TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA JEUMPA KECAMATAN GLUMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE BALAI PENELITIAN TANAH

dokumen-dokumen yang mirip
REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA ANEUK GLEE KECAMATAN INDRA PURI KABUPATEN ACEH BESAR BALAI PENELITIAN TANAH

TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DI DESA WONOREJO KECAMATAN PEMATANG BANDAR KABUPATEN SIMALUNGUN

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

Formulir PuPS versi 1.1

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

Pola Pemupukan dan Pemulsaan pada Budidaya Sawi Etnik Toraja di Pulau Tarakan

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Jakarta

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA KARANGAN KECAMATAN BARENG KABUPATEN JOMBANG BALAI PENELITIAN TANAH

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

1 SET A. INDIVIDU PETANI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PUPUK DALAM PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN. Lenny Sri Npriani

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

BAB IV. METODE PENELITIAN

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA TALUN KENAS KECAMATAN STM HILIR KABUPATEN DELI SERDANG BALAI PENELITIAN TANAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA JEUMPA KECAMATAN GLUMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN 2007

Penanggung jawab : Kepala Balai Penelitian Tanah Penyusun : Didi Ardi Suriadikarta Ai Dariah Achmad Rachman Penyunting : Enggis Tuherkih Design Cover : Sukmara Setting/Layout : Didi Supardi Rahmah D. Yustika Penerbit : Balai Penelitian Tanah Jl. Ir. H. Juanda No. 98. Bogor 16123, Telp. (0251) 336757, Fax. (0251) 321608, 322933, E-mail: soil-ri@indo.net.id ISBN 978-979-9474-81-0 Penulisan dan pencetakan buku ini dibiayai dari dana DIPA Tahun Anggaran 2007, Balai Penelitian Tanah, Bogor http://balittanah.litbang.deptan.go.id

KATA PENGANTAR Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prima Tani, Balai Penelitian Tanah telah menyusun Booklet Formulasi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi dan Konservasi Tanah dan Air sebagai acuan bagi pelaksana Prima Tani dalam menerapkan rekomendasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air mendukung kegiatan Prima Tani. Booklet disusun berdasarkan hasil survei tanah di lokasilokasi Prima Tani dimana Balai Penelitian Tanah menjadi penanggung jawab survei. Booklet ini merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam mengimplementasikan teknologi pemupukan dan konservasi tanah dan air. Sesuai dengan judulnya, booklet ini menyajikan formulasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan teknik konservasi tanah dan air. Sasaran dari penyusunan booklet formulasi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air adalah para pelaksana dan pengguna teknologi yang terkait langsung dengan kegiatan Prima Tani, yaitu Pemandu Teknologi, Manajer Laboratorium Agribisnis, Penyuluh Pertanian Lapangan, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kelompok Tani peserta Prima Tani. Semoga booklet ini bermanfaat, khususnya dalam mensukseskan Prima Tani sebagai salah satu upaya mendukung program pemerintah mensejahterakan masyarakat di pedesaan. Bogor, November 2007 Kepala Balai, Dr. Achmad Rachman NIP. 080.079.028 i

