IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

UNSUR-UNSUR YANG DIBEBASKAN DARI PROSES PENCUCIAN ABU TERBANG (FLY ASH) DARI PLTU SURALAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

TARIF LINGKUP AKREDITASI

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

22 Desember 2006 Telp. (022) , Faks. (022) s/d 21 Desember 2010 Lingkup Akreditasi

LATIHAN ULANGAN TENGAH SEMESTER 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. 1. Pengembangan Tanah (Swelling) Lempung Ekspansif tanpa Metode Elektrokinetik

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2!

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

BAB III TATA NAMA SENYAWA DAN PERSAMAAN REAKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Kimia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU

Bab V Hasil dan Pembahasan

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

Ujian Akhir Semester Mata Pelajaran Kimia Kelas X Wacana berikut digunakan untuk menjawab soal no 1 dan 2. Ditentukan 5 unsur dengan konfigurasi

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

Antiremed Kelas 11 Kimia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

2. Penaburan, pembenaman dan pencampuran kapur ketanah harus dalam dan rata.

DASAR-DASAR ILMU TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran1. Dosis. Konsentrasi Hara Makro dan Mikro dalam Larutan Pupuk Siap Pakai untuk Produksi Sayuran Daun

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout penelitian. Vermikompos + ZA ul 1. Nutrisi anorganik komersial ul 1. Nutrisi anorganik komersial ul 2

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

Reaksi Dan Stoikiometri Larutan

Soal-soal Redoks dan elektrokimia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

Reaksi dan Stoikiometri Larutan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

LAMPIRAN LAMPIRAN P2.U3 P4.U2 P5.U2 P2.U2 P1.U1 P4.U3 P5.U1 P1.U2 P3.U3 P1.U3 P4.U1 P3.U1 P3.U2 P2.U1 P5.3

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5 Rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB (koleksi pribadi)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

MODUL 9. Satuan Pendidikan : SMA SEDES SAPIENTIAE JAMBU Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : X/2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASAM -BASA, STOIKIOMETRI LARUTAN DAN TITRASI ASAM-BASA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

DASAR-DASAR ILMU TANAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ilmu Tanah dan Tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

Transkripsi:

10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Kimia Abu Terbang Abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ESP (Electrostatic Precipitator) yang merupakan abu terbang segar dan abu terbang dari landfiil berumur 6 bulan dan 5 tahun yang sudah tertimbun oleh tanah. Pada ketiga abu terbang ini memiliki perbedaan warna, yang dapat dilihat pada Gambar Lampiran 6. Hasil analisis untuk mengetahui sifat kimia abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini baik sebelum maupun sesudah proses perkolasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis kimia total abu terbang sebelum dan setelah melalui proses perkolasi selama 3 bulan Abu Terbang Abu Terbang Abu Terbang Segar 6 bulan 5 tahun Parameter Setelah Setelah Setelah Awal Awal Awal Tercuci Tercuci Tercuci ph H 2 O (1:2) 11,1 8,0 9,4 7,7 8,4 7,4 EC (1:2) (dsm -1 ) 3,12 0,31 0,76 0,23 0,39 0,12 K (ppm) 150 125 100 75 50 25 Na (ppm) 1808 1199 1572 1050 751 478 Ca (ppm) 1780 759 808 386 559 414 Mg (ppm) 82 28 48 15 34 12 Fe (ppm) 648 646 528 525 453 404 Cu (ppm) 12 11 6 5 4 4 Zn (ppm) 30 28 24 22 22 21 Mn (ppm) 223 223 198 197 158 157 Cr (ppm) 14 13 13 12 2 2 Ni (ppm) 40 38 38 37 31 30 Pada analisis awal terlihat bahwa abu terbang memiliki ph 11,1 pada abu terbang dari segar, ph 9,4 pada abu terbang berumur 6 bulan, dan 8,4 pada abu terbang berumur 5 tahun. Hal ini mengindikasi bahwa abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini bersifat basa. Sifat abu terbang semacam ini dapat menetralisir tanah masam. Oleh karena itu, pengaplikasian abu terbang untuk

11 tanah pertanian masam dapat meningkatkan ph tanah (Aktar, 2008). Selanjutnya berdasarkan penelitian Rosmanah et al. (2004) diketahui bahwa abu batubara dapat digunakan sebagai bahan baku penetral ph pada air asam tambang batubara. Hasil analisis awal menunjukkan bahwa ph abu terbang segar lebih tinggi dibanding ph abu terbang dari landfiil, yang terdiri dari abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Hal ini diduga abu terbang segar belum mengalami proses pencucian di landfiil. Nilai ph abu terbang pada dasarnya ditentukan oleh komposisi bahan induk batubara. Bahan induk batubara dengan kandungan sulfur tinggi akan menghasilkan abu terbang dengan ph yang bersifat masam, sedangkan batubara dengan kandungan sulfur rendah akan menghasilkan abu terbang dengan ph bersifat alkalis (Haynes, 2009). Berdasarkan hal tersebut, PLTU Suralaya menggunakan batubara dengan kandungan sulfur yang rendah, sehingga menghasilkan abu terbang dengan ph bersifat alkalis. Daya hantar listrik merupakan salah satu parameter yang dipakai untuk mengukur akumulasi garam (Anwar dan Sudadi, 2007). Nilai DHL pada analisis awal abu terbang segar sebesar 3,12 dsm -1 lebih tinggi dibanding nilai DHL abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun, yang berturut-turut bernilai 0,76 dsm -1 dan 0,39 dsm -1 (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pathan et al. (2003), yang menunjukkan bahwa abu terbang segar memiliki nilai DHL sebesar 1,3 dsm -1 lebih tinggi bila dibanding dengan nilai DHL abu terbang yang telah mengalami proses pencucian (abu terbang berumur 3 tahun, nilai DHL=0,51 dsm -1 dan abu terbang berumur 3 bulan memiliki DHL sebesar 0,59 dsm -1 ). Penurunan nilai ph dan DHL pada abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun diperkirakan terjadi karena adanya proses pencucian di landfiil, sehingga kandungan kimianya akan terus menerus berkurang bergantung dengan semakin lamanya abu terbang tersebut berada di landfiil. Hal ini sejalan dengan penelitian Haynes (2009) yang menyatakan bahwa proses pencucian menyebabkan berkurangnya garam-garam terlarut dan menurunkan ph. Partikel abu terbang yang sangat halus dan bersifat porous berkontribusi terhadap tingkat pencucian yang tinggi.

12 Nilai ph dan DHL dalam abu terbang merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perannya sebagai pembenah tanah atau bahan amelioran, karena ph berpengaruh terhadap mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman dan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik serta penyediaan unsur hara bagi tanaman (Hardjowigeno, 2007). Selanjutnya Haynes (2009) juga menyatakan bahwa ph berpengaruh terhadap mobilitas dan kelarutan logam essensial dan non essensial di dalam tanah. Abu terbang diketahui memiliki jumlah kation-kation basa seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan natrium (Na) yang tinggi. Kalsium merupakan kation yang terdapat dalam abu terbang dalam jumlah yang tinggi. Hasil analisis awal kimia total menunjukkan bahwa kadar kalsium abu terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun tersebut secara berurutan 1780 ppm Ca, 808 ppm Ca, dan 559 ppm Ca. Sedangkan kadar magnesium pada abu terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan adalah 82 ppm Mg, 48 ppm Mg, dan 34 ppm Mg. Tinggi rendahnya kadar kalsium dan magnesium yang dikandung menentukan tipe abu terbang itu sendiri. Dikenal dua jenis abu terbang, yaitu abu terbang kelas C dan kelas F. Abu terbang kelas C memiliki kandungan kapur yang tinggi (CaO dan MgO >15%), sedangkan kelas F memiliki kandungan kapur yang lebih rendah dibandingkan kelas C (CaO dan MgO <10%) (Haynes, 2009). Berdasarkan pada analisis diketahui bahwa kandungan CaO dalam abu terbang ini sebesar 0,25 % dan kandungan MgO sebesar 0,014 %, sehingga dapat dikatakan bahwa abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini termasuk abu terbang kelas F. Unsur natrium merupakan kation basa yang kandungannya paling tinggi pada analisis awal abu terbang. Kadar natrium pada analisis awal kimia total dari abu terbang segar, abu terbang berumur 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan adalah 1808 ppm Na, 1572 ppm Na, dan 751 ppm Na, sedangkan kadar kalium secara berurutan adalah 150 ppm K, 100 ppm K, dan 50 ppm K. Kadar kalium dan natrium pada abu terbang segar paling tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh, semakin lama abu terbang diletakkan di landfiil, semakin sedikit kandungan unsur Ca, Mg, K, dan Na dalam abu terbang.

13 Hal ini diduga bahwa abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun telah mengalami proses pencucian. Selain itu, dalam abu terbang terdapat oksida-oksida, seperti Na 2 O, K 2 O, CaO, dan MgO. Pada abu terbang di landfill, oksida-oksida tersebut akan bereaksi dengan CO 2 di atmosfer, sehingga membentuk natrium karbonat, kalium karbonat, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat. Senyawa-senyawa tersebut lebih stabil dibanding oksida-oksidanya, terutama magnesium karbonat (MgCO 3 ) dan kalsium karbonat (CaCO 3 ). Hal ini yang menyebabkan kandungan basa-basa (K, Na, Ca, dan Mg) pada abu terbang berumur 5 tahun di landfill masih ada, dapat dilihat pada Tabel 1. Unsur mikro merupakan unsur hara yang terdapat di tanah dan dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), dan tembaga (Cu) merupakan contoh unsur-unsur mikro essensial. Kadar unsur mikro tertinggi yang dikandung abu terbang adalah Fe. Kadar Fe pada abu terbang dari ESP, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 648 ppm Fe, 528 ppm Fe, dan 453 ppm Fe. Mangan (Mn) merupakan unsur logam yang cukup tinggi kedua setelah Fe berdasarkan hasil analisis. Kadar mangan pada abu terbang dari ESP, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 223 ppm Mn, 198 ppm Mn, dan 158 ppm Mn. Menurut Swaine (1955 dalam Labanauskas, 1975), kadar mangan dalam tanah berkisar antara 200-3000 ppm, dan rata-rata sekitar 600 ppm dalam tanah. Hal ini dapat dikatakan bahwa kadar mangan dalam abu terbang ini tergolong rendah. Tembaga (Cu) dan seng (Zn) pada abu terbang terdapat dalam jumlah sedikit. Kadar Cu pada abu terbang dari ESP, 6 bulan, dan 5 tahun secara berurutan adalah 12 ppm Cu, 6 ppm Cu, dan 4 ppm Cu, sedangkan nilai Zn secara berurutan adalah 30 ppm Zn, 24 ppm Zn, dan 22 ppm Zn. Berdasarkan hasil analisis abu terbang ini kandungan Cu paling rendah diantara unsur mikro yang lainnya. Menurut Swaine (1955 dalam Labanauskas, 1975), kadar tembaga dalam tanah berkisar antara 2-100 ppm. Kadar unsur mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu) pada analisis awal abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang pada landfiil, yang terdiri dari abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

14 Abu terbang mengandung unsur logam berat antara lain kromium (Cr), timbal (Pb), nikel (Ni), dan kadmium (Cd). Oleh sebab itu abu terbang dikategorikan sebagai limbah beracun dan berbahaya bagi tanah, apabila kadar unsur-unsur tersebut di atas batas ambang yang dapat ditolerir oleh tanah. Berdasarkan Iskandar et al. (2008), kadar logam berat nikel (Ni) dan kromium (Cr) merupakan kandungan tertinggi pada abu terbang dibanding logam berat yang lainnya, sehingga pada analisis logam berat yang dihitung hanya nilai Cr dan Ni. Hasil analisis kadar total logam abu terbang ditampilkan pada Tabel 1. Kadar kromium pada abu terbang segar, abu terbang 6 bulan, dan abu terbang 5 tahun secara berurutan adalah 14 ppm Cr, 13 ppm Cr, dan 2 ppm Cr, sedangkan kadar nikel secara berurutan adalah 40 ppm Ni, 38 ppm Ni, dan 31 ppm Ni. Dari analisis terlihat bahwa abu terbang mengandung beberapa unsur yang dibutuhkan tanaman dan logam-logam yang bersifat toksik seperti Cr dan Ni apabila dalam konsentrasi yang tinggi. Secara keseluruhan konsentrasi total logam pada abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Kadar nikel dan kromium pada abu terbang ini tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Swaine (1955 dalam Pratt, 1975) yang menyatakan bahwa kadar kromium dalam tanah berkisar antara 5-1000 ppm Cr. Oleh karena itu kadar kromium pada abu terbang dalam penelitian ini yang hanya 14 ppm tidak bersifat toksik terhadap tanah. Swaine (1955 dalam Vanselow, 1975) menyatakan bahwa kadar nikel dalam tanah berkisar antara 5-500 ppm Ni, dan rata-rata sekitar 100 ppm Ni dalam tanah. Kadar Ni dalam abu terbang ini sebesar 40 ppm, ini jauh di bawah batas ambang yang dapat ditolerir dalam tanah, sehingga abu terbang ini tidak termasuk dalam limbah yang toksik terhadap tanah. Tabel 1 menunjukkan analisis awal kimia total abu terbang dan setelah melalui proses perkolasi selama 3 bulan, ph abu terbang dari ESP menjadi 8,0 dari 11,1, ph abu terbang berumur 6 bulan menjadi 7,7 dari 9,4, dan ph abu terbang berumur 5 tahun menjadi 7,4 dari 8,4. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mengalami proses perkolasi selama 3 bulan, ketiga ph abu terbang tersebut menurun, bila dibandingkan dengan analisis awal. Data analisis menginformasikan bahwa proses perkolasi dapat menurunkan ph.

15 Nilai DHL setelah mengalami proses perkolasi adalah abu terbang segar 0,31 dsm -1 lebih tinggi dibanding nilai DHL abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun, yang berturut-turut bernilai 0,23 dsm -1 dan 0,12 dsm -1 (Tabel 1). Nilai DHL menurun setelah mengalami proses perkolasi. Hal ini berpengaruh terhadap konsentrasi unsur makro dan mikro yang rata-rata menurun pula. Kadar Ca, K, Na, dan Mg pada analisis abu terbang setelah mengalami proses perkolasi menurun dibanding analisis awal abu terbang. Hal ini diduga adanya proses pencucian yang mengakibatkan menurunkan konsentrasi unsur makro dalam abu terbang. Selisih antara analisis awal pada kadar unsur Fe, Mn, Zn, Cu, Cr, dan Ni dengan analisis setelah mengalami proses perkolasi hanya kecil. Hal ini dapat diduga bahwa pada saat proses perkolasi unsur-unsur tersebut tercuci dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga tidak dapat terukur oleh alat. Pada analisis pendahuluan abu terbang kadar unsur Fe, Mn, Zn, Cu, Cr, dan Ni lebih kecil dibanding unsur makronya (K, Na, Mg, Ca), ini dapat dilihat pada Tabel 1. Abu terbang mengandung unsur-unsur yang diperlukan tanaman, seperti K, Mg, Ca, Fe, dan Mn, sehingga abu terbang dapat dibandingkan dengan pupuk yang ada di pasaran. Tabel 2 merupakan perbandingan kandungan abu terbang dengan pupuk kalium klorida, kalium sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan mangan oksida. Tabel 2. Perbandingan kandungan abu terbang dengan pupuk kalium klorida, kalium sulfat, kieserit, kapur tohor, fero sulfat, dan mangan oksida Parameter 1 Kg abu terbang segar 1 Kg abu terbang berumur 6 bulan 1 Kg abu terbang berumur 5 tahun Setara dengan Pupuk (dalam gram) KCl K 2 SO 4 MgSO 4 CaO FeSO 4 MnO 0,29-0,30 0,64-0,67 0,47 2,54 3,24-3,41 0,33-0,54 0,19-0,20 0,43-0,45 0,27 1,15 2,64-2,78 0,29-0,48 0,09-0,10 0,21-0,22 0,20 0,80 2,27-2,38 0,23-0,39

16 Hasil perhitungan Tabel 2 berdasarkan pada Tabel Lampiran 3 dan Tabel Lampiran 4, yang menunjukkan bahwa 1 kg abu terbang segar setara dengan 2,54 gram kapur tohor dan 1 kg abu terbang segar setara dengan 3,24-3,41 gram pupuk fero sulfat, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa abu terbang masih potensial untuk dikembangkan dalam bidang pertaian, tetapi kandungan logam berat harus menjadi perhatian. 4.2. Analisis Sifat Kimia Perkolat 4.2.1. Kemasaman Larutan (ph) dan Daya Hantar Listrik (DHL) Hasil pengukuran ph perkolat melalui metode perkolasi bulan pertama, kedua, dan bulan ketiga disajikan pada Gambar 2. Hasil pencucian dengan ekstraktan aquadest menunjukkan bahwa ph perkolat setiap bulannya rata-rata menurun baik untuk abu terbang dari ESP, abu terbang berumur 6 bulan, dan abu terbang berumur 5 tahun. Terlihat bahwa ph perkolat berkisar antara 7,3 hingga 7,8 yang berarti lebih tinggi dari ph awal aquadest sebesar 6,38. Peningkatan ph perkolat mengindikasi adanya perubahan konsentrasi ion-ion basa yang semakin meningkat. Dengan semakin lamanya waktu perkolasi, ph perkolat terlihat sedikit menurun untuk ketiga abu terbang tersebut. Gambar 2 memperlihatkan bahwa ph perkolat yang berasal dari abu terbang segar rata-rata lebih tinggi dibanding abu terbang terlapuk (berumur 6 bulan dan 5 tahun). Hal ini nampaknya terkait dengan kandungan basa-basa total yang terdiri dari K, Na, Ca, dan Mg dalam abu terbang segar yang lebih tinggi dibanding dengan abu terbang di landfiil (Tabel 1). Gambar 2. Pengaruh lama perkolasi terhadap ph perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)

17 Hasil pengukuran daya hantar listrik perkolat pada bulan pertama, kedua, dan ketiga disajikan pada Gambar 3. Hasil pencucian dengan ekstraktan aquadest menunjukkan bahwa DHL perkolat setiap bulannya rata-rata menurun baik untuk abu terbang dari ESP, abu terbang berumur 6 bulan, dan abu terbang berumur 5 tahun. Terlihat bahwa DHL perkolat berkisar antara 0,23 dsm -1 hingga 0,35 dsm -1 yang berarti lebih tinggi dari DHL awal aquadest sebesar 1,9 µscm -1. Perubahan DHL perkolat mengindikasikan adanya perubahan konsentrasi unsur makro. Gambar 3. Pengaruh lama perkolasi terhadap DHL perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) 4.2.2. Kelarutan Unsur-unsur Hara Makro Unsur-unsur hara makro yang dianalisis adalah K, Na, Ca, dan Mg, disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis kelarutan unsur-unsur hara makro dalam perkolat setelah melalui proses perkolasi, disajikan pada Gambar 4 sampai Gambar 7. Secara umum terlihat bahwa jumlah unsur-unsur yang tercuci pada bulan pertama lebih tinggi dibanding bulan kedua dan ketiga. Unsur kalium yang terlarut jumlahnya relatif kecil, antara 14 ppm K hingga 47 ppm K, hal ini dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Berdasarkan analisis total kalium pada perkolat abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun, dapat dilihat pada Gambar 4.

18 Gambar 4. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Unsur kalsium merupakan unsur yang terlarut paling tinggi dalam percobaan ini, kadar kalsium pada perkolat antara 22 ppm Ca hingga 502 ppm Ca, dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini diduga selain tergantung kepada jumlah unsur tersebut secara keseluruhan tetapi juga tergantung kepada jenis garam yang terbentuk dalam abu terbang. Unsur kalsium pada percobaan ini merupakan unsur yang tercuci dalam jumlah banyak dibanding dengan kation basa lain. Hal ini diduga karena kadar unsur kalsium pada ketiga jenis abu terbang saat analisis awal tergolong tinggi. Gambar 5. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar kalsium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)

19 Natrium merupakan unsur yang terlarut dalam jumlah yang relatif besar setelah kalsium. Kadar natrium perkolat antara 48 ppm Na hingga 247 ppm Na, dapat dilihat pada Gambar 6. Magnesium merupakan unsur yang tercuci dalam perkolat paling kecil, kadarnya antara 2 ppm Mg hingga 18 ppm Mg. Hal ini dikarenakan pada analisis pendahuluan unsur magnesium memiliki kadar yang paling sedikit pada abu terbang dibanding kation basa yang lain, dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 6. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar natrium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun) Kadar K, Na, Ca, dan Mg dalam perkolat pada abu terbang segar lebih tinggi dibanding abu terbang berumur 6 bulan dan 5 tahun. Pada perkolasi bulan pertama juga lebih tinggi dibanding bulan kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan pada bulan ketiga unsur yang tercuci semakin sedikit, karena unsur-unsur tersebut sudah banyak tercuci pada bulan pertama. Gambar 7. Pengaruh lama perkolasi terhadap kadar magnesium perkolat beberapa abu terbang (segar, berumur 6 bulan, dan berumur 5 tahun)

20 4.2.3. Kelarutan Unsur-unsur Hara Mikro (Fe, Mn, Zn, Cu), dan Cr serta Ni Dari hasil analisis perkolat baik pada abu terbang segar, berumur 6 bulan, dan 5 tahun unsur-unsur Fe, Mn, Zn, dan Cu tidak terukur, seperti dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Hal ini disebabkan kemungkinan terlalu kecilnya unsurunsur hara mikro yang tercuci pada saat proses perkolasi, sehingga karena keterbatasan pembacaan alat tidak terukur nilainya pada AAS. Begitu pun unsur logam seperti Cr dan Ni, tidak terukur dalam perkolat. 4.3. Persentase Unsur-unsur yang Tercuci pada Abu Terbang Tabel 3 menunjukkan perbandingan unsur-unsur yang tercuci antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur terhadap abu terbang selama 3 bulan. Berdasarkan analisis kimia abu terbang dan perkolat, unsur makro yang terdiri dari K, Na, Ca, dan Mg mengalami pencucian, sedangkan untuk unsur mikro (Fe, Mn, Zn, dan Cu), Cr, dan Ni tidak terukur dalam perkolat. Pada unsur kalium terlihat adanya perbedaan persentase unsur yang tercuci antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur terhadap abu terbang selama 3 bulan sangat signifikan. Tetapi pada unsur natrium, kalsium, dan magnesium perbedaannya tidak signifikan. Pada unsur kalium, total unsur yang tercuci dari abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 70,12%, 96,89%, dan 93,08%. Nilai ini sangat berbeda pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 16,65%, 25,04%, dan 74,98%. Pada unsur natrium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 32,46%, 33,53%, dan 33,23%. Nilai ini hampir sama pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 33,68%, 33,23%, dan 36,42%. Analisis ini dapat dilihat pada Tabel 3. Pada unsur kalsium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang

21 secara berturut-turut adalah 57,63%, 51,27%, dan 27,51%. Nilai ini hampir sama pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir, abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 57,36%, 52,23%, dan 25,94%. Sedangkan pada unsur magnesium persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 51,59%, 71,88%, dan 60,59%. Nilai ini hampir sama pada persentase selisih antara analisis awal dan akhir. Kadar magnesium pada abu terbang ESP, 6 bulan, dan 5 tahun yang secara berturut-turut adalah 65,85%, 68,75%, dan 64,71%. Pada unsur kalsium dan magnesium perbedaan persentase antara analisis awal dan akhir serta persentase kandungan unsur dalam seluruh perkolat terhadap kandungan unsur dalam abu terbang selama 3 bulan. Pada unsur Fe, Cu, Zn, Mn, Cr, dan Ni dalam total perkolat selama 3 bulan tidak terukur, hal ini diduga karena kecilnya unsur yang tercuci. Hal ini sesuai dengan persentase yang dihasilkan antara selisih analisis awal dan akhir, yang menghasilkan persentase yang kecil, dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika tahun 2008, curah hujan daerah Suralaya sebesar 2000 mm/tahun sampai 2500 mm/tahun, dapat dilihat pada Gambar Lampiran 7. Hal ini dapat dikatakan bahwa curah hujan daerah Suralaya sebesar 5,56 mm/hari sampai 6,94 mm/hari. Dalam penelitian ini, proses perkolasi menggunakan aquadest 100 ml setiap harinya, setara dengan 22 mm/hari. Dari perhitungan ini diduga bahwa kemungkinan unsur tercuci dalam landfiil lebih lama daripada pada percobaan ini.

22 Tabel 3. Jumlah unsur-unsur yang tercuci dari satu gram abu terbang Parameter Umur Analisis Unsur Tercuci 1) Proses Perkolasi Total Perkolasi Abu Bulan Bulan ke-1 sampai ke-3 Terbang Awal Akhir ke-1 ke-2 ke-3 mg % mg Mg mg % 2) Segar 0,1496 0,1247 0,0249 16,65 0,0465 0,0394 0,0190 0,1049 70,12 K 6 bulan 0,0998 0,0748 0,0250 25,04 0,0369 0,0432 0,0166 0,0967 96,89 5 tahun 0,0997 0,0249 0,0748 74,98 0,0436 0,0348 0,0144 0,0928 93,08 Segar 1,8084 1,1994 0,6091 33,68 0,2466 0,2163 0,1241 0,5870 32,46 Na 6 bulan 1,5721 1,0498 0,5224 33,23 0,2363 0,1830 0,1079 0,5272 33,53 5 tahun 0,7512 0,4776 0,2736 36,42 0,1296 0,0724 0,0476 0,2496 33,23 Segar 1,7800 0,7590 1,0210 57,36 0,5025 0,3226 0,2007 1,0258 57,63 Ca 6 bulan 0,8080 0,3860 0,4220 52,23 0,1992 0,1265 0,0886 0,4143 51,27 5 tahun 0,5590 0,4140 0,1450 25,94 0,0840 0,0473 0,0225 0,1538 27,51 Segar 0,0820 0,0280 0,0540 65,85 0,0176 0,0149 0,0098 0,0423 51,59 Mg 6 bulan 0,0480 0,0150 0,0330 68,75 0,0160 0,0125 0,0060 0,0345 71,88 5 tahun 0,0340 0,0120 0,0220 64,71 0,0096 0,0090 0,0020 0,0206 60,59 Segar 0,6480 0,6460 0,0020 0,31 tr tr tr - - Fe 6 bulan 0,5280 0,5250 0,0030 0,57 tr tr tr - - 5 tahun 0,4530 0,4520 0,0010 0,22 tr tr tr - - Segar 0,0120 0,0110 0,0010 8,33 tr tr tr - - Cu 6 bulan 0,0060 0,0050 0,0010 16,67 tr tr tr - - 5 tahun 0,0030 0,0030 0,0000 0,00 tr tr tr - - Segar 0,0300 0,0280 0,0020 6,67 tr tr tr - - Zn 6 bulan 0,0240 0,0220 0,0020 8,33 tr tr tr - - 5 tahun 0,0220 0,0210 0,0010 4,55 tr tr tr - - Segar 0,2230 0,2220 0,0010 0,45 tr tr tr - - Mn 6 bulan 0,2980 0,2970 0,0010 0,34 tr tr tr - - 5 tahun 0,1580 0,1570 0,0010 0,63 tr tr tr - - Segar 0,0140 0,0130 0,0010 7,14 tr tr tr - - Cr 6 bulan 0,0130 0,0120 0,0010 7,69 tr tr tr - - 5 tahun 0,0020 0,0020 0,0000 0,00 tr tr tr - - Segar 0,0400 0,0380 0,0020 5,00 tr tr tr - - Ni 6 bulan 0,0380 0,0370 0,0010 2,63 tr tr tr - - 5 tahun 0,0310 0,0300 0,0010 3,23 tr tr tr - - Keterangan: tr = tidak terukur; 1) Dihitung berdasar selisih antara analisis awal dan analisis akhir; 2) Persentase terhadap kandungan unsur dalam abu terbang 22