BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Sementara gizi buruk

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan ibu hamil dan balita sangatlah penting, sehingga Notoatmodjo (2003)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboratorium dan survey. lebih tepat dan lebih baik (Supariasa dkk., 2002).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti perawatan dan makanan

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta

BAB I PENDAHULUAN. tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi lebih dapat terjadi pada semua tahap usia mulai dari anak -

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima. Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan bertujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Salah satu unsur kesehatan yang paling penting adalah masalah gizi. Gizi sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Menurut Risulanti (2008), gizi yang cukup dapat meningkatkan daya tahan terhadap daya tahan terhadap penyakit, sedangkan anak yang mengalami kurang gizi akan mudah terkena penyakit, terutama penyakit infeksi. Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan serta perkembangan anak secara optimal. Status gizi dikatakan baik apabila makanan yang dikonsumsi seimbang, artinya jenis dan banyaknya makanan yang dimakan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Apabila yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh maka tubuh akan mengalami kegemukan, sebaliknya bila yang dimakan kurang dari yang dibutuhkan maka tubuh akan menjadi kurus dan mudah sakit (Supariasa, 2002). 1

2 Gizi kurang telah lama dikenal sebagai konsekuensi dari kemiskinan, tetapi makin jelas bahwa gizi kurang juga merupakan penyebab kemiskinan. Gizi kurang dapat menghambat perkembangan anak dan potensi penerimaan di masa depan. Kejadian ini juga menyebabkan kapasitas mental yang lebih rendah atau daya tahan tubuh terhadap penyakit yang lebih rendah sehingga produktivitasnya pun menurun (Sodikin, 2012). Gizi kurang atau buruk merupakan penyebab lebih dari setengah jumlah kematian anak di seluruh dunia. Kondisi tersebut menyerang anak secara perlahan, terus-menerus, dan sering kali tidak terdiagnosis. Anak yang menderita kurang gizi akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Menurut Santoso (2004), kekurangan gizi juga akan berkontribusi terhadap tingginya tingkat kecacatan, penyakit, dan kematian. Anak yang kekurangan gizi tidak mampu membentuk antibodi (kekebalan tubuh) sehingga menyebabkan anak-anak sering terkena penyakit. Masalah gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, baik penyebab langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi asupan zat gizi yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Sedangkan faktor penyebab tidak langsung disebabkan oleh ketidakcukupan persediaan makanan, pola asuh yang tidak memadai, kualitas pelayanan kesehatan, dan sanitasi yang kurang baik. Hal tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga (Ali, 2009).

3 Masalah gizi kurang berkaitan dengan faktor jenis kelamin dan umur. Beberapa penelitian mengenai faktor jenis kelamin dengan status gizi anak menyatakan bahwa secara umum status gizi balita perempuan lebih baik dibandingkan balita laki-laki (Arnisam, 2007). Sedangkan dari faktor umur, titik awal timbulnya kondisi kurang gizi muncul pada anak umur 6 bulan dan berlanjut sampai dengan umur 24 bulan. Di sisi lain umur 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga diistilahkan sebagai periode emas namun juga sekaligus periode kritis. Periode emas diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memiliki status gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang secara optimal. Sebaliknya, akan menjadi periode kritis apabila memiliki status gizi buruk yang dapat mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak pada masa ini maupun masa selanjutnya (Gladys, 2011). Kejadian kurang gizi pada balita juga dapat dipengaruhi oleh status gizi saat lahir, salah satunya adalah kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu berat badan lahir antara 1500-2500 gram. Bayi dengan riwayat BBLR mempunyai risiko mengalami hambatan tumbuh kembang, dan berisiko menjadi balita dengan status gizi kurang atau buruk. Bayi dengan BBLR akan tumbuh lebih lambat, hal ini disebabkan karena sejak dalam kandungan janin telah mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan akan berlanjut sampai setelah dilahirkan (Dewan Ketahanan Pangan, 2015).

4 Selain beberapa faktor di atas, status gizi juga dapat dipengaruhi oleh pola asuh dan ASI Eksklusif yang diberikan kepada anak. Pola pengasuhan anak akan sangat mempengaruhi asupan makanan dan perawatan kesehatan sehingga dapat mempengaruhi status gizi anak. Pola asuh yang baik akan berpengaruh terhadap asupan makan anak, sehingga secara tidak langsung status gizi anak juga akan turut dipengaruhi. Sedangkan pada pemberian ASI Eksklusif sendiri bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapat ASI saja sejak lahir sampai dengan 6 bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Dampak dari tidak terpenuhinya ASI Eksklusif salah satunya adalah risiko terjadinya gizi buruk (Kemenkes, 2012). Tahun 2013, di tingkat dunia, 17,0% atau 98 juta balita di negara berkembang mengalami kurang gizi (WHO, 2014). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, tahun 2013 prevalensi gizi kurang-buruk di Indonesia sebesar 19,6% (Riskesdas, 2013). Masalah kesehatan dianggap serius bila pevalensi gizi kurang-buruk antara 20,0%-29,0% dan dianggap sangat tinggi bila 30,0% (WHO, 2010). Tahun 2013 prevalensi gizi kurang-buruk Indonesia mencapai 19,6% (mendekati prevalensi tinggi) yang berarti gizi kurang-buruk masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Selain itu, melalui UNICEF (2012), fakta di Indonesia menyebutkan bahwa 1 dari 23 anak meninggal <5 tahun, dan 1 dari 3 balita terhambat pertumbuhannya.

5 Kejadian gizi buruk juga masih terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 11,2 % (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Data Dinas Kesehatan DIY tahun 2016, tahun 2013 ditemukan gizi buruk di DIY sebesar 8,01%, tahun 2014 meningkat menjadi 8,04% dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali menjadi 8,83%. Angka ini menunjukkan bahwa upaya penurunan prevalensi gizi buruk di DIY belum berjalan optimal. Dari data dinas kesehatan DIY tersebut juga diperoleh data bahwa Sleman merupakan Kabupaten dengan perubahan yang paling fluktuatif pada kasus gizi kurangburuk, tahun 2013 presentasinya 6,64%, menurun di tahun 2014 menjadi 6,31% dan tahun 2015 meningkat menjadi 7,13%. Selain dari data peningkatan status gizi buruk, kabupaten Sleman juga mengalami peningkatan yang signifikan pada kejadian balita Bawah Garis Merah (BGM). Bawah Garis Merah (BGM) merupakan standar yang biasa digunakan untuk menggambarkan status gizi balita. Pada tahun 2013, presentase BGM di Kabupaten Sleman sebesar 0,58%, menurun di tahun 2014 menjadi 0,47% dan meningkat secara signifikan di tahun 2015 menjadi 1,04% (Dinas Kesehatan DIY, 2016). Pada tahun 2013 dan 2014 Kabupaten Sleman berada diurutan 5 (terbaik), sedangkan tahun 2015 berada di urutan nomor 2 tertinggi. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dari 4,81% di tahun 2014 menjadi 4,84% di tahun 2015.

6 Puskesmas Depok 1 adalah puskesmas di wilayah Kabupaten Sleman yang juga mengalami peningkatan signifikan dan kuntinyu pada prevalensi gizi buruk. Tahun 2013 prevalensi gizi buruk di Puskesmas Depok 1 sebesar 6,71% urutan ke-12 terbaik dari 26 Puskesmas di Sleman. Tahun 2014 sebesar 5,89% urutan ke-9 terbaik, dan pada tahun 2015 presentase gizi buruk meningkat secara signifikan menjadi 11,59% pada urutan ke-25 dari 26 puskesmas. Kejadian ini juga dibarengi dengan peningkatan kasus BBLR di Puskesmas tersebut pada tahun 2015 menjadi 9,57% dari sebelumnya 8,94%. Melihat urgensi dari masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Status Gizi Anak Umur 6-24 Bulan dengan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Puskesmas Depok 1 Kabupaten Sleman B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara status gizi anak umur 6-24 bulan dengan riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di wilayah Puskesmas Depok 1 Kabupaten Sleman? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara BBLR dengan status gizi anak umur 6-24 bulan.

7 2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui status gizi anak umur 6-24 bulan dengan riwayat BBLR dan tidak BBLR di wilayah Puskesmas Depok 1. b. Mengetahui rasio prevalensi status gizi anak umur 6-24 bulan dengan riwayat BBLR di wilayah Puskesmas Depok 1. c. Mengetahui prevalensi BBLR di wilayah Puskesmas Depok 1. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan, bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar pada topik pembahasan BBLR dan status gizi, serta dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya. 2. Manfaat Praktis d. Bagi Kader Posyandu Pemanfaatan penelitian untuk sekaligus memantau cara kader dalam menimbang berat badan serta mengukur tinggi badan, sehingga apabila masih terdapat kekeliruan masih dapat diperbaiki. Selain itu, kader diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang hubungan BBLR dengan status gizi pada anak umur 6-24 bulan,

8 sehingga mampu memberikan pendampingan dan edukasi pada ibu lainnya sejak masa kehamilan. e. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dalam penelitian di masyarakat. f. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dan petugas kesehatan dalam perbaikan program pemerintah untuk mengurangi kejadian BBLR dan status gizi buruk. E. Keaslian penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No. Peneliti dan Tahun Penelitian 1. Inggar, dkk. (2017) 2. Yespy, dkk. (2016) 3. Erna (2015) 4. Leni, dkk. (2011) Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Analisis Pengaruh Berat Badan Lahir Rendah, Pemberian ASI Esklusif dan Status Gizi terhadap Perkembangan Motorik Kasar Anak umur 6-24 Bulan Pengaruh Faktor Psikologi dan Nutrisi Selama Kehamilan Terhadap Kejadian Gizi Buruk pada Balita Hubungan Riwayat Status Kesehatan Bayi dan Status Gizi Ibu Hamil Terhadap Kejadian Stunted pada Anak Umur 12-24 Bulan Pengaruh BBLR dan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Perubahan Status Stunting pada Balita di Kota dan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten Variabel bebas yang digunakan sama yaitu berat badan lahir rendah. Penelitian ini menggunakan pendekatan Variabel terikat yang digunakan, yaitu status gizi balita. Variabel bebas yaitu riwayat kesehatan bayi (BBL) Variabel Bebas yaitu BBLR Variabel terikat yang digunakan adalah perkembangan motoric. Desain penelitian yang digunakan adalah kohort restrospektif. Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Desain penelitian ini menggunakan rancangan kohort retrospektif.

9 5. Gladys, dkk. (2011) Hubungan Status Gizi dan Perkembangan Anak umur 1-2 Tahun Desain penelitian menggunakan cross sectional Variabel bebas status gizi. Variabel terikat perkembangan anak.