BAB I PENDAHULUAN. Para pendidik sangat peduli dalam mengembangkan kemampuan berpikir

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan siswa secara optimal baik secara kognitif, afektif dan. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roni Rodiyana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kemana arah hidup dan cita-cita yang ingin masyarakat capai. memerlukan pendidikan demi kemajuan kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMI CHASANAH A 54A100106

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF SISWA KELAS VIII MELALUI MODEL PENILAIAN PORTOFOLIO DI SMP NEGERI 1 KARTASURA TAHUN AJARAN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari perkembangan dan kualitas pendidikannya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran biologi pada Sekolah Menengah Atas berdasarkan Standar

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan lulusan yang dapat bersaing secara global. Untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risa Aisyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menuntut adanya suatu strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengimbangi perkembangan tersebut dituntut adanya manusia-manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

PENGARUH PENERAPAN METODE SOCRATIC CIRCLES DISERTAI MEDIA GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SKRIPSI OLEH: IHDA NURIA AFIDAH K

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. seseorang dengan lingkungan. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

I. PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi tantangan perkembangan IPTEK dalam era. melibatkan motivasi, komitmen organisasi, kepuasan pelanggan, saling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah kumpulan ilmu pengetahuan yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wahyu Handining Tyas, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LATERAL MATEMATIS SISWA MELALUI PEND EKATAN OPEN-END ED

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan. dalam perkembangan anak (Suryosubroto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para pendidik sangat peduli dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang merupakan modal utama untuk menghadapi kehidupan masa kini dan masa yang akan datang. Hal ini didukung oleh pendapat Rooijakkers dalam Arlini (1999) yang mengungkapkan bahwa seseorang yang telah menyelesaikan studinya belum tentu mengetahui semua hal. Hal ini jelas tidak mungkin dan bukan merupakan keharusan, tetapi ia harus memiliki kemampuan untuk berpikir kritis secara tepat dan berdaya guna untuk memecahkan masalah. Upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar salah satunya dengan memberikan permasalahan yang jawabannya memerlukan analisis siwa sekolah dasar. Begitupun pendapat yang dikemukakan oleh Wijaya (1996), bahwa ini berorientasi kepada pengajaran, melatih cara-cara berpikir kritis dalam menangani masalah yang dihadapi. Menurut para ahli bahwa dengan meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar akan meningkat pula hasil belajarnya. Diantara para ahli tersebut adalah Zohar (Idarat, 2002:10) yang pada penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai dalam tes kemampuan berpikir kritis dari siswa kelompok eksperimen. Pada kelompok ini dilakukan strategi mengajar berupa lebih banyak menyatukan pelajaran dengan kegiatan siswa disekitarnya, dengan menggunakan lembaran kerja, mengurangi penugasan untuk satu kelas dan 1

2 memperbanyak penugasan individu atau kelompok kecil, mengurangi ceramah guru dan memperbanyak diskusi. Sementara menurut Kogut dalam Arlini (1999: 15) mengungkapkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses belajar mengajar maka diusahakan sering memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa untuk berpikir. Selain itu perlu digunakan contoh-contoh dan ilustrasi yang dapat mendorong siswa untuk diskusi, memberi umpan balik dengan efektif dan mencontohkan proses berpikir kritis khususnya siswa sekolah dasar ke dalam bagian-bagian materi pelajaran. Sedangkan Wijaya (1996:80) mengemukakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis ada tiga cara yang dapat digunakan yaitu: 1. Mengajar untuk berpikir, yaitu upaya yang dilakukan guru mengarah pada penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif untuk berpikir, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Adapun metode mengajar lebih ditekannkan pada keterampilan memecahkan masalah. 2. Mengajar tentang berpikir, pengertiannya merujuk pada melatih cara-cara berpikir kritis dalam menangani masalah yang sedang dihadapi. Guru harus mampu melihat perbedaan cara berpikir siswa kearah berpikir kritis. 3. Mengajar melalui berpikir, pengertiannya berpusat pada upaya guru membina siswa agar sadar atas keterbatasan dirinya sehingga siswa mau berpikir kritis. Lebih jelas Wijaya (1996) mengemukakan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, guru membahas satu materi pelajaran dengan mengangkat

3 konsep-konsep yang berkaitan dengan kebutuhan siswa, kemudian guru mengajukan suatu permasalahan dari materi pelajaran yang sedang diajarkan tersebut dan siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan jawaban atas pertanyaan itu. Melalui metode belajar mengajar seperti ini diharapkan siswa tertarik untuk menelaah materi pelajaran, berpartisipasi aktif di dalamnya, dan mengerahkan kemampuan berpikir kritisnya dalam menanggapi permasalah yang timbul. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu manusia membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya mengajar kemampuan yang perlu dilakukan, tetapi juga mengajar sifat, sikap, nilai, dan karakter yang menunjang berpikir kritis. Artinya, anak-anak perlu dididik untuk berpikir kritis. Melatih anak berpikir kritis sejak muda memang dimungkinkan, tentu saja dengan mempertimbangkan tahap perkembangannya. Hal itu dapat dilakukan dengan mempersiapkan kurikulum pendidikan yang berdasarkan berpikir kritis. Paul (1994) mengusulkan strategi pengajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir dialogis dan dialektikal. Bagus Takwin, http://www.sampoernafoundation.org/content/view/88/48/lang,id/ Menurut Beck dan Dole dalam Khailir (1996: 3), para psikolog mengartikan berpikir kritis dengan istilah kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan penalaran sedangkan para pendidik dalam hal ini guru cenderung menggunakan istilah kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan

4 potensi manusia yang perlu dengan sengaja dikembangkan untuk mencapai kapasitas optimal. Penjelasan di atas dapat ditafsirkan bahwa berpikir kritis merupakan esensi di dalam pendidikan dan lebih khususnya dalam materi pelajaran yang berisi pengetahuan dan logika berpikir terhadap materi pelajaran tersebut. Berpikir kritis merupakan keterampilan yang dicirikan dengan belajar menampilkan asumsi, dedikasi, interpretasi dan evaluasi terhadap argumentasi. Berpikir kritis merupakan potensi yang ada dalam diri siswa yang harus dibangun oleh setiap tenaga-tenaga kependidikan. Berdasarkan pengamatan peneliti selama ini pembelajaran IPS yang terjadi di lapangan (di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian) terkesan bahwa guru kurang mengaitkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa dengan pelajaran yang akan diberikan. Dengan demikian siswa cenderung menghafal pelajaran tanpa memahami isinya, sehingga mereka beranggapan bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran yang membosankan. Untuk membuktikan apakah pembelajaran yang dilaksanakan pada sekolah tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Setelah dilakukannya pretes ternyata kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IVa dan IVb hasilnya hampir tidak ada perbedaan, dimana kelas IVa mendapat skor 6,97 dan kelas IVb mendapat skor 6,85 hal ini menandakan bahwa kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas IV pada umumnya relatif sama.

5 Hal ini senada dengan Guilford (Matlin. 2003) dalam pendekatan produk divergen seperti yang diungkap di atas, untuk mengukur tingkat kreativitas seseorang adalah dengan melihat hasil jawaban yang diperoleh siswa atau banyaknya membuat respon bervariasi untuk tiap item test atau kemampuan berpikir kreatif dalam berbagai arah (Ruseffendi, 2006). Menurut Bauman (1981) ketiga aspek dalam "Structure of Intellectual" model Guilford dimensi operasi, isi dan produk dapat bekerja bersama-sama untuk menciptakan (creating) ide baru. Selanjutnya Williams (Bauman, 1981) mengadaptasi pendekatan Guilford tersebut dengan mengatakan bahwa untuk mengembangkan kreativitas seseorang maka yang perlu diperhatikan adalah aspek kognitif dan afektif kemampuan kreativitas yang berhubungan dengan kognitif seseorang terdiri dari kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration). Sedangkan kemampuan kreativitas yang dihubungkan dengan afektif adalah rasa ingin tahu (curiosity), mengambil resiko (courage to take a chance), suka tantangan (willingness to challenge an idea), suka berimajinasi atau berintuisi (imagination or intuition), Pada dasarnya untuk mengembangkan penguasaan konsep yang baik dibutuhkan komitmen siswa dalam memilih belajar sebagai suatu yang bermakna, lebih dari menghafal, yaitu membutuhkan kemauan siswa mencari hubungan konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari di dalam kelas. Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara bermakna adalah dengan menggunakan metode Pembelajaran Peta Konsep, baik sebagai media maupun sebagai alat evaluasi. Metode

