BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud (Depkes RI, 2009). Pembangunan kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan keluarga miskin. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak (Depkes RI, 2009). Sebelumnya bayi baru lahir yang berat badannya 2.500 g atau kurang disebut bayi prematur. Istilah prematur tersebut telah diganti menjadi berat badan lahir rendah (BBLR) oleh World Health Organization (WHO) sejak 1960, hal ini karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2.500 g pada waktu lahir adalah bayi prematur (Syafrudin dan Hamidah, 2009). Dokumentasi fenomena penelitian oleh Gruenwald (1960) menunjukkan bahwa sepertiga bayi berat lahir rendah sebenarnya adalah bayi yang lahir cukup bulan (Damanik, 2010).
Menurut WHO (2004) berat badan lahir rendah didefenisikan sebagai berat saat lahir yang kurang dari 2.500 g. Hal ini didasari dari pengamatan epidemiologi bahwa bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 g, memiliki kemungkinan dua puluh kali untuk meninggal dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat badan lebih dari 2.500 g. Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat bayi normal (usia gestasi 37 sampai dengan 41 minggu) adalah 3.200 g. Secara umum bayi berat lahir rendah dan bayi dengan berat berlebih ( 3.800 g) lebih besar risikonya untuk mengalami masalah kesehatan. Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi (Damanik, 2010). Secara garis besar angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang paling sensitif untuk mencerminkan permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu, upaya keluarga berencana (KB), kondisi kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi keluarga (Maryunani, 2010). Menurut Depkes RI (2008) yang mengutip WHO, terdapat 5 juta kematian neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang. Secara khusus angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the World s Mother (2007) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh berat badan lahir rendah (data tahun 2000-
2003). Di Indonesia, menurut survey ekonomi nasional (SUSENAS) 2005, kematian neonatus yang disebabkan oleh BBLR saja sebesar 38,85% (Maryunani dan Nurhayati, 2009). WHO (2004) menyatakan secara global berdasarkan data dari tahun 2000, lebih dari 20 juta bayi dilahirkan dengan berat lahir rendah. Pada tahun 2007 angka kematian bayi di Amerika adalah 6,8 per 1.000 kelahiran hidup, dan sekitar 16 % dari kematian tersebut disebabkan oleh prematur atau berat badan lahir rendah (Lissauer dan A.A. Fanaroff, 2013). Sebanyak 95,6 % bayi yang lahir dengan BBLR terdapat di negara-negara berkembang. Jumlah bayi dengan BBLR terkonsentrasi di dua wilayah yaitu Asia dan Afrika. Sebanyak 72% dari bayi yang lahir dengan BBLR tersebut terdapat di Asia, di mana sebagian besar kelahiran terjadi, dan sebanyak 22% lahir di Afrika. Terdapat lebih dari 1 juta bayi yang lahir dengan BBLR di Cina dan hampir 8 juta di India. Amerika Latin dan Karibia, dan Oceania memiliki jumlah bayi dengan BBLR, yaitu masing-masing sebesar 1,2 juta dan 27.000 (WHO, 2004). Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, morbiditas dan mortalitas bayi masih tinggi. Jika dilihat dari umur bayi saat meninggal berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 sekitar 47% kematian terjadi di masa neonatal dengan penyebab utama kematian adalah prematuritas dan BBLR sebesar 29% (Depkes RI, 2009). Penelitian dengan analisis lanjut dari data Riskesdas 2010 di Indonesia terdapat sebanyak 5,8% bayi memiliki berat badan lahir rendah. Hanya sekitar 11% yang sudah mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, namun terdapat
6,7 persen sampel yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD, lebih dari 60 persen keluarga sampel tergolong kelompok ekonomi menengah kebawah. Sebanyak 85 persen sampel melakukan pemeriksaan kehamilan minimal satu kali pada trimester pertama, dan hampir semua sampel yaitu 96,4 persen telah melakukan pemeriksaan kehamilan sedikitnya satu kali pada trimester kedua, dan sebanyak 87 persen sampel sedikitnya dua kali memeriksakan kehamilannya pada trimester ke-3 (Ernawati dkk, 2010). Berdasarkan penelitian Leni Sri Rahayu dan Mira Sofyaningsih di Kota dan Kabupaten Tangerang didapatkan bahwa sebanyak 88,4% bayi memiliki berat badan lahir normal sedangkan bayi yang lahir dengan BBLR ditemukan sebesar 6% (Rahayu dan Mira,2011). Dari hasil penelitian Pipit Festy di Sumenep, dari tahun 2009 sampai Maret 2010 didapatkan dari 337 bayi sebanyak 128 (38%) bayi yang memiliki berat kurang dari 2.500 g pada 5 puskesmas (Festy, 2010). Penelitian di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, dari 66 bayi yang lahir dengan BBLR didapatkan hubungan antara usia ibu dengan kejadian BBLR (p=0,000 < 0,05) dimana angka kejadian BBLR lebih tinggi pada ibu usia resiko tinggi dibandingkan pada ibu usia resiko rendah yang berpengaruh sebesar 11%. (Rahardjo dkk, 2011). Widarsa dan Ketut (2011) meenemukan hasil penelitian di RSUD Wangaya Denpasar yang menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami anemia trimester I berisiko 10 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan yang ibu hamil tidak anemia [RR=10,29; 95% CI 2,21-47,90], sedangkan ibu hamil yang mengalami anemia trimester II memiliki risiko 16 kali lebih besar
untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak anemia [RR=16; 95%CI 3,49-73,41). Tidak terdapat perbedaan angka kejadian BBLR antara anemia trimester I dengan anemia trimester II (p=0,297). Hasil survei pendahuluan di RS Santa Elisabeth Medan didapatkan sebanyak 149 bayi dengan BBLR dari tahun 2009-2013, dengan rincian yaitu 40 bayi tahun 2009, 39 bayi tahun 2010, 23 bayi tahun 2011, 40 bayi tahun 2012, 7 bayi tahun 2013. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah di RS Santa Elisabeth Medan tahun 2009-2013. 1.2 Rumusan Masalah Belum diketahuinya karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Rumah RS Santa Elisabeth Medan tahun 2009-2013. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2009-2013. 1.3.2 Tujuan khusus a. Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR menurut sosiodemografi meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan daerah asal.
b. Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR berdasarkan mediko obstetri meliputi umur kehamilan, paritas, kadar Hb, frekuensi pemeriksaan kehamilan, dan riwayat kehamilan. c. Mengetahui lama rawatan rata-rata bayi yang lahir dengan BBLR d. Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR berdasarkan keadaan waktu pulang. e. Mengetahui distribusi proporsi bayi dengan BBLR berdasarkan keadaan waktu pulang. f. Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR berdasarkan cara persalinan. g. Mengetahui distribusi proporsi umur ibu berdasarkan kategori BBLR. h. Mengetahui distribusi proporsi umur kehamilan ibu berdasarkan kategori BBLR. i. Mengetahui distribusi proporsi kadar Hb ibu berdasarkan kategori BBLR. j. Mengetahui distribusi proporsi frekuensi pemeriksaan kehamilan berdasarkan kategori BBLR. k. Mengetahui distribusi proporsi riwayat kehamilan terdahulu berdasarkan kategori BBLR. l. Mengetahui lama rawatan rata-rata bayi BBLR berdasarkan keadaan waktu pulang berdasarkan kategori BBLR.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Sebagai bahan masukan informasi untuk perencanaan bagi pihak RS Santa Elisabeth Medan dalam upaya meningkatkan perawatan dan pelayanan kesehatan bayi BBLR. 1.4.2 Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis. 1.4.3 Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis tentang bayi BBLR dan merupakan kesempatan bagi penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU.