METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

3 METODOLOGI PENELITIAN

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Model Persamaan Simultan

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

31 Universitas Indonesia

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series

PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN. Oleh: M. Rondhi, Ph.D

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN

ESTIMASI PARAMETER SISTEM MODEL PERSAMAAN SIMULTAN PADA DATA PANEL DINAMIS DENGAN GMM ARELLANO DAN BOND

IV. METODOLOGI PENELITIAN

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENERAPAN METODE TWO STAGE LEAST SQUARES PADA MODEL PERSAMAAN SIMULTAN DALAM MERAMALKAN PDRB

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. METODE PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan yang terjadi antarvariabel

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

Bab V Validasi Model

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Implikasi Kebijakan

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

Penelitian ini membahas pencapaian target makroekonomi melalui jalur-jalur

ECONOMIC MODEL FROM DEMAND SIDE: Evidence In Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dampak Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Kinerja Ekonomi Kopi di Indonesia

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR.dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hutan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan Ringkasan Rekomendasi

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan).

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

IV. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siti Nurhayati Basuki, 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

III. METODE PENELITIAN

DAMPAK TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,PAJAK, INVESTASI, DAN UPAH DI KOTA BATAM

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

IV. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

IV. METODOLOGI PENELITIAN Dalam menganalisis dampak kebijakan perdagangan terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer, digunakan model ekonometrika sebagai alat analisis, dan dibangun sesuai dengan kerangka pemikiran pada bab sebelumnya. Model operasional disusun berdasarkan model yang telah dikembangkan oleh Labys (1973) dan Sinaga (1989) dengan penekanan pada kebijakan perdagangan yang merupakan variabel kebijakan (eksogen) pada persamaan-persamaan struktural yang ada. Model struktural diharapkan merupakan representasi dari seluruh variabel endogen dan variabel eksogen yang secara operasional menghasilkan tanda dan besaran nilai-nilai penduga parameter yang sesuai dengan harapan teori ekonomi. Aspek dinamis dari persamaan struktural diakomodasikan dengan cara memasukkan variabel endogen tahun sebelumnya (lagged variables) ke dalam model dalam bentuk persamaan simultan. 4.1. Model Operasional Model Ekonometrika Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Indonesia dibentuk sebagai sistem persamaan simultan dan dinamis. Model terdiri dari empat blok yaitu blok Kayu Bulat, blok Kayu Gergajian, blok Kayu Lapis dan blok Pulp, setiap blok terdiri dari beberapa persamaan yang jumlah keseluruhannya 39 persamaan, yaitu 25 persamaan struktural dan 14 persamaan identitas. Seluruh blok merupakan satu sistem persamaan, yang menggambarkan keterkaitan kebijakan perdagangan dengan kinerja ekspor produk pengolahan kayu primer Indonesia.

62 4.1.1. Kayu Bulat 1. Produksi Kayu Bulat Domestik: QRINA = a0 + a1 DPRINAR + a2 INRTS + a3 PSDH + a4 LDNRBS + a5 UPAH + a6 LQRINA+ Ut;... (01) QRINA = Produksi Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 ) DPRINAR = Selisih Harga Kayu Bulat Domestik t dan t-1 (Rp/m 3 ) INRTS = Suku Bunga Riil (%) PSDH LDNRBS UPAH = Provisi Sumber Daya Hutan (Juta Rupiah) = Lag Dana Reboisasi (Juta Rupiah) = Upah Tenaga Kerja (Rp/hari) LQRINA = Lag Produksi Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 ) t = Tahun ke t t-1 = Time Lag (satu tahun sebelumnya) U = Error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : a1, a2, a3 > 0; a4, a5, a6 < 0 2. Ekspor Kayu Bulat Indonesia XRINA = b0 + b1 PRWORR + b2 DNTINA + b3 DQRINA + b4 DUMLRX + b5 TAXER + b6 LXRINA + Ut;... (02) XRINA = Ekspor Kayu Bulat Indonesia (1000 m 3 ) PRWORR = Harga Riil Kayu Bulat Dunia(US$/m 3 ) DNTINA = Selisih Nilai Tukar t dengan Nilai Tukar t-1

63 DQRINA = Selisih Produksi t dengan Produksi t-1 (m 3 ) DUMLRX TAXER = Dummy Larangan Ekspor = Pajak Ekspor (persen) LXRINA = Lag Ekpor Kayu Bulat (1000/m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : b1, b2, b3 > 0; b4, b5, b6 < 0 3. Penawaran Kayu Bulat Domestik SRINA = QRINA XRINA;... (03) dimana: SRINA QRINA XRINA = Penawaran Kayu Bulat Domestik = Produksi Kayu Bulat Domestik = Ekspor Kayu Bulat Indonesia 4. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian DRSINA = e0 + e1 PRINAR + e2 PSINAR + e3 DINRTS + e4 LDRSINA + Ut;... (04) DRSINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/ m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (m 3 /Rp) DINRTS = Selisih Bunga Bank pada Tahun t dengan t-1 LDRSINA = Lag Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : e1, e2>0; e3, e4<0

64 5. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis DRLINA = f0 + f1 PRINAR + f2 DPLINAR + f3 INRTS + f4 LDRLINA + Ut;... (05) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (1000 m 3 ) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/m 3 ) DPLINAR = Selisih Harga Kayu Bulat Domestik Tahun t dengan Harga Kayu Bulat Domestik Tahun t-1 INRTS = Suku Bunga Bank (persen) LDRLINA = Lag Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f1, f2>0; f3, f4<0 6. Permintaan Kayu bulat oleh Industri Pulp DRPINA = g0 + g1 PRINAR + g2 PPINAR + g3 INRTS + g4 LDRPINA + Ut;... (06) DRPINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/m 3 ) PPINAR = Harga Pulp Domestik (Rp/m 3 ) INRTS = Suku Bunga Bank (persen) LDRPINA = Lag Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) 7. Permintaan Kayu Bulat Domestik DRINA = DRSINA + DRLINA + DRPINA;... (07) DRINA = Permintaan Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 )

65 DRSINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (1000 m 3 ) DRPINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) 8. Harga Kayu Bulat Domestik PRINAR = c0 + c1 SRINA + c2 DRINA + c3 LPRWORR + c4 LPRINAR + Ut;... (08) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/m 3 ) SRINA = Penawaran Kayu Bulat (m 3 ) DRINA LPRWORR LPRINAR = Permintaan Kayu Bulat Domestik = Lag Harga Kayu Bulat Dunia = Lag Harga Riil Kayu Bulat Domestik (Rp/m3) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c1, c2>0; c3, c4<0 9. Harga Kayu Bulat Dunia PRWORR = d0 + d1 DXRINA + d2 MRWOR + d3 LPRWORR + Ut;... (09) PRWORR = Harga Riil Kayu Bulat Dunia (US$/m 3 ) DXRINA MRWOR LPRWORR = Selisih Ekspor KB Indonesia pada t dengan Lagnya = Impor Kayu Bulat Dunia = Lag Harga Kayu Bulat Dunia Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : d1 > 0; d2, d3 < 0 4.1.2. Kayu Gergajian 10. Produksi Kayu Gergajian Domestik

66 QSINA = K 1 * DRSINA;... (10) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000 m 3 ) K 1 = Konstanta Rendemen Kayu Gergajian (0,50) DRSINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) 11. Ekspor Kayu Gergajian ke Cina XSCIN = h0 + h1 DPSWORR + h2 PSINAR + h3 QSINA + h4 NTINA + h5 GDCIN + h6 TW + h7 LXSCIN + Ut;... (11) XSCIN = Ekspor Kayu Gergajian ke Cina (1000 m 3 ) DPSWORR = Selisih Harga Riil Dunia Kayu Bulat dengan Harga Lagnya (US$/m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000 m 3 ) NTINA = Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ GDCIN TW LXSCIN = GDP Cina = Kecenderungan Waktu = Lag XSCIN Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : h1, h2, h3, h4 > 0; h5, h6, h7 < 0 12. Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang XSJPN = i0 + i1 PSWORR + i2 PSINAR + i3 QSINA + i4 NTINA + i5 FPOJPN + i6 LXSJPN + Ut;... (12)

67 XSJPN = Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang (1000m 3 ) PSWORR = Harga Kayu Gergajian Dunia (US $/m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000m 3 ) NTINA FPOJPN = Nilai Tukar Rupiah = Pertumbuhan Penduduk Jepang (persen) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : i1, i2, i3 > 0; i4, i5, i6 < 0 13. Ekspor Kayu Gergajian ke Arab Saudi XSARB = j0 + j1 PSWORR + j2 PSINAR + j3 QSINA + j4 NTINA + j5 TW + j6 LXSARB + Ut;... (13) XSARB = Ekspor Kayu Gergajian ke Arab Saudi (1000 m 3 ) PSWORR = Harga Dunia Kayu Bulat (US $/m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000 m 3 ) NTINA = Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW LXSARB = Kecenderungan Waktu = Lag Ekspor Kayu Gergajian ke Arab Saudi Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : j1, j2, j3 > 0; j4, j5, j6 < 0 14. Ekspor Kayu Gergajian Indonesia XSINA = XSCIN + XSJPN + XSARB + XSOTH;. (14) dimana:

68 XSINA XSCIN XSJPN XSARB XSOTH = Ekspor Kayu Gergajian Indonesia = Ekspor Kayu Gergajian ke Cina = Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang = Ekspor Kayu Gergajian ke Arab = Ekspor Kayu Gergajian ke Negara Lain 15. Ekspor Kayu Gergajian Dunia XSWORT = XSINA + XPWOTH;.. (15) dimana: XSWORT XSINA XPWOTH = Ekspor Kayu Gergajian Dunia = Ekspor Kayu Gergajian Indonesia = Ekspor Kayu Gergajian Negara Lain 16. Penawaran Kayu Gergajian Domestik SSINA = QSINA - XSINA;... (16) dimana: SSINA QSINA = Penawaran Kayu Gergajian Domestik = Produksi Kayu Gergajian Domestik 17. Permintaan Kayu Gergajian Domestik DSINA = k1 DPSINAR + k2 PLINAR + k3 GDINA + k4 TW + k5 LDSINA + Ut;... (17) DSINA = Permintaan Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 ) DPSINAR PLINAR GDINA = Selisih Harga KG pada t dengan Harga lagnya = Harga Riil Kayu Lapis Domestik = Produk Domestik Bruto Indonesia

69 TW = Kecenderungan Waktu LDSINA = Lag Permintaan Kayu Gergajian (1000 m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : k1, k2, k3 > 0; k4, k5 < 0 18. Harga Kayu Gergajian Domestik PSINAR = m0 + m1 SSINA + m2 DDSINA + m3 PSWORR + m4 LPSINAR + Ut;... (18) PSINAR = Harga Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) SSINA DDSINA = Penawaran Kayu Gergajian Domestik = Selisih Permintaan Kayu Gergajian (KG) pada t dengan Permintaan KG pada t-1 PSWORR = Harga Riil Kayu Gergajian Dunia (US$/m 3 ) LPSINAR = Lag Harga Kayu Gergajian Domestik(Rp/m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : m1, m2 > 0; m3, m4 < 0 19. Harga Kayu Gergajian Dunia PSWORR = l0 + l1 XSWORT + l2 DMSWORT + l3 LPSWORR + Ut;... (19) PSWORR = Harga Kayu Gergajian Dunia (US$/m 3 ) XSWORT = Ekspor Kayu Gergajian Dunia DMSWORT = Selisih Impor Kayu Gergajian Dunia pada Tahun t dengan Impor Kayu Gergajian pada t-1 LPSWORR = Lag PSWORR

70 Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : l1, l2 > 0; l3 < 0 4.1.3. Kayu Lapis 20. Produksi Kayu Lapis Domestik QLINA = K 1 * DRLINA;... (20) QLINA = Produksi Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 ) K 1 = Konstanta Rendemen Kayu Lapis (0,55) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (1000 m 3 ) 21. Ekspor Kayu Lapis ke Cina XLCIN = n0 + n1 DPLWORR + n2 PLINAR + n3 QLINA + n4 FNTINA + n5 TW + n6 LXLCIN + Ut;... (21) XLCIN = Ekspor Kayu Lapis ke Cina (1000 m 3 ) DPLWORR = Harga Riil Kayu Lapis Dunia (US$/m 3 ) PLINAR = Produksi Kayu Gergajian (m 3 ) QLINA = Produksi Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 ) FNTINA = Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW LXLCIN = Kecenderungan Waktu = Lag XLCIN Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : n1, n2, n3>0; n4, n5, n6<0 22. Ekspor Kayu Lapis ke Jepan

71 XLJPN = o0 + o1 DPLWORR + o2 DPLINAR + o3 QLINA + o4 FNTINA + o5 TW + o6 LXLJPN + Ut;... (22) XLJPN = Ekspor Kayu Lapis ke Jepang (m 3 ) DPLWORR DPLINAR = Selisih Harga Kayu Lapis Dunia pd t dengan lagnya = Selisih Harga Kayu Lapis pada t dengan Harga Kayu Lapis pada t-1 QLINA = Produksi Kayu Lapis Indonesia (1000 m 3 ) FNTINA = Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW = Kecenderungan Waktu LXLJPN = Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang pada t-1 (1000 m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : o1, o2, o3 > 0; o4, o5, o6 < 0 23. Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan XLKRA = p0 + p1 DPLWORR + p2 DPLINAR + p3 QLINA + p4 FNTINA + p5 TW + p6 LXLKRA + Ut;... (23) XLKRA = Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan (1000 m 3 ) DPLWORR DPLINAR = Selisih Harga Kayu Lapis Dunia pada t dengan Harga Kayu Lapis Dunia pada t-1 = Selisih Harga Kayu Lapis Domestik pada t dengan Harga Kayu Lapis Domestik pada t-1 QLINA = Produksi Kayu Lapis Indonesia (1000 m 3 ) FNTINA = Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW = Kecenderungan Waktu LXLKRA = Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan pada t-1 (1000 m 3 )

72 Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : p1, p2, p3 > 0; p4, p5, p6 < 0 24. Ekspor Kayu Lapis Indonesia XLINA = XLCIN + XLJPN + XLKRA + XLOTHR ; (24) dimana: XLPINA XLCIN XLPJPN XLPKRA XLPOTHR = Ekspor Kayu Lapis Indonesia = Ekspor Kayu Lapis ke Cina = Ekspor Kayu Lapis ke Jepang = Ekspor Kayu Lapis ke Korea = Ekspor Kayu Lapis ke Negara Lain 25. Ekspor Kayu Lapis Dunia XLWORT = XLINA + XLWOTH;... (25) dimana: XLWORT XLINA XLWOTH = Ekspor Kayu Lapis Dunia = Ekspor Kayu Lapis Indonesia = Ekspor Kayu Lapis Negara Lain 26. Penawaran Kayu Lapis Domestik SLINA = QLINA - XLINA;... (26) dimana: SLINA = Penawaran Kayu Lapis Domestik 27. Permintaan Kayu Lapis Domestik DLINA = q1 PLINAR + q2 PSINAR + q3 GDINA + Ut;... (27) DLINA = Permintaan Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 )

73 PLINAR = Harga Riil Kayu Lapis Domestik (Rp/m 3 ) PSINAR = Harga Kayu Riil Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) GDINA = Produk Domestik Bruto Indonesia Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : q1, q2 > 0; q3 < 0 28. Harga Kayu Lapis Domestik PLINAR = s1 SLINA + s2 DDLINA + s3 PLWORR + s4 LPLINAR + Ut;... (28) PLINAR = Harga Kayu Lapis Domestik (Rp/m 3 ) SLINA = Penawaran Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 ) DDLINA PLWORR = Selisih Penawaran Kayu Lapis Domestik pada t dengan Suplai Kayu Lapis t-1 = Harga Riil Kayu Lapis Dunia LPLINAR = Lag Harga Kayu Lapis Domestik (Rp/m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : s1, s2>0; s3, s4< 0 29. Harga Kayu Lapis Dunia PLWORR = r0 + r1 DXLWORT + r2 MLWOR + r3 LPLWORR + Ut;... (29) PLWORR = Harga Kayu Lapis Dunia (US $) DXLWORT MLWOR = Selisih Ekspor Kayu Lapis Dunia pada t dengan Ekspor Kayu Lapis pada t-1 = Impor Kayu Lapis Indonesia LPLWORR = Harga Riil Kayu Lapis Dunia pada t-1 (US $)

74 Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : r1, r2 > 0; r3 < 0 4.1.4. Pulp 30. Produksi Pulp Domestik QPINA = K 1 * DRPINA;... (30) QPINA = Produksi Pulp Domestik (1000 ton) K 1 = Konstanta Rendemen Pulp (0,25) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) 31. Ekspor Pulp ke Cina XPCIN = t0 + t1 DPPWORR + t2 DPPINAR + t3 QPINA + t4 DNTINA + t5 TW + t6 LXPCIN + Ut;.. (31) dimana: XPCIN = Ekspor Pulp ke Cina (m 3 ) DPPWORR DPPINAR QPINA = Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1 (US $) = Selisih Harga Pulp Domestik pada t dengan Harga Pulp Domestik pada t-1 (Rp/m 3 ) = Produksi Pulp Domestik DNTINA = Selisih Nilai Tukar pada t dengan Nilai Tukar pada t-1 TW LXPCIN = Kecenderungan Waktu = Lag Ekspor Pulp ke Cina (ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : t1, t2, t3 > 0; t4, t5, t6 < 0 32. Ekspor Pulp ke Jepang

75 XPJPN = u0 + u1 DPPWORR + u2 DPPINAR + u3 QPINA + u4 DNTINA + u5 TW + u6 LXPJPN + Ut;.. (32) XPJPN DPPWORR DPPINAR QPINA = Ekspor Pulp ke Jepang (ton) = Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1 (US $) = Selisih Harga Pulp Domestik pada t dengan Harga Pulp Domestik pada t-1 (Rp/m 3 ) = Produksi Pulp Domestik DNTINA = Selisih Nilai Tukar pada t dengan Nilai Tukar pada t-1 (Rp/m3) TW LXPJPN = Kecenderungan Waktu = Ekspor Pulp ke Jepang (ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : u1, u2, u3 > 0; u4, u5, u6 < 0 33. Ekspor Pulp ke Korea Selatan XPKRA = v0 + v1 DPPWORR + v2 DPPINAR + v3 QPINA + v4 DNTINA + v5 TW + v6 LXPKRA + Ut;... (33) XPKRA DPPWORR DPPINAR QPINA DNTINA TW = Ekspor Pulp ke Korea Selatan (ton) = Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1 (US $) = Selisih Harga Pulp Domestik pd t dengan lagnya = Produksi Pulp Domestik (1000 ton) = Selisih Nilai Tukar Rupiah pada t dengan Nilai Tukar Rupiah pada t-1 = Kencenderungan Waktu

76 LXPKRA = Lag Ekspor Pulp ke Korea Selatan (ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : v1, v2, v3 > 0; v4, v5, v6 < 0 34. Ekspor Pulp Indonesia XPINA = XPCIN + XPJPN + XPKRA + XPOTHR ;.. (34) dimana: XPINA XPCIN XPJPN XPKRA XPOTHR = Ekspor Pulp Indonesia = Ekspor Pulp ke Cina = Ekspor Pulp ke Jepang = Ekspor Pulp ke Korea = Ekspor Pulp ke Negara Lain 35. Ekspor Pulp Dunia dimana: XPWORT = XPINA + XSWOTH;... (35) XPWORT XPINA XSWOTH = Ekspor Pulp dunia = Ekspor Pulp Indonesia = Ekspor Pulp Negara Lain 36. Penawaran Pulp Domestik SPINA = QPINA - XPINA;... (36) dimana: SPINA QPINA = Penawaran Pulp Domestik = Produksi Pulp Indonesia 37. Permintaan Pulp Domestik DPINA = x0 + x1 LPPINAR + x2 GDINA + x3 LDPINA + Ut;.. (37)

77 DPINA GDINA LDPINA = Permintaan Pulp Domestik = GDP Indonesia = Lag Permintaan Pulp Domestik Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : x1, x2 > 0; x3 < 0 38. Harga Pulp Domestik PPINAR = y0 + y1 LSPINA + y2 DPINA + y3 PPWORR + y4 LPPINAR + Ut;... (38) PPINAR LSPINA DPINA PPWORR LPPINAR = Harga Pulp Domestik (Rp/ton) = Lag SPINA = Permintaan Pulp Domestik (ton) = Harga Pulp Dunia (US$/ton) = Lag Harga Pulp Domestik (Rp/ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : y1, y2 > 0; y3, y4 < 0 39. Harga Pulp Dunia PPWORR = w1 LXPWORT + w2 MPWOR + w3 LPPWORR + Ut;..(39) PPWORR LXPWORT MPWOR LPPWORR = Harga Pulp Dunia = Lag Ekspor Pulp Dunia = Impor Pulp Dunia = Lag Harga Pulp Dunia Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : w1, w2 > 0; w3< 0

78 4.2. Identifikasi Model Sebelum melakukan pendugaan model dilakukan identifikasi model untuk menentukan metode pendugaan yang akan digunakan. Jika suatu persamaan struktural (atau model secara keseluruhan) under identified, maka parameterparameternya tidak dapat diduga dengan metode ekonometrika. Jika persamaan (atau model) exactly identified, maka metode yang paling tepat digunakan adalah Indirect Least Squares (ILS), sedangkan jika over identified maka berbagai metode dapat digunakan seperti Two Stage Least Squares (2SLS) atau Three Stage Least Squares (3SLS). Identifikasi model dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengujian terhadap model struktural (order condition) atau pengujian terhadap model reduced form (rank conditions) (Koutsoyiannis, 1978). Dalam studi ini digunakan cara yang pertama karena lebih sederhana dan lebih mudah dari cara yang kedua. Persyaratan agar suatu persamaan dikatakan teridentifikasi (identified) adalah jika jumlah seluruh variabel (endogen dan predetermined) yang tidak terdapat dalam persamaan yang bersangkutan, tetapi termasuk kedalam persamaan-persamaan lainnya, sekurang-kurangnya harus sebanyak jumlah seluruh variabel endogen dalam model (sistem persamaan) dikurang satu. Dalam notasi dapat dituliskan sebagai berikut (Koutsoyiannis, 1978) : Jika : (K - M) < (G - 1), maka persamaan under identified (K - M) = (G - 1), maka persamaan exactly identified (K - M) > (G - 1), maka persamaan over identified G = Jumlah total persamaan (jumlah total variabel endogen) K = Jumlah total variabel dalam model (endogen dan predetermined)

79 M = Jumlah variabel (endogen dan eksogen) dalam persamaan yang diidentifikasi. Model yang dibangun terdiri dari 25 persamaan struktural, 3 persamaan teknis produksi dan 11 persamaan identitas. Menggunakan pengujian model struktural (order condition) menghasilkan bahwa model Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Indonesia over identified. 4.3. Metode Pendugaan Model Secara umum metode 3 SLS akan memberikan parameter dugaan yang lebih efisien secara asimtotik dari pada metode 2 SLS, tetapi metode 3 SLS lebih sensitif terhadap jumlah sampel dan kesalahan spesifikasi. Jika ada satu perubahan spesifikasi pada salah satu persamaan dalam sistem dapat mempengaruhi nilai dugaan parameter lainnya. Disamping itu metode 3 SLS memerlukan data sampel yang lebih besar dari pada metode 2 SLS, jika semua parameter persamaan strukturalnya diduga pada waktu yang sama (Koutsiyannis, 1978). Johnston (1972) dalam Sinaga (1989), menyebutkan bahwa berbagai tipe studi Monte Carlo menunjukkan bahwa metode yang konsisten dan efisien secara asimtotis adalah metode 2SLS, karena memberikan parameter dugaan yang paling mantap (robust). Disamping itu telah diterima sebagai pendekatan persamaan tunggal yang paling penting untuk menduga model yang over identified dan menggambarkan pemakaian yang lebih umum. Karena model Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Indonesia over identified maka digunakan metode 2 SLS untuk menduga parameter persamaan struktural. Hal ini juga dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan data sampel

80 dan kemungkinan perubahan spesifikasi model untuk alternatif analisis simulasi kebijakan. 4.4. Validasi Model Untuk mengetahui apakah model yang dibangun cukup baik digunakan untuk simulasi, evaluasi dan peramalan dampak alternatif kebijakan, maka terlebih dahulu dilakukan validasi model melalui simulasi dasar dinamik dengan metode Gauss-Seidel. Suatu model valid apabila nilai-nilai dugaan peubah endogen yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai aktualnya. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu model adalah Mean Percentage Error (MPE), Root Mean Square Percentage Error (RMSPE) dan koefisien U-Theil, dimana semakin kecil nilai MPE, RMSPE dan U-Theil maka model semakin baik. Ketiga ukuran tersebut dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut: T MPE = 1/T ( Y s t - Y a t ) / Y a t t=1 T RMSPE = [ 1/T {( Y s t - Y a t ) / Y a t } 2 ] 0.5 t=1 dimana: T = Jumlah periode (tahun) simulasi Y s t = Nilai estimasi pengamatan pada periode ke-t Y a t = Nilai pengamatan aktual pada periode ke-t Koefisien U-Theil digunakan untuk uji statistik dan berhubungan dengan error simulasi. Disamping itu juga digunakan untuk mengevaluasi hasil simulasi historis (Pindyck dan Rubinfeld, 1981). Proporsi bias U M, U S dan U C merupakan

81 indikator bias berdasarkan sumbernya. U M menunjukkan indikasi terjadinya error sistem karena hanya mengukur deviasi nilai rata-rata hasil simulasi dari data aktualnya. Dengan demikian diharapkan nilai U M mendekati nol, berapapun nilai U-Theil yang diperoleh. U S mencerminkan kemampuan model untuk mengikuti perilaku data aktual dari peubah yang diamati, dimana semakin kecil nilai U S maka akan semakin baik daya prediksi model yang dibangun. U C merupakan bias residu dari U M dan U S, dan sering disebut sebagai error yang bukan berasal dari sistem (nonsystematic error) serta nilainya harus mendekati satu. T [ 1/T (Y s t - Y a t ) 2 ] 0.5 t=1 U-Theil = T T [1/T (Y s t ) 2 ] 0.5 + [1/T (Y a t ) 2 ] 0.5 t=1 t=1 U M = (Y s t - Y a t ) 2 (1/T) (Y s t - Y a t ) 2 U S = ( s - a ) 2 (1/T) (Y s t - Y a t ) 2 U C = 2(1 - ) s a (1/T) (Y s t - Y a t ) 2

82 Y s t, Y a t, s, dan a masing-masing merupakan rata-rata dan standar deviasi dari Y s t dan Y a t. Hubungan antara ketiga proporsi bias tersebut adalah : U M + U S + U C = 1. Untuk setiap nilai U > 0, seharusnya U M = U S = 0 dan U C = 1. Namun demikian hal itu sulit dipenuhi, oleh karena itu untuk memperoleh nilai prediksi yang baik, nilai U M dan U S adalah mendekati 0 dan nilai U C mendekati 1. 4.5. Simulasi Kebijakan Simulasi kebijakan dilakukan untuk mengevaluasi berbagai dampak kebijakan pemerintah yang diwakili oleh nilai variabel bebas atau variabel penjelas terhadap variabel endogen. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka untuk simulasi kebijakan periode 1980-2002 atau simulasi historis kebijakan yang akan disimulasikan adalah: 1. Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) terhadap kayu bulat, PSDH dikenakan pada setiap kayu bulat yang diproduksi dan besarnya dapat berubah sesuai dengan kebijakan Pemerintah. Dalam simulasi di prediksi PSDH naik 10 persen dari tarif yang berlaku. Hal ini untuk mengimbangi kenaikan normatif inflasi. 2. Kenaikan pungutan Dana Reboisasi 20 persen dari tarif yang berlaku, dengan asumsi bahwa dana reboisasi saat ini masih terlalu rendah karena pada dasarnya adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan, dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu, atas pemungutan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi, pembangunan, HTI (Hutan Tanam Indonesia), dan rehabilitasi lahan.

83 3. Depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 10 persen atau senilai 90% dari nilai tukar yang berlaku. 4. Kenaikan suku bunga bank 20 persen dari rata-rata suku bunga bank yang berlaku dengan asumsi tingkat resiko di bidang kehutanan meningkat sehingga bunga bank untuk investasi industri meningkat. 5. Kenaikan upah tenaga kerja kehutanan 10 persen dari tarif yang berlaku, kenaikan ini pada dasarnya hanya untuk mengimbangi kenaikan inflasi yang secara normatif kebijakan makro ekonomi ditekan dibawah 10 persen. 6. Penghapusan larangan ekspor kayu bulat (log): kebijakan larangan ekspor kayu bulat bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari kayu bulat dengan diolah melalui industri pengolahan kayu primer di dalam negeri yaitu industri kayu gergajian, industri kayu lapis, dan industri pulp. Implikasinya dari kebijakan ini harga kayu bulat di dalam negeri menjadi murah. Pengurangan produksi kayu bulat melalui kebijakan soft landing - 50 persen dari produksi satu tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil simulasi historis tersebut dan juga mempertimbangkan relevansinya maka ada perbedaan kebijakan yang akan disimulasikan untuk peramalan tahun 2007-2010 yaitu skenario: 1. Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) terhadap kayu bulat. Dalam simulasi di prediksi PSDH naik 10 persen dari tarif yang berlaku. Hal ini untuk mengimbangi kenaikan normatif inflasi. 2. Kenaikan pungutan Dana Reboisasi 20 persen dari tarif yang berlaku, dengan asumsi bahwa dana reboisasi saat ini masih terlalu rendah karena

84 pada dasarnya adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan, dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu, atas pemungutan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi, pembangunan, HTI (Hutan Tanam Indonesia), dan rehabilitasi lahan. 3. Penurunan suku bunga bank 5 persen dari rata-rata suku bunga bank yang berlaku, dengan asumsi bahwa pemerintah akan memberi insentif melalui penurunan bunga bank bagi industri perkayuan untuk lebih bersaing ditingkat internasional, mengingat bahwa investasi dibidang kehutanan memerlukan jangka waktu lama untuk pengembalian investasinya. 4. Penghapusan larangan ekspor kayu bulat (log): kebijakan larangan ekspor kayu bulat bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari kayu bulat yang diolah menjadi produk industri pengolahan kayu primer di dalam negeri yaitu produk kayu gergajian, produk kayu lapis, dan produk pulp. 5. Kenaikan upah tenaga kerja kehutanan 10 persen dari tarif yang berlaku, kenaikan ini pada dasarnya hanya untuk mengimbangi kenaikan inflasi yang secara normatif melalui kebijakan makro ekonomi ditekan dibawah 10 persen. 6. Pengurangan kuota produksi kayu bulat melalui kebijakan soft landing -50 persen dari produksi satu tahun sebelumnya. 7. Pengurangan kuota ekspor kayu bulat 50 persen. 8. Penawaran kayu bulat domestik naik 50 persen 9. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4 dan 5 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan

85 suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat dan kenaikan upah tenaga kerja 10 persen. 10. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan penurunan kuota produksi kayu bulat 50 persen. 11. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 7 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan penurunan kuota ekspor kayu bulat 50 persen. 12. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 8 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan kenaikan jumlah penawaran kayu bulat domestik 50 persen. 4.6. Sumber Data Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, Food and Agricultural Organization (FAO), International Tropical Timber Organization (ITTO) dan Departemen Kehutanan, serta hasil penelitian terdahulu yang masih relevan terhadap materi penelitian.