6 Pembelajaran Peta Konsep merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara sistematis, yaitu dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran (Pandley,1994). Salah satu pernyataan dalam teori Ausubel adalah bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 1988:). Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin dalam Dahar (1988:) mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya belajar bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan pertolongan metode Pembelajaran Peta Konsep. Metode Pembelajaran Peta Konsep dalam pendidikan sudah dikenal sejak tahun 1977 yaitu untuk pengajaran sistematik dalam pengajaran biologi (Novak, 1977). Dalam pendidikan, metode Pembelajaran Peta Konsep dapat digunakan untuk (1) menolong guru mengetahui konsep-konsep yang dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung (2) untuk mengetahui penguasaan konsep-konsep siswa dan (3) untuk menolong para siswa belajar bermakna (Dahar, 2007).

7 Selanjutnya Regis (1996) mengemukakan bahwa metode Pembelajaran Peta Konsep sangat bermanfaat bagi guru karena dapat memberikan informasi tentang apa yang telah diketahui oleh siswa, konsep apa yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya dan bagaimana siswa menghubungkannya dengan konsepkonsep lainnya. Di samping itu, metode Pembelajaran Peta Konsep dapat membantu guru untuk melihat bagaimana pengaruh pengajaran terhadap struktur kognitif siswa. Sejak dicetuskan tahun 1983, hingga kini metode Pembelajaran Peta Konsep telah diterapkan diberbagai hal. Metode Pembelajaran Peta Konsep dapat dipakai untuk mengumpulkan gagasan baru melalui curah pendapat dalam diskusi kelompok terarah. Metode Pembelajaran Peta Konsep juga telah digunakan untuk menggali miskonsepsi siswa. Metode Pembelajaran Peta Konsep juga digunakan untuk membantu meningkatkan pemahaman seseorang tentang sesuatu yang disajikan lewat tulisan. Bobby de Porter dalam Quantum Learningnya membuat tuntunan menggunakan metode Pembelajaran Peta Konsep untuk membuat catatan dan untuk membuat tulisan. Sejak diusulkan, sudah sekitar 150 penelitian tentang pengaruh metode Pembelajaran Peta Konsep pada hasil belajar. Dengan dasar pemikiran tersebut bahwa penerapan metode Pembelajaran Peta Konsep yang baik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Melihat hal tersebut di atas, betapa pentingya kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran IPS. Hal ini karena berpikir kritis merupakan suatu proses untuk menemukan kombinasi dari aturan yang lebih

8 dipelajari sebelumnya dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Hasanudin, 2007: 55) Oleh sebab itu berpikir kritis merupakan suatu proses untuk menemukan kombinasi dari aturan yang telah ada sebelumnya dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dan berpikir kritis juga merupakan kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah spesipik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkan ke arah lebih sempurna. Sedangkan kemampuan berpikir kreatif tidak kalah pentingya dalam pembelajaran IPS, hal ini dikarenakan kemampuan berpikir kreatif tidak dapat terlepas dan pembahasan tentang sikap kreatif. Menurut Carin dan Sund (1975:303) orang-orang kreatif memiliki karakteristik tertentu. Mereka memiliki rasa ingin tahu, banyak akal, mempunyai keinginan menemukan, memilih peketjaan sulit, senang menyelesaikan masalah, mempunyai dedikasi terhadap pekerjaan, berpikir luwes, banyak bertanya, memberikan jawaban yang lebih baik dari yang lainnya, mampu mensintesa, mampu melihat implikasi baru, mempunyai semangat tinggi untuk meyelidiki, dan mempunyai pengetahuan yang luas Berdasarkan latar belakang di atas, bahwasanya permasalahan dalam pembelajaran IPS di SD adalah masih digunakannya metode ekspositori yang menyebabkan siswa bersikap pasif, dan dapat menurunkan derajat pendidikan IPS menjadi pelajaran hafalan yang membosankan. Oleh karena itu harus diterapkan metode Pembelajaran Peta Konsep dengan harapan dapat meningkatkan

