BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak semua perusahaan memiliki kelangsungan usaha (going concern) yang prospektif di masa depan, termasuk perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). BEI mengakui bahwa terdapat beberapa perusahaan yang kelangsungan hidupnya masih diragukan. Kriteria perusahaan yang kelangsungan hidupnya diragukan karena tidak memiliki pendapatan atau kinerjanya terus merugi. Beberapa perusahaan yang tidak memiliki pendapatan utama disebabkan karena lini usahanya tengah berhenti, ada juga perusahaan yang memiliki banyak beban utang sehingga membuat kerugian bertahun-tahun (Kontan.co.id, 10 Februari 2016). BEI akhir-akhir ini menyelidiki kriteria yang menjadi dasar adanya going concern disuatu perusahaan yang melibatkan auditor atau akuntan, dimana BEI menilai perusahaan yang tidak memperoleh pendapatan artinya going concern-nya terganggu, dan saham-saham yang keberlangsungan usahanya belum jelas harus disuspensi (penundaan) untuk meminimalisir risiko bagi investor. Terdapat beberapa perusahaan yang sudah suspensi bertahun-tahun karena belum bisa memperbaiki kondisi keuangannya, maka BEI dapat memberikan sanksi delisting paksa terhadap perusahaan yang suspensinya melebihi 2 tahun. Namun, sanksi delisting tidak selalu dilakukan oleh BEI, karena BEI masih memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk memperbaiki kinerjanya. 1
2 Kelangsungan hidup (going concern) suatu perusahaan selalu dikaitkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaannya supaya mampu bertahan. Ketika perusahaan mengalami permasalahan keuangan (financial distress), kegiatan operasional perusahaan akan terganggu yang nantinya berdampak pada tingginya risiko yang dihadapi perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal ini juga akan berdampak pada opini yang dikeluarkan oleh auditor. Auditor harus memberikan keyakinan kepada investor, bahwa laporan keuangan perusahaan tidak mengandung salah saji yang material. Selain itu, dalam proses auditnya, auditor harus mampu mempertimbangkan adanya kondisi going concern dalam perusahaan. Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2003). Pemberian opini audit going concern ini sangat berguna bagi para pengguna laporan keuangan untuk membuat keputusan dalam berinvestasi, karena ketika investor akan melakukan investasi perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan, terutama mengenai kelangsungan hidup perusahaan kedepannya (Hany dkk., 2003 dalam Santoso dan Wedari, 2007). Pemberian opini audit going concern pada perusahaan merupakan keputusan yang sulit dilakukan oleh auditor, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memberikan opini dalam laporan keuangan perusahaan. Apabila auditor memiliki keraguan pada kelangsungan hidup di perusahaan klien, maka keraguan tersebut harus diungkapkan dalam laporan auditnya. Para pemakai laporan keuangan merasa
3 bahwa pemberian opini audit going concern ini sebagai prediksi bahwa perusahaan akan mengalami kebangkrutan nantinya. Auditor harus bertanggungjawab mengenai opini audit going concern yang dikeluarkannya, karena akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan para pemakai laporan keuangan perusahaan (Setiawan, 2006 dalam Santosa dan Wedari, 2007). Geiger dan Rama(2006) dalam Putra(2012) mengungkapkan bahwa dalam memberikan opini audit going concern, auditor dihadapkan oleh dua permasalahan, yaitu (1) laporan audit yang tidak mengungkapkan opini audit going concern pada perusahaan yang kemudian mengalami kebangkrutan, (2) laporan audit yang mengungkapkan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan di tahun berikutnya. Kedua permasalahan tersebut memberikan risiko bagi auditor. Apabila auditor dihadapkan pada permasalahan pertama, maka perusahaan klien tidak akan menerima dan akan terjadi pergantian auditor. Tentunya pergantian auditor ini membuat auditor kehilangan klien dan akan memberikan kerugian bagi auditor itu sendiri. Namun, apabila auditor dihadapkan pada permasalahan yang kedua akan terjadi tuntutan hukum yang diterima oleh auditor, dimana auditor harus megganti biaya dan mengakibatkan menurunnya reputasi auditor. Belakangan ini terdapat kasus kecurangan yang terjadi pada salah satu perusahaan besar di Italia yang berdampak pada tercemarnya reputasi kantor akuntan publik dan profesi akuntan publik. Perusahaan besar multinasonal British Telecom mengalami fraud pada akuntansi perusahaannya yaitu di salah satu lini usahanya di Italia. Kasus fraud ini berdampak pada akuntan publik Price
4 Waterhouse Coopers (PwC) yang pada waktu itu tidak mampu mendeteksi fraud pada akuntansi di perusahaan tersebut, sehingga British Telecom mengganti Price Waterhouse Coopers (PwC) dengan Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG)(Warta Ekonomi.co.id, 22 Juni 2017). Kasus lain mengenai kecurangan dan manipulasi laporan keuangan yang melibatkan profesi akuntan publik juga pernah terjadi, salah satunya kasus Enron pada tahun 2001 di Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena adanya masalah akuntansi yang dilakukan oleh pihak manajemen dan auditor eksternal. Pada waktu itu, Arthur Andersen menjabat sebagai auditor eksternal perusahaan Enron dan dipersalahkan sebagai penyebab terjadinya kebangkrutan di Enron, sehingga dia divonis oleh pihak pengadilan karena melebih-lebihkan keuntungan di laporan keuangan dan memainkan laporan keuangan hingga hutang-hutang perusahaan tidak ketahuan. Arthur memanipulasi laporan keuangan Enron beserta mantan manajer keuangan Andrew Fastow dan mantan pimpinan dan CEO Kenneth Lay (liputan6.com, 3 April 2012). Independensi Arthur Andersen sebagai auditor dianggap telah menurun karena telah mengaudit Enron selama kurang lebih 20 tahun (Putra, 2012). Auditor dalam memberikan opini audit harus bertindak secara independen, dengan memberikan opini yang sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya pada perusahaan yang diaudit. Independensi merupakan salah satu etika yang wajib dimiliki auditor pada saat melaksanakan pekerjaannya. Apabila auditor melupakan independensinya, maka opini yang dikeluarkan auditor cenderung tidak objektif dan lebih memihak pada perusahaan kliennya (Putra, 2012).
5 Penyebab hilangnya independensi yang dimiliki oleh auditor salah satunya adalah adanya perikatan audit dengan perusahaan yang terjalin cukup lama. Hubungan yang terjalin cukup lama tersebut membuat auditor menjadi kehilangan independensinya. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Carey dan Simnett(2006) dalam Putra(2012), penelitian tersebut dilakukan pada perusahaan publik yang terdaftar di Australia Stock Exchange (ASE) pada tahun 1995, peneliti menggunakan audit client tenure yang sudah lebih dari tujuh tahun (tenure>7) sebagai variabel independen, dimana hasilnya menunjukkan (tenure>7) berpengaruh negatif terhadap pemberian opini going concern. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Carey dan Simnett (2006), dalam penelitian Knecheldan Vanstraelen (2007) pada perusahaan swasta di Belgia, dimana hubungan masa kerja yang panjang antara auditor dengan klien tidak menghilangkan independensi yang dimiliki oleh auditor serta masa kerja yang panjang tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian ini dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian opini going concern yang dilakukan oleh auditor pada perusahaan dengan masa kerja yang panjang (audit tenure) dan kualitas audit. Upaya untuk menjaga kualitas audit diberbagai negara telah dilakukan, pada negara Amerika Serikat pemerintahannya telah membuat peraturan mengenai pembatasan masa jabatan auditor yang dimuat dalam Sarbanes Oxley- Act. Pemerintahan Indonesia sendiri juga telah menerapkan peraturan mengenai pembatasan masa kerja akuntan publik yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 17/PMK.01/2008 pasal 3 ayat 1 mengenai pemberian jasa
6 audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama 6 (enam) tahun dan oleh seorang Akuntan Publik (AP) paling lama 3 (tiga) tahun. Auditor dalam mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan, opini yang dikeluarkan merupakan komponen penting yang perlu dipertimbangkan bagi para pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor harus memberikan keyakinan bagi pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara material. Apabila laporan keuangan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan tersebut telah diaudit dan disajikan sesuai kondisi keuangan perusahaan dengan catatan opini yang dikeluarkan auditor baik, maka investor tidak akan ragu mengenai kondisi laporan keuangan perusahaan. Namun, apabila kondisi keuangan perusahaan mengalami keadaan yang sebaliknya maka auditor perlu memberikan peringatan bagi perusahaan bahwa kondisi keuangan perusahaan buruk, sehingga perlu opini going concern Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini ditetapkan topik sekaligus judul yaitu PENGARUH AUDIT TENURE DAN KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN TERHADAP PEMBERIAN OPINI AUDIT GOING CONCERN. Jenis penelitian empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 samapi 2016.
7 B. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Apakah audit tenure berpengaruh terhadap pemberian opini audit goingconcern? 2. Apakah kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap pemberian opini audit going-concern? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah : 1. Menguji adanya prediksi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan yang didasarkan pada audit tenure. 2. Menguji adanya prediksi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan yang didasarkan pada kondisi keuangan perusahaan. Penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat untuk beberapa pihak diantaranya, yaitu : 1. Bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan untuk mengetahui bagaimana kondisi keberlangsungan perusahaan seterusnya apabila dilihat dari aspek kondisi keuangan dan audit tenure. 2. Bagi investor sebagai bahan informasi untuk pengambilan keputusan dalam menyimpan sahamnya di perusahaan. 3. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian-penelitian dengan topik yang sama di masa mendatang.