HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA YANG BEKERJA SEBAGAI POLISI DI POLRESTABES SEMARANG.

dokumen-dokumen yang mirip
Puji Hastuti F

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pekerjaan yang selama ini jarang bahkan ada yang sama sekali belum pernah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perekonomian keluarga, mengisi waktu luang daripada menganggur,

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II LANDASAN TEORI

#### Selamat Mengerjakan ####

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

KECERDASAN EMOSI DAN KONFLIK PERAN GANDA PADA DOSEN WANITA DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Ketakutan akan kesuksesan terjadi pada laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja Yang Menyusui. Rizky Wijayanti

BAB I PENDAHULUAN. untuk didengar. Kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemasyarakatan di Bali mewajibkan kepada seseorang yang telah berumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. wanita yang ikut dalam aktifitas bekerja. Wanita sudah mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. individu tersebut. DEPKES RI (1988) Keluarga merupakan unit terkecil dari

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Peran wanita di masa sekarang sudah tidak hanya mengerjakan urusan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I. Pendahuluan. langsung akan berdampak pada adanya perubahan-perubahan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap kepala keluarga harus

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

KONFLIK PERAN PEKERJAAN DAN KELUARGA PADA PASANGAN BERKARIR GANDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA YANG BEKERJA SEBAGAI POLISI DI POLRESTABES SEMARANG Oleh : Danang Pramudito Anwar 15010114120006 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda pada wanita yang bekerja sebagai polisi di Polrestabes Semarang. Kesejahteraan psikologis merupakan kemampuan individu untuk dapat menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, pengalamanpengalaman dalam hidupnya sehingga mampu berhubungan positif dengan orang lain, memiliki tujuan hidup yang jelas, mampu mengarahkan perilakunya sendiri, mampu bertahan dalam lingkungan, mempunyai keinginan untuk belajar guna mengembangkan potensi dalam diri. Konflik peran ganda adalah konflik yang terjadi akibat adanya pertentangan tuntutan dan harapan antara peran yang satu dengan peran yang lain, dalam hal ini peran di ranah pekerjaan dan di ranah keluarga. Populasi penelitian yaitu polisi wanita di Polrestabes Semarang yang sudah menikah. Subjek penelitian berjumlah 40 polisi wanita. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis (39 aitem; α = 0,945) dan skala konflik peran ganda (40 aitem; α = 0,942). Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan adanya hubungan negatif signifikan antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda (rxy= -0,67; p= 0,000). Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi kesejahteraan psikologis maka konflik peran ganda yang dialami rendah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah kesejahteraan psikologis maka konflik peran ganda yang dialami tinggi. Kesejahteraan psikologis memberikan sumbangan efektif sebesar 44,9% terhadap konflik peran ganda. Kata kunci : Kesejahteraan psikologis, konflik peran ganda, polisi wanita i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga pada umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal pada satu rumah. Setiap anggota keuarga memiliki perannya masing-masing yaitu seorang ayah sebagai kepala keluarga yang memiliki tugas untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagai pengayom anak serta istrinya, peran anak untuk menimbah ilmu (Gunarso, 2009). Sedangkan peran wanita sebagai seorang ibu atau istri yang bertugas mendampingi suami dan anak dalam situasi apapun dengan penuh kasih sayang, cinta, kesetiaan dan loyalitas (Kartono, 2012). Seorang wanita yang sudah menikah dan menjadi ibu terkadang memiliki dua pilihan yaitu sebagai ibu yang sepenuhnya mengurusi rumah tangga atau membantu perekonomian keluarga dengan bekerja. Saat ini sudah banyak ditemuai wanita yang bekerja. Menurut Anoraga (2009) banyak perubahan dan kemajuan diberbagai bidang dan sektor kehidupan, salah satunya muculnya fenomena baru yaitu semakin besarnya jumlah wanita yang bekerja dan semakin banyaknya wanita yang berhasil memasuki jenis-jenis pekerjaan yang tidak biasa ditempati oleh wanita. Pada dasarnya, alasan yang mendorong seorang wanita yang telah berkeluarga untuk bekerja sehingga harus meninggalkan rumah tangga dan keluarganya untuk waktu tertentu diantaranya untuk menambah penghasilan keluarga, menghindari rasa jenuh atau untuk mengisi waktu 1

2 luang, karena faktor psikologis yaitu ingin menghindari perasaan ketergantungan dari suaminya, ketidakpuasan dalam pernikahan, mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan, dan untuk memperoleh status demi pengembangan diri. Namun selain efek positif yang didapatkan dari bekerja, terdapat konsekuensi atau dampak negatif yang menyertai, yaitu wanita tidak selalu ada ketika ia sangat dibutuhkan (misalnya anak mendadak jatuh sakit, kecelakaan), kebutuhan anggota keluarga tidak semua dapat terpenuhi (misalnya suami yang menginginkan masakan istrinya, anak pulang dari sekolah dan ingin menceriterakan pengalamannya pada ibu), wanita menjadi terlalu lelah sehingga ketika pulang kerja ia tidak mempunyai waktu dan tenaga untuk bermain dengan anak, atau menemani suami dalam kegiatan-kegiatan tertentu (Latuny, 2012). Hal tersebut membuat ibu yang bekerja mengalami dilema untuk dapat memilih mana yang lebih utama sehigga ini dapat memicu konflik peran ganda pada ibu yang bekerja. Hal ini sesuai dari data menurut (Apollo & Cahyadi, 2012) perempuan yang aktif bekerja sulit menjalankan tugas sebagai istri dan berfungsi sebagai ibu dalam hal mengasuh, mendidik, merawat, dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya secara penuh. Misalnya saja harus tetap masuk kerja walaupun anak sedang sakit, atau terpaksa mengerjakan pekerjaan kantor ketika sedang bersantai bersama keluarga.

3 Menurut Putrianti (2007) banyak persoalan yang dialami oleh para wanita (ibu rumah tangga) yang bekerja di luar rumah, seperti mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang dapat menikmati peran gandanya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Ada beragam pilihan pekerjaan untuk wanita, salah satu pilihan pekerjaan wanita adalah sebagai Polisi wanita atau yang biasa dikenal dengan sebutan Polwan. Polisi wanita juga memiliki kesempatan yang sama dengan polisi pria selama menempuh pendidikan pertama (dengan standart yang berbeda) maupun jenjang karir, Polisi wanita juga dapat mencapai perwira tinggi (Yulishatin, 2008). Bedasarkan hasil wawancara pada salah satu anggota polisi wanita ibu yang bekerja sebagai anggota Polwan yang memiliki jam kerja yang terikat akan lebih rentan mengalami konflik peran ganda dari pada ibu yang bekerja sebagai wirausaha yang jam kerjanya tidak terikat. Ibu yang bekerja dengan berwirausaha yang jam kerjanya tidak terikat akan lebih mudah untuk dapat menyesuaikan sendiri waktu yang mereka miliki antara kapan mereka akan bekerja dan mengurus keluarga sedangkan, pada ibu yang bekerja sebagai Polwan tidak akan mudah untuk menyesuaikan waktu antara kapan mereka akan bekerja dan kapan akan mengurus keluarga karena jam kerja yang mereka miliki terikat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Sorongan, dkk. (2015) yang menyebutkan bahwa ibu yang

4 bekerja sebagai karyawan akan lebih rentan mengalami konflik peran ganda dari pada ibu yang berwirausaha. Wanita bekerja berada pada dewasa awal yaitu 18-40 tahun, pada periode ini terjadi penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 2003). Anggota Polwan yang berada pada fase dewasa awal dituntut untuk menjalankan peran baru seperti menjadi seorang istri, orang tua, pencari nafkah dan mengembangkan sikapsikap baru sesuai dengan peranan yang dimiliki dan juga siap menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa dengan peran-peran baru yang dijalani. Ciri-ciri individu pada masa dewasa beberapa diantaranya yaitu mencoba berbagai pekerjaan yang tepat, berada pada masa produktif, mengalami ketegangan emosional karena banyak masalah-masalah akibat peranan baru, mengalami ketegangan emosional karena banyaknya masalah yang harus diselesaikan, serta menyesuaikan diri dengan gaya hidup baru dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi akibat menjalankan peran-peran baru (Hurlock, 2003). Beberapa contoh dimasa dewasa tersebut mengarah pada kesimpulan bahwa pada masa ini individu paling banyak berpeluang untuk mengalami konflik peran ganda. Konflik peran ganda pada polisi wanita yang sudah berkeluarga dapat dilihat melalui dua arah, yaitu konflik pekerjaan-keluarga (work to family conflict), dan konflik keluarga-pekerjaan (family to work conflict). work to family conflict terjadi ketika pekerjaan mempengaruhi atau mengganggu

5 kehidupan keluarga, misalnya tuntutan pekerjaan yang tinggi yang dialami polisi wanita mengakibatkan stres dan tingkat emosi yang tinggi sehingga perhatiannya pada keluarga menjadi menurun. Sebaliknya, family to work conflict terjadi ketika keluarga mempengaruhi atau mengganggu kehidupan kerja, misalnya tugas merawat dan melayani keluarga terutama anak menimbulkan kelelahan yang pada akhirnya mengganggu konsentrasi dan performans polisi tersebut. Menurut hasil wawancara dengan salah satu anggota Polwan bahwa anggota Polwan memiliki aturan-aturan wajib seperti apel wajib diikuti pada pukul 07.00 pagi dan waktu pulang jam 03.00 sore, ditugaskan keluar kota untuk urusan dinas, lembur guna menyelesaikan pekerjaan, tuntutan pekerjaan seperti siap selama 24 jam dalam bekerja, mereka siap diperintah sewaktu-waktu dan dalam kondisi apapun. Hal tersebut sejalan dengan undang-undang kepolisian No. 9 Tahun 2000 (dalam UU Kepolisian, 2010). Hasil wawancara tersebut melatar belakangi kurangnya intensitas waktu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas bersama dengan suami dan anak dirumah. Sukanto (1992) menyatakan bahwa ibu yang bekerja sering merasa kekurangan waktu untuk bersama suami dan anak-anak bahkan untuk dirinya sendiri. Selain itu tuntutan untuk berperilaku disiplin, tegas, serta mematuhi perintah atasan yang ditanamkan sebagai anggota polisi sering membuat perilaku anggota Polwan terbawa ketika berada dengan keluarga. Adanya peran berbeda tersebut dapat memicu adanya konflik peran ganda karena

6 ketidakmampuan individu untuk menyesuaikan diri dirumah karena kebawa oleh perilaku ditempat kerja. Hal diatas menggambarkan adanya peluang terjadinya konflik peran ganda pada anggota Polwan karena tekanan dari peran pekerjaan yang saling bertentangan. Anggota Polwan yang memiliki dua peran sebagai ibu yang mengurus rumah tangga dan anggota Polisi memiliki keterbatasan dalam ruang, waktu dan energi yang menjadi dasar utama terjadinya potensi konflik antar peran. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Kusumawati (2007) yang menunjukan bahwa perilaku agresif pada wanita karier dipicu dengan adanya konflik peran pekerjaan yang berujung dengan frustasi serta adanya kelelahan yang dialami oleh wanita karier karena harus menjalankan kedua peran dalam waktu yang bersamaan. Pada penelitian tersebut terlihat bahwa individu yang memiliki dua peran jika tidak dapat diseimbangkan dengan baik maka akan menimbulkan tekanan psikologis. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengindikasikan bahwa konflik peran ganda biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jam kerja yang panjang, tugas yang berat, dan beban kerja yang tinggi (Anafarta, 2011). Ketika sebagian besar waktu, emosi, dan energi terserap dalam melaksanakan tugas pekerjaan, alokasi yang tersedia untuk keluarga menjadi berkurang. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan antara aspek pekerjaan dan keluarga. Hal inilah yang memicu terjadinya konflik peran ganda.

7 Menurut Stoner, Hartman, dan Arora (1990) salah satu factor yang mempengaruhi konflik peran ganda meliputi pemberian waktu yang tidak seimbang antara peran yang satu dengan peran yang lain. Untuk mengatasinya diperlukan kemampuan dalam menyeimbangkan peran. Kemampuan individu dalam menyeimbangkan peran didalam rumah dan lingkungan pekerjaan dapat menimbulkan perasaan bermakna serta dapat meningkatkan kepercayaan diri individu dalam pekerjaan maupun keluarga. Individu yang dapat menyeimbangkan peran antara pekerjaan dan keluarga secara baik dapat membuat konflik peran ganda menjadi rendah dan kesejahteraan psikologis individu tersebut tinggi. Perasaan bermakna dan kepercayaan diri erat kaitannya dengan kesejahteraan psikologis. Menurut Ryff (1989) kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian penuh dari fungsi individu dalam menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, dapat bersikap mandiri, mampu membina hubungan positif dengan orang lain, memiliki tujuan hidup dan dapat mengembangkan pribadinya. Kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh individu dapat mengurangi konflik peran ganda yang di rasakan, karena kesejahteraan psikologis memainkan peranan penting pada proses konflik peran yang dirasakan dalam pekerjaan baik di luar rumah sebagai perempuan karir maupun dalam rumah sebagai istri atau ibu. Kesejahteraan psikologis sangat penting bagi wanita bekerja terutama pada anggota Polwan. Karena ketidakmampuan menempatkan diri didalam rumah dan lingkungan pekerjaan kerap kali mengganggu hubungan dengan

8 keluarga dan mengakibatkan individu menjadi kurang bermakna di dalam keluarga maupun dalam pekerjaan. Mencerminkan kurangnya individu dalam menerima dirinya, dimana individu merasa tidak puas terhadap sesuatu yang dialaminya dan berpotensi memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. Bagi anggota Polwan ditempatkan keluar kota dalam jangka waktu lama merupakan tuntutan profesionalisme dari pekerjaannya dan memerlukan sikap yang positif dalam menjalankan kedua perannya. Penjelasan diatas sejalan bahwa salah satu faktor yang mengindikasikan kesejahteraan psikologis yaitu ketika seseorang mampu menerima dirinya sehingga memandang suatu peristiwa dan tuntutannya sebagai sesuatu yang positif. Pentingnya kesejahteraan psikologis mendorong sejumlah peneliti untuk meneliti variabel tersebut. Utami (2011) menjelaskan tentang gambaran kesejahteraan psikologis pada individu lanjut usia menunjukkan bahwa subjek yang tinggal di panti werdha memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi, ditunjukan dengan adanya penerimaan diri yang baik pada kondisinya dan subjek bersyukur telah menjadi dirinya sendiri. Subjek memiliki keinginan untuk mandiri, tidak merepokan orang lain dan dapat menerima dirinya secara posisi baik pada dimasa lalu maupun masa sekarang. Sependapat dengan Ryff (dalam Snyder & Lopez, 2002) dimana kesejahteraan psikologis mencakup kemampuan individu untuk dapat menerima semua hal yang telah dilaluinya secara dewasa sehingga

9 menghasilkan evaluasi yang positif dan kemampuan menentukan tindakannya sendiri. Salah satu keberhasilan individu dalam mencapai kesejahteraan psikologis ditentukan oleh kepuasan kerja. Pekerjaan merupakan salah satu sumber kesejahteraan psikologis karena dapat membentuk kemandirian bagi individu (Anoraga, 2009). Keberhasilan dalam memperoleh kesejahteraan psikologis bagi seorang wanita yang memiliki dua peran yaitu sebagai seorang ibu rumah tangga dan sebagai wanita yang bekerja dapat dilihat dari kebermaknaan terhadap kehidupannya terutama dengan berbagi peran didalam lingkungan pekerjaan maupun keluarga. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda muncul akibat tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan mengganggu permintaan waktu dan perilaku dalam keluarga yang diasumsikan akan berhubungan dengan kesejahteraan psikologis yang merupakan penilaian subjektif individu terhadap penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, mengembangkan potensi diri, menguasai lingkungan dan memiliki tujuan hidup. Dengan demikian peneliti akan mengkorelasikan antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda pada wanita yang bekerja sebagai polisi di Polrestabes Semarang.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda pada wanita yang bekerja sebagai polisi di Polrestabes Semarang. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda pada wanita yang bekerja sebagai polisi di Polrestabes Semarang. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat penelitian antara lain : 1. Manfaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi industri dan psikologi klinis serta dapat memberi gambaran mengenai keterkaitan antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda pada wanita yang bekerja sebagai polisi di Polrestabes Semarang. 2. Manfaat praktis Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada anggota Polwan mengenai kaitannya antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda, dan kepada pengambil kebijakan di lingkungan kepolisian tentang hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan konflik peran ganda pada wanita yang bekerja sebagai polisi di Polrestabes Semarang.

1

2