9 kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran IPS di SD. Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Dalam Pembelajaran IPS di SD (Quasi eksperimen pada kelas IV Sekolah Dasar Negeri-2 Palangka Palangka Raya Kalimantan Tengah) B. Rumusan Masalah Karena terlalu luasnya bahasan penelitian ini maka peneliti membatasi permasalahan penelitian ini sebagaimana diuraikan dalam rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah penerapan metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV Sekolah Dasar? 2. Apakah penerapan metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kreatif siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV Sekolah Dasar? 3. Bagaimana proses belajar mengajar dengan menerapkan metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa pada pembelajaran IPS kelas IV Sekolah Dasar?

10 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut: 1. Menganalisis bagaimana penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV Sekolah Dasar. 2. Menganalisis bagaimana penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kreatif siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV Sekolah Dasar. 3. Menganalisis bagaimana proses pembelajaran dengan penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV Sekolah Dasar D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat praktis dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Untuk guru, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam meningkatkan efektivitas dan mengembangkan kemampuan profesionalnya untuk mengadakan perubahan, perbaikan dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. 2. Untuk siswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang Metode Pembelajaran Peta Konsep yang dapat mempermudah belajar siswa dalam pembelajaran IPS di sekolah dan dapat meningkatkan

11 kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap permasalahan yang ada di sekolah dan masyarakat. E. Hipotesis 1. Penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. 2. Penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep berpengaruh secara signifikan terhadap kreatif siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional. F. Definisi Operasional Berkaitan dengan masalah yang telah dikemukakan di atas, perlu diberikan penjelasan istilah agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang pengertian kata-kata kunci (konsep) yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun istilah yang perlu di berikan penjelasan adalah sebagai berikut: 1. Metode Pembelajaran Peta Konsep, adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama (Trianto, 2007:159) Adapun langkah-langkah dalam penerapan metode Pembelajaran Peta Konsep adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep. b. Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama

12 c. Menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut d. Mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama. 2. Berpikir kritis dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama. (Nur, 2005:8). Selanjutnya, Ennis (1995), mengidentifikasi beberapa langkah berpikir kritis yaitu a. Memberikan penjelasan sederhana, b. Membangun keterampilan dasar, c. Menyimpulkan, d. Memberikan penjelasan lanjut, e. Mengatur strategi dan teknik. 3. Berpikir kreatif dapat diartikan prestasi yang istimewa siswa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan. (Mariani, 2008:) Adapun langkah-langka dalam berpikir kreatif yang diutarakan oleh Torrance dalam Adhipura (2001: 47) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu: (1) menghormati pertanyaan yang tidak biasa; (2) menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa; (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri; (4) memberi penghargaan kepada siswa; dan (5) meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk tanpa suasana penilaian.

13 G. Variabel Penelitian Variabel adalah objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 1998:99). Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penerapan metode Pembelajaran Peta Konsep adalah sebagai Variabel bebas atau independen (variable X). 2. Kemampuan berpikir kritis siswa adalah sebagai Variabel terikat atau dependen (variabel Y1). 3. Kemampuan berpikir kreatif siswa sebagai Variabel terikat atau dependen (variabel Y2). Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini diperjelas dengan kerangka pikir pada tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Variabel penelitian Variabel X Penerapan Metode Pembelajaran Peta Konsep Variabel Y1 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Variabel Y2 Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa