PENGARUH MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA SKRIPSI



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Mengajar itu adalah seni. Itulah salah satu ungkapan yang menunjukkan ciri guru yang kreatif dan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN HIDROKARBON KELAS X SMA PGRI PEKANBARU

Febriani, RRP. Megahati S, Novi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatra Barat

Afif Yuli Candra Prasetya dan Suliyanah Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya

Citra Yunita dan Khairul Amdani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Pembelajaran Kooperatif

Derlina dan Bintang Nainggolan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

EFEKTIVITAS METODE KUIS INTERAKTIF DAN EXPLICIT INTRUCTION PADA PRESTASI BELAJAR MAHASISWA STKIP PGRI NGAWI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No.1 ISSN

Rezki Hidayat*, Maria Erna **, R Usman Rery*** NO Hp:

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DISERTAI MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI KELAS X SMA NEGERI 4 PARIAMAN

Pengaruh Model Direct Instruction Berbantuan Simulasi Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Siswa

PENGARUH PENERAPAN QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERMAIN JAWABAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN KOLOID DI KELAS XI IPA SMA

PENERAPAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP KARTIKA 1-7 PADANG ARTIKEL OLEH: ZUMRATUN HASANAH

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

RIDA BAKTI PRATIWI K

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK BESARAN DAN SATUAN

Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning

*keperluan Korespondensi, HP: , ABSTRAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH PENERAPAN SERVICE LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah. dasar itu khususnya adalah pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan tentang

PENGARUH MODEL COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 LUBUKLINGGAU ABSTRAK

PENGARUH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA PEMBELAJARAN CONCEPT SENTENCE DAN KONVENSIONAL (JURNAL) Oleh : Evi Mivtahul Khoirullah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMP PADA MATERI GAYA DAN HUKUM NEWTON T.

OLEH: SITI FATIMAH NIM. E1M

Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

PENERAPAN STRATEGI BELAJAR AKTIF TIPE EVERYONE IS A TEACHER HERE

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DI SERTAI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE EVERYONE IS A TEACHER HERE

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN JIGSAW DAN STAD TERHADAP TINGKAT AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INDEX CARD MATCH

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

1) Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret 2) Dosen Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT. Keywords: Demonstration method, LKS, cognitive domain.

Heny Wahyuningdyah dan Retno Hasanah Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2013

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGJATI

PENGKONSTRUKSIAN KONSEP FISIKA MELALUI PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

The Effect Model Problem Based Learning on Learning Outcomes Biology Class X SMAN 1 Palembayan. ABSTRACT

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MAHASISWA MELALUI DIRECT INSTRUCTIONAL PADA MATAKULIAH PENGANTAR AKUNTANSI

Maryetta Evi Hariati: Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 0

Novita Susanti, Jimmi Copriady dan Islamias Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Riau

Citra Yunita dan Khairul Amdani Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Unimed

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik Ditinjau Dari Sikap Dan Pemahaman Konsep Matematis Siswa

Sriningsih Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya,

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV PADA MATA PELAJARAN PKN

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

(The Influence of Based Inquiry Learning Model Type of Guided Inquiry to The Students Learning Achievement on Ecosystem) ABSTRACT

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

Iramaya Fridayanti Sinaga dan Nurdin Siregar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan ABSTRAK

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN QUIZ TEAM PADA MATA KULIAH LOGIKA KOMPUTER DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JAMUR DI KELAS X SMK NEGERI 1 RAMBAH TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

Nia Wati dan Suliyanah Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 03 No. 02 Tahun 2014, ISSN:

Abstract. Key word : problem based learning model, approach and environment concepts, ecosystem.

PENGARUH METODE EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN GETARAN DAN GELOMBANG

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS TEKS ESKPLANASI SISWA KELAS XI SMA SWASTA BUDISATRYA MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016

ABSTRAK. Kata kunci: Pembelajaran Matematika, Matematika Realistik, komunikasi matematika.

Jurnal Bionatural, Volume 4 No. 1,Maret 2017 ISSN:

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA PADA MATERI POKOK GERAK LURUS DI KELAS X SMA SWASTA UISU MEDAN

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PAIKEM PADA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI DIFERENSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA3 SMAN I PALOPO

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SCRAMBLE DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADAPOKOK BAHASAN HIDROKARBON DI KELAS X SMAN 1 UJUNGBATU

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPS KELAS IX SMP NEGERI 3 KOTA JAMBI SKRIPSI OLEH

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika STKIP PGRI Sumatera Barat 2

Ismawati, Maria Erna, dan Miharty Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMAN 1 BATANG ANAI

PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING

Anggita Stefany K.D dan Suliyanah Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan, yaitu penerapan strategi pembelajaran Inquiry pada pembelajaran. matematika dan pembelajaran konvensional.

Wawat Suryati STKIP-PGRI Bandar Lampung ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis,

ARTIKEL PENELITIAN OLEH: HELMI SUSANTI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

MODEL INKUIRI DENGAN TIPE INTEGRATED PADA PEMBELAJARAN IPA DI SMP ARTIKEL. Oleh. Etik Khoirun Nisa NIM

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA ELAS X-1 SMA NEGERI 12 BANJARMASIN MELALUI PENERAPAN MODEL PENGAJARAN LANGSUNG PADA POKOK BAHASAN GERAK MELINGKAR

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE TRUE OR FALSE

Wirakaryati dan Jurubahasa Sinuraya Jurusan Fisika FMIPA Unimed)

Farita Sukma*, Elva Yasmi Amran **, Rini*** No.

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (5E) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS BIOLOGI SISWA KELAS X SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

Oleh : ATIKA MUSLIMAH DEWI

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PROBLEM POSING DALAM MEWUJUDKAN ACTIVE JOYFULL EFFECTIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Darussalam 23111, Banda Aceh. ABSTRAK. Kata Kunci: Kooperatif Tipe Jigsaw, Pencemaran Lingkungan, Berpikir Kritis.

BAB III METODE PENELITIAN. bentuk Nonequivalent Control Group Design karena pada kenyataanya penelitian

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 13BANDAR LAMPUNG

Transkripsi:

PENGARUH MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA (Kuasi Eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh SOFIYAH NIM : 1030163717 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/010 M

LEMBAR PENGESAHAN PENGARUH MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA (Kuasi Eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh SOFIYAH NIM : 1030163717 Pembimbing I Pembimbing II Dr. Zulfiani, M. Pd. Erina Hertanti, M. Si. NIP. 19760309 00501 00 NIP. 1970419 199903 00 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/010 M

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH Skripsi berjudul : "Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa", oleh : Sofiyah, NIM : 1030163717, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada, 03 Sepetember 010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh Gelar Sarjana S.1 (S.Pd.) dalam Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta, September 010 Panitia Ujian Munaqasyah Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA) Baiq Hana Susanti, M.Sc. NIP. 1970009 0003 001...... Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA) Nengsih Juanengsih, M.Pd. NIP. 19790510 00604 001...... Penguji I Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si. NIP. 19540310 198803 1 001...... Penguji II Drs. Hasian Pohan, S. Pd. M. Si NIP. 130 805 861...... Mengetahui, Dekan Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. NIP. 19571005 198703 1 003

LEMBAR UJI REFERENSI No. Footnote BAB I 1 Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, artikel ini diakses pada tanggal 09 April 010 dari http://gudangmakalah.blogspot.com/009/08/pengaruhpembelajaran-fisika-dengan.html Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas, artikel ini diakses pada tanggal 09 April 010 dari http://id-jurnal.blogspot.com/009/09/skripsipembelajaran-fisika-dengan.html 3 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 09 April 010 dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/009/03/mod el-pengajaran-langsung.html 4 Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu allimat NW Pancor, artikel ini diakses pada tangggal 09 Agustus 010 di http://satutikrahayu.blogspot.com/008/11/pdm.html), h. 17 5 Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching; Evidence and Practice, nd Edition, (London : SAGE Publication, Ltd, 005), h. 9 BAB II 1 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 007), h.6 Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat, (Jakarta : Depdiknas, 00), h. 18 3 Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning, artikel ini diakses pada tanggal 19 Maret 010 dari http://xpresiriau.com/teroka/artikel-tulisan-pendidikan/ teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning/ Dosen Pembimbing I II 4 Trianto, Op. Cit., h. 7 5 Ibid., h. 8 6 Ibid.,

7 Ibid., 8 Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 008), h. 14 9 Trianto, Op. Cit., h. 9 10 Baharuddin, Op. Cit., h. 17 11 Trianto, Op. Cit., h. 30 1 Ibid., 13 Ibid., h. 30 14 Anwar Holil, Teori Pembelajaran Sosial, artikel ini diakses pada tanggal 9 Agustus 010 di http://anwarholil.blogspot.com/009/01/teori-pembelajaransosial.html. 15 Ibid., 16 S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya : Unesa-University Press, 000), h. 13 17 Ibid.,h. 14 18 Ibid., h. 15 19 Trianto, Op. Cit., h.. 33 0 1 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/009/03/model -pengajaran-langsung-direct.html Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung, artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://kanreguru.wordpress.com/009/1/57

Ibid., 3 Muhammad Faiq Dzaki, Op. Cit., 4 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6 5 Ibid., h. 3 6 Hari Van Java, Model Pembelajaran Langsung (Direct atau Directive Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 13 Mei 010 di http://educationforourcountry.com/modelpembelajaran-langsung. 7 Baharuddin, Op. Cit., h. 97 8 Ibid., h. 98 9 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 5 30 Ibid., h. 7 31 Ibid., h. 8 3 Anwar Holil, Model Pengajaran Langsung, artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://anwarholil.blogspot.com/ 009/01/model-pengajaranlangsung.html 33 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 8-9 34 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 17 35 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 005), h. 90 36 Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, (Pustekkom, Jurnal Teknodik, Edisi No. 1/VII/Oktober/003), h. 188

37 Ibid., 38 Sri Esti W. Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Gramedia, 006), h. 41 39 40 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 001), h. 164-165 Tatang M. Amirin, Taksonomi Bloom Versi Baru, artikelini diakses pada tanggal 9 Agustus 010 di http://tatangmanguny. ordpress.com/ 001/01/19/taksonomibloom-versi-baru/) 41 Ibid., 4 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 117 43 Ibid., h. 118 44 Ella Yulaelawati, Psikologi Pendidikan Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung : Pakar Raya, 004), h. 60 45 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 119 46 Tatang M. Amirin, Op. Cit., 47 48 49 I Wayan Distrik, Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung, artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://pustakailmiah.unila.ac.id/009/07/16/modelpembelajaran-langsung-dengan-pendekatan-kontekstualuntuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajarfisika-siswa-sman-13-bandar-lampung/. Sidik Purnomo, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 007/008, artikel ini diakses pada tanggal 0 Agustus 010 di http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id161 A. Grummy W, dkk., Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA, (Surabaya : FT Unesa, 004), h.14

50 Ibid., h. 15 51 S. Kardi dan Muh. Nur, Op. Cit., h. 17 5 1 Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks, artikel ini diakses pada tanggal 0 Agustus 010 di http://www.docstoc.com/doc/93108/efektivitasmetode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai BAB III Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 008), h. 98 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito, 001), h. 161 dan h. 168 3 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 00), h. 7 4 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 001), h. 79, h. 100-101, h. 08, dan h. 13 5 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet. ke-1, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 003), h. 64 6 Sudjana, Op. Cit., h. 466-467,h. 61-63 BAB IV 1 Nurman, Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI), artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://nurmanspd.wordpress.com/009/08/1/modelpembelajaran-direct-instruction-di/. Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks, artikel ini diakses pada tanggal 0 Agustus 010 di http://www.docstoc.com/doc/93108/efektivitasmetode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai.

3 4 S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya : Unesa-University Press, 000), h. 17 Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu allimat NW Pancor, artikel ini diakses pada tangggal 09 Agustus 010 di ; http://satutikrahayu.blogspot.com/008/11/pdm.html), h. 66

ABSTRAK SOFIYAH (1030163717). Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan rancangan nonequivalent control. Penelitian dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat pada tanggal 4 Mei hingga 1 Juni 010. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII-1 (menggunakan model direct instruction) dan kelas VIII- (menggunakan model konvensional). Pemilihan kedua kelas ini berdasarkan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif dengan bentuk tes berupa soal pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya sebanyak 40 butir soal. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah Uji Liliefors untuk uji normalitas, Uji Bartlett untuk uji homogenitas dan Uji t (t-test) untuk uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction) terhadap hasil belajar fisika siswa. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji hipotesis terhadap hasil posttest kedua kelas. Hasil yang diperoleh adalah nilai t hitung adalah 6,76 dan t tabel pada taraf signifikansi 5% untuk dk 58 adalah sebesar,00. Terlihat bahwa nilai t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung adalah -,00 < 6,76 atau,00 < 6,76. Kata kunci : hasil belajar fisika, model pengajaran langsung. i

ABSTRACT SOFIYAH (1030163717). The Influence of Direct Instruction Models to Result Learn The Student Physics. S1 thesis of Physics Education Department, Faculty of Tarbiya and Teaching Training, State Islamic university of Syarif Hidayatullah Jakarta, 010. This research aim to know the influence of Direct Instruction (DI) Models to result learn the student physics in the light concepts. Research method is used quasi experiment with the nonequivalent control group design. An experiment in SMP Islamiyah Ciputat at May 4 th June 1 th of 010. The research was done in VIII-1 class (that used Direct Instruction) and VIII- class (that used conventional models). Defining these two classes as sample based on purposive sampling technique. Instrument these was used in the research is test instrument that is multiple choice which have been tested by the validity and reliability as much 40 items. In this research, the analysis technique used is Liliefors test to test the normality, Bartlett test to test the homogenity, and t-test to there are significant affect of DI to student achievement. Based on result of the analysis, get conclusion that there are the influence in significant of Direct Instruction to result learn the student physics. The conclusion is based on result of statictical test of analysis test of hypotesis in both of posttest result of classes. The result get is, t 0 price is 6,76 and t table price in degree of significance 5% for the dk of 58 is,00. Can be seen that t tabel < t hitung or t tabel < t hitung price is -,00 < 6,76 or,00 < 6,76. Keywords : physics subject achievement, Direct Instruction. ii

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahken keharibaan Nabi Muhammad SAW beserta keluara, para sahabat dan semoga hingga kepada ummatnya yang selalu mengikuti langkahnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana (Srata 1) pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengungkapkan terima kasih kepada : 1. Ibunda Chilafiyah dan Ayahanda Abdul Aziz Ismail, yang telah memotivasi penulis selama proses penyusunan serta memberikan dukungan secara moril dan materil. Semoga Allah selalu memberikan kasih sayangnya kepada keduanya sebagaimana mereka menyayangi peneliti sampai saat ini.. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta stafnya. 3. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Zulfiani, M. Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Erina Hertanti, M. Si., Dosen Pembimbing II, yang dengan sabar telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, nasehat, arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Para dosen Prodi Pendidikan Fisika, yang telah mencurahkan pengabdiannya mentransformasi ilmu akademik serta kesungguhannya dalam mendidik insaninsan akademis menjadi pribadi yang beriman, berakhlak dan berwawasan. iii

6. Kepala SMP Islamiyah Ciputat beserta wali kelas dan para guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. 7. Mas dan Mbakku A. Komar, Istirochah, Syaiful Azis, A. Chaeron, Choiriyah, Nurchasanah, Cholifah, A. Ichsan, dan keponakanku yang selalu memberikan senyum dan tawa yang manis mereka dalam mengiringi setiap langkahku. 8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 003, khusus Febi, Reni, Te Fina, Te Upie, Liana, Nurokhman, Mas amah, dan Ucie. 9. Khusus untuk Aa yang selalu memberikan semangat dan meluangkan waktunya kepada penulis selama kegiatan penulisan. Demikian ungkapan terima kasih yang dapat penulis haturkan kepada semua phak. Tiada balasan yang setimpal kecuali dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Jakarta, Agustus 010 M Ramadhan 1431 H Penulis iv

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 5 C. Pembatasan Masalah... 5 D. Perumusan Masalah... 5 E. Tujuan Penelitian... 6 F. Manfaat Penelitian... 6 BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR, PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teoretis... 7 1. Teori Belajar Konstruktivisme... 7 a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky... 8. Teori Pembelajaran Sosial... 10 a. Pemodelan (Modelling)... 10 b. Penguatan Diri (Self-Regulatuin)... 13 3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI)... 13 a. Pengertian Direct Instruction... 13 b. Ciri-ciri Direct Instruction... 16 c. Tujuan Direct Instruction... 16 d. Sintaks Direct Instruction... 17 e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan... f. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction... 4. Hakikat Hasil Belajar Siswa... 3 a. Pengertian Belajar... 3 b. Pengertian Hasil Belajar... 5 B. Hasil Penelitian yang Relevan... 30 C. Kerangka Pikir... 3 D. Pengajuan Hipotesis... 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 36 v

B. Metode Penelitian... 36 C. Populasi dan Sampel... 37 D. Teknik Pengumpulan Data... 37 E. Instrumen Penelitian... 38 F. Teknik Analisis Data... 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Data... 49 B. Hasil Analisis Data... 53 C. Pembahasan Hasil Penelitian... 56 D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian... 59 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 61 B. Saran... 61 DAFTAR PUSTAKA... 6 LAMPIRAN-LAMPIRAN... vi

DAFTAR GAMBAR Gambar.1. Bagan Kerangka Pikir... 34 Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Hasil Belajar Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 50 Gambar 4.. Diagram Batang Skor Hasil Belajar Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 5 vii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel.1. Sintaks Direct Instruction... 18 Tabel 3.1 Rancangan Penelitian The Pretest-Posttest Control Group Design... 36 Tabel 3. Kriteria Validitas... 39 Tabel 3. 3 Kriteria Reliabilitas... 40 Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran... 41 Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda... 4 Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian... 43 Tabel 4.1. Hasil Penelitian Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 51 Tabel 4.. Hasil Penelitian Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 53 Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian... 53 Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data Posttest... 54 Tabel 4.5. Kesimpulan Uji Normalitas... 55 Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest... 55 viii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Pretest Kelas Kontrol... 65 Lampiran. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Kontrol... 68 Lampiran 3. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Pretest Kelas Eksperimen... 71 Lampiran 4. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Ekeperimen... 74 Lampiran 5. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Kontrol... 77 Lampiran 6. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Kontrol... 80 Lampiran 7. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Eksperimen... 83 Lampiran 8. Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest Kelas Eksperimen... 86 Lampiran 9. Penghitungan Uji Homogenitas Data Pretest... 89 Lampiran 10. Penghitungan Uji Homogenitas Data Posttest... 91 Lampiran 11. Penghitungan Uji Hipotesis Data Pretest... 93 Lampiran 1. Penghitungan Uji Hipotesis Data Posttest... 95 Lampiran 13. Nilai N-Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 97 Lampiran 14. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Kontrol... 98 Lampiran 15. Penghitungan Mean, Median, Modus, dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Eksperimen... 101 Lampiran 16. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain Kelas Kontrol... 104 Lampiran 17. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen... 107 Lampiran 18. Penghitungan Homogenitas N-Gain... 110 Lampiran 19. Penghitungan Uji Hipotesis N-Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 11 ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam mempunyai tujuan pengajaran antara lain agar siswa menguasai konsep-konsep IPA dan mampu menerapkan memecahkan masalah terkait dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam teknologi. 1 Artinya bahwa pembelajaran fisika harus menjadikan siswa tidak hanya sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing) tentang konsep-konsep IPA, melainkan harus menjadikan siswa untuk berbuat (learning to do), mengerti dan memahami (to understand) konsep-konsep tersebut dan menghubungkan keterkaitan suatu konsep dengan konsep lain. Agar kegiatan pembelajaran Fisika dapat sesuai dengan apa yang diharapkan, maka sejak dini harus dikembangkan keterampilan siswa untuk dapat membuktikan dan menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain. Keterampilan tersebut dapat dikembangkan baik dengan cara kegiatan demonstrasi, percobaan, ataupun melalui praktikum atau eksperimen di laboratorium. Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang dalam pelaksanaan pembelajarannya diperlukan banyak keterampilan mendasar, yaitu mengobservasi atau mengamati, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan berpresentasi. Hal tersebut bertujuan meningkatkan keterampilan mendasar siswa untuk dapat memahami proses penemuan suatu konsep. Namun kenyataanya, pembelajaran Fisika hanya menekankan pada aspek penguasaan konsep. Hal tersebut menyebabkan kurangnya pelaksanaan latihan keterampilan bagi siswa, sehingga learning to do dalam pembelajaran 1 Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, (Tersedia : http://gudangmakalah.blogspot.com/009/08/pengaruh-pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses pada tanggal 09 April 010) Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas, (Tersedia : http://id-jurnal.blogspot.com/009/09/skripsi -pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses pada tanggal 09 April 010) 1

belum tercapai. Sebagian besar pembelajaran Fisika dilakukan dengan model pengajaran konvensional, sehingga siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah guru dituntut untuk memilih model yang sesuai dengan konsep yang akan disampaikan untuk meningkatkan hasil belajar Fisika siswa. Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. 3 Pada pelajaran fisika kelas VIII, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat konsep cahaya. Dalam konsep cahaya, siswa dituntut untuk mampu menerapkan optika tentang cahaya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Pada konsep cahaya terdapat tingkat kerumitan berpikir. Pertama, tingkat paling bawah berupa informasi faktual, yaitu pengetahuan deklaratif sederhana atau pengetahuan tentang sesuatu, seperti pengetahuan tentang cahaya atau rumus-rumus cermin atau lensa. Kedua, Pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu pengetahuan prosedural atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, seperti melakukan percobaan untuk mengetahui arah rambatan cahaya. Oleh sebab itu, pengajaran yang menekankan pada pengetahuan berbuat (learning to do) dengan meragakan atau menirukan kembali yang dilakukan oleh guru sangat penting agar dapat memahami konsep tersebut. 3 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), (Tersedia : http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/009/03/model-pengajaran-langsung.html. Diakses pada tanggal 09 April 010)

3 Pengajaran alternatif yang sesuai pada konsep tersebut adalah mencoba menerapkan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Pada kenyataannya, peran guru dalam pembelajaran sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa. Proses belajar mengajar model Direct Instruction dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek dan kerja kelompok. Dalam menggunakan Direct Instruction, seorang guru juga dapat mengkaitkan dengan diskusi kelas dan belajar kooperatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Kardi, bahwa seorang guru dapat menggunakan Direct Instruction untuk mengajarkan materi atau keterampilan baru dengan diskusi kelompok. Hal tersebut bertujuan untuk melatih siswa berpikir, menerapkan keterampilan yang baru diperolehnya, serta membangun pemahamannya sendiri tentang materi pembelajaran 4. Model Direct Instruction menuntut dan membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar. Hal itu diperkuat dengan adanya penelitian pada tahun 1996 oleh Reynold dan Farell yang merupakan penelitian komparasi bertaraf internasional. Salah satu contohnya adalah yang berjudul World Apart Report. Laporan ini menjelaskan perbandingan metode yang digunakan di Inggris dan Singapura. Para penulis laporan ini menemukan fakta bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa di kedua Negara itu adalah penggunaan pengajaran interaktif whole-class yang merupakan salah satu faktor utama Direct Instruction (DI). 5 4 Muh. Makhrus, Laporan Penelitian Dosen Muda : Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa Kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok BAhasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu allimat NW Pancor, (STKIP Hamzanwadi Selong : 007), h. 17 5 Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching; Evidence and Practice, nd Edition, (London : SAGE Publication, Ltd, 005), h. 9

4 Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba melakukan penelitian eksperimen yang berjudul : Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Guru selalu menekankan pada pemahaman konsep fisika.. Siswa kurang memiliki keterampilan dalam melakukan sesuatu (learning to do). 3. Siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran fisika. 4. Kurang tepatnya guru dalam pemilihan model pengajaran pada konsep cahaya. 5. Rendahnya hasil belajar fisika siswa. C. Pembatasan Masalah Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk diteliti semua karena keterbatasan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil kognitif saja. Ranah kognitif yang dinilai berdasarkan taksonomi Bloom tercakup pada tingkatan C1 hafalan (recall), C pemahaman (comprehension), C3 penerapan (application), dan C4 analisis (analysis).. Konsep materi pelajaran yang diberikan kepada siswa selama penelitian adalah cahaya yang diajarkan pada semester ganjil kelas VIII. D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh model pengajaran langsung (direct instruction/di) terhadap hasil belajar fisika siswa?

5 E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan model pengajaran langsung (Direct Instruction). F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar fisika, dapat mengurangi kebosanan, dan menambah pengalaman belajar selama pembelajaran fisika berlangsung.. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan untuk menggunakan model pengajaran yang efektif dalam pembelajaran fisika.

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teoretis 1. Teori Belajar Konstruktivisme Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menetapkan pengetahuan mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. 1 Konstruktivisme adalah suatu faham bahwa siswa menyusun atau membangun sendiri pengertian dan pemahamannya dari pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan awal yang dimilikinya. Ide pokoknya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan, tantangan berfikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran. Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa atau peserta 1 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 007), h.6 Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat, (Jakarta : Depdiknas, 00), h. 18 7

8 didik anak tangga yang membawa siswa akan pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut. Berpijak dari uraian di atas, maka pada dasarnya aliran konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. 3 Belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. 4 Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya. Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat, mendengar, mencium, menjamah, dan merasakannya. Hal ini menampakkan bahwa pengetahuan lebih menunjukkan pada pengalaman seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri. 5 a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Teori Vygotsky menekankan pentingnya peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Menurut Vygotsky belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone of proximal development, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone ini juga dapat dirtikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa. Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih antara kegiatan yang dapat dikerjakan oleh seseorang dengan kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Singkatnya, 3 Trianto, Op. Cit., h. 8 4 Ibid., 5 Ibid.,

9 perkembangan zone proximal tergantung oleh intensifnya interaksi antara seseorang dengan lingkungan sosial. 6 Contoh zone proximal dalam pembelajaran yaitu ketika akan mengajarkan materi pembiasan cahaya, siswa harus memiliki prasyarat pengetahuan yang berkaitan dengan cahaya, seperti siswa sudah memahami bahwa lintasan cahaya pada medium homogen adalah lurus, siswa dapat memberikan contoh-contoh pembiasan dan pemantulan cahaya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki prasyarat pengetahuan seperti itu, maka dalam menyampaikan materi hukum pembiasan cahaya akan lebih mudah dipahami siswa, di samping pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa tersebut. 7 Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding adalah memberikan dukngan dan bantuan kepada seorang anak pada awal pembelajaran, kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah anak mampu untuk memecahkan problem dari tugas yang dihadapinya. 8 Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri. Contoh dalam pembelajaran adalah pada pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hukum pemantulan cahaya, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa berupa penjelasan tentang langkah-langkah pelaksanaan eksperimen, atau bantuan berupa diskusi tentang rangkuman materi yang terkait dengan pemantulan cahaya. 9 6 Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 008), h. 14 7 Trianto, Op. Cit., h. 9 8 Baharuddin, Op. Cit., h. 17 9 Trianto, Op. Cit., h. 30

10 Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strtategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri. 10 Ringkasnya dalam teori Vygotsky adalah bahwa siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran.. Teori Pembelajaran Sosial Teori pembelajaran sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini juga disebut belajar melalui observasi atau teori pemodelan perilaku. Teori pembelajaran sosial menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran perilaku dan penekanannya pada proses mental internal. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), yang merupakan salah satu langkah penting dalam Direct Instruction. 11 a. Pemodelan (Modelling) Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat perilaku orang lain. Ada dua pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau Vicarious Conditioning. Apabila seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur gurunya karena melakukan sesuatu perbuatan tertentu dan kemudian siswa lain yang melihat peristiwa itu memodifikasi perilakunya seolah-olah dia sendiri 10 Ibid., 11 Ibid., h. 30

11 yang telah menerima pujian atau teguran yang dialami orang lain atau Vicarious Reinforcement. 1 Kedua, pembelajaran melalui pengamatan dimana seseorang (pengamat) meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat sedang memperhatikan. Sering model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh orang secara langsung, tetapi dapat juga menggunakan seorang pemeran visualisasi tiruan sebagai model. 13 Adapun tahap-tahap belajar melalui pengamatan (modeling) adalah perhatian, retensi, produksi, dan motivasi. 1) Atensi (Perhatian) Menurut hasil penelitian Bandura, pengamat dapat memperhatikan tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut jelas dan tidak terlampau kompleks. Dari segi model Direct Instruction, pengetahuan tersebut dapat diberikan pada awal pembelajaran, yaitu : 14 a) Pengajar dapat menggunakan isyarat yang ekspresif seperti menepuk tangannya atau menggunakan benda-benda aneh yang dapat menarik perhatian siswa. b) Pengajar dapat membagi beberapa keterampilan dalam beberapa sub-sub keterampilan, lalu diajarakan secara terpisah. ) Retensi Bandura menemukan bahwa retensi suatu pengamatan (tingkah laku) dapat dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan observasi dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang bermakna baginya dan mengulang secara kognitif setelah memahami 1 Ibid., 13 Ibid., 14 Ibid., h. 7

1 hal tersebut mengajar dapat memanfaaatkan langsung untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : 15 a) Untuk mengaitkan keterampilan baru dengan pengetahuan awal siswa, pengajar dapat bertanya kepada siswa untuk membandingka keterampilan baru yang telah didemonstrasikan dengan sesuatu yang telah diketahui, dan dapat dilakukannya. b) Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, pengajara dapat menyediakan periode latihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergilir baik fisik maupun mental. 3) Produksi Memberikan kesempatan praktek kepada siswa melakukan kegiatan/keterampilan yang baru dipelajari merupakan tahap yang sangat penting. Meskipun demikian Bandura menemukan bahwa pengaturan waktu dan macam umpan balik yang diberikan pengajar merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan. Terutama pada awal pembelajaran, umpan balik perlu diberikan sesegera mungkin, positif dan korektif. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pengajar yang menggunakan model Direct Instruction ialah melalui pemodelan korektif yang mencakup kegiatan-kegiatan berikut : 16 a) Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru, pengajar seyogyanya memberi pujian sesegera mungkin pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar, lalu mengidentifikasi adanya keterampilan bagian yang masih menimbulkan permasalahan. b) Untuk memperbaiki keterampilan yang salah, pertama kali pengajar perlu mendemonstrasikan kinerja yang benar, kemudian siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasainya. 4) Motivasi 15 Ibid., 16 Ibid., h.7-8

13 Penguatan memegang peranan dalam pembelajaran melalui pengamatan. Apabila seseorang mengantisipasi akan memperoleh penguatan pada saat meniru suatu model, maka ia akan lebih termotivasi untuk menaruh perhatian, mengingat, dan memproduksi perilaku itu. Di samping itu penguatan penting dalam mempertahankan pembelajaran. Seseorang yang mencoba suatu perilaku baru tidak mungkin untuk tetap melakukan tanpa penguatan. Di dalam kelas, tahap motivasi dari pembelajaran pengamatan kerap kali terdiri atas pujian atau angka yang baik. 17 b. Penguatan Diri (Self-Regulation) Konsep penting lainnya dalam belajar pengamatan adalah pengaturan diri (self Relugation). Menurut bandura bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberikan penguatan (reinforcement) atau dengan hukuman (punishment) terhadap dirinya sendiri. Untuk dapat membuat pertimbanganpertimbangan ini, seseorang harus mempunyai harapan tentang penampilan sendiri. Penguatan dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara langsung dan dialami oleh orang lain, menentukan sejauh mana perilaku yang baru itu akan ditampilkan. 18 3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) a. Pengertian Direct Instruction Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Direct Instruction atau directive instruction adalah pembelajaran langsung. Dalam pendidikan, model ini sering disebut dengan Model Pengajaran Langsung (MPL). Menurut Arends, 17 A. Grummy W, dkk., Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA, (Surabaya : FT UNESA, 004), h. 10 18 Muh. Mahkrus, dkk., Op. Cit., h. 8

14 A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model. 19 Menurutnya, model yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan pengetahuan secara tahap demi tahap adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction). Keterampilan dasar yang dimaksudkan dapat berupa aspek kognitif maupun psikomotorik, dan juga informasi lainnya yang merupakan landasan untuk membangun hasil belajar yang lebih kompleks. Sebelum siswa dapat memperoleh dan memproses sejumlah besar informasi yang akan diterimanya, mereka harus menguasai terlebih dahulu strategi belajar seperti membuat catatan dan merangkum isi materi bacaan. Sebelum siswa dapat berpikir secara kritis, mereka perlu menguasai keterampilan dasar yang berkaitan dengan logika, membuat referensi dari data, dan mengenal ketidakobyektifan dalam presentasi. 0 Dalam pelaksanaannya, guru mempunyai peran tanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik. 1 Menurut Arends, yaitu : The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and 19 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), (Tersedia : http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/009/03/model-pengajaran-langsung-direct.html) 0 Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung, (Tersedia : http://kanreguru.wordpress.com/009/1/57) 1 Ibid.,

15 declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion. Arends menyatakan bahwa model Direct Instruction didesain secara khusus untuk membantu proses pengajaran siswa pada pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, serta dapat dilakukan secara tahap demi tahap. Adapun yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. 3 Proses pembelajaran dengan model pengajaran langsung ini diharapkan pemahaman pengetahuan deklaratif dan prosedural dapat meningkatkan keterampilan dasar dan keterampilan akademik siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Carin bahwa Direct Instruction secara sistematis menuntut dan membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar dari masing-masing tahap demi tahap. 4 Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Direct Instruction adalah model pengajaran yang dilakukan guru secara langsung dalam mengajarkan keterampilan dasar dan didemonstrasikan langsung kepada siswa dengan tahapan yang terstruktur. Model pengajaran langsung diharapkan dapat menjadi penunjangnya proses kegiatan belajar mengajar untuk guru dan siswa, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai dengan baik dan hasil belajar yang diperoleh dapat meningkat dengan baik pula. Muhammad Faiq Dzaki, Op. Cit., 3 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6 4 Muh. Mahkrus, dkk., Op. Cit., h. 16

16 b. Ciri-ciri Direct Instruction Model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. c. Tujuan Direct Instruction Beberapa peneliti menggunakan pembelajaran langsung bertujuan untuk merujuk pada pola-pola pembelajaran di mana guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa dengan latihanlatihan terbimbing. Tujuan utama pembelajaran langsung (direktif) adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Beberapa temuan dalam teori perilaku di antaranya adalah pencapaian siswa yang dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa dalam belajar/tugas dan kecepatan siswa untuk berhasil dalam mengerjakan tugas sangat positif. Dengan demikian, model pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan berorientasi pada pencapaian akademik. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya, guru dapat menggunakan berbagai media, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dsb. Menurut Arends, bahwa para pakar teori belajar membedakan dua macam pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan katakata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, contohnya siswa akan dapat menyebutkan sifat-sifat cahaya. Pengetahuan prosedural adalah

17 pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, contohnya siswa akan dapat membuktikan hukum pemantulan cahaya ketika melakukan percobaan dengan cermin datar. Sering kali penggunaan pengetahuan prosedural memerlukan prasyarat berupa pengetahuan deklaratif. Para guru selalu menghendaki agar siswanya memperoleh kedua macam pengetahuan tersebut, supaya siswa dapat melakukan suatu kegiatan dan melakukan segala sesuatu dengan berhasil. d. Sintaks Direct Instruction Ada lima tahap yang harus diketahui guru dalam menggunakan pembelajaran langsung, yaitu (1) guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran khusus serta menginformasikan latar belakang dan pentingnya materi pembelajaran, () guru menginformasikan pengetahuan secara bertahap atau mendemonstrasikan secara benar, (3) guru membimbing pelatihan awal dengan cara meminta siswa melakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan yang telah dilakukan guru dengan panduan LKS, (4) guru mengamati kegiatan siswa untuk mengetahui kebenaran pekerjaannya sambil memberi umpan balik, (5) guru memberikan kegiatan pemantapan agar siswa berlatih sendiri menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bentuk tugas. 5 Secara sistematis dapat dilihat pada tabel.1. 6 5 Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 18 6 S. Kardi dan Moh. Nur, Op.Ccit, h. 8

18 Fase 1 Tabel.1 Sintaks Direct Instruction Fase Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Fase Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Fase 3 Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal Membimbing pelatihan Fase 4 Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, Mengecek pemahaman danmemberi umpan balik memberikan umpan balik Fase 5 Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, Memberikan kesempatan untukdengan perhatian khusus pada pelatihan lanjutan dan penerapan penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari. Kelima fase dalam pengajaran langsung dapat dijelaskan secara detail seperti berikut: 7 1) Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Siswa a) Menjelaskan Tujuan Para siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu. Guru mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa siswanya melalui rangkuman rencana pembelajaran dengan cara menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan informasi tertulis pada papan buletin, yang berisi tahap-tahap dan isinya, 7 Anwar Holil, Model Pengajaran Langsung, (Tersedia : http://anwarholil.blogspot.com/ 009/01/model-pengajaran-langsung.html)

19 serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap. Dengan demikian siswa dapat melihat keseluruhan alur tahap pelajaran dan hubungan antar tahap-tahap pelajaran itu. b) Menyiapkan Siswa Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang akan dipelajari. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan mengulang pokok-pokok pelajaran yang lalu, atau memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa tentang pokok-pokok pelajaran yang lalu. ) Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan Kunci keberhasilan pada fase ini yaitu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif. a) Menyampaikan informasi dengan jelas Kejelasan informasi atau presentasi yang diberikan guru kepada siswa dapat dicapai melalui perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran yang baik. Dalam melakukan presentasi guru harus menganalisis keterampilan yang kompleks menjadi keterampilan yang lebih sederhana dan dipresentasikan dalam langkah-langkah kecil selangkah demi selangkah. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi/presentasi adalah: (1) kejelasan tujuan dan poin-poin utama, yaitu menfokuskan pada satu ide (titik, arahan) pada satu waktu tertentu dan menghindari penyimpangan dari pokok bahasan/lks; () presentasi selangkah demi selangkah; (3) prosedur spesifik dan kongkret, yaitu berikan siswa contoh-contoh kongkrit dan beragam, atau

0 berikan kepada siswa penjelasan rinci dan berulang-ulang untuk poin-poin yang sulit; (4) pengecekan untuk pemahaman siswa, yaitu pastikan bahwa siswa memahami satu poin sebelum melanjutkan ke poin berikutnya, ajukan pertanyaan kepada siswa untuk memonitor pemahaman mereka tentang apa yang telah dipresentasikan, mintalah siswa mengikhtisarkan poin-poin utama dalam bahasan mereka sendiri, dan ajarkan ulang bagian-bagian yang sulit dipahami oleh siswa, dengan penjelasan guru lebih lanjut atau dengan tutorial sesama siswa. b) Melakukan demonstrasi Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa sebagian besar yang dipelajari berasal dari pengamatan terhadap orang lain. Tingkah laku orang lain yang baik maupun yang buruk merupakan acuan siswa, sehingga perlu diingat bahwa belajar melalui pemodelan dapat mengakibatkan terbentuknya tingkah laku yang kurang sesuai atau tidak benar. Oleh karena itu, agar dapat mendemonstrasikan suatu keterampilan atau konsep dengan berhasil, guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponennya. 3) Menyediakan Latihan Terbimbing Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan pelatihan terbimbing. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang baru atau yang penuh tekanan. Beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dalam menerapkan dan melakukan pelatihan adalah seperti berikut : a) Siswa diberikan tugas latihan singkat dan bermakna.

1 b) Berikan pelatihan sampai benar-benar menguasai konsep/keterampilan yang dipelajari. c) Hati-hati terhadap kelebihan dan kelemahan latihan berkelanjutan (massed practice) dan latihan terdistribusi (distributed practiced). d) Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan. 4) Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik Pada pengajaran langsung, fase ini mirip dengan apa yang kadang-kadang disebut resitasi atau umpan balik. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Beberapa pedoman dalam memberikan umpan balik efektif yang patut dipertimbangkan oleh guru seperti berikut: a) Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan. b) Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik. c) Konsentrasi pada tingkah laku, dan bukan pada maksud. d) Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. e) Berikan pujian dan umpan balik pada kinerja yang benar. f) Apabila memberikan umpan balik yang negatif, tunjukkan bagaimana melakukannya dengan benar. g) Bantulah siswa memusatkan perhatiannya pada proses dan bukan pada hasil. h) Ajari siswa cara memberi umpan balik kepada dirinya sendiri, dan bagaimana menilai kinerjanya sendiri. 5) Memberikan Kesempatan Latihan Mandiri Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran pada pengajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mandiri, merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan baru yang diperolehnya secara mandiri. Pekerjaan rumah diberikan berupa kelanjutan pelatihan atau persiapan untuk pembelajaran berikutnya.

d. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama dan demonstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama. Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik. e. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dirancang secara langsung untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan keterampilan dasar yang diajarkan selangkah demi selangkah. Keterampilan dasar yang didemonstrasikan atau dimodelkan dengan selangkah demi selangkah akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dilihat dari beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian Stalling, dkk menunjukkan bahwa guru yang mengorganisasikan kelasnya yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran terstruktur menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil belajar yang tinggi pula. Adapun kelemahan model pengajaran langsung adalah kurang cocok untuk mengajarkan keterampilan sosial

3 atau kreativitas, proses berpikir tingkat tinggi dan konsep-konsep yang abstrak. 8 4. Hakikat Hasil Belajar Siswa a. Definisi Belajar Banyak definisi yang diberikan tentang 'belajar'. Misalnya Gage (1984), mengartikan 'belajar' sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya. Cronbach mendefinisikan belajar adalah "learning is shown by a change in behavior as a result of experience" (belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears mengatakan bahwa learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction" (belajar adalah untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri sesuatu, mendengarkan, mengikuti arahan). 9 Adapun Geoch, menegaskan bahwa "learning is a change in performance as result of practice." (belajar adalah suatu perubahan di dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik). Kemudian, menurut Ratna Willis Dahar, 30 "belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman". Paling sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar: (1) pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respons terkondisi. Bentuk semacam 8 Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 9 9 Penerapan Model Siklus Belajar LC 5 E untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi belajar Fisika Kelas VIII A SMP Negeri 8 Malang. (Tersedia: http://library.um.ac.id/ images/stories/lptk/suw109/content%0penerapan%0model%0siklus%0belajar%0lc5e% 0untuk%0meningkatkan%0Motivasi%0dan%0Prestasi%0belajar%0Fisika%0Siswa%0 Kelas%0VIIIA%0SMP%0Negeri%08%0Malang%0Tahun%0Ajaran%0008%0009.p df), [7 Januari 010] 30 Ibid.,

4 ini disebut responden, dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidangbidang studi, () belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini banyak kali kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari 'drill' dan belajar stereotipe-stereotipe, (3) kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku memengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operant, (4) pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadiankejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional, (5) belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insight, belajar menyelami pengertian. Akhirnya, Depdiknas mendefinisikan 'belajar' sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. 31 Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya. Belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil 31 Ibid.,

5 pengalaman. Setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan karena setiap individu mempunyai karakteristik individunya yang khas, seperti minat, intelegensi, perhatian, bakat dan sebaginya. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar yang menyebabkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajarmengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3 Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai proses siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru; baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun pengalaman sosial. b. Definisi Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods). 33 Siswa yang melakukan kegiatan belajar, akan terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental. Dalam kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Oleh karena itu, hasil belajar diartikan adalah sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar yang mencakup perubahan tingkah laku secara kognitif, afektif 3 Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, (Pustekkom, Jurnal Teknodik, Edisi No. 1/VII/Oktober/003. Tersedia : http.//www.pustekkom.go.id/teknodik/t1/isi.htm#5#5)[19 Januari 010] 33 Ibid.,

6 maupun psikomotorik. Pada pembelajaran Fisika, penilaian hasil belajar diukur melalui ulangan, penugasan, penilaian kinerja (performance assesment), penilaian hasil karya (product assesment), atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik konsep materi yang dinilai. 34 Berdasarkan pembatasan masalah hasil belajar fisika siswa yang akan diukur adalah pada ranah kognitif yang mencakup aspek mengingat/c1 (remembering), aspek memahami/c (understanding), aspek aplikasi/c3 (applying), dan aspek menganalisis/c4 (analyzing). Setiap tingkatan aspek yang diamati memiliki kriteria-kriteria tertentu, yaitu : 35 1. Aspek Mengingat/C1 (Remembering) Ketika sifat objektif diperkenalkan untuk memberikan sebuah materi dalam bentuk yang sama seperti yang telah dipikirkan, maka kategori yang relevan yaitu ingatan (remember). Ingatan termasuk dalam pengetahuan dari memori lama yang termasuk dalam pengetahuan relevan yaitu yang berdasarkan fakta, konseptual, prosedural, atau metakognitif, atau gabungannya. Untuk mencapai kemampuan mengingat, maka siswa harus melalui tahap : - Mengenal (Recognizing), mengenal bertujuan untuk membandingkan kesadaran dengan informasi yang ada. Dalam kesadaran, siswa mencari informasi yang ada. Saat informasi baru datang, siswa harus menentukan bahwa informasi yang diperoleh berkaitan erat dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya hingga menenukan sebuah kecocokan. - Memanggil kembali (Recalling), termasuk dalam pengetahuan dari memori lama yang didapatkan kembali dengan cepat. Soal 34 Moh. Nurudin, perbandingan Hasil Belajar Fisika antara yang Mneggunakan Problem Based Instruction dengan Direct Instruction, (Skripsi Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 010), h. 38 35 Triyoga, Penerapan Assesmen Berbasis Dimensi Pengetahuan dan Dimensi ProsesBerpikie Melalui Model Inkuiri dalam Pembelajaran IPA-Fisika pada Siswa SMP Kelas VII, (Skripsi Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung, 010), h. 13-18

7 ingatan (recalling) adalah pertanyaaan yang jawabannya dapat dicari dengan mudah pada buku atau catatan.. Aspek Memahami/C (Understanding) Pada jenjang memahami ini siswa diharapkan tidak hanya mengetahui, mengingat tetapi juga harus mengerti. Memahami berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari bebrapa segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan menggunakan kata-katanya sendiri. - Interpretasi (Interpreting), terjadi ketika seorang siswa dapat mengubah informasi dari satu representasi ke representasi lainnya. Misalnya siswa diperintahkan untuk membuat diagram fasor. - Exemplifying, menemukan contoh spesifik atau ilustrasi dari sebuah konsep atau prinsip. Terjadi ketika siswa diberikan sebuah contoh khusus dari sebuah konsep umum. Menerangkan dengan contoh (exemplifying) termasuk dalam proses identifikasi dalam mendefinisikan keistimewaan-keistiewaan dari konsep umum dan menggunakannya untuk memilih sebuah contoh khusus. - Mengklasifikasikan (Classifying), terjadi ketika siswa menyadari bahwa sesuatu termasuk daam sebuah kategori. Kategori ini termasuk dalam identifikasi bebrapa pola yang cocok dari contoh khusus dan konsep dasar. Mengklasifikasikan dimulai dengan sebuah contoh khusus dan mengharuskan siswa untuk menemukan konsepkonsep/prinsip-prinsip dasar. - Meringkas (Summarizing), merangkum gambaran umum atau poin-poin penting. Meringkas termasuk dalam sebuah informasi yang membangun, seperti pengertian sebuah fenomena dalam suatu peta konsep dan membuat ringkasannya.

8 - Inferensi (Inferring), menggambarkan kesimpulan-kesimpulan sementara secara logis dari informasi yang disajikan. Inferensi terjadi ketika siswa dapat meringkas sebuah konsep yang dikerjakan dengan menghitung satu set contoh yang menggunakan berbagai macam kode dan hal-hal yang penting dengan menuliskan hubungan di antara semuanya. - Membandingkan (Comparing), mencari hubungan antara dua ide, objek, dan sejenisnya. Dalam membandingkan, ketika informasi baru diberikan, siswa mendeteksi hubungannya dengan pengetahuan yang memang sudah ada. Contohnya membandingkan sebuah rangkaian listrik berjalan seperti air mengalir yan melewati sebuah pipa. - Menjelaskan (Explaining), terjasi ketika seorang siswa dapat membangun dan menggunakan sebuah model sebab akibat pada sebuah sistem. Beberapa tugas dapat digunakan dalam menilai kemampuan siswa untuk menjelaskan termasuk pendapat, perbaikan masalah, perancangan kembali, prediksi. 3. Aspek Mengaplikasikan/C3 (Applying) Aplikasi adalah pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atau prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan. Sementara menurut Arikunto, soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan siswa dalam mengaplikasikan (menerapkan) pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehari-hari atau persoalan yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan keterangan yang terdapat dalam pelajaran yang dicatat. - Melaksanakan (Executing), secara rutin siswa membawa sebuah cara saat dihadapkan dengan masalah yang sudah dikenalnya. Kebiasaan ini sering memberikan bebrapa pentujuk yang cukup untuk menggunakan prosedur/cara yang dipilih.

9 Siswa diberikan sebuah tugas yang sudah dikenal yang dapat diselesaikan dengan menggunakan cara yang baik. Contohnya mengukur panjang atau diameter suatu benda dapat menggunakan mistar, jangka sorong atau mikrometer sekrup. - Implementasi (Implementing), digunakan saat siswa memilih dan menggunakan sebuah cara untuk menampilkan tugas yang belum dikenal. Implementasi juga berarti menjalankan prosedur berdasarkan instruksi yang tidak biasa dilakukan (misalnya menggunakan Hukum Newton II pada situasi yang memungkinkan). 4. Aspek Menganalisis/C4 (Analyzing) Analisis adalah suatu kemampuan peserta didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktorfaktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. - Membedakan (Differentiating), menentukan ciri-ciri yang relevan dari bagian tidak relevan materi yang diberikan. Differensiasi (membedakan) dapat ditaksir dengan tanggapan atau tugas pilihan. Dalam tanggapan, siswa diberikan beberapa bahan dan ditugaskan untuk mengindikasikan bagian-bagian mana yang penting. - Mengorganisasikan (Organizing), yaitu mengidentifiaksi sebuah elemen dalam komunikasi dan menyadari bagaimana mereka bersatu dalam struktur yang sama dalam suatu pengelompokkan. Siswa membuat hubungan yang sistematik dan koheren dari bebrapa informasi yang diberikan. - Melengkapi (Attributing), terjadi ketika siswa dapat menentukan ide utama, dugaan, nilai-nilai atau tujuan utama. Melengkapi termasuk sebuah proses dekonstruksi dimana siswa memerlukan tujuan dan bahan yang dipresentasikan oleh

30 penulis untuk interpretasi. Siswa mencari untuk memahami pengertian materi yang diberikan juga termasuk sebua perluasan dasar untuk menduga suatu tujuan atau ide utama dengan kata lain menentukan sebuah segi pandang, penyimpangan, harga, atau tujuan dasar materi yang disajikan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar fisika adalah hasil penilaian pada ranah kognitif yang dicapai siswa setelah melakukan pembelajaran Fisika. B. Hasil Penelitian Yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penerapan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh I Wayan Distrik di SMAN 13 Bandarlampung, menunjukkan bahwa dengan menerapkan DI pemahaman dan penguasaan konsep siswa terhadap materi pelajaran dan hasil belajar mereka pada setiap siklus terus meningkat. Tingkat pemahaman konsep siswa pada siklus I hanya mencapai 1,%, kemudian mengalami peningkatan menjadi 160% pada siklus II dan menjadi 65% pada siklus III. Begitu pula dengan tingkatan penguasaan konsep yang meningkat dari 63.0 pada siklus I menjadi 69,1 pada siklus II, dan mencapai nilai 79,4 pada siklus III. Peningkatan juga dialami oleh hasil belajar siswa, dimana pada siklus I diperoleh 74,73 kemudian meningkat menjadi 79,13 pada siklus II dan menjadi 87,03 pada siklus III. 36. Purnomo menyatakan bahwa penerapan DI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi konsep fotosintesis. Hal ini didasarkan pada hasil penelitiannya di kelas VIIIC MTs Negeri 36 I Wayan Distrik, Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung, (Tersedia : http://pustakailmiah.unila.ac.id/009/07/16/model-pembelajaran-langsung-denganpendekatan-kontekstual-untuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-fisika-siswasman-13-bandar-lampung/)

31 Gondowulung Bantul Yogyakarta. Menurut peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa ini dikarenakan DI menjamin siswa untuk lebih banyak terlibat langsung dalam pembelajaran. 37 3. Penelitian oleh Good, Grows dkk., antara 197-1973 tentang keefektifan guru dan prestasi yang dicapai siswa. Mereka menyimpulkan bahwa keefektifan guru sangat terkait dengan kelompok-kelompok tingkah laku yang mengikutinya. Jadi betapa eratnya tingkah laku ini berkorespondensi dengan tingkah laku guru yang dibutuhkan untuk pembelajaran langsung. 38 4. Penelitian tahun 1974 yang dilakukan Stalling dan Kaskowiz, menunjukkan bahwa pentingnya waktu dalam tahap-tahap pembelajaran dan menunjang secara empirik penggunaan pembelajaran langsung. Penelitian ini dilakukan di kelas 1 dan kelas 3 pada proyek ini para peneliti melakukan pengamatan dengan bebrapa pendekatan pragmatik. Beberapa guru menggunakan metode-metode yang sangat terstruktur dan formal, sedangkan guru-guru yang lain menggunakan metode-metode yang lebih informal yang berkaitan dengan gerakan sekolah yang terbuka pada saat itu. 39 5. Penelitian yang dilakukan Stalling dan koleganya tahun 1970-an, menunjukkan bahwa guru yang memiliki kelas yang terorganisasikan dengan baik di mana pengalaman pembelajaran yang terstruktur paling sering teramati, menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi (Timetask-rations) dan hasil belajar yang lebih tinggi daripada guru yang menggunakan pendekatan kurang formal dan kurang terstruktur. Observasi terhadap guru-guru yang berhasil menunjukkan bahwa kebanyakan mereka menggunakan prosedur pembelajaran langsung. 40 37 Sidik Purnomo, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 007/008, (Tersedia : http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id161) 38 A. Grummy W, dkk., Op. Cit., h. 14 39 Ibid., h. 15 40 S. Kardi dan Muh. Nur, Op. Cit., h. 17

3 C. Kerangka Pikir Dalam pelaksanaan pembelajaran Fisika di SMP, siswa dituntut dapat memahami pengetahuan dasar dan mengaplikasikan konsep-konsep dasar Fisika tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat bermanfaat pada diri sendiri dan masyarakat. Pengetahuan dasar yang dimaksud adalah pengetahuan berupa deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu) dan pengetahuan yang berupa prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu). Seringkali penggunaan pengetahuan prosedural memerlukan penguasaan pengetahuan prasyarat yang berupa pengetahuan deklaratif. Oleh sebab itu, kedua macam pengetahuan ini perlu dilatihkan kepada siswa agar mereka melakukan suatu kegiatan yang dapat diaplikasikan pada konsep fisika tersebut. Namun kenyataannya, tuntutan pada siswa dalam pembelajaran Fisika belum terpenuhi. Akhirnya para guru menerapkan sebuah model pengajaran yang sesuai dengan konsep fisika tersebut. Penggunaan model pengajaran ini didasarkan pada penerapan model konvensional yang tidak sesuai pada konsep fisika yang diajarkan, sehingga hanya dapat membantu siswa dalam memiliki penguasaan konsep (pengetahuan deklaratif) saja. Untuk mengatasi hal di atas, model pengajaran yang meliputi pengatahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Pengajaran langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher centered. Dalam menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan pada siswa selangkah demi selangkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa dan pembelajaran Fisika menjadi lebih menyenangkan.

33 Agar pengetahuan dasar dapat dilatihkan kepada siswa dengan baik, maka perlu dikembangkan dan digunakan suatu perangkat pembelajaran yang sesuai dengan konsep materi yang diajarkan. Dalam menerapkan perangkat pembelajaran tersebut, guru harus dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tahapan-tahapan pada model pengajaran langsung. Terdapat 5 tahapan yang harus guru lakukan, yaitu : 1) penyampaian tujuan pembelajaran; ) mendemonstrasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan; 3) memberi latihan terbimbing; 4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik; dan 5) pemberian perluasan latihan dan pemindahan ilmu. Dengan demikian, penerapan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) diharapkan akan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, dimana menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran Fisika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

34 Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut : Rendahnya Hasil Belajar Hanya menekankan pada penguasaan konsep Kurangnya penguasaan keterampilan dasar yang dimiliki siswa Penggunaan model pengajaran konvensional yang tidak sesuai dengan konsep materi yang diajarkan Menggunakan model yang sesuai dengan konsep fisika Pengetahuan deklaratif Pengetahuan prosedural Model Pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) (proses pembelajaran secara tahap demi tahap) Meningkatkan hasil belajar Fisika siswa Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Gambar.1 Bagan Kerangka Pikir

35 D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan penyusunan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H 0 Tidak terdapat pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa. H a Terdapat pengaruh model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat Tangerang, dan waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada semester II tahun ajaran 009-010. B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen, dan rancangan penelitian yang digunakan adalah The Pretest-Posttest Control Group Design. 1 Kelas yang diteliti dibagi menjadi dua kelompok. Kelas eksperimen yang diberi perlakukan dengan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dan kelas kontrol dengan model konvensional dengan metode diskusi. Sebelum diberikan perlakuan, pada kedua kelas dilakukan pretest untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar siswa pada konsep yang bersangkutan yaitu konsep cahaya. Kemudian masing-masing diberikan perlakuan, setelah itu dilakukan kembali posttest untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap konsep yang bersangkutan. Rancangan penelitian tersebut dinyatakan dalam tabel 3.1 berikut : Tabel 3.1 Rancangan Penelitian The Pretest-Posttest Control Group Design Kelompok Pre Test Perlakuan Post Test E Y 1 X E Y K Y 1 X C Y 1 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 008), h. 98 36

37 Keterangan : E K Y 1 Y X E X C : Kelas eksperimen : Kelas kontrol : Tes awal (pre test) untuk kelas eksperimen dan kontrol : Tes akhir (post test) untuk kelas eksperimen dan kontrol : Perlakuan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) pada kelas eksperimen : Perlakuan model konvensional dengan metode diskusi pada kelas kontrol C. Populasi dan Sampel Populasi adalah objek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester II SMP Islamiyah Ciputat. Sampel merupakan bagian dari populasi. 3 Sampel penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling atau sampling pertimbangan, yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti. 4 Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah kelas eksperimen yaitu kelas yang dalam pembelajarannya diterapkan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dan kelas kontrol adalah model konvensional dengan metode diskusi. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah pengelompokkan secara logis dari dua atau lebih atribut dari objek yang diteliti. 5 Dalam penelitian ini terdapat P. Joko Subagyo, Metode Penelitian ; dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 004), h. 3 3 Ibid., 4 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito, 001), h. 168 5 Rakim, Pengertian Variabel, [Tersedia : http://rakim-ytk.blogspot.com/008/06/ pengertian-variabel.html] [0 Juli 010]

38 dua variabel yaitu, variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Variabel terikat (dependent) adalah hasil belajar fisika siswa.. Sumber Data Dalam penelitian ini akan diperoleh data yang berupa skor hasil belajar fisika siswa yang diperoleh melalui tes hasil belajar fisika. Adapun tes hasil belajar yang diberikan berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan, sedangkan tes akhir bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa dari proses pembelajaran. E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar fisika. Tes hasil belajar yaitu tes yang digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang telah diberikan. Tes yang akan diberikan merupakan tes objektif, dengan alasan bahwa penggunaan tes objektif dapat mencakup bahan pelajaran secara luas. Adapun bentuknya yaitu berupa soal pilihan ganda (multiple choice) dengan empat pilihan (options). Instrumen tes ini harus memenuhi empat kriteria, yaitu validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Untuk memenuhi keempat kriteria tersebut, maka instrumen yang digunakan harus melalui pengujian dan perhitungan. a. Uji Validitas Uji validitas ini digunakan untuk memvalidasi intrumen hasil belajar yaitu menggunakan rumus koefesien korelasi biserial (γ pbi ) untuk menentukan validitas tiap-tiap item butir soal dengan rumus sebagai berikut 6 : 6 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 001), h. 79

39 γ pbi M p M S t Keterangan : γ pbi : Koefisien korelasi biserial M p : Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya M t : Rerata skor total S t : Standar deviasi dari skor total p : Proporsi siswa yang menjawab benar p banyaknya siswa yang benar jumlah seluruh siswa q : Proporsi siswa yang menjawab salah ( q 1 p ) t p q Tabel 3. Kriteria Validitas No. Rentang Nilai Kriteria 1. 0,800 1,000 Sangat tinggi. 0,600 0,800 Tinggi 3. 0,400 0,600 Cukup 4. 0,00 0,400 Rendah 5. 0,000 0,00 Sangat rendah Perhitungan pengujian validitas instrumen tes ini terdapat pada Lampiran. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperoleh data bahwa dari 40 soal yang diujicobakan terdapat 6 soal yang dinyatakan valid. Diantara 6 soal yang valid ini selanjutnya akan disaring kembali berdasarkan kriteria yang lainnya untuk dapat digunakan dalam penelitian ini.

40 b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas yang digunakan pada tes hasil belajar menggunakan metode KR-0. Metode Kuder Richardson-0 (KR-0) yang digunakan untuk mencari reliabilitas, dengan rumus sebagai berikut 7 : Keterangan : r 11 p q r 11 n S pq n 1 S : Reliabilitas secara keseluruhan : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah Σpq : jumlah hasil perkalian antara p dan q n : Banyak item S : Standar deviasi dari tes Nilai korelasi reliabilitas yang sudah diperoleh kemudian dibandingkan dengan kategori interpretasi korelasi reliabilitas adalah : Tabel 3. 3 Kriteria Reliabilitas No. Rentang Nilai Kriteria 1. 0,90 1,00 Tinggi sekali. 0,70 0,90 Tinggi 3. 0,40 0,70 Cukup 4. 0,0 0,40 Rendah 5. 0,00 0,0 Kecil Perhitungan nilai reliabiltas ini terdapat pada lampiran 3 bersama dengan uji validitas. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh bahwa nilai reliabilitas instrumen tes ini adalah 0,71. Nilai ini termasuk kategori tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan instrumen ini layak untuk digunakan dalam penelitian ini. 7 Ibid., h. 100-101

41 c. Taraf Kesukaran Untuk mengetahui apakah soal itu sukar, sedang, atau mudah maka soal-soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Indeks kesukaran butir-butir soal ditentukan dengan rumus 8 : P B JS Keterangan : P B : Indeks Kesukaran : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS : Jumlah seluruh peserta tes Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran No. Rentang Nilai Kriteria 1. 0,70 1,00 Mudah. 0,30 0,70 Sedang 3. 0,00 0,30 Sukar Perhitungan pemenuhan kriteria ini terdapat pada Lampiran 5. Kriteria soal yang dianggap layak untuk digunakan adalah soal yang memiliki derajat kesukaran sedang atau mudah. d. Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal item tes hasil belajar untuk dapat membedakan (mendiskriminasi) antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah. Cara perhitungan daya pembeda adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut 9 : D B J A A B J B B P A P B 8 Ibid., h. 08 9 Ibid., h. 13

4 Keterangan : D B A B B J A J B : Daya pembeda : Jumlah kelompok atas yang menjawab soal itu benar : Jumlah kelompok bawah yang menjawab soal yang benat : Jumlah peserta kelompok atas : Jumlah peserta kelompok bawah P A P B B J B J A A B B : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda No. Rentang Nilai Kriteria 1. 0,00 0,0 Jelek. 0,0 0,40 Cukup 3. 0,40 0,70 Baik 4. 0,70 1,00 Baik Sekali Perhitungan daya pembeda ini terdapa pada Lampiran 6. kriteria soal yang layak digunakan adalah soal yang memiliki daya pembeda yang baik sekali, baik, atau cukup. Dari keseluruhan soal yang diujicobakan, jumlah soal yang digunakan dalam penelitian adalah 5 soal. Pemilihan 5 soal ini di samping didasarkan pada keempat kriteria di atas juga didasarkan pada keterwakilan semua indikator materi pembelajaran. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.6 kisi-kisi instrumen yang digunakan pada penelitian.

43 Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SK : Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari KD : Menyelidik sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa Indikator Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat perambatan cahaya Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifatsifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifatsifat bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung Aspek Kognitif C1 C C3 C4 Jumlah 1,* 3*,6* 4*,7* 8*,9 8 9*,15 18*, 0 5, 7* 33*, 36* 10*, 1 17, 19* 6*, 30 34*, 35 11*, 13* *, 4 8*, 9 39*, 40 14*, 16* 1*, 3 31*, 3 37, 38* 8 8 8 8 Jumlah 10 10 10 10 40 Catatan : tanda (*) adalah nomor soal yang digunakan dalam penelitian berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan. F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, yakni tes statistik yang dipergunakan untuk menguji perbedaan atau kesamaan dua kondisi/perlakuan atau dua kelompok yang berbeda dengan prinsip memperbandingkan rata-rata (Mean) kedua kelompok/perlakuan itu. 10 Sebelum dilakukan uji-t, analisis data diawali dengan langkah-langkah berikut : 10 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet. ke-1, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 003), h. 64

44 1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas adalah pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah uji Lilliefors. Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : 11 1) Hipotesis H 0 data berdistribusi normal Ha data berdistribusi tidak normal ) Menentukan harga L 0 a) Pengamatan X 1, X, X 3,..., X n dijadikan bilangan baku Z 1, Z, Z 3,..., Z n dengan menggunakan rumus : Dimana : Z i X i X S Z i X S bilangan baku rata-rata Simpangan Baku (Standar Deviasi) b) Untuk setiap bilangan baku, dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z i ) P(Z Z i ) c) Selanjutnya dihitung proporsi Z 1, Z, Z 3,..., Z n yang lebih kecil atau sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z i ), maka : S(Z i ) banyaknya Z 1, Z, Z 3,, Z n yang Z i n d) Hitunglah selisih F(Z i ) S(Z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya. e) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L 0 11 Sudjana, Op. Cit., h. 466-467

45 Contoh : Tabel perhitungan untuk uji Lilliefors : X i Z i F(Z i ) S(Z i ) F(Z i ) S(Z i ) Keterangan : Z bilangan baku X i F(Z i ) S(Z i ) data peluang Z Z i i proporsi nilai Z berdasarkan urutan dari yang n terkecil 3) Menentukan harga L tabel Dari harga kritis untuk uji Lilliefors dengan taraf signifikan 0,05. 4) Kriteria pengujian Tolak H 0 jika L 0 > L tabel Terima H 0 jika L 0 < L tabel 5) Kesimpulan b. Uji Homogenitas Setelah kelas diuji kenormalannya maka setelah itu kelas diuji kehomogenitasannya. Teknik yang digunakan untuk uji homogenitas pada penelitian ini adalah dengan uji Bartlett. Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1 1) Hipotesis H 0 σ 1 σ σ 3 σ n H 1 salah satu tanda tidak sama ) Menentukan kriteria χ 0 χ t tolak H 0, χ 0 : Nilai hitung χ 0 < χ t terima H 0, χ t : Nilai tabel 1 Ibid., h.61-63

46 3) Melakukan perhitungan dengan tabel bantu Contoh : Tabel perhitungan untuk Uji Homogenitas Kelompok dk (n-1) S 1 Log S 1 dk (n-1).log S 1 Jumlah S 1 kuadrat standar deviasi Dengan : S gabungan Menghitung Log S Σ n1 1) S Σ( n 1) ( 1 Menghitung nilai B log S Σ (n i 1), B nilai Bartlett Menghitung nilai χ 0 : χ 0 { ln 10 (B - Σ(n i -1)log S i )}, dengan Σ(n i 1) log S i Σ dk(n-1). Log S i Sehingga : χ 0 ln 10 { B - Σ dk. Log S i } 4) Kesimpulan. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan rumus uji t (t-test). Uji t adalah uji statistik yang dapat dipakai untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini. Uji-t yang digunakan yaitu mengetahui hipotesis nol antara mean skor kelas eksperimen dengan mean skor kelas kontrol yang berpasangan (n 1 n n) pada taraf signifikansi 0,05 dengan tes dua pihak. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

47 t S X 1 X 1 1 1 + n n Dimana : S ( n1 1) S1 + ( n 1) ( n + n ) 1 S Keterangan : t : Hasil hitung distribusi t X 1 : Skor rata-rata kelas eksperimen : Skor rata-rata kelas kontrol X S 1 : Nilai deviasi kelas eksperimen S : Nilai deviasi kelas kontrol S n 1 n : Nilai deviasi gabungan : Banyaknya data kelas eksperimen : Banyaknya data kelas kontrol dk n 1 Langkah selanjutnya adalah : a. Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus : Dk (n 1 1) + (n 1) b. Menentukan nilai t-tabel c. Menguji hipotesis Jika : t tabel t hitung t tabel Terima Ho, Tolak Ha t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung Terima Ha, Tolak Ho Hipotesis Statistik : H H 0 a : μ : μ a a μ μ b b

48 3. Uji Normal Gain (N-Gain) Uji n-gain adalah selisih nilai pretest dan nilai posttest. Melakukan pengujian n-gain bertujuan untuk mengetahui signifikansi hasil belajar siswa dan dapat menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan. Uji n-gain dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : N-Gain (g) nilai posttest - nilai pretest nilai maksimum - nilai pretest dengan kategorisasi perolehan berikut ini : a. g-tinggi : nilai G 0,070 b. g-sedang : nilai 0,030 G < 0,30 c. g-rendah : nilai G < 0,30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Data Pada hasil data ini dijelaskan gambaran umum dari data yang telah diperoleh. Data-data yang diperoleh adalah berupa data hasil pretest dan posttest dari kedua kelas. Gambaran tentang data-data ini meliputi skor hasil belajar, nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata, median, modus, dan nilai standar deviasi serta nilai varians. 1. Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Berdasarkan skor hasil belajar pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen yang ditampilkan oleh gambar 4.1, diperoleh bahwa dari 30 orang siswa di kelas kontrol terdapat 1 orang siswa yang berada direntang skor 4-9, 30-35, dan 36-41. Untuk kelas eksperimen, dari 30 orang tidak ada siswa yang memperoleh skor hasil belajar direntang skor tersebut. Tetapi, terdapat sebanyak 3 orang siswa yang memperoleh skor direntang skor 4-47 pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada rentang skor 48-53, perolehan skor di kelas kontrol dimiliki oleh siswa sebanyak 13 orang, sedangkan siswa kelas eksperimen hanya 11 orang. Banyaknya siswa di kelas kontrol pada rentang skor 54-59 adalah sebanyak 8 orang saja, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh skor direntang 54-59 untuk kelas eksperimen adalah lebih tinggi dibandingkan jumlah siswa di kelas kontrol, yaitu sebanyak 1 orang. Untuk skor hasil belajar direntang 60-65, jumlah siswa di kelas kontrol adalah sebanyak 3 orang, sedangkan kelas eksperimen sebanyak 4 orang siswa. 49

50 Banyaknya Siswa 14 1 10 8 6 4 Kelas Kontrol Kelas Eksperimen 0 4-9 30-35 36-41 4-47 48-53 54-59 60-65 Skor Hasil Belajar Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Hasil Belajar Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Dengan demikian, terlihat jelas bahwa skor hasil belajar yang dimiliki oleh siswa kelas kontrol tidak berbeda jauh dengan siswa kelas eksperimen. Hal itu dikarenakan siswa di kedua kelas tersebut masih dalam tahap pengetahuan awal, yaitu sejauh mana pengetahuan yang dimiliki siswa tentang konsep cahaya sebelum diajarkan oleh guru. Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian yang didapat dari pretest kelas kontrol diperoleh nilai tertinggi 60 dan nilai terendah 4, nilai ratarata ( X ) sebesar 50,9; median (Me) sebesar 41; modus (Mo) sebesar 5,; standar deviasi (SD) sebesar 8,0 dan varians (S ) sebesar 64,3. Untuk hasil pretest kelas eksperimen, memperoleh nilai tertinggi 64 dan nilai terendah 44, nilai rata-rata ( X ) sebesar 53,6; median (Me) sebesar 46,75; modus (Mo) sebesar 59,7; standar deviasi (SD) sebesar 4,9 dan varians (S ) sebesar 4,01. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 3. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.1.

51 Tabel 4.1 Hasil Penelitian Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data Pretest Kelas Eksperimen Pretest Kelas Kontrol Nilai maksimum 60 60 Nilai minimum 44 4 Mean ( X ) 53,6 50,9 Median (Me) 46,75 41 Modus (Mo) 59,7 5, Standar Deviasi (SD) 4,9 8,0 Varians (S ) 4,01 64,3. Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Ditinjau dari gambar 4., berdasarkan jumlah siswa kedua kelas yaitu masing-masing sebanyak 30 orang, diperoleh bahwa siswa yang berada direntang skor 0-6 adalah sebanyak 1 orang untuk kelas kontrol, sedangkan kelas eksperimen tidak ada siswa yang memperoleh skor direntang tersebut. Tetapi untuk rentang skor 7-33 terdapat siswa sebanyak 1 orang pada kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol melebihi kelas eksperimen yaitu sebanyak 4 orang. Siswa kelas kontrol diperoleh sebanyak 9 orang siswa yang berada direntang skor 34-40, sedangkan kelas eksperimen tidak ada yang memperoleh skor direntang tersebut. Untuk rentang skor 41-47, siswa kelas kontrol diperoleh sebanyak 7 orang, sedangkan siswa kelas eksperimen diperoleh sebanyak 1 orang saja. Pada kelas kontrol, siswa yang memperoleh skor direntang 48-54 adalah sebanyak orang saja, sedangkan perbandingan siswa yang memperoleh skor direntang tersebut pada kelas eksperimen tidak berbeda jauh dengan kelas kontrol yaitu sebanyak 1 orang saja. Dalam kelas kontrol, jumlah siswa yang memperoleh skor direntang 55-61 adalah sebanyak orang. Untuk kelas eksperimen, siswa yang memperoleh skor direntang tersebut sebanyak 3 orang. Pada rentang skor 6-68, terjadi perbedaan yang sangat jauh antara jumlah siswa kelas

5 eksperimen dengan kelas kontrol. Untuk kelas kontrol, siswa yang memperoleh skor direntang tersebut adalah sebanyak 5 orang, sedangkan jumlah siswa pada kelas eksperimen adalah sebanyak 15 orang siswa. Untuk rentang skor 69-75 dan 76-8, siswa kelas eksperimen yang diperoleh adalah sebanyak 3 dan 6 orang siswa dan untuk siswa kelas kontrol, tidak memperoleh skor pada rentang tersebut. 16 14 Banyaknya Siswa 1 10 8 6 4 Kelas Kontrol Kelas Eksperimen 0 0-6 7-33 34-40 41-47 48-54 55-61 6-68 69-75 76-8 Skor Hasil Belajar Gambar 4. Diagram Batang Skor Hasil Belajar Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Dengan demikian, pengetahuan akhir (posttest) yang diperoleh para siswa di kelas eksperimen sangat besar, rata-rata memperoleh skor 6 sampai skor 68. Jadi, dapat dikatakan bahwa siswa di kelas eksperimen mengalami peningkatan pengetahuan, maka hasil belajar siswa pun juga meningkat dengan baik. Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian yang didapat dari posttest kelas kontrol diperoleh nilai tertinggi 68 dan nilai terendah 0, nilai rata-rata ( X ) sebesar 44,3; median (Me) sebesar 3,5; modus (Mo) sebesar 38,5; standar deviasi (SD) sebesar 1,6 dan varians (S ) sebesar 150,31. Untuk hasil perhitungan dari posttest kelas eksperimen diperoleh nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 3, nilai rata-rata ( X ) sebesar 63,7; median (Me) sebesar 55,3; modus (Mo) sebesar 63; standar deviasi (SD)

53 sebesar 9,96 dan varians (S ) sebesar 99,0. Hasil perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada lampiran dan lampiran 4. Untuk lebih singkatnya lihat pada tabel 4.. Tabel 4. Hasil Penelitian Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data Posttest Kelas Eksperimen Posttest Kelas Kontrol Nilai maksimum 80 68 Nilai minimum 3 0 Mean ( X ) 63,7 44,3 Median (Me) 55,3 3,5 Modus (Mo) 63 38,5 Standar Deviasi (SD) 9,96 1,6 Varians (S ) 99,0 150,31 3. Rekapitulasi Data Berikut ini adalah tabel rekapitulasi data yang diperoleh selama penelitian. Tabel 4.3 Rekapituasi Data Hasil Penelitian Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Pretest Posttest Pretest Posttest Nilai maksimum 60 80 60 68 Nilai minimum 44 3 4 0 Mean ( X ) 53,6 63,7 50,9 44,3 Standar Deviasi (SD) 4,9 9,96 8,0 1,6 Varians (S ) 4,01 99,0 64,3 150,31 B. Hasil Analisis Data Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yang dianalisis adalah pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar. Oleh

54 karena itu, yang dianalisis untuk keperluan pengujian hipotesis hanya nilai posttest yang diperoleh dari kedua kelas. Berikut ini adalah analisis data yang meliputi uji prasyarat analisis statistik dan uji hipotesisnya. 1. Pengujian Prasyarat Analisis Data Sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan uji persyaratan analisis terlebih dahulu terhadap data hasil penelitian. Beberapa uji persyaratan yang harus dipenuhi adalah : a. Uji Normalitas Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Uji Liliefors, maka diperoleh hasil penghitungan dari data posttest kedua kelas. Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui bahwa instrumen yang diberikan berdistribusi normal atau tidak normal, dengan ketentuan bahwa data tersebut berdistribusi normal jika Lo (L hitung ) < L tabel, diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini. No. Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Posttest Statistik Kelas Eksperiman Kelas Kontrol 1 Jumlah Sampel (N) 30 30 Rata-rata (Mean) 63,7 44,3 3 Standar Deviasi (SD) 9,96,6 4 Lo hitung 0,1453 0,1413 5 L tabel 0,161 0,161 Berdasarkan hasil diatas, dengan menggunakan pengujian pada taraf kepercayaan (α 0,05), maka uji normalitas pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat disimpulkan dengan tabel 4.5. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 8.

55 Tabel 4.5 Kesimpulan Uji Normalitas No. 1 Data Posttest Kelas Kontrol Posttest Kelas Eksperimen Nilai Lo hitung Nilai L tabel 0,1413 0,161 0,1453 0,161 Kesimpulan Berdistribusi normal Berdistribusi normal b. Uji Homogenitas Setelah kedua sampel penelitian tersebut dinyatakan berdistribusi normal, selanjutnya dicari nilai homogenitas dengan menggunakan Uji Bartlett. Kriteria pengujian yang dilakukan pada tingkat kepercayaan tertentu. Sampel dinyatakan homogen apabila χ hitung < χ tabel, sebaliknya jika χ hitung > χ tabel maka sampel dinyatakan tidak homogen. Di bawah ini adalah hasil uji homogenitas data posttest ditunjukkan pada tabel 4.6 sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest No. Statistik Nilai 1 S eksperimen 99,0 S kontrol 150,30 3 S gabungan 14,75 4 Χ hitung 1,5 5 Χ tabel 3,84 Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan (α 0,05). Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa data posttest kedua kelas berasal dari populasi yang homogen, karena χ hitung < χ tabel. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.

56. Uji Hipotesis Setelah diperoleh hasil pengujian prasyarat analisis data diatas, dapat dinyatakan bahwa kedua data tersebut adalah berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, untuk tahap selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis tersebut diperoleh dengan cara menggunakan rumus uji-t. Rumus untuk menentukan t hitung adalah sebagai berikut : t S X 1 X 1 1 1 + n n Untuk hasil perhitungan t hitung dapat dilihat pada lampiran 1. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa nilai t hitung adalah sebesar 6,76 dan nilai t tabel diperoleh dengan menggunakan taraf signifikan 0,05 adalah sebesar,00. Dengan demikian, untuk kriteria pengujian pada hasil perhitungan tersebut didapat bahwa t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung -,00 < 6,76 atau,00 < 6,76 artinya terima Ha, tolak Ho. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (direct instruction/di) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya. C. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan temuan yang diperoleh selama penelitian, yaitu bahwa besar t hitung diperoleh sebesar 6,76 dan besar t tabel pada taraf signifikan 0,05 adalah sebesar,00. Hasil pengujian tersebut dihubungkan dengan hipotesis pengujian dua arah, yaitu -,00 < 6,76 atau,00 < 6,76 artinya terima Ha, tolak Ho. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. Hasil belajar yang diperoleh kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) mengalami peningkatan. Hal ini diperkuat

57 dengan perolehan nilai rata-rata posttest eksperimen (63,7) > nilai rata-rata posttest kontrol (44,3). Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dengan model konvensional merupakan model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher centered. Meskipun demikian, kedua model tersebut dianggap sebagai model pengajaran yang masing-masing memiliki keunggulan tertentu. Direct Instruction memiliki keunggulan dalam mempelajari keterampilan dasar (pengetahuan prosedural) dan memperoleh informasi (pengetahuan deklaratif) yang diajarkan secara selangkah demi selangkah, sedangkan diskusi menekankan pentingnya aktivitas guru dalam membelajarkan siswa. Menurut Arends, direct instruction dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah. 1 Direct instruction merupakan pengajaran yang dirancang secara sistematik dan sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan individu. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Hernawan Tri Prasetyo, bahwa penggunaan model direct instruction terhadap prestasi belajar lebih efektif daripada metode konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan t hitung 3,4936 > t tabel 1,67. Model konvesional berupa metode diskusi adalah metode belajar yang cara penyajiannya dihadapkan hanya kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama atau secara kooperatif. Dalam proses belajar didalamnya terdapat aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, tetapi metode diskusi hanya 1 Nurman, Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI), (Tersedia : http://nurmanspd.wordpress.com/009/08/1/model-pembelajaran-direct-instruction-di/) [4 Mei 010] Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks, (Tersedia : http://www.docstoc.com/doc/93108/efektivitas-metode-pembelajaran-directinstruction-yang-disertai) [ 0 Agustus 010]

58 menekankan pada penguasaan berpikir (kognitif) dan berinteraksi (afektif) melalui pengalaman mental dan pengalaman sosial. Oleh sebab itu, kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan direct instruction lebih lengkap dalam memperoleh pengetahuan baik secara pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui pengalaman mental (kognitif), pengalaman fisik (psikomotorik), dan pengalaman sosial (afektif). Direct instruction secara sistematis menuntut dan membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar dari masing-masing tahap demi tahap. Hal ini diperkuat dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stalling dan koleganya, menyatakan bahwa guru yang menggunakan pengajaran langsung menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil belajar yang lebih tinggi pula. 3 Pada umumnya, penggunaan model-model pembelajaran yang dilakukan oleh guru bertujuan agar hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Berbeda halnya dengan hasil temuan pada penelitian ini, yaitu pada penggunaan model konvensional rata-rata yang diperoleh untuk pengetahuan awal siswa (pretest) 50,9 lebih besar daripada pengetahuan akhir siswa (posttest) 44,3. Hal ini disebabkan karena siswa yang menggunakan model konvensional berupa metode diskusi saat menjawab soal posttest yaitu dengan mereka-reka jawaban dan pemberian soal diberikan pada saat jam terakhir pelajaran, sehingga siswa merasa sudah bosan dan soal yang diberikan dijawab dengan terburu-buru. Temuan-temuan yang lain dalam penelitian ini, adalah ketidakcocokan pemilihan metode dengan konsep yang diajarkan oleh guru membuat pencapaian pemahaman siswa pada kelas kontrol kurang optimal. Hal ini tidak selaras dengan pencapaian suatu tujuan pembelajaran, karena tercapainya tujuan pembelajaran ditentukan oleh ketepatan penggunaan model pembelajaran agar diperoleh kualitas hasil belajar yang lebih optimal. Selain 3 S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya : Unesa-University Press, 000), h. 17

tugas. 4 Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas maka hasil penelitian ini 59 itu, respon siswa pada kelas kontrol dalam proses pembelajaran sangat kurang. Hal ini disebabkan penyajian materi oleh guru kurang menarik oleh siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kegiatan belajar mengajar tidak berjalan efektif dan kondusif. Karakter siswa yang menggunakan model direct instruction sangat antusias. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata posttest 63,7 > nilai rata-rata pretest 53,6. Singkatnya, siswa yang menggunakan model direct instruction mengalami peningkatan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini diperkuat dengan penelitian Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, menyatakan hasil analisis statistik uji-t diperoleh bahwa hasil belajar produk siswa yang diajarkan dengan model direct instruction lebih baik daripada hasil belajar produk siswa yang diajarkan dengan pembelajaran yang biasa dilakukan sekolah dengan penggabungan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pengajaran langsung pada konsep cahaya dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan dan kelemahan keterbatasan penelitian diantaranya sebagai berikut : 1. Penentuan sampel ditentukan oleh guru di sekolah, peneliti tidak memiliki otoritas penuh karena sudah dalam pertimbangan guru.. Perolehan nilai rata-rata kelas kontrol, pretest lebih besar daripada posttest. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelas kontrol berkategori rendah dalam pencapaian penguasaan materi, sehingga rendahnya pengetahuan dalam menjawab soal. 4 Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu allimat NW Pancor, (Tersedia ; http://satutikrahayu.blogspot.com/008/11/pdm.html) [09 Agustus 010], h. 66

60 3. Ketidaksesuaian model yang digunakan oleh guru pada kelas kontrol yang mengakibatkan penurunan hasil posttest yang sangat buruk. 4. Tidak adanya instrumen pendukung lainnya seperti lembar observasi, yaitu untuk mengetahui ketercapaian proses belajar mengajar dalam menggunakan model direct instruction.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor posttest kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada siswa kelas VIII SMP Islamiyah Ciputat. Untuk hasil pengujian hipotesis, terdapat pengaruh yang signifikan antara model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa. Hal ini terlihat pada keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh model direct instruction. B. Saran Saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) memiliki peran yang sangat penting sebagai penunjang pelaksanaan proses pembelajaran Fisika, diantaranya menciptakan suasana belajar yang kondusif. Dengan demikian, model pengajaran ini perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari para guru Fisika dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. 61

DAFTAR PUSTAKA Amirin, Tatang M. Taksonomi Bloom Versi Baru. Artikel ini diakses pada tanggal 9 Agustus 010 di http://tatangmanguny.wordpress.com/ 001/01/19/taksonomi-bloom-versi-baru/. Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : PT. Bumi Aksara, 001. Baharuddin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 008. Depdiknas. Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan Masyarakat. Jakarta : Depdiknas, 00. Distrik, I Wayan. Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung. Artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://pustakailmiah.unila.ac.id/009/07/16/modelpembelajaran-langsung-dengan-pendekatan-kontekstual-untukmeningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-fisika-siswa-sman- 13-bandar-lampung/. Djiwandono, Sri Esti W. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia, 006. Dkk, A. Grummy W. Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA. Surabaya : FT Unesa, 004. Dzaki, Muhammad Faiq. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction). Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 010 dari http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/009/03/modelpengajaran-langsung.html. Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 008. Holil, Anwar. Teori Pembelajaran Sosial. Artikel ini diakses pada tanggal 9 Agustus 010 di http://anwarholil.blogspot.com/009/01/teoripembelajaran-sosial.html. Model Pengajaran Langsung. Artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://anwarholil.blogspot.com/009/01/modelpengajaran-langsung.html. 6

63 Java, Hari Van. Model Pembelajaran Langsung (Direct atau Directive Instruction). Artikel ini diakses pada tanggal 13 Mei 010 di http://educationforourcountry.com/model-pembelajaran-langsung. Kardi, S. dan Moh. Nur. Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa-University Press, 000. Makhrus, Muh. dan Satutik Rahayu. Pengembangan Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu allimat NW Pancor. Artikel ini diakses pada tangggal 09 Agustus 010 di http://satutikrahayu.blogspot.com/008/11/pdm.html. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung. Artikel ini diakses pada tanggal 4 Mei 010 di http://kanreguru.wordpress.com/009/1/57. Muijs, Daniel dan David Reynold. Effective Teaching; Evidence and Practice, nd Edition. London : SAGE Publication, Ltd, 005. Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas. Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 010 dari http://id-jurnal.blogspot.com/009/09/skripsi-pembelajaran-fisikadengan.html. Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA. Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 010 dari http://gudangmakalah.blogspot.com/009/08/pengaruh-pembelajaranfisika-dengan.html. Prasetyo, Hernawan Tri. Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks. Artikel ini diakses pada tanggal 0 Agustus 010 di http://www.docstoc.com/doc/93108/efektivitasmetode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai. Purnomo, Sidik. Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 007/008. artikel ini diakses pada tanggal 0 Agustus 010 di http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id161. Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan Cet. Ke-1. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 003.

64 Sudjana. Metoda Statistik Cet. Ke-6. Bandung : Tarsito, 001 Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian Cet. Ke-13. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 00. Susanti, Rini. Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar. Pustekkom : Jurnal Teknodik. Edisi No. 1/VII/Oktober/003 diakses pada tanggal 19 Januari 010 dari http://www.pustekkom.go.id/teknodik/t1/isi.htm#5#5. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, 005. Trianto. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 007. Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning. Artikel ini diakses pada tanggal 19 Maret 010 dari http://xpresiriau.com/teroka/artikeltulisan-pendidikan/ teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning/. Yulaelawati, Ella. Psikologi Pendidikan Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Pakar Raya, 004.

RIWAYAT HIDUP PENULIS Sofiyah, lahir di Tangerang 8 Juni 1985, putra dari pasangan Bapak Abdul Azis Ismail dan Ibu Chilafiyah. Saat ini tinggal di Jl. Tanah Seratus RT. 003. RW. 0 Sudimara Jaya Kec. Ciledug Kab. Tangerang-Banten 15151 (Telp. 01-73366). Pendidikan Dasar ditamatkan tahun 1999 di SDN Sudimara Timur IV, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Fatahillah Ciledug dan lulus tahun 001, pendidikan menengah atas di selesaikan pada tahun 003 di SMU Muhammadiyah 1 Tangerang. Pada 03 September 010, telah lulus dari Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Fisika.

Kompetensi Dasar Materi Pokok Kelas Jenis Tes Jumlah Soal INSTRUMEN TES : Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa : Cahaya : VIII (Delapan) : Pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban : 40 soal Lampiran 1 A. Kisi-kisi Instrumen Tes No Indikator Submateri 1 3 4 5 Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat perambatan cahaya Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung Perambatan Cahaya Hukum Pemantulan Aspek Kognitif C1 C C3 C4 Jumlah 1, 3,6 4,7 5,8 8 9,15 10,1 11,13 14,16 8 Cermin 18,0 17,19,4 1,3 8 Hukum Pembiasan 5,7 6,30 8,9 31,3 8 Lensa 33,36 34,35 39,40 38,37 8 Jumlah 10 10 10 10 40

KISI-KISI INSTRUMEN TES Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Submateri Indikator Soal Aspek Kognitif C1 C C3 C4 Nomor soal Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang dan optika dalam produk teknologi sehari-hari Menyelidik sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa 1. Perambatan cahaya 1. Menjelaskan pengertian cahaya. Menjelaskan sifat-sifat cahaya 3. Membedakan sinar-sinar cahaya 4. Mengamati perambatan cahaya dan peristiwa terbentuknya bayang-bayang umbra dan penumbra 1 1 1 1 1 1 1, 3 4,8 5,6,7. Pemantulan cahaya 1. Mengamati proses terjadinya pemantulan 1 1 11,15. Menemukan hukum pemantulan cahaya 1 1,14, 16 3. Membedakan pemantulan teratur dan pemantulan tidak teratur 1 1 1 9,10, 13

3. Cermin 1. Membedakan bayangan nyata dan bayangan maya 1 18. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar 1 1 17, 3. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin cekung dan cermin cembung 1 19,1, 3 4. Menjelaskan hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus pada cermin 1 4 5. Menyebutkan manfaat cermin cekung dan cermin cembung dalam kehidupan sehari-hari 1 0 4. Pembiasan cahaya 1. Menjelaskan pengertian pembiasan 1 5,7, 6. Mengamati arah perambatan cahaya yang melewati dua medium 1 3 3. Menentukan indeks bias suatu medium 8,9 4. Mengamati peristiwa pemantulan sempurna dalam kehidupan sehari-hari 1 31

5. Menjelaskan peristiwa fatamorgana 1 30 5. Lensa 1. Menjelaskan pengertian lensa 1 33. Membedakan lensa cekung dan lensa cembung 1 34 3. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cembung 37,38 4. Menyebutkan manfaat lensa cembung dan lensa cekung dalam kehidupan sehari-hari 1 35 5. Menjelaskan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cekung 1 36 6. Menjelaskan hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus pada lensa. 39,40

B. Bentuk Soal, Kunci Jawaban, dan Aspek Kognitif yang Diukur Indikator Submateri Butir Soal Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifatsifat perambatan cahaya Perambatan Cahaya 1. Benda-benda di bawah ini merupakan sumber cahaya, kecuali a. Matahari b. Kunang-kunang c. Bintang d. Bulan Kunci Jawaban Aspek Kognitif B* C1. Cahaya merupakan salah satu bentuk dari gelombang a. Lurus b. Longitudinal c. Elektromagnetik d. Udara 3. Cermin diarahkan sedemikian rupa ke arah matahari, sehingga pantulan sinar matahari mengenai dinding rumahmu. Hal itu karena sinar gelombang cahaya a. Memerlukan medium b. Tidak dapat dibiaskan c. Merambat dengan arah tak tentu d. Dapat dipantulkan C D C1 C

4. Perhatikan gambar di bawah ini : C C3 a. Lilin mengeluarkan cahaya b. Lilin sebagai benda cahaya c. Sinar merambat lurus d. Sinar keluar dari lilin 5. Beberapa percobaan : 1. Lilin yang dipancarkan pada susunan karton yang berlubang dengan berurutan. Lampu yang disorotkan pada kaca bening 3. Senter yang dipancarkan ke seekor kupu-kupu yang diawetkan. 4. Sendok yang dimasukkan ke dalam air Percobaan akibat terjadinya bayangan adalah... a. 1 b. c. 3 d. 4 C* C4

6. Bayangan terjadi akibat a. Cahaya merambat lurus dan mengenai banda tembus cahaya b. Cahaya merambat lurus dan mengenai benda tak tembus cahaya c. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tembus cahaya d. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tak tembus cahaya B C 7. x Pada gambar di atas, huruf x adalah ruang a. Bayang-bayangan b. Bayangan c. Umbra d. Penumbra D C3

8. Perhatikan gambar di bawah ini : 1. 3 4. A C4 Jenis berkas sinar yang tepat menurut gambar itu adalah Pilihan Sinar sejajar Divergen Konvergen a. b. c. d. 1 1 3 3 4 3 4 3 4 Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan Hukum Pemantulan 9. Pemantulan yang disebabkan oleh sinar datang ke permukaan halus adalah pemantulan a. Sejajar b. Teratur A C1

c. Difus d. Baur 10. Akibat pemantulan beraturan a. Menyilaukan b. Teduh c. Gersang d. Redup 11. Gambar manakah yang menunjukkan hukum pemantulan cahaya B C a. c. b. d. B C3

1. Sinar datang tegak lurus pada bidang pemantul, maka sinar pantulnya a. Mendekati garis normal b. Menjauhi garis normal c. Berimpit dengan garis normal d. Tidak berimpit dengan garis normal C* C 13. Gambar manakah yang menunjukkan pemantulan teratur a. c. b. d. D C3 14. Gambar menunjukkan sebuah sinar cahaya yang diarahkan ke cebuah cermin. Besar sudut datang dan sudut pantul adalah... A C4

Sudut datang Sudut pantul a. 40 o 40 o b. 40 o 50 o c. 50 o 40 o d. 60 o 50 o 15. Sinar datang adalah a. Sinar yang dipantulkan oleh permukaan benda b. Sinar yang datang pada permukaan benda c. Sinar yang datang oleh permukaan benda d. Sinar yang datang dari permukaan benda B* C1 16. Perhatikan gambar di bawah ini! Kesimpulannya adalah a. Besar sudut datang sudut pantul b. Sinar datang sejajar dengan cermin c. Besar sinar datang sudut datang d. Sudut datang 90 o A C4

Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Cermin 17. Sifat bayangan pada cermin datar yaitu a. Maya b. Tegak c. Sama besar d. Maya, tegak, sama besar 18. Terdapat dua jenis bayangan yaitu a. Nyata dan maya b. Baur dan teratur c. Terang dan gelap d. Pendek dan tinggi D* C A C1 19. Bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung adalah a. Maya b. Tegak c. Maya, tegak dan diperkecil d. Diperkecil C C 0. Yang tepat digunakan untuk spion kendaraan adalah a. Cermin datar b. Cermin cekung c. Cermin cembung d. Lensa cekung C* C1 1. Bayangan yang dihasilkan pada cermin cekung adalah terbalik, tegak, diperkecil. Jika dilukiskan pada gambar yang benar adalah C C4

a. b. c. d.

. Agar seseorang yang tingginya 160 cm dapat melihat seluruh tubuhnya di depan cermin datar, tinggi cermin yang diperlukan minimal a. 160 cm b. 80 cm c. 60 cm d. 40 cm 3. B C3 Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung pada gambar di atas adalah a. Nyata, terbalik b. Nyata, diperkecil c. Maya, terbalik d. Maya, tegak, diperbesar 4. Sebuah benda terletak 30 cm di depan cermin cekung jika jarak bayangan 60 cm, maka jarak titik fokus adalah a. 1 cm b. 0 cm c. 50 cm d. 60 cm D* C4 B* C3

Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh berdasarkan percobaan Hukum Pembiasan 5. Refraksi disebut juga dengan a. Pemantulan cahaya b. Pembelokkan cahaya c. Pembiasan cahaya e. Perambatan cahaya C* C1 6. Bintang di langit yang kita lihat sebenarnya tidak terletak pada kedudukan sesungguhnya. Hal itu disebabkan oleh peristiwa a. Pemantulan b. Dispersi c. Pembiasan d. Interferensi 7. Pembelokkan arah rambatan cahaya pada saat cahaya menembus dua medium yang berbeda disebut a. Pembiasan cahaya b. Pemantulan cahaya c. Perambatan cahaya d. Pembelokkan cahaya 8. Diketahui Cn cepat rambat dalam zat dan C cepat rambat cahaya dalam ruang hampa, maka nilai indeks bias zat adalah a. C n/cn b. n C/Cn c. n C x Cn d. Cn C x n C A B C C1 C3

9. Cepat rambat di ruang hampa 3 x 10 8 m/s sedangkan di air,3 x 10 8 m/s, maka indeks bias air adalah a. 6,9 x 10 16 b. 0,7 c. 7 x 10 8 d. 1,3 30. Berikut ini adalah yang bukan proses terjadinya fatamorgana a. Peristiwa penguraian warna b. Peristiwa pembiasan cahaya c. Peristiwa pemantulan sempurna d. Peristiwa alami D* C3 A* C 31. Beberapa peristiwa : 1. fatamorgana. pelangi 3. pensil terlihat tampak membengkok di dalam gelas yang berisi air 4. dasar kolam yang airnya bening lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya yang termasuk pemantulan sempurna adalah a. 4 b. 3 c. d. 1 D C4

3. Diantara lukisan pembiasan cahaya pada kaca tebal di bawah ini, manakah yang paling tepat? a. b. D C4 c.

d. Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cembung dan lensa cekung Lensa 33. Benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung dinamakan a. Lensa b. Cermin c. Kacamata d. Spion 34. Sifat lensa cembung dan lensa cekung adalah a. Mengumpulkan dan menyebarkan cahaya b. Menyebarkan dan menyejajarkan cahaya c. Mengumpulkan dan meluruskan cahaya d. Membengkokkan dan mengumpulkan cahaya A A C1 C 35. Manfaat dari lensa digunakan pada : 1. mikroskop 3. kamera. kacamata 4. kaca pembesar Lensa cembung dimanfaatkan pada benda a. 1,3,4 b. 1,,3 c.,3 d.,4 A* C

36. Sifat bayangan benda yang tidak dihasilkan oleh lensa cekung, a. Tegak b. Positif c. Maya d. Diperkecil 37. Jika diketahui jarak fokus (f) cm dan jarak benda 3 cm, maka gambar yang menunjukkan bentuk bayangan pada lensa cembung adalah B C1 a. C* C4 b.

c. d. 38. Sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung pada gambar di atas adalah a. Sejati, tegak b. Sejati, terbalik c. Maya, diperkecil d. Maya, tegak, diperkecil D C4

39. Di depan lensa cembung terdapat benda sejauh 15 cm sehingga terbentuk bayangan 30 cm dari lensa, maka titik fokus adalah a. 5 cm b. 10 cm c. 15 cm d. 0 cm B C3 40. Rumus menentukan daya/kekuatan pada lensa jika f titik fokus satuannya centimeter a. f 10/P b. P 10 x f c. F 100 x P d. P 100/f D* C3

KISI-KISI INSTRUMEN TES HASIL BELAJAR Kompetensi Dasar : Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa Materi Pokok : Cahaya Kelas : VIII (Delapan) Jenis Tes : Pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban Jumlah Soal : 40 soal Lampiran 7 A. Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar No Indikator Submateri 1 3 4 5 Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat perambatan cahaya Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh melalui percobaan Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung Perambatan Cahaya Hukum Pemantulan Aspek Kognitif C1 C C3 C4 Jumlah 3,6 4,7 8 6 9 10 11,13 14, 16 6 Cermin 18 19 1 4 Hukum Pembiasan 7 6 8 31 4 Lensa 33, 36 34 39 38 5 Jumlah 6 6 7 6 5

B. Bentuk Soal, Kunci Jawaban, dan Aspek Kognitif yang Diukur Indikator Submateri Butir Soal Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifatsifat perambatan cahaya Perambatan Cahaya 1. Cahaya merupakan salah satu bentuk dari gelombang a. Lurus b. Longitudinal c. Elektromagnetik d. Udara. Cermin diarahkan sedemikian rupa ke arah matahari, sehingga pantulan sinar matahari mengenai dinding rumahmu. Hal itu karena sinar gelombang cahaya a. Memerlukan medium b. Tidak dapat dibiaskan c. Merambat dengan arah tak tentu d. Dapat dipantulkan 3. Perhatikan gambar di bawah ini : Kunci Jawaban C D Aspek Kognitif C1 C C C3 a. Lilin mengeluarkan cahaya b. Lilin sebagai benda cahaya

c. Sinar merambat lurus d. Sinar keluar dari lilin 4. Bayangan terjadi akibat a. Cahaya merambat lurus dan mengenai banda tembus cahaya b. Cahaya merambat lurus dan mengenai benda tak tembus cahaya c. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tembus cahaya d. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tak tembus cahaya 5. x B C Pada gambar di atas, huruf x adalah ruang a. Bayang-bayangan b. Bayangan c. Umbra d. Penumbra D C3

6. Perhatikan gambar di bawah ini : 1. 3 4. A C4 Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh melalui percobaan Hukum Pemantulan Jenis berkas sinar yang tepat menurut gambar itu adalah Pilihan Sinar sejajar Divergen Konvergen a. b. c. d. 1 1 3 3 4 3 4 3 4 7. Pemantulan yang disebabkan oleh sinar datang ke permukaan halus adalah pemantulan a. Sejajar b. Teratur c. Difus d. Baur A C1

8. Akibat pemantulan beraturan a. Menyilaukan b. Teduh c. Gersang d. Redup 9. Gambar manakah yang menunjukkan hukum pemantulan teratur a. c. B C b. d. B C3 10. Gambar manakah yang menunjukkan pemantulan teratur D C3

a. c. b. d. 11. Gambar menunjukkan sebuah sinar cahaya yang diarahkan ke cebuah cermin. Besar sudut datang dan sudut pantul adalah... Sudut datang Sudut pantul a. 40 o 40 o b. 40 o 50 o c. 50 o 40 o d. 60 o 50 o A C4

1. Perhatikan gambar di bawah ini! A C4 Kesimpulannya adalah a. Besar sudut datang sudut pantul b. Sinar datang sejajar dengan cermin c. Besar sinar datang sudut datang d. Sudut datang 90 o Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung Cermin 13. Terdapat dua jenis bayangan yaitu a. Nyata dan maya b. Baur dan teratur c. Terang dan gelap d. Pendek dan tinggi 14. Bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung adalah a. Maya b. Tegak c. Maya, tegak dan diperkecil d. Diperkecil A C C1 C 15. Bayangan yang dihasilkan pada cermin cekung adalah terbalik, tegak, diperkecil. Jika dilukiskan pada gambar yang C C4

benar adalah a. b. c. d.

16. Agar seseorang yang tingginya 160 cm dapat melihat seluruh tubuhnya di depan cermin datar, tinggi cermin yang diperlukan minimal a. 160 cm b. 80 cm c. 60 cm d. 40 cm B C3 Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh berdasarkan percobaan Hukum Pembiasan 17. Bintang di langit yang kita lihat sebenarnya tidak terletak pada kedudukan sesungguhnya. Hal itu disebabkan oleh peristiwa a. Pemantulan b. Dispersi c. Pembiasan d. Interferensi C C 18. Pembelokkan arah rambatan cahaya pada saat cahaya menembus dua medium yang berbeda disebut a. Pembiasan cahaya b. Pemantulan cahaya c. Perambatan cahaya d. Pembelokkan cahaya A C1 19. Diketahui Cn cepat rambat dalam zat dan C cepat rambat cahaya dalam ruang hampa, maka nilai indeks bias zat adalah a. C n/cn b. n C/Cn B C3

c. n C x Cn d. Cn C x n 0. Beberapa peristiwa : 1. fatamorgana. pelangi 3. pensil terlihat tampak membengkok di dalam gelas yang berisi air 4. dasar kolam yang airnya bening lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya yang termasuk pemantulan sempurna adalah a. 4 b. 3 c. d. 1 D C4 Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat bayangan pada lensa cembung dan lensa cekung Lensa 1. Benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung dinamakan a. Lensa b. Cermin c. Kacamata d. Spion. Sifat lensa cembung dan lensa cekung adalah a. Mengumpulkan dan menyebarkan cahaya b. Menyebarkan dan menyejajarkan cahaya c. Mengumpulkan dan meluruskan cahaya d. Membengkokkan dan mengumpulkan cahaya A A C1 C

3. Sifat bayangan benda yang tidak dihasilkan oleh lensa cekung, a. Tegak b. Positif c. Maya d. Diperkecil 4. B C1 Sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung pada gambar di atas adalah a. Sejati, tegak b. Sejati, terbalik c. Maya, diperkecil d. Maya, tegak, diperkecil 5. Di depan lensa cembung terdapat benda sejauh 15 cm sehingga terbentuk bayangan 30 cm dari lensa, maka titik fokus adalah a. 5 cm b. 10 cm c. 15 cm d. 0 cm D B C4 C3

Lampiran 1 Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Kontrol 1. Data Pretest Kelas Kontrol 4 3 36 44 44 44 48 48 48 48 5 5 5 5 5 5 5 5 5 56 56 56 56 56 56 56 56 60 60 60 Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (X max ) adalah 60 dan nilai minimum (X min ) adalah 4.. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R) X max X min 60 4 36 3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) 1 + 3,3 log n 1 + 3,3 log 30 1 + 3,3 x 1,47 1 + 4,85 5,85 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.

4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P) R K 36 7 5,14 6 Sehingga panjang kelasnya adalah 6. 5. Tabel Distribusi Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif Xi fi. Xi fi. Xi 4-9 3,5 6,5 1 1 70,5 6,5 70,5 30-35 9,5 3,5 1 1056,5 3,5 1056,5 36-41 35,5 38,5 1 3 148,5 38,5 148,5 4-47 41,5 44,5 3 6 1980,5 133,5 5940,75 48-53 47,5 50,5 13 19 550,5 656,5 33153,5 54-59 53,5 56,5 8 7 319,5 45 5538 60-65 59,5 6,5 3 30 3906,5 187,5 11718,75 Jumlah ( ) 30 157 79591,5 6. Menentukan Harga Mean ( x ) x f x f i 157 30 50,9 7. Menentukan Harga Median (M e ) M M M M M e e e e e 1 n f k b + p f 1 30 7 47,5 7 + 13 15 7 47,5 + 7 13 47,5 6,5 41

8. Menentukan Modus (M o ) M M M M o o o o b 1 b + p b 1 + b 10 47,5 + 7 10 + 5 47,5 + 4,7 5, 9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD SD SD SD SD SD n fi. Xi 30 64,4 8,0 ( fi. Xi) ( n 1) ( 79591,5 ) ( 30( 30 1) 387745 33179 870 56016 870 n 157 )

Lampiran Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Belajar Fisika pada Kelas Kontrol 1. Data Posttest Kelas Kontrol 0 4 3 3 3 36 36 40 40 40 40 40 40 40 44 44 48 48 48 48 48 5 5 56 60 64 64 64 64 68 Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (X max ) adalah 68 dan nilai minimum (X min ) adalah 0.. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R) X max X min 68 0 48 3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) 1 + 3,3 log n 1 + 3,3 log 30 1 + 3,3 x 1,47 1 + 4,85 5,85 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.

4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P) R K 48 7 6,86 7 Sehingga panjang kelasnya adalah 7. 5. Tabel Distribusi No. Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif Xi fi. Xi fi. Xi 1 0-6 19,5 3 1 1 59 3 59 7-33 6,5 30 4 5 900 10 3600 3 34-40 33,5 37 9 14 1369 333 131 4 41-47 40,5 44 7 1 1936 308 1355 5 48-54 47,5 51 3 601 10 50 6 55-61 54,5 58 5 3364 116 678 7 6-68 61,5 65 5 30 45 35 115 Jumlah ( ) 30 137 63057 6. Menentukan Harga Mean ( x ) x f x f i 137 44,3 30 7. Menentukan Harga Median (M e ) M M M M M e e e e e 1 n f k b + p f 1 30 3 40,5 7 + 7 15 3 40,5 + 7 7 40,5 8 3,5

8. Menentukan Modus (M o ) M M M M o o o o b 1 b + p b 1 + b 5 33,5 + 7 5 + 33,5 + 5 38,5 9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD SD SD SD SD SD n fi. Xi 30(63057) 130781 870 150,3 1,6 n 30 ( fi. Xi) ( n 1) ( 137) ( 30 1) 1891710 176099 870

Lampiran 3 Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Eksperimen 1. Data Pretest Kelas Eksperimen 44 44 44 48 48 48 48 5 5 5 5 5 5 5 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 56 60 60 60 60 Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (X max ) adalah 60 dan nilai minimum (X min ) adalah 44.. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R) X max X min 60 44 16 3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) 1 + 3,3 log n 1 + 3,3 log 30 1 + 3,3 x 1,47 1 + 4,85 5,85 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.

4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P) R K 17 6,8 3 Sehingga panjang kelasnya adalah 3. 5. Tabel Distribusi No. Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif Xi fi. Xi fi. Xi 1 44-46 43,5 45 3 3 05 135 6075 47-49 46,5 48 4 7 304 19 916 3 50-5 49,5 51 7 14 601 357 1807 4 53-55 5,5 54 0 14 916 0 0 5 56-58 55,5 57 1 6 349 684 38988 6 59-61 58,5 60 4 30 3600 40 14400 7 6-64 61,5 63 0 30 3969 0 0 Jumlah ( ) 30 1608 86886 6. Menentukan Harga Mean ( x ) x f x f i 1608 30 53.6 7. Menentukan Harga Median (M e ) M M M M M e e e e e 1 n f k b + p f 1 30 30 55,5 7 + 1 15 30 55,5 + 7 1 55,5 8,75 46,75

8. Menentukan Modus (M o ) M M M M o o o o b 1 b + p b1 + b 1 55,5 + 7 1 + 8 55,5 + 4, 59,7 9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD SD SD SD SD SD n fi. Xi 4,9 30 ( fi. Xi) ( n 1) ( 86886) ( 1608) 30( 30 1) 606580 585664 870 0916 870 4,04 n

Lampiran 4 Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Eksperimen 1. Data Posttest Kelas Eksperimen 3 44 48 56 56 56 64 64 64 64 64 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 7 7 7 76 76 76 76 76 80 Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (X max ) adalah 80 dan nilai minimum (X min ) adalah 3.. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R) X max X min 80 3 48 3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) 1 + 3,3 log n 1 + 3,3 log 30 1 + 3,3 x 1,47 1 + 4,85 5,85 6 atau 7 Sehingga banyaknya kelas adalah 7.

4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P) R K 48 7 6,86 7 Sehingga panjang kelasnya adalah 7. 5. Tabel Distribusi No. Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif Xi fi. Xi fi. Xi 1 3-38 31,5 35 1 1 15 35 15 39-45 38,5 4 1 1764 4 1764 3 46-5 45,5 49 1 3 401 49 401 4 53-59 5,5 56 3 6 3136 168 9408 5 60-66 59,5 63 15 1 3969 945 59535 6 67-73 66,5 70 3 4 4900 10 14700 7 74-80 73,5 77 6 30 599 46 35574 Jumlah ( ) 30 1911 14607 6. Menentukan Harga Mean ( x ) x f x f i 1911 30 63,7 7. Menentukan Harga Median (M e ) M M M M M e e e e e 1 n f k b + p f 1 30 4 59,5 7 + 15 15 4 59,5 + 7 15 59,5 4, 55,3

8. Menentukan Modus (M o ) M M M M o o o o b1 b + p b1 + b 1 59,5 + 7 1 + 1 59,5 + 3,5 9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD SD SD SD SD SD 9,96 63 n fi. Xi ( fi. Xi) ( n 1) ( ) ( 30( 30 1) 30 14607 373810 365191 870 8689 870 99,18 n 1911 )

Lampiran 5 Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest pada Kelas Kontrol Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H 0 data berdistribusi normal H 1 data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L 0 1) Pengamatan X 1, X, X 3,..., X n dijadikan bilangan baku Z 1, Z, Z 3,..., Z n dengan menggunakan rumus : Dimana : Z Z Bilangan baku i X i X S X Rata-rata S Simpangan Baku ) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z i ) P(Z Z i ) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z 1, Z, Z 3,..., Z n yang lebih kecil atau sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z i ), maka : S( Z ) i banyaknya Z, Z 1, Z,..., Z n 3 n yang Z 4) Menghitunglah selisih F(Z i ) S(Z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L 0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih. i

c. Menentukan harga L tabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H 0 jika L 0 > L tabel Terima H 0 jika L 0 < L tabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X ) 50,9 Simpangan Baku (S) 8,0 No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi) 1 4-3,35 0,0004 0,0333 0,039 3 -,36 0,0091 0,0667 0,0576 3 36-1,86 0,0314 0,1 0,0686 4 44-0,86 0,1949 0, 0,0051 5 44-0,86 0,1949 0, 0,0051 6 44-0,86 0,1949 0, 0,0051 7 48-0,36 0,3594 0,3333 0,061 8 48-0,36 0,3594 0,3333 0,061 9 48-0,36 0,3594 0,3333 0,061 10 48-0,36 0,3594 0,3333 0,061 11 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 1 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 13 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 14 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 15 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 16 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 17 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 18 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 19 5 0,137 0,5557 0,6333 0,0776 0 56 0,636 0,7389 0,8667 0,178 1 56 0,636 0,7389 0,8667 0,178 56 0,636 0,7389 0,8667 0,178 3 56 0,636 0,7389 0,8667 0,178 4 56 0,636 0,7389 0,8667 0,178 5 56 0,636 0,7389 0,8667 0,178 6 56 0,636 0,7389 0,8667 0,178 7 60 1,135 0,879 1 0,171 8 60 1,135 0,879 1 0,171 9 60 1,135 0,879 1 0,171 30 60 1,135 0,879 1 0,171

Harga L 0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,178]. Harga L tabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H 0, jika L 0 > L tabel Terima H 0, jika L 0 < L tabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L 0 (Nilai Hitung) < L tabel (Nilai Tabel) 0,178 < 0,161. hal ini berarti data Pretest pada kelas kontrol adalah berdistribusi normal.

Lampiran 6 Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest pada Kelas Kontrol Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H 0 data berdistribusi normal H 1 data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L 0 1) Pengamatan X 1, X, X 3,..., X n dijadikan bilangan baku Z 1, Z, Z 3,..., Z n dengan menggunakan rumus : Dimana : Z Z Bilangan baku i X i X S X Rata-rata S Simpangan Baku ) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z i ) P(Z Z i ) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z 1, Z, Z 3,..., Z n yang lebih kecil atau sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z i ), maka : S( Z ) i banyaknya Z, Z 1, Z,..., Z n 3 n yang Z 4) Menghitunglah selisih F(Z i ) S(Z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L 0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih. i

c. Menentukan harga L tabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H 0 jika L 0 > L tabel Terima H 0 jika L 0 < L tabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X ) 44,3 Simpangan Baku (S) 1,6 No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)] 1 0-1.98 0.039 0.0333 0.0094 4-1.65 0.0495 0.0667 0.017 3 3-1 0.1587 0.3 0.1413 4 3-1 0.1587 0.3 0.1413 5 3-1 0.1587 0.3 0.1413 6 36-0.67 0.514 0.333 0.0181 7 36-0.67 0.514 0.333 0.0181 8 40-0.35 0.363 0.4667 0.1035 9 40-0.35 0.363 0.4667 0.1035 10 40-0.35 0.363 0.4667 0.1035 11 40-0.35 0.363 0.4667 0.1035 1 40-0.35 0.363 0.4667 0.1035 13 40-0.35 0.363 0.4667 0.1035 14 40-0.35 0.363 0.4667 0.1035 15 44-0.0 0.49 0.5333 0.0413 16 44-0.0 0.49 0.5333 0.0413 17 48 0.308 0.617 0.7 0.0783 18 48 0.308 0.617 0.7 0.0783 19 48 0.308 0.617 0.7 0.0783 0 48 0.308 0.617 0.7 0.0783 1 48 0.308 0.617 0.7 0.0783 5 0.634 0.7357 0.7667 0.031 3 5 0.634 0.7357 0.7667 0.031 4 56 0.96 0.8315 0.8 0.0315 5 60 1.86 0.9015 0.8333 0.068 6 64 1.613 0.9463 0.9667 0.004 7 64 1.613 0.9463 0.9667 0.004 8 64 1.613 0.9463 0.9667 0.004 9 64 1.613 0.9463 0.9667 0.004 30 68 1.939 0.9738 1 0.06

Harga L 0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,1413]. Harga L tabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H 0, jika L 0 > L tabel Terima H 0, jika L 0 < L tabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L 0 (Nilai Hitung) < L tabel (Nilai Tabel) 0,1413 < 0,161. hal ini berarti data Posttest pada kelas kontrol adalah berdistribusi normal.

Lampiran 7 Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Pretest pada Kelas Eksperimen Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H 0 data berdistribusi normal H 1 data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L 0 1) Pengamatan X 1, X, X 3,..., X n dijadikan bilangan baku Z 1, Z, Z 3,..., Z n dengan menggunakan rumus : Dimana : Z Z Bilangan baku i X i X S X Rata-rata S Simpangan Baku ) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z i ) P(Z Z i ) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z 1, Z, Z 3,..., Z n yang lebih kecil atau sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z i ), maka : S( Z ) i banyaknya Z, Z 1, Z,..., Z n 3 n yang Z 4) Menghitunglah selisih F(Z i ) S(Z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L 0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih. i

c. Menentukan harga L tabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H 0 jika L 0 > L tabel Terima H 0 jika L 0 < L tabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X ) 53,6 Simpangan Baku (S) 4,9 No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)] 1 44-1,94 0,06 0,1 0,0738 44-1,94 0,06 0,1 0,0738 3 44-1,94 0,06 0,1 0,0738 4 48-1,09 0,1379 0,333 0,0954 5 48-1,09 0,1379 0,333 0,0954 6 48-1,09 0,1379 0,333 0,0954 7 48-1,09 0,1379 0,333 0,0954 8 5-0,3 0,409 0,4667 0,0577 9 5-0,3 0,409 0,4667 0,0577 10 5-0,3 0,409 0,4667 0,0577 11 5-0,3 0,409 0,4667 0,0577 1 5-0,3 0,409 0,4667 0,0577 13 5-0,3 0,409 0,4667 0,0577 14 5-0,3 0,409 0,4667 0,0577 15 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 16 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 17 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 18 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 19 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 0 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 1 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 3 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 4 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 5 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 6 56 0,617 0,734 0,8667 0,1343 7 60 1,468 0,99 1 0,0708 8 60 1,468 0,99 1 0,0708 9 60 1,468 0,99 1 0,0708 30 60 1,468 0,99 1 0,0708

Harga L 0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,1343]. Harga L tabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H 0, jika L 0 > L tabel Terima H 0, jika L 0 < L tabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L 0 (Nilai Hitung) < L tabel (Nilai Tabel) 0,1343 < 0,161. hal ini berarti data Pretest pada kelas eksperimen adalah berdistribusi normal.

Lampiran 8 Proses Penghitungan Uji Normalitas Skor Posttest pada Kelas Eksperimen Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H 0 data berdistribusi normal H 1 data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L 0 1) Pengamatan X 1, X, X 3,..., X n dijadikan bilangan baku Z 1, Z, Z 3,..., Z n dengan menggunakan rumus : Dimana : Z Z Bilangan baku i X i X S X Rata-rata S Simpangan Baku ) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z i ) P(Z Z i ) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z 1, Z, Z 3,..., Z n yang lebih kecil atau sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z i ), maka : S( Z ) i banyaknya Z, Z 1, Z,..., Z n 3 n yang Z 4) Menghitunglah selisih F(Z i ) S(Z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L 0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih. i

c. Menentukan harga L tabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H 0 jika L 0 > L tabel Terima H 0 jika L 0 < L tabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X ) 63,7 Simpangan Baku (S) 9,96 No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)] 1 3-3,18 0,0007 0,0333 0,036 44-1,98 0,039 0,0667 0,048 3 48-1,58 0,0571 0,1 0,049 4 56-0,77 0,06 0, 0,006 5 56-0,77 0,06 0, 0,006 6 56-0,77 0,06 0, 0,006 7 64 0,03 0,51 0,3667 0,1453 8 64 0,03 0,51 0,3667 0,1453 9 64 0,03 0,51 0,3667 0,1453 10 64 0,03 0,51 0,3667 0,1453 11 64 0,03 0,51 0,3667 0,1453 1 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 13 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 14 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 15 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 16 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 17 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 18 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 19 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 0 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 1 68 0,43 0,6664 0,7 0,0336 7 0,833 0,7967 0,8 0,0033 3 7 0,833 0,7967 0,8 0,0033 4 7 0,833 0,7967 0,8 0,0033 5 76 1,35 1,3907 0,9667 0,44 6 76 1,35 1,3907 0,9667 0,44 7 76 1,35 1,3907 0,9667 0,44 8 76 1,35 1,3907 0,9667 0,44 9 76 1,35 1,3907 0,9667 0,44 30 80 1,637 0,9495 1 0,0505

Harga L 0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,1453]. Harga L tabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H 0, jika L 0 > L tabel Terima H 0, jika L 0 < L tabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L 0 (Nilai Hitung) < L tabel (Nilai Tabel) 0,1453 < 0,161. hal ini berarti data Posttest pada kelas eksperimen adalah berdistribusi normal.

Lampiran 9 Penghitungan Homogenitas Data Pretest Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Tabel Distribusi Varians Gabungan Sampel db (n-1) S Log S (db). Log S Eksperimen 9 4,01 1,38 40,0 Kontrol 9 64,3 1,81 5,49 58 9,51 1. Menghitung varians gabungan dengan rumus : S S S S ( n 1) 1 S + ( n 1) 1 ( n 1) 1 + ( n 1) ( 9) 4,01 + ( 9) 64,3 ( 9) + ( 9) 696,9 + 186,67 58 558,96 44,1 58 S. Log S Log 44,1 1,64 3. B (Nilai Bartlett) Log S ( n 1) 1,64 x 58 95,1

4. Menghitung X Hitung X X X { } ( ln 10) B ( db) Log S,3 ( 95,1 95,51),3 ( 0,39) 0, 897 5. Membandingkan X hitung dengan X tabel, untuk α 0,05 dengan derajat kebebasan (db) k 1 1 1, sehingga X tabel 3,84 6. Kriteria pengujian : Jika X hitung > dari X tabel, maka data dinyatakan tidak homogen Jika X hitung < dari X tabel, maka data dinyatakan homogen 7. Kesimpulan : Jadi, karena X hitung < X tabel yaitu -0,897 < 3,84 Maka data tersebut bersifat Homogen.

Lampiran 10 Penghitungan Homogenitas Data Posttest Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Tabel Distribusi Varians Gabungan Sampel db (n-1) S Log S (db). Log S Eksperimen 9 99,016 1,9965 57,8985 Kontrol 9 150,3076,1769 63,1301 58 11,086 1. Menghitung varians gabungan dengan rumus : S S S S ( n 1) 1 S + ( n 1) 1 ( n 1) 1 + ( n 1) ( 9) 99,016 + ( ) ( 9) + ( 9) S 9 150,3076 876,8464 + 4358,904 58 735,7668 58 14,7546. Log S Log 14,7546,0961 3. B (Nilai Bartlett) Log S ( n 1),0961 x 58 11,5713

4. Menghitung X Hitung X X X { } ( ln 10) B ( db) Log S,3 ( 11,5713 11,086),3 ( 0,547) 1, 5 5. Membandingkan X hitung dengan X tabel, untuk α 0,05 dengan derajat kebebasan (db) k 1 1 1, sehingga X tabel 3,84 6. Kriteria pengujian : Jika X hitung > dari X tabel, maka data dinyatakan tidak homogen Jika X hitung < dari X tabel, maka data dinyatakan homogen 7. Kesimpulan : Jadi, karena X hitung < X tabel yaitu 1,5 < 3,84 Maka data tersebut bersifat Homogen.

Lampiran 11 Pengujian Hipotesis Pretest Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui : N 1 30 N 30 X 1 53,6 X 50,9 S 4,01 64,3 1 S Untuk pengujian hipotesis digunakan rumus : t S X 1 X 1 1 1 + n n Menentukan Standar Deviasi Gabungan : S S S S S ( n 1) S 1 + ( n ) ( n 1 + n ) ( 9 ) 4,01 + ( 9 ) ( 30 + 30 ) 696,9 + 1865,8 58 561,57 58 44,165 6,646 S 64,3 Maka t adalah : t t t 53,6 50,9 6,646 6,646 1,574,7 1 30 30 + 1 30,7 6,646 ( 0,58),7 1,715

Kesimpulan : Kriteria Pengujian Hipotesis : Jika : t tabel t hitung t tabel Terima Ho, Tolak Ha t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung Terima Ha, Tolak Ho Dimana : H a : terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. H 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. Dari hasil penghitungan Uji Hipotesis Data Pretest diperoleh t hitung 1,574 dan t tabel pada taraf signifikan adalah,04. Karena kriteria pengujian adalah t tabel t hitung t tabel,00 1,574,00 maka terima H o dan tolak H a. Dengan demikian tidak terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa.

Lampiran 1 Pengujian Hipotesis Posttest Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui : N 1 30 N 30 X 1 63,7 X 44,3 S 99,016 150,3076 1 S Untuk pengujian hipotesis digunakan rumus : t S X 1 X 1 1 1 + n n Menentukan Standar Deviasi Gabungan : S S S S S ( n 1) 1 S + ( n 1) 1 ( n 1) 1 + ( n 1) ( 9 ) 99,016 + ( 9 ) 150 ( 9 ) + ( 9 ) 876,8464 + 4358,904 58 735,7668 58 14,7546 11,1694 S,3076 Maka t adalah : t t t 63,7 44,3 11,1694 19,47 11,1694 6,7564 1 30 30 + 1 30 19,47 11,1694 ( 0,58) 19,47,8817

Kesimpulan : Kriteria Pengujian Hipotesis : Jika : t tabel t hitung t t abel Terima Ho, Tolak Ha t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung Terima Ha, Tolak Ho Dimana : H a : terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. H 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. Dari hasil penghitungan Uji Hipotesis Data Posttest diperoleh t hitung 6,76 dan t tabel pada taraf signifikan adalah,00. Karena kriteria pengujian adalah t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung -,00 < 6,76 atau,00 < 6,76 maka terima H a dan tolak H 0. Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa.

Lampiran 13 Nilai Normal Gain(N-Gain) Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Perhitungan nilai N-gain berdasarkan rumus berikut ini : N gain nilai posttest nilai pretest nilai maksimum nilai pretest Sedangkan kategorisasi ditentukan dengan nilai N-gain sebagai berikut : a. g-tinggi : nilai G 0,70 b. g-sedang : nilai 0,30 G > 0,70 c. g-rendah : nilai G < 0,30 Nilai Normal Gain hasil pretest dan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen ditunjukkan pada tabel berikut ini : Rsp Nilai Nilai N-gain Nilai Nilai N-gain Kategori Rsp Pretest Posttest Kontrol Pretest Posttest Eksp Kategori A 5 36-0.33 rendah A 5 56 0.0833 rendah B 48 48 0 rendah B 60 56-0.1 rendah C 5 40-0.5 rendah C 56 64 0.1818 rendah D 5 3-0.4 rendah D 5 64 0.5 rendah E 44 36-0.14 rendah E 44 64 0.3571 sedang F 56 40-0.36 rendah F 5 68 0.3333 sedang G 3 3 0 rendah G 56 64 0.1818 rendah H 56 5-0.09 rendah H 5 68 0.3333 sedang I 48 3-0.31 rendah I 44 3-0.143 rendah J 48 40-0.15 rendah J 56 68 0.77 sedang K 5 40-0.5 rendah K 5 76 0.5 sedang L 48 48 0 rendah L 48 7 0.4615 sedang M 58 40-0.43 rendah M 44 56 0.143 rendah N 56 48-0.18 rendah N 56 68 0.77 rendah O 5 40-0.5 rendah O 56 68 0.77 rendah P 56 68 0.7 rendah P 56 80 0.5455 sedang Q 60 44-0.4 rendah Q 56 76 0.4545 sedang R 56 4-0.73 rendah R 48 68 0.3846 sedang S 5 44-0.17 rendah S 60 68 0. rendah T 4 0-0.05 rendah T 56 48-0.1818 rendah U 44 64 0.36 sedang U 5 76 0.5 sedang V 5 48-0.08 rendah V 56 44-0.77 rendah W 5 60 0.17 rendah W 5 7 0.4167 sedang X 56 64 0.18 rendah X 5 76 0.5 sedang Y 44 5 0.14 rendah Y 60 64 0.1 rendah Z 56 48-0.18 rendah Z 60 68 0. rendah AA 56 40-0.36 rendah AA 48 76 0.5385 sedang AB 5 64 0.5 rendah AB 56 68 0.77 rendah AC 60 56-0.1 rendah AC 56 68 0.77 rendah AD 36 64 0.44 sedang AD 56 7 0.3636 sedang 1364 1968

Lampiran 14 Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Normal Gain pada Kelas Kontrol 1. Data Normal Gain Kelas Kontrol -0,73-0,43-0,4-0,4-0,36-0,36-0,33-0,31-0,5-0,5-0,5-0,18-0,18-0,17-0,15-0,14-0,1-0,09-0,08-0,05 0 0 0 0,14 0,17 0,18 0,5 0,7 0,36 0,44 Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (X max ) adalah 0,44 dan nilai minimum (X min ) adalah -0,73.. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R) X m ax X min 0,44 (-0,73) 1,17 3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) 1 + 3,3 log n 1 + 3,3 log 30 1 + 3,3 x 1,47 1 + 4,85 5,85 6 atau 7 Sehingga banyaknya k elas adalah 7.

4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol Panjang Kelas (P) R K 1,17 7 0,167 0,17 Sehingga panjang kela snya adalah 0,17. 5. Tabel Distribusi No. Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif Xi fi. Xi fi. Xi 1-0,73 - -0,57-1,3-0,65 1 1 0,45-0,65 0,45-0,56 - -0,40-1,06-0,48 3 4 0,304-1,44 0,691 3-0,39 - -0,3-0,89-0,31 7 11 0,0961 -,17 0,677 4-0, - -0,06-0,7-0,14 8 19 0,0196-1,1 0,1568 5-0,05-0,11-0,55 0,03 4 3 0,0009 0,1 0,0036 6 0,1-0,8-0,38 0, 5 8 0,04 1 0, 7 0,9-0,45-0,1 0,37 30 0,1369 0,74 0,738 Jumlah ( ) 30-3,5,41 6. Menentukan Harga Mean ( x ) x f xi f 3,5 0,117 30 7. Menentukan Harga Median (M e ) M M M M M e e e e e 1 n f k b + p f 1 30 3 0,7 7 + 8 15 3 0,7 + 7 8 0,7 + ( 7) 7,7

8. Menentukan Modus (M o ) M M M M o o o o b 1 b + p b 1 + b 1 0,7 + 7 1 + 4 0,7 + 1,4 0,68 9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD SD SD SD SD SD n fi. Xi 30 0,6 ( fi. Xi) ( n 1) (,41) ( 3,5) 30( 30 1) 7,63 1,3904 870 60,396 870 0,069 n

Lampiran 15 Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Normal Gain pada Kelas Eksperimen 1. Data Normal Gain Kelas Eksperimen -0,7-0,1-0,18-0,1 0,08 0,1 0,18 0,18 0, 0, 0,1 0,5 0,7 0,7 0,7 0.7 0,7 0,33 0,33 0,33 0,36 0,36 0,38 0,4 0,46 0,5 0,5 0,5 0,54 0,55 Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (X max ) adalah 0,55 dan nilai minimum (X min ) adalah -0,7.. Menentukan Rentang Kelas Rentang Kelas (R) X m ax X min 0,55 (-0,7) 0,8 3. Banyaknya Kelas Interval Banyaknya Kelas (K) 1 + 3,3 log n 1 + 3,3 log 30 1 + 3,3 x 1,47 1 + 4,85 5,85 6 atau 7 Sehingga banyaknya k elas adalah 7.

4. Menentukan Panjang Kelas Eksperimen Panjang Kelas (P) R K 0,8 7 0,117 0,1 Sehingga panjang kela snya adalah 0,1. 5. Tabel Distribusi No. Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif Xi fi. Xi fi. Xi 1-0,7 - -0,16-0,77-0, 3 3 0,0484-0,66 0,145-0,15 - -0,04-0,65-0,1 1 4 0,01-0,1 0,01 3-0,03-0,08-0,53 0,05 1 5 0,005 0,05 0,005 4 0,09-0,0-0,41 0,15 5 10 0,05 0,75 0,115 5 0,1-0,3-0,9 0,7 7 17 0,079 1,89 0,5103 6 0,33-0,44-0,17 0,39 7 4 0,151,73 1,0647 7 0,45-0,56-0,05 0,51 6 30 0,601 3,06 1,5606 Jumlah ( ) 30 7,7 3,406 6. Menentukan Harga Mean ( x ) x f xi f 7,7 0,57 0,6 30 7. Menentukan Harga Median (M e ) M M M M M e e e e e 1 n f k b + p f 1 30 4 0,9 7 + 7 15 4 0,9 + 7 7 0,9 + ( 9) 9,9

8. Menentukan Modus (M o ) M M M M o o o o b1 b + p b1 + b 0,9 + 7 + 0 0,9 + 7 6,71 9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku SD SD SD SD SD SD n fi. Xi n 30 0, ( fi. Xi) ( n 1) ( 3,406) ( 7,7) 30( 30 1) 10,18 59,5984 870 4,5816 870 0,0489

Lampiran 16 Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain pada Kelas Kontrol a. Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : Hipotesis H 0 data berdistribusi normal H 1 data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L 0 1) Pengamatan X 1, X, X 3,..., X n dijadikan bilangan baku Z 1, Z, Z 3,..., Z n dengan menggunakan rumus : Dimana : Z Z Bilangan baku i X i X S X Rata-rata S Simpangan Baku ) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z i ) P(Z Z i ) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z 1, Z, Z 3,..., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z i ), maka : S( Z ) i banyaknya Z, Z 1, Z,..., Z n 3 n yang Z 4) Menghitunglah selisih F(Z i ) S(Z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L 0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih. i

c. Menentukan harga L tabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H 0 jika L 0 > L tabel Terima H 0 jika L 0 < L tabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X ) -0,117 Simpangan Baku ( S) 0,6 No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)] 1-0,73 -,37 0,0089 0,0333 0,044-0,43-1,1 0,1131 0,0667 0,0464 3-0,4-1,17 0,11 0,1 0,01 4-0,4-1,1 0,1357 0,1333 0,004 5-0,36-0,94 0,1736 0, 0,064 6-0,36-0,94 0,1736 0, 0,064 7-0,33-0,83 0,033 0,333 0,03 8-0,31-0,75 0,66 0,667 0,0401 9-0,5-0,5 0,3015 0,3667 0,065 10-0,5-0,5 0,3015 0,3667 0,065 11-0,5-0,5 0,3015 0,3667 0,065 1-0,18-0,5 0,4013 0,4333 0,03 13-0,18-0,5 0,4013 0,4333 0,03 14-0,17-0,1 0,4168 0,4667 0,0499 15-0,15-0,13 0,4483 0,5 0,0517 16-0,14-0,1 0,460 0,5333 0,0731 17-0,1 0,058 0,539 0,5667 0,048 18-0,09 0,096 0,5398 0,6 0,060 19-0,08 0,135 0,5517 0,6333 0,0816 0-0,05 0,5 0,5987 0,6667 0,068 1 0 0,44 0,67 0,7667 0,0967 0 0,44 0,67 0,7667 0,0967 3 0 0,44 0,67 0,7667 0,0967 4 0,14 0,981 0,8365 0,8 0,0365 5 0,17 1,096 0,8643 0,8333 0,031 6 0,18 1,135 0,8708 0,8667 0,0041 7 0,5 1,404 0,919 0,9 0,019 8 0,7 1,481 0,9306 0,9333 0,007 9 0,36 1,87 0,9664 0,9667 0,0003 30 0,44,135 0,9834 1 0,0166

Harga L 0 (Nilai Uji N-Gain) diambil dari nilai yang paling besar diantara hargaharga mutlak yaitu [0,0967]. Harga L tabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H 0, jika L 0 > L tabel Terima H 0, jika L 0 < L tabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L 0 (Nilai Hitung) < L tabel (Nilai Tabel) 0,0967 < 0,161. Hal ini berarti N-Gain pada kelas kontrol adalah berdistribusi normal.

Lampiran 17 Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain pada Kelas Eksperimen Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : a. Hipotesis H 0 data berdistribusi normal H 1 data berdistribusi tidak normal b. Menentukan harga L 0 1) Pengamatan X 1, X, X 3,..., X n dijadikan bilangan baku Z 1, Z, Z 3,..., Z n dengan menggunakan rumus : Dimana : Z Z Bilangan baku i X i X S X Rata-rata S Simpangan Baku ) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(Z i ) P(Z Z i ) 3) Selanjutnya dihitung proporsi Z 1, Z, Z 3,..., Z n yang lebih kecil atau sama dengan Z i. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z i ), maka : S( Z ) i banyaknya Z, Z 1, Z,..., Z n 3 n yang Z 4) Menghitunglah selisih F(Z i ) S(Z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L 0. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih. i

c. Menentukan harga L tabel Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05. d. Kriteria pengujian Tolak H 0 jika L 0 > L tabel Terima H 0 jika L 0 < L tabel Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan : Nilai Rata-rata ( X ) 0,6 Simpangan Baku (S) 0, No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)] 1-0,7 -,41 0,008 0,03 0,053-0,1 -,14 0,016 0,07 0,0505 3-0,18-0,08 0,1 0,077 4-0,1-1,64 0,0505 0,13 0,088 5 0,08-0,8 0,061 0,17 0,0394 6 0,1-0,73 0,37 0, 0,037 7 0,18-0,36 0,3594 0,7 0,097 8 0,18-0,36 0,3594 0,7 0,097 9 0, -0,7 0,3936 0,33 0,0603 10 0, -0,7 0,3936 0,33 0,0603 11 0,1-0,3 0,409 0,37 0,043 1 0,5-0,05 0,4801 0,4 0,0801 13 0,7 0,045 0,5199 0,57 0,0468 14 0,7 0,045 0,5199 0,57 0,0468 15 0,7 0,045 0,5199 0,57 0,0468 16 0,7 0,045 0,5199 0,57 0,0468 17 0,7 0,045 0,5199 0,57 0,0468 18 0,33 0,318 0,655 0,63 0,0078 19 0,33 0,318 0,655 0,63 0,0078 0 0,36 0,455 0,6736 0,7 0,064 1 0,36 0,455 0,6736 0,7 0,064 0,38 0,545 0,7088 0,73 0,045 3 0,4 0,77 0,7673 0,77 0,0006 4 0,45 0,864 0,8051 0,8 0,0051 5 0,46 0,909 0,8186 0,83 0,0147 6 0,5 1,091 0,861 0,93 0,071 7 0,5 1,091 0,861 0,93 0,071 8 0,5 1,091 0,861 0,93 0,071 9 0,54 1,73 0,898 0,97 0,0687 30 0,55 1,318 0,9066 1 0,0934

Harga L 0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-harga mutlak yaitu [0,0934]. Harga L tabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05 yaitu 0,161. Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah : Tolak H 0, jika L 0 > L tabel Terima H 0, jika L 0 < L tabel Sehingga dapat disampaikan bahwa : L 0 (Nilai Hitung) < L tabel (Nilai Tabel) 0,0934 < 0,161. Hal ini berarti N-Gain pada kelas eksperimen adalah berdistribusi normal.

Lampiran 18 Penghitungan Homogenitas N-Gain Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Tabel Distribusi Varians Gabungan Sampel db (n-1) S Log S (db). Log S Eksperimen 9 0,0481-1,318-38, Kontrol 9 0,0694-1,159-33,611 58-71,833 1. Menghitung varians gabungan dengan rumus : S S S S ( n 1) 1 S + ( n 1) 1 ( n 1) 1 + ( n 1) ( 9) 0,0481 + ( 9) ( 9) + ( 9) 1,3949 + 186,67,016 58 3,4075 0,05875 58 S 0,0694. Log S Log 0,05875-1,31 3. B (Nilai Bartlett) Log S ( n 1) -1,31 x 58-71,398

4. Menghitung X Hitung X X X { } ( ln 10) B ( db) Log S,3 ( 71,398 ( 71,833),3 ( 0,435) 1, 0005 5. Membandingkan X hitung dengan X tabel, untuk α 0,05 dengan derajat kebebasan (db) k 1 1 1, sehingga X tabel 3,84 6. Kriteria pengujian : Jika X hitung > dari X tabel, maka data dinyatakan tidak homogen Jika X hitung < dari X tabel, maka data dinyatakan homogen 7. Kesimpulan : Jadi, karena X hitung < X tabel yaitu 1,0005 < 3,84 Maka data tersebut bersifat Homogen.

Lampiran 19 Penghitungan Uji Hipotesis Normal Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kategori peningkatan hasil belajar diperoleh dari Gain Ternormalisasi. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Kriteria Hipotesis : H a : Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretestposttest kelas eksperimen dengan kelas kontrol. H 0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretestposttest kelas eksperimen dengan kelompok kontrol. Jika : t tabel t hitung t tabel Terima Ho, Tolak Ha t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung Terima Ha, Tolak Ho. Hipotesis Statistik : H a : µ 1 µ H 0 : µ 1 µ 3. Menentukan Nilai Rata-rata (Mean) Kelas Kontrol X f. x f i 3,5 0,117 30 4. Menentukan Nilai Rata-rata (Mean) Kelas Eksperimen X f. x f i 7,69 0,56 30 5. Menghitung Nilai t hitung dengan cara :

a. Menghitung Standar Deviasi Gabungan : S S S ( n 1) 1 S1 + ( n 1) ( n 1) 1 + ( n 1) ( 9) 0,0481+ ( 9) ( 9) + ( 9) 0,05875 0,44 S 0,0694 t t t t hitung S X 1 X 1 1 + n n 1 0,6 0,44 0,377 0,44 0,377 0,065 ( 0,117) 1 30 ( 0,58) + 1 30 6,03 6. Menentukan Nilai t tabel dengan ketentuan : α 0,05 (n 1 + n ) (30 + 30) 58 Maka diperoleh t tabel sebesar,00 7. Membandingkan Nilai antara t hitung dengan t tabel -t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung -,00 < 6,03 atau,00 < 6,03 maka terima H a dan tolak H 0. 8. Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest posttest kelas eksperimen dengan rata-rata skor pretest posttest kelas kontrol.

Lampiran 8 Konsep Cahaya A. Cahaya Merambat Lurus Kita dapat melihat benda-benda yang ada di sekililing kita karena ada cahaya yang masuk ke mata kita. Karena ada cahaya matahari, hari menajdi siang (terang); karena ada cahaya lampu, ruangan menjadi terang, dan sebagainya. Bagaimana cahaya-cahaya tersebut dapat masuk ke mata kita? Tentu saja dengan cara merambat. Cahaya merambat lurur ke segala arah. Hal itu dapat kita amati ketika cahaya masuk menerobos rumah kita melalui celah sempit atau ketika kita menyalakan baterai. Cahaya merambat dengan lurus merupakan salah satu sifat dari cahaya. Untuk menunjukkan bahwa cahaya merambat lurus, mari kita melakukan percobaan pada LKS 1. B. Pemantulan Cahaya (Difraksi) Kita dapat melihat suatu benda jika cahaya dari benda tersebut yang masuk ke mata kita. Hal ini menunjukkan bahwa setiap benda akan memantulkan cahaya yang mengenainya. Bahkan, benda-benda yang tidak terkena cahaya secara langsung pun dapat kita lihat. Hal ini merupakan bukti bahwa cahaya mempunyai sifat dapat dipantulkan. Untuk mengetahui hubungan antara sinar datang (cahaya datang) dan sinar pantul, lakukanlah percobaan pada LKS.

Perhatikan gambar di samping! Berkas sinar yang mengenai cermin disebut sinar datang. Sedangkan berkas sinar yang meninggalkan cermin disebut sinar pantul. Sebuah garis putus-putus yang digambar tegak lurus permukaan cermin disebut garis normal. Sudut yang dibentuk oleh sinar datang dan garis normal disebut sudut datang, yang dilambangkan dengan i. Sedangkan sudut yang dibentuk oleh sinar pantul dan garis normal disebut sudut pantul, yang dilambangkan dengan r. Hukum pemantulan menyatakan bahwa 1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar.. Sudut datang sama dengan sudut pantul. C. Pembiasan Cahaya (Refraksi) Gelombang-gelombang cahaya normalnya merambat dalam garis lurus. Apabila gelombang-gelombang cahaya itu bergerak dari satu jenis zat ke jenis zat yang lain, seperti dari udara ke air, kecepatan gelombang cahaya itu berubah. Bagaimana arah rambat cahaya, apabila

cahaya merambat dari satu jenis zat ke jenis zat lain, seperti dari udara menuju ke air? Jika kita perhatikan, sebatang sedotan yang dimasukkan ke dalam air tampak bengkok. Pembelokan ini disebabkan cahaya itu merambat melewati zat-zat yang berbeda dan berubah kelajuannya. Kecepatan cahaya di udara berbeda dengan kecepatan cahaya di air atau kaca. Akibat perubahan kecepatan tersebut, berkas cahaya dari udara akan tampak berbelok jika masuk air atau kaca. Pembelokan cahaya itu disebut pembiasan cahaya (refraksi). Pembiasan cahaya adalah pembelokan gelombang cahaya yang disebabkan oleh suatu perubahan dalam kelajuan gelombang cahaya pada saat gelombang cahaya tersebut merambat dari satu zat ke zat lainnya.

Gambar A menunjukkan bahwa cahaya dibiaskan atau dibelokkan mendekati garis normal. Hal ini terjadi karena laju cahaya di air lebih kecil daripada laju cahaya di udara. Kelajuan cahaya akan berkurang ketika cahaya merambat dari medium kurang rapat menuju medium lebih rapat. Misalnya, dari udara menuju air. Gambar B menunjukkan bahwa cahaya dibiaskan menjauhi garis normal. Hal ini terjadi karena laju cahaya di udara lebih besar daripada laju cahaya di air. Kelajuan cahaya akan bertambah jika cahaya merambat dari medium lebih rapat menuju medium kurang rapat. Misalnya, dari air menuju udara. Untuk membuktikannya, lakukanlah percobaan pada LKS 3. Semoga berhasil!!!

Lampiran 9 LEMBAR KERJA SISWA (LKS 1) Perambatan Cahaya Tujuan Pembelajaran : Menunjukkan cahaya merambat dengan lurus. Bagaimanakah cahaya itu bergerak, apakah merambat lurus atau berkelok-kelok? Pernahkah kamu memperhatikan seberkas cahaya yang masuk pada sebuah lubang kecil di ruang yang relatif gelap? A. Alat dan Bahan 1. Lilin. Korek api 3. Dua karton berlubang B. Langkah kerja 1. Nyalakan lilin di atas meja dan lihatlah api lilin melalui dua lubang karton yang segaris. Amatilah apa yang terjadi?. Jika satu lubang digeser tidak lurus, apa yang terjadi pada api lilin?

C. Hasil kegiatan dan pembahasan 1. Ketika lubang kedua karton segaris, bagaimana arah cahaya dari api lilin?. Ketika kedua lubang karton tidak segaris, apakah yang terjadi? 3. Jadi apa yang terjadi pada cahaya api lilin? 4. Jadi kesimpulannya? GOOD LUCK!!!!

LEMBAR KERJA SISWA ( LKS ) Pemantulan Cahaya Tujuan Pembelajaran : Menyimpulkan hukum pemantulan cahaya Pernahkan kamu melihat indahnya Bulan purnama dan bertaburnya Bintang pada malam hari yang cerah? Bintang bersinar karena dia memiliki cahaya sendiri, sedangkan Bulan tampak bercahaya karena pantulan dari cahaya Matahari. Dapatkah kamu melihat benda-benda di sekitarmu tanpa adanya cahaya. Bagaimanakah cara cahaya dipantulkan? A. Alat dan Bahan 1. Busur derajat 3. Cermin datar. Senter / laser 4. Kertas putih Gambar : Hukum pemantulan cahaya, pemantulan sinar senter oleh cermin datar B. Langkah kegiatan 1. Letakkan busur derajat di atas kertas karton. Letakkan cermin datar berhimpitan dengan sumbu datar busur derajat

3. Nyalakan kotak cahaya dan arahkan 30 0 sebagai sudut datang ( i ) dengan garis normal dan datangnya sinar itu sejajar dengan busur derajat 4. Ukurlah sinar pantulnya dari garis normal, dan apakah sinar itu sejajar dengan busur derajat? Amati dan catat dalam data 5. Ulangi langkah 3 sampai 4 untuk sudut datang i 40 O ; 50 O ; 60 O C. Data Kegiatan dan Kesimpulan No. Sudut Datang Sudut Pantul 1 30 0 40 0 3 50 0 4 60 0 1. Jelaskan cara menentukan sudut datang!....... Jelaskan cara menentukan sudut pantul!...... 3. Jelaskan hubungan antara besar sudut datang dengan sudut pantul!......

D. Kesimpulan : 1. Besar sudut datang. sudut pantul.. Sudut datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada.

LEMBAR KERJA SISWA 3 (LKS 3) Pembiasan Cahaya Tujuan Pembelajaran : Menemukan hukum pembiasaan cahaya (Hukum Snellius) Ketika kamu memasukkan sebagian pensil ke dalam air, apa yang terjadi? Seakan-akan pensilmu menjadi patah. Mengapa demikian? Kamu telah mempelajari sifat-sifat cahaya pada benda yang tidak tembus cahaya. Bagaimanakah jika cahaya tersebut mengenai benda bening yang tembus cahaya? Pensil yang dilihat tegak di atas permukaan air tampak membengkok pada bagian yang terbenam dalam air. Mengapa hal-hal tersebut dapat terjadi? A. Alat dan Bahan 1. Lampu senter/laser 3. Larutan susu. Bejana kaca 4. Karton B. Langkah Kerja 1. Tuangkan larutan susu ke dalam bejana kaca.. Arahkan senter/laser dengan sudut datang 45 o.