BAB I PENDAHULUAN. untuk diperhatikan, karena merupakan penyakit akut yang dapat menyebabkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Penyakit tersebut disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG BAHAYA ROKOK DI DESA SEI MENCIRIM KECAMATAN SUNGGAL

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Riskesdas (2013) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk diperhatikan, karena merupakan penyakit akut yang dapat menyebabkan kematian pada balita di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. ISPA adalah infeksi akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru (Wijayaningsih, 2013). ISPA berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman. ISPA diawali dengan gejala seperti pilek biasa, batuk, demam, bersin-bersin, sakit tenggorokan, sakit kepala, sekret menjadi kental, nausea, muntah dan anoreksia (Wijayaningsih, 2013). Banyak orang tua yang sering mengabaikan gejala tersebut, sementara kuman dan virus dengan cepat berkembang di dalam saluran pernafasan yang akhirnya menyebabkan infeksi. Jika telah terjadi infeksi maka anak akan mengalami kesulitan bernafas dan bila tidak segera ditangani, penyakit ini bisa semakin parah menjadi pneumonia yang menyebabkan kematian (IDAI, 2015). Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan angka kematian pada balita di dunia pada tahun 2013 sebesar 45,6 per 1.000 1

2 kelahiran hidup dan 15% diantaranya disebabkan oleh ISPA. Menurut data yang diperoleh dari WHO pada tahun 2012, ISPA atau pneumonia merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh balita yaitu sebanyak 78% balita datang berkunjung ke pelayanan kesehatan dengan kejadian ISPA. Setiap tahun, jumlah balita yang dirawat di rumah sakit dengan kejadian ISPA sebesar 12 juta (Tazinya et al, 2018). Insiden ISPA pada balita di negara berkembang diperkirakan 0,29 anak setiap tahun dan di negara maju sebanyak 0,05 anak setiap tahun. Penyebab kematian akibat ISPA di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju yaitu sebesar 10-50 kali (Ramani et al, 2016). Berdasarkan data Kemenkes tahun 2015, cakupan penemuan ISPA pada balita tahun 2014 berkisar antara 20-30%, sedangkan pada tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 63,45%. Data dari Buletin Surveilans ISPA Berat di Indonesia (SIBI) pada tahun 2014 yang dilaksanakan di enam rumah sakit provinsi di Indonesia, didapatkan 625 kasus ISPA berat, 56% adalah laki-laki dan 44% adalah perempuan. Sementara kejadian ISPA pada balita di Sumatera Barat tahun 2015 sebanyak 11.326 kasus (22,94%) dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 13.384 kasus (27,11%) (Dinkes, 2016). Menurut Riskesdas (2013) ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gizi yang kurang, status imunisasi yang tidak lengkap, membedong bayi (menyelimuti yang berlebihan), tidak mendapat ASI yang memadai, defisiensi vitamin A, kepadatan tempat tinggal, polusi udara akibat asap dapur, orang tua perokok dan keadaan rumah yang tidak sehat. Sementara

3 menurut Maryunani (2010) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor individu anak, faktor lingkungan dan faktor perilaku. Faktor individu anak meliputi: umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara dan perilaku merokok, ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor perilaku, dimana apabila faktor perilaku merokok pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi dan balita tidak dilakukan dengan benar maka akan menambah resiko terjadinya ISPA. Salah satu faktor resiko terjadinya ISPA dilihat dari faktor lingkungan adalah perilaku merokok. Perilaku merokok anggota keluarga akan berdampak kepada anggota keluarga lain khususnya balita, dimana balita menyerap nikotin dua kali lebih banyak dibandingkan orang dewasa (Basuki et al, 2016) dan balita juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Darmawan et al, 2016). Balita yang tinggal dalam rumah yang terdapat anggota keluarga yang merokok, maka balita tersebut termasuk perokok pasif yang akan menerima semua akibat buruk dari asap rokok (Saleh et al, 2017). Rokok merupakan gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas atau daun yang mengeluarkan lebih 4.000 bahan kimia beracun yang membahayakan. Bahan berbahaya dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang disekitar perokok (Basuki et al, 2016). Asap rokok yg keluar langsung dari pembakaran rokok (sidestream) akan lebih berbahaya daripada yang keluar dari mulut perokok (mainstream), karena

4 sidestream belum mengalami penyaringan, sedangkan mainstream sudah mengalami penyaringan melalui pernapasan perokok dan rokok itu sendiri. Dalam jumlah tertentu asap rokok sangat mengganggu kesehatan seperti gangguan pada saluran pernapasan (Saleh et al, 2017). Data dari WHO memperkirakan bahwa sekitar 6 juta orang meninggal setiap tahun dari penggunaan tembakau termasuk 600.000 yang meninggal dari paparan asap tembakau (WHO, 2017). Angka kematian akibat rokok di negara berkembang diperkirakan akan meningkatkan hampir empat kali lipat dari 2,1 juta pada tahun 2000 menjadi 6,4 juta pada tahun 2030, sementara di negara maju diperkirakan angka kematian konsumsi tembakau justru menurun dari 2,8 juta menjadi 1,6 juta dalam jangka waktu yang sama (Ramadhan, 2017) Berdasarkan data Riskesdas (2013) perokok aktif mulai usia 10 tahun ke atas pada tahun 2013 sebesar 29,3%. Perokok aktif di Indonesia melakukan aktivitas merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga lainnya sebesar 84,5% (Riskesdas, 2013). Angka kematian di Indonesia terkait tembakau tahun 2013 diperkirakan sebesar 240.618 kasus atau 13,8% dari total kematian 1.741.691. Jumlah kematian terbanyak disebabkan oleh penyakit stroke, bayi berat lahir rendah, serta kanker trakea, bronkus, dan paru (Ramadhan, 2017). Sementara provinsi Sumatera Barat menempati urutan kedelapan dari sepuluh provinsi dengan jumlah perokok terbesar di Indonesia. Persentase perokok laki-laki yang merokok di Sumatera Barat setiap hari adalah 52,4%

5 dari jumlah penduduk laki-laki sedangkan perokok wanita yaitu 2,1% dari jumlah penduduk wanita (Riskesdas, 2013). Tingginya persentasi perokok di Sumatera Barat dipengaruhi oleh budaya masyarakat minang seperti saat dalam acara pernikahan sering disajikan rokok untuk para tamu, sehingga rokok menjadi hal yang tidak asing bagi masyarakat minang. Asap rokok merupakan bahan pencemar udara, berupa campuran kompleks yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau dan adiktif. Asap mengandung zat-zat berbahaya yang menyebabkan penyakit paru-paru, jantung, emphysema serta penyakit-penyakit berbahaya lainnya (Saleh et al, 2017). Salah satu zat berbahaya dalam rokok adalah tar yang mengandung senyawa polinuklir hidrokarbon aromatik yang bersifat karsinogenik menyebabkan paralise silia yang ada disaluran pernafasan dan menyebabkan penyakit paru lainnya seperti emphysema, bronkhitis kronik dan kanker paru (Aulia, 2010). Tar akan melekat pada rambut-rambut kecil di paru-paru. Rambut-rambut kecil ini melindungi paru-paru dari kotoran dan infeksi, tapi ketika tertutup tar organ ini tidak dapat melakukan fungsinya Keberadaan perokok aktif di dalam rumah akan menyebabkan pencemaran udara di dalam ruangan. Manusia bernapas kira-kira 20 kali dalam satu menit, sekali tarikan napas maka ±500 ml udara terhirup, udara yang masuk kedalam tubuh sudah terkena kontaminasi asap rokok akan merusak mekanisme pertahanan paru sehingga memudahkan terjadinya ISPA (Safarina et al, 2015). Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan di Vietnam oleh Miyahara et al (2017) dimana ayah yang merokok

6 secara independen meningkatkan resiko infeksi saluran pernapasan 1,76 kali lipat dan ayah yang tidak merokok dihadapan anak-anak akan mengurangi resiko infeksi saluran pernapasan sebesar 14,8%. Penelitian lain yang dilakukan Basit et al (2016) dimana balita yang memiliki keluarga merokok mempunyai resiko terjadinya ISPA 16,782 kali dibanding dengan balita yang tidak memiliki keluarga merokok. Hal ini dikarenakan merokok adalah suatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang sehingga lebih dari 50% responden menjadi terbiasa akan kebiasaan merokok di dalam rumah. Akan tetapi hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Widodo (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2017, Puskesmas Lubuk Kilangan merupakan Puskesmas dengan angka kejadian ISPA terbanyak dengan cakupan penemuan ISPA sebesar 75,01%. Puskesmas Lubuk Kilangan berada di wilayah yang tidak jauh dengan pabrik Semen Padang yang kemungkinan dapat mengakibatkan pencemaran udara yang meningkatkan kejadian ISPA, namun pada saat dilakukan wawancara kepada petugas puskesmas yang menyatakan keberadaan pabrik Semen Padang tidak berpengaruh terhadap kejadian ISPA. Hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 30 April 2018 di Puskesmas Lubuk Kilangan dengan melakukan wawancara pada ibu yang memiliki balita didapatkan 7 dari 10 balita memiliki riwayat ISPA dan sebagian besar anggota keluarga memiliki perilaku merokok. Selain itu,

7 petugas puskesmas pemegang program ISPA juga mengatakan bahwa ISPA merupakan penyakit dengan kunjungan balita terbanyak dan beberapa balita yang berobat dengan ISPA yang berulang. Berdasarkan uraian fenomena diatas peneliti telah melakukan penelitian tentang hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang tahun 2018. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu adakah hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang tahun 2018?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang tahun 2018. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku merokok anggota keluarga di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang tahun 2018. b. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang tahun 2018.

8 c. Mengetahui hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang tahun 2018. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pelayanan Kesehatan Bagi pelayanan kesehatan khususnya perawat, penelitian ini dapat membantu memberikan solusi atas permasalahan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Sehingga dapat meningkatkan pencegahan dan penanggulangan ISPA. 2. Bagi Puskesmas Memberikan informasi tentang hubungan perilaku merokok dengan kejadian ISPA pada balita sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan penanggulangan ISPA. 3. Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi pengembangan penelitian selanjutnya untuk memperkaya dunia penelitian terutama dalam bidang keperawatan. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber bacaan dan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.