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 II. KEADAAN FISIK DAERAH... 3 2.1. Lokasi dan Perhubungan... 3 2.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian... 3 2.3. Iklim dan Hidrologi... 5 III. TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI... 7 3.1. Status Hara Lahan Sawah... 7 3.2. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah... 8 3.2.1. Pupuk N... 9 3.2.2. Pupuk P... 10 3.2.3. Pupuk K... 12 3.2.4. Pengelolaan Bahan Organik... 13 3.3. Rekomendasi Pemupukan Jagung, Kedelai, dan Kacang Tanah... 9 IV. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR... 17 4.1. Teknik Konservasi Existing... 17 4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi... 18 V. DAFTAR PUSTAKA... 22 ii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Penggunaan lahan di Desa Jeumpa, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam... 4 Tabel 2. Curah hujan dan hari hujan yang mewakili wilayah Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, periode 2000-2005... 5 Tabel 3. Status hara tanah pada lahan sawah di Desa Jeumpa, Kec. Glumpang Tiga, Kab. Pidie, Provinsi NAD berdasarkan hasil analisis tanah di laboratorium... 7 Tabel 4. Rekomendasi pemupukan padi sawah berdasarkan status hara tanah di Desa Jeumpa, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie... 8 Tabel 5. Rekomendasi pemupukan tanaman jagung, kedelai dan kacang tanah pada status hara N rendah, P dan K tinggi di Desa Jeumpa, Kec. Glumpang Tiga, Kab. Pidie, Provinsi NAD... 12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Contoh aplikasi mulsa jerami pada pertanaman palawija (jagung) (Foto: Balai Penelitian Tanah, 2007)... 20 Gambar 2. Contoh galengan yang diperkuat tanaman rumbut (a) dan ditanami rumput dan kacang panjang (b)... 21 iii

I. PENDAHULUAN Informasi potensi sumber daya lahan dan arahan pengembangan komoditas merupakan informasi dasar yang diperlukan untuk perencanaan pembangunan pertanian di suatu wilayah. Data dan informasi ini perlu dilengkapi dengan formulasi teknologi pengelolaan sumber daya lahan yang lebih spesifik, antara lain dalam penerapan teknik konservasi tanah, pengelolaan kesuburan tanah khususnya pemupukan spesifik lokasi, dan pengelolaan bahan organik. Teknologi pemupukan spesifik lokasi dengan menerapkan pemupukan berimbang adalah pemupukan untuk mencapai status semua hara dalam tanah optimum untuk pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Untuk hara yang telah berada dalam status tinggi, pupuk hanya diberikan dengan takaran yang setara dengan hara yang terangkut panen, sebagai takaran pemeliharaan. Pemberian takaran pupuk yang berlebihan justru akan menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan dan masalah pencemaran lingkungan. Kondisi atau status optimum hara dalam tanah tidak sama untuk semua tanaman pada suatu tanah. Demikian juga status optimum untuk suatu tanaman, berbeda untuk tanah yang berlainan. Agar pupuk yang diberikan lebih tepat, efektif dan efisien, maka rekomendasi pemupukan harus mempertimbangkan faktor kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman. Rekomendasi pemupukan yang berimbang disusun berdasarkan status hara di dalam tanah yang diketahui melalui teknik uji tanah. Penerapan teknik konservasi tanah dan air merupakan kunci keberlanjutan usaha tani dalam upaya mengoptimalkan 1

pemanfaatan lahan kering. Teknologi konservasi tanah dan air dimaksudkan untuk melestarikan sumber daya alam dan menyelamatkannya dari kerusakan. Target minimal dari aplikasi teknik konservasi adalah menekan erosi yang terjadi di setiap bidang tanah hingga di bawah batas yang diperbolehkan. Secara umum, teknik konservasi tanah dan air dibagi dalam tiga golongan yaitu: (1) teknik konservasi vegetatif; (2) teknik konservasi mekanik atau teknik konservasi sipil teknis; dan (3) teknik konservasi kimia. Dalam aplikasi di lapangan teknik konservasi tersebut tidak berdiri sendiri, namun dapat merupakan kombinasi dari dua atau tiga teknik konservasi. Pemilihan teknik konservasi yang tepat harus bersifat spesifik lokasi dan sesuai pengguna artinya harus mempertimbangkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani setempat. Oleh sebab itu rekomendasi teknik konservasi yang dianjurkan di setiap lokasi disusun dengan mempertimbangkan tipe penggunaan lahan, kemiringan, vegetasi, dan teknik konservasi yang ada di lapangan (existing) di masing-masing lokasi. 2

I. KEADAAN FISIK DAERAH 2.1. Lokasi dan Perhubungan Desa Jeumpa, terletak sekitar 30 km di sebelah barat kota Sigli, pada jalur jalan raya Medan-Banda Aceh, pada posisi geografis 96 o 00 32-96 o 01 24 (bujur timur) BT dan 05 o 14 36-05 o 15 20 (lintang utara) LU. Desa Jeumpa termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie. Luas desa sekitar 60 ha, dengan batas administrasi sebagai berikut: - sebelah utara berbatasan dengan Desa Pulo Bate - sebelah selatan berbatasan dengan Desa Meunasah Munje - sebelah barat berbatasan dengan Desa Pulo Loen/Pulo Dayah, dan - sebelah timur berbatasan dengan Desa Bili/Panjo Kota Kecamatan Glumpang Tiga terletak di Desa Jeumpa. Desa ini dapat dicapai dari kota Banda Aceh sekitar 3 jam perjalanan dengan kendaraan roda empat ke arah Medan, Provinsi Sumatera Utara. Perhubungan antar kampung di dalam Desa Jeumpa cukup lancar, selain karena desa ini dibelah oleh jalan raya Banda Aceh- Medan, juga jalur jalan yang menghubungkan kampung yang satu dengan kampung lainnya cukup baik, menggunakan jalan tanah yang diperkeras dengan batu dan kerikil. Transportasi antar desa menggunakan sepeda motor dan kendaraan roda empat. 3

2.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian Berdasarkan hasil studi participatory rural appraisal (PRA) yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam, penggunaan lahan di Desa Jeumpa terdiri atas lahan sawah seluas 41 ha, dan sisanya pemukiman/ pekarangan (Tabel 1). Tabel 1. Penggunaan lahan di Desa Jeumpa, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No SP Simbol Penggunaan lahan Luas ha % 1 2 si p Sawah irigasi setengah teknis Pemukiman/pekarangan 41 37 52,6 47,4 Jumlah 78 100,0 Sumber: BPTP provinsi NAD dalam Kurnia et al. (2007), dan penelitian lapang Lahan sawah irigasi setengah teknis umumnya ditanami padi sawah satu kali dalam setahun, dengan pola tanam padi-palawijapalawija. Lahan sawah yang ada tidak dapat diairi seluruhnya, mengingat hanya sekitar 30% saja dari lahan sawah tersebut yang terjangkau oleh saluran irigasi. Selebihnya, padi sawah biasa ditanam pada musim hujan, yaitu bulan Oktober - Maret, dilanjutkan dengan palawija, seperti kacang tanah, kedelai, dan cabai sampai musim hujan berikutnya tiba. Berdasarkan informasi dari masyarakat dan BPTP NAD, kacang tanah dan cabai merupakan komoditas andalan bagi petani di Kabupaten Pidie. Selain jenis-jenis tanaman palawija, tanaman sayuran dataran rendah, seperti kacang panjang dan mentimun juga diusahakan di daerah ini, baik pada lahan sawah maupun 4

pekarangan. Komoditas sayuran tersebut umumnya dijual untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan daerah-daerah di sekitarnya. 2.3. Iklim dan Hidrologi Curah hujan di wilayah Kecamatan Glumpang Tiga rata-rata 2.114 mm tahun -1, dengan 98 hari hujan (Tabel 2). Berdasarkan data hujan tersebut, daerah penelitian termasuk basah, karena curah hujan bulanannya senantiasa di atas 100 mm bulan -1, kecuali bulan Juni dan Juli termasuk lembap, dengan suhu rata-rata tahunan lebih besar dari 22 o C, sehingga menurut Koppen, daerah tersebut termasuk tipe iklim Afa. Tabel 2. Curah hujan dan hari hujan yang mewakili wilayah Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, periode 2000-2005 Bulan Curah hujan Hari hujan Januari 161 8 Februari 192 7 Maret 159 7 April 186 6 Mei 190 8 Juni 92 5 Juli 84 7 Agustus 128 6 September 101 8 Oktober 184 10 November 287 14 Desember 350 12 Jumlah 2.114 98 Sumber: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NAD (2006) dalam Kurnia et al. (2007) 5

Kebutuhan air di desa ini berasal dari beberapa sumber antara lain, untuk lahan sawah irigasi berasal dari bendung air Krueng Tiro, dan curah hujan. Air dari bendung tersebut dialirkan melalui saluran irigasi, yang sudah ada sejak zaman Belanda, mampu mengairi lahan sawah di wilayah Desa Jeumpa dan Blang Raya. Sedangkan kebutuhan air tanaman palawija yang diusahakan pada lahan sawah, para petani membuat sumur-sumur dangkal sebagai tambahan air hujan. Pengairan pada lahan kering, terutama untuk tanaman sayuran, seperti kacang panjang dan mentimun, hanya mengandalkan hujan, sedangkan kebutuhan air untuk penduduk berasal dari sumur. 6

III. TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI 3.1. Status Hara Lahan Sawah Status hara P, K tanah lapisan atas (0-20 cm) yang ditetapkan dengan hasil analisis laboratorium di Desa Jeumpa menunjukan bahwa P potensial sangat tinggi (71-94 mg 100 g -1, dan K (41-50 mg 100 g -1 ), tetapi P yang tersedia sangat rendah (5,2-9,6 mg 100 g -1 ). Keadaan ini menunjukan P diikat oleh unsur lain diduga oleh Ca karena Ca efektif dalam tanah cukup tingi yaitu 22 cmol(+)/kg, ph tanahnya cukup tinggi agak netral (6,4). Kadar N tanah rendah, karena kadar C-organik juga rendah sehingga pemberian pupuk organik dan pupuk N masih dibutuhkan pada lahan sawah ini. Selain itu rendahnya status hara N bisa juga disebabkan sifat N yang sangat mobil, mudah menguap (volatilisasi), dan tercuci, meskipun pada umumnya petani sudah menggunakan pupuk N dengan takaran yang cukup tinggi. Status hara P yang tinggi dan K tinggi, diperkirakan sebagai pengaruh dari bahan induk aluvium. Tabel 3. Status hara tanah pada lahan sawah di Desa Jeumpa, Kec. Glumpang Tiga, Kab. Pidie, Provinsi NAD berdasarkan hasil analisis tanah di laboratorium Status Hara N P K ph tanah Penggunaan lahan Luas ha % R T T 6,4 Padi sawah 41 52,6 Keterangan: R = rendah, T = tinggi 7

3.2. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Produktivitas tanaman padi ditentukan oleh kesuburan tanah terutama ketersediaan hara, kondisi iklim (curah hujan dan radiasi surya), varietas tanaman, pengolahan tanah serta pengendalian hama penyakit tanaman. Dalam kondisi lingkungan biotik dan abiotik yang optimal, tanaman padi dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal sesuai dengan potensi hasilnya. Dalam pengelolaan hara P dan K pada lahan sawah diperlukan pengetahuan mengenai kebutuhan hara P dan K untuk tanaman padi. Tanaman padi varietas unggul dengan tingkat produksi sekitar 5 t GKP ha -1 memerlukan sekitar 34 kg P 2 O 5 dan 156 kg K 2 O. Jika pada waktu panen seluruh gabah dan jeraminya diangkut ke luar dari tanah sawah, maka akan terjadi pengangkutan hara dalam tanah, terutama K 2 O yang banyak terkandung di dalam jerami. Bila hanya gabahnya yang diangkut ke luar dan jeraminya dikembalikan ke tanah sawah, maka pengangkutan K 2 O-nya akan dapat dikurangi. Untuk menjaga keberlanjutan produktivitas lahan perlu diberikan pupuk dengan jenis dan jumlah yang cukup. Upaya untuk meningkatkan efisiensi pemupukan pada lahan sawah dilakukan antara lain melalui: (a) modifikasi bentuk butiran dan kelarutan pupuk; (b) perbaikan waktu dan teknik aplikasi pemupukan; (c) ameliorasi dengan pupuk organik dan pupuk hayati; dan (d) perbaikan takaran anjuran pemupukan agar lebih efektif dan efeisien. Namun demikian berdasarkan status hara dan keadaan lahan maka rekomendasi pemupukan padi sawah yang dapat diterapkan sebagaimana disajikan pada Tabel 4. 8

Tabel 4. Rekomendasi pemupukan padi sawah berdasarkan status hara tanah di Desa Jeumpa, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie Status hara Tanpa bahan organik Dengan 5 t jerami Dengan 2 t pupuk kandang ha N P K Urea ZA SP-36 KCl Urea ZA SP-36 KCl Urea ZA SP-36 KCl R T T 300 50 50 300 50 0 300 0 30 Keterangan: R = rendah, T = tinggi Bila menggunakan pupuk anorganik majemuk NPK misalnya Phonska (15 : 15 : 15), maka perlu diperhitungkan kadar hara yang terkandung di dalam pupuk majemuk itu dan kekurangannya ditambahkan pupuk tunggal seperti urea, SP-36, dan KCl. Untuk penggunaan takaran urea 300 kg ha -1, kemudian diganti dengan Phonska 300 kg ha -1, maka perlu ditambah urea 200 kg, SP-36, dan KCl tidak perlu ditambahkan, malah P dan K-nya kelebihan. 3.2.1. Pupuk N Hara N merupakan hara yang mobil, mudah menguap (volatilisasi), dan tercuci. Karena sifat dari hara N tersebut, maka umumnya kadar hara N tanah setelah panen rendah. Pengembalian jerami dapat meningkatkan bahan organik tanah dan sumber N bagi tanaman. Takaran pemupukan N untuk lokasi ini sebaiknya digunakan 300 kg urea ha -1, dan tidak perlu menggunakan pupuk ZA karena khawatir akan menurunkan ph tanah yang masih agak netral menjadi lebih masam. Pupuk N biasanya diberikan dua kali yaitu setengah takaran pada umur 2 minggu setelah tanam, dan sisanya diberikan berdasarkan takaran bagan warna daun (BWD) pada umur satu bulan setelah tanam. 9

Cara penggunaan BWD adalah sebagai berikut: 1) Pengukuran tingkat kehijauan daun padi dengan BWD dimulai pada saat tanaman berumur satu bulan, pengukuran dilanjutkan setiap minggu, sampai tanaman berumur fase primordia (bunting). 2) Pilih secara acak 10 rumpun tanaman sehat pada hamparan yang seragam, lalu pilih daun teratas yang telah membuka penuh pada satu rumpun. 3) Taruh bagian tengah daun di atas BWD, lalu bandingkan warna daun tersebut dengan skala warna pada BWD. Pada saat mengukur daun tanaman petugas tidak boleh menghadap sinar matahari, karena akan mempengaruhi nilai hasil. 4) Jika lebih 5 dari 10 daun yang diamati warnanya dalam batas kritis, atau dengan nilai rata-rata <4 maka tanaman perlu segera diberikan pupuk N. Takaran urea yang diberikan tergantung dari lokasi, dan varietas padi yang ditanam. Takaran yang diberikan antara 50, 75, dan 100 kg urea ha -1. 3.2.2. Pupuk P Kandungan P tanah merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pemupukan P. Tanah yang mempunyai kandungan P tinggi, pemupukan P ditujukan untuk memenuhi atau mengganti P yang terangkut panen, sedangkan pada tanah yang mempunyai kandungan P sedang dan rendah, pemupukan P ditujukan selain untuk mengganti P yang terangkut panen juga untuk meningkatkan kandungan P tanah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan status P tanah. 10

Penentuan takaran pupuk P secara tepat (spesifik lokasi) untuk masing-masing tanah sawah, yaitu sesuai dengan status P dari tanah sawahnya, sekarang sudah dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu perangkat uji tanah sawah (PUTS). Perangkat uji tanah sawah ini berguna untuk mengukur (menganalisis) kandungan unsur hara P dalam tanah sawah secara langsung dan cepat di lapangan. Umumnya respon tanaman padi terhadap pemupukan P sangat nyata pada tanah-tanah yang status P-nya rendah, meskipun ketersediaan unsur hara P pada lahan sawah umumnya meningkat dengan penggenangan. Makin tinggi status P tanahnya makin kecil respon tanaman padi terhadap pemupukan P. Walaupun demikian rekomendasi pemupukan P tetap diberikan, yaitu dengan takaran 50 kg SP-36 ha musim -1, meskipun status P tanahnya sudah tinggi. Rekomendasi ini diberikan sebagai takaran pemeliharaan (maintenance rate) yang ditujukan untuk mempertahankan agar kandungan P dalam tanah tetap tinggi, sehingga dapat menjamin agar tanaman tidak akan mengalami kekurangan unsur hara P lagi. Berdasarkan hasil pengukuran hasil laboratorium status hara P di Desa Jeumpa tinggi. Dengan demikian rekomendasi pemupukan P untuk lahan sawah Desa Jeumpa adalah 50 kg SP-36 ha -1, dan bila memberikan pupuk kandang 2 t ha -1 maka tidak diperlukan pemberian pupuk SP-36 (Tabel 9). Sumber pupuk P yang biasa digunakan adalah SP-36. Pupuk SP-36 mengandung 36% P 2 O 5. Waktu pemupukan P untuk tanah sawah adalah sehari sebelum tanam, yaitu seluruh pupuk P diberikan pada saat pemupukan dasar. Cara pemupukan P diberikan 11

disebar merata diatas permukaan tanah kemudian dibenamkan ke dalam lapisan olah bersamaan dengan perataan tanah sawah. Pupuk P dapat diberikan sekaligus, karena sifat hara P yang tidak mobil, sehingga mempunyai pengaruh residu untuk musim tanam berikutnya. 3.2.3. Pupuk K Pemupukan K juga perlu memperhatikan status hara K dalam tanah. Pada tanah dengan kandungan K sedang dan tinggi tidak perlu diberi pupuk K, karena kebutuhan hara K tanaman padi dapat dipenuhi dari K tanah, sumbangan air pengairan dan pengembalian jerami. Hampir 80% K yang diserap tanaman padi berada dalam jerami, oleh karena itu dianjurkan untuk mengembalikan jerami ke tanah sawah. Sambil menunggu pengolahan tanah pertama, jerami dapat dikomposkan atau melapuk dan diaplikasikan bersamaan dengan pengolahan tanah kedua. Lokasi Desa Jeumpa berstatus K tinggi sehingga takaran rekomendasi pemupukan yaitu 50 kg KCl ha -1. Apabila jerami dikembalikan, tidak perlu lagi menambahkan pupuk KCl. Bila menggunakan pupuk kandang 2 t ha -1 maka cukup menambahkan 30 kg KCl ha -1 (Tabel 9). Sumber hara K pada tanah sawah adalah hara K di dalam tanah, jerami, pupuk K, dan air irigasi. Pupuk K yang umum dijumpai di Indonesia yaitu KCl dengan kadar K 2 O 60% dan kalium zulfat (K 2 SO 4 ) atau yang lebih dikenal sebagai ZK mengandung kadar K 2 O 45% dan 18% S. Bentuk pupuk KCl granul kecil-kecil dan berwarna putih atau merah. 12

Sifat hara K yang mobil sehingga pemupukan K sebaiknya diberikan dengan cara di split dua atau tiga kali untuk menghindari pencucian K, dan fiksasi K khususnya pada tanah sawah Vertisols. Waktu pemupukan K yaitu pemupukan pertama pada saat pemupukan dasar umumnya sehari sebelum tanam, dan pemupukan kedua pada saat menjelang primordia. Cara pemupukan K diberikan disebar merata di atas permukaan tanah bersama pupuk P kemudian dibenamkan ke dalam lapisan olah bersamaan dengan perataan tanah sawah. Untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dianjurkan untuk mengembalikan jerami selain sebagai sumber K juga meningkatkan kadar bahan organik tanah. Pupuk kandang juga dapat digunakan namun perlu diperhatikan C/N rasio dan takarannya jangan memberikan pengaruh reduksi yang berlebihan. 3.2.4. Pengelolaan Bahan Organik Pengelolaan hara P dan K pada tanah sawah tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan bahan organik. Penggunaan bahan organik dapat berpengaruh terhadap rekomendasi dan kebutuhan pupuk P dan K. Untuk tanah sawah yang pengelolaannya tidak disertai dengan pemberian bahan organik diperlukan pupuk P dan K (juga pupuk N) yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi bahan organik, baik berupa jerami maupun berupa pupuk kandang. Pemberian jerami direkomendasikan sebanyak 5 t ha -1, yang diperhitungkan dapat dihasilkan dari tanah sawah setempat dengan tingkat hasil gabah juga sekitar 5 t ha -1. Dengan demikian pengembalian jerami tersebut merupakan pengembalian setempat. 13

Jangan bosan-bosan menganjurkan pengembalian jerami ke tanah sawah walaupun sukar untuk diterapkan karena diperlukan upaya khusus. Kenyataan di lapangan umumnya petani membakar jerami, hal ini dikarenakan beberapa alasan antara lain: indeks pertanaman tiga kali, sehingga petani tidak cukup waktu untuk mengkomposkan jerami, pengomposan jerami membutuhkan waktu dan tenaga, keberatan lain, yaitu bahwa penumpukan jerami selama satu musim tersebut akan memakan tempat, sehingga mengurangi luas areal tanam. Tetapi keuntungan pengembalian jerami ke tanah sawah akan mengatasi masalah berkurangnya areal tanam, karena kehilangan unsur-unsur hara akan dapat dikurangi sehingga takaran pupuk yang perlu ditambahkan dapat dikurangi. Pengembalian jerami ke lahan sebaiknya dikomposkan terlebih dahulu supaya pengolahan tanahnya tidak terganggu. Walaupun sebagian petani ada juga yang membakar padahal pembakaran jerami akan sangat merugikan karena menghilangkan banyak unsur-unsur hara dan fungsi sebagai bahan organik menjadi hilang. Teknologi pengelolaan jerami yang tepat perlu dikembangkan. Jerami yang dihasilkan sebaiknya tidak langsung dikembalikan ke sawah pada musim tanam berikutnya, tetapi pengembaliannya ditunda dahulu selama satu musim tanam. Jerami yang ada supaya dikumpulkan di bagian pinggir petakan sawah atau dapat di tempat lain dan dibiarkan melapuk secara alami di sana atau pelapukannya dipercepat (dikomposkan) dengan diberi berbagai inokulan mikroba, yang saat ini makin banyak dipasarkan. Dengan demikian satu musim kemudian jerami yang telah menjadi kompos tersebut siap untuk dikembalikan, yaitu diaduk dengan tanah bersamaan dengan pengolahan tanah berikutnya. 14

Selain pemberian jerami, juga direkomendasikan penggunaan pupuk kandang sebanyak 2 t ha -1. Untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan dan produktivitas tanah sawah sedapat mungkin diberikan tambahan bahan organik seperti pupuk kandang, kompos, pupuk hijau atau azola untuk melengkapi pemberian pupuk buatan. Perlu ditekankan bahwa dalam jangka panjang pemberian bahan organik ke tanah sawah tidak hanya berguna untuk mengembalikan atau mempertahankan kandungan unsur-unsur hara makro dan mikro dalam tanah, tetapi bahan organik mempunyai banyak fungsi (manfaat) lain untuk mempertahankan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah serta efisiensi pemupukan. 3.3. Rekomendasi Pemupukan Jagung, Kedelai, dan Kacang Tanah Takaran rekomendasi untuk tanaman jagung dan kedelai, kacang tanah pada lokasi yang berstatus N rendah, P dan K tinggi, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rekomendasi pemupukan tanaman jagung, kedelai dan kacang tanah pada status hara N rendah, P dan K tinggi di Desa Jeumpa, Kec. Glumpang Tiga, Kab. Pidie, Provinsi NAD Status hara Jagung Takaran pupuk kg ha -1 Kedelai/ kacang tanah N P K Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl R T T 300 50 50 50/100 50/100 - Keterangan: R = rendah, T = tinggi 15

Untuk tanaman jagung pemupukan N pemberiannya displit, yaitu setengah takaran pada waktu tanam dan setengah takaran pada umur satu bulan. Cara pemupukan bisa dilarikan atau ditugal sedalam 5 cm sekitar 5-7 cm, selain tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Sedangkan pemupukan P dan K dapat diberikan sekaligus pada saat tanam. 16

IV. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR 4.1. Teknik Konservasi Existing Hampir seluruh areal pertanian di Desa Jeumpa digunakan untuk sawah, dengan demikian erosi bukan merupakan masalah yang dihadapi lahan usaha tani di desa ini, selain keberadaan teras irigasi, kondisi lahan yang relatif datar juga membuat lahan relatif aman dari ancaman degradasi akibat erosi. Pengelolaan bahan organik pada lahan sawah belum benarbenar diperhatikan. Jerami yang dihasilkan dari pertanaman padi pada musim tanam sebelumnya belum dimanfaatkan secara optimum untuk pemeliharaan kualitas tanah. Sebagian besar petani hanya menumpuk atau membakar jerami tersebut. Meskipun ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas optimalisasi lahan-lahan pertanian di desa ini, khususnya pada saat pertanaman palawija, namun perlakuan yang mengarah ke tindakan konservasi air belum dilakukan. Sehingga jika persiapan tanam palawija sedikit terlambat, maka terancam kekurangan air, atau bisa terhindar dari ancaman kekeringan, namun dibutuhkan biaya untuk penyiraman. Untuk memenuhi kebutuhan air untuk pertanaman palawija, beberapa petani membuat sumur dangkal di sekitar lahan usaha taninya. 17

4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi Agar lahan sawah tetap terjaga kelestariannya, maka upaya untuk mempertahankan lahan dari penurunan produktivitas (degradasi) merupakan keharusan. Hal ini diantaranya dapat dilakukan melalui pengelolaan hara (pemupukan) dan bahan organik (teknik pemupukan dan pengelolaan bahan organik diuraikan pada Bab III). Pemberian bahan organik pada lahan sawah, bukan hanya penting dari segi aspek penyediaan hara, namun juga penting dari segi pemeliharaan struktur tanah mengingat lahan sawah di desa ini bukan hanya diusahakan untuk pertanaman padi, namun palawija juga merupakan tanaman utama yang ditanam setelah padi. Untuk menyediakan media tanam yang baik untuk tanaman tersebut, manipulasi struktur tanah harus dilakukan secara cepat karena masa tanam untuk palawija yang sangat terbatas sehubungan dengan faktor ketersediaan air, kompetisi dengan tanaman gulma, dan perlu diperhitungkannya waktu untuk persiapan tanam untuk musim tanam padi berikutnya. Selain tekstur tanah, faktor bahan organik tanah sangat menentukan mudah tidaknya restrukturisasi dilakukan. Oleh karena itu, pengelolaan bahan organik pada lahan sawah tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan pengelolaan bahan organik pada lahan kering. Selain pengelolaan bahan organik, pengelolaan air atau konservasi air merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan. Hanya 30% dari areal sawah di desa ini yang terjangkau jaringan irigasi. Pada areal yang tidak terjangkau, kebutuhan air hanya bergantung pada hujan dan sumur. Pembuatan sