melakukan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dengan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-112/D.05/2013 tanggal 18 Oktober 2013 tentang Pencabutan Ijin Usaha di Bidang Asuransi Jiwa atas PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Dari permasalahan kasus kepailitan yang dilakukan oleh PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya maka dari itu Otoritas Jasa Keuangan mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat namun pemohonan ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor putusan : 04/PDT-SUS- PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.Jo No.27Pdt.Sus.PKPU/2015.PN.NIAGA.Jkt.Pst dengan putusan menolak pernyataan pailit dengan pertimbangan masih ada proses kasasi di Pengadilan Tata Usaha Negara terkait pencabuan izin usaha asuransi dan permohonan OJK dianggap tidak memenuhi salah satu syarat dikabulkannya permohonan pailit, yaitu debitur memiliki utang yang bias dibuktikan. Lalu Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dengan putusan pembatalan putusan pertama dan menyatakan pailit atas PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dengan mengabulkan permohonan kasasi oleh Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Nomor 04/PDT-SUS-PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.Jo No.27Pdt.Sus.PKPU/2015.PN.NIAGA.Jkt.Pst tanggal 16 April 2015 dengan menyatakan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya pailit serta mengangkat Raymond Bonggard Pardede, S.H sebagai kurator. Pada tahun 2018 setelah dinyatakan pailit oleh Mahkamah Agung PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya menggugat OJK dan meminta ganti rugi sebesar Rp. 5. 400.000.000.000,-(lima triliun empat ratus miliar rupiah) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, gugatan ini terdaftar dengan No.643/Pdt.G/2017/PN.jkt.Pst. dikarenakanpt Asuransi Jiwa Bumi Asih Jayatidak terima ijin usaha dicabut dan dipailitkan oleh OJK. 13 Namun OJK tidak menanggapi gugatan yang diberikan oleh PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya karena status PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jayasudah pailit sejak tanggal 18 agustus 2015. Menurut pendapat penulis OJK telah melakukan tugasnya dengan benar sebagai lembaga pengawas disektor jasa perasuransian, dalam proses kasus kepailitan PT AJBAJ, OJK sudah melaksanakan kewajibannya apabila ada perusahaan asuransi tidak memenuhi tingkat solvablitas dimana itu adalah kewajiban perusahaan asuransi apabila telah memperoleh izin usaha oleh OJK, maka perusahaan asuransi harus bisa memenuhi ketentuan tersebut agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban pemegang polis. OJK mempunyai hak dan kewajiban atas kasus kepailitan PT AJBAJ, sebelum adanya pencabutan izin usaha OJK telah membantu untuk mencari solusi agar PT AJBAJ dapat memperbaiki tingkat solvabilitas namun PT AJBAJ tetap tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut. Sehingga OJK memberikan sanksi-sanksi peringatan sampai sanksi pembatasan kegiatan usaha tetapi tidak ada perubahan untuk memperbaiki tingkat 13 Deliana Pradhita Sari, OJK digugat Rp 5,4 triliun oleh Asuransi Bumi Asih. Ini perincian, http://finansial.bisnis.com/read/20180107/215/723915/ojk-digugat-rp54-triliun-oleh-asuransi-bumi-asih.- ini-perinciannya, diakses pada tanggal 22 februari 2018, Pukul 19.00 WIB. Volume 4, No. 2, Tahun 2018

Akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan sebagai Regulator 821 solvabilitas tersebut sehingga OJK melakukan pencabutan izin usaha. D. Kesimpulan 1. OJK sebagai regulator di industri asuransi mempunyai kewenangan dalam mengajukan kepailitan apabila perusahaan asuransi tidak memenuhi peraturan. Peran OJK dalam pemberian pendirian asuransi salah satunya adalah memberikan izin usaha. PT AJBAJ salah satu perusahaan asuransi yang telah memperoleh izin usaha oleh OJK harus mematuhi dan memenuhi peraturan yang berlaku. Pada saat PT AJBAJ mengalami penurunan solvabilitas di perusahaan, maka OJK berwenang untuk memberikan sanksi-sanksi hingga pencabutan izin usaha kepada PT AJBAJ. Karena perusahaan tersebut tidak dapat memperbaiki tingkat solvabilitas dengan utang-utang yang belum dibayar. 2. OJK dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas di sektor jasa keuangan wajib menegakkan akuntabilitas dan independen. Dalam proses kepailitan PT AJBAJ, pada prinsipnya OJK telah melaksanakan tugasnya dengan sebaikbaiknya. Akan tetapi OJK telah mengabaikan satu aturan tentang jarak waktu atau durasi pembatasan kegiatan usaha. Dalam hal ini sebelumnya kepailitan PT AJBAJ ini diajukan oleh BAPEPAM-LK dalam jangka waktu 12 bulan dengan merujuk pada Pasal 42 Ayat 1 jo Pasal 42 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, namun kemudian seiring dengan perubahan fungsi, tugas, dan wewenang BAPEPAM-LK ke OJK, OJK membuat ketentuan yang berbeda sehingga durasi menjadi 5 Tahun. Daftar Pustaka Buku-buku H. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, P.T. Alumni, Bandung, 2012. Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait Dengan Kepailitan, C.V Nuansa Aulia, Bandung, 2006, Hlm. 12. Peraturan Perundang-undang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Putusan Mahkamah Agung Nomor 408 K/ Pdt.Sus-Pailit/2015 Sumber lain-lain Jurnal ilmiah Muhammad Alfi, Etty Susilowati,Siti Mahmudah, Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perkara Kepailitan Perusahaan Asuransi, Diponegoro Law Journal, Vol 6 No.1, 2017, Hlm.2. Ahmad Febry Arinton, Tinjauan Yuridis Terhadap Penolakan Permohonan Pailit Yang Diajukan Oleh OJK Terkait Putusan Hakim Dalam Perkara Nomor:04/PDT-SUS- PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.Jo NO.27pdt.Sus.PKPU/2015/PN.NIAGA.Jkt.Pst., Jurnal Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2016, Hlm. 2. Ilmu Hukum, Gelombang 2, Tahun Akademik 2017-2018

822 Risma Septiya Mislina, et al. Hilda Fitfulia, Perlindungan Nasabah Asuransi Dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi Pasca Lahirya UU OJK, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya, 2014, Hlm.41. Firman Kusbianto, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Kegiatan Di Sektor Jasa Keuangan, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, Hlm. 55. Internet Deliana Pradhita Sari, OJK digugat Rp 5,4 triliun oleh Asuransi Bumi Asih. Ini perincian, http://finansial.bisnis.com/read/20180107/215/723915/ojk-digugat-rp54-triliunoleh-asuransi-bumi-asih.-ini-perinciannya, diakses pada Volume 4, No. 2, Tahun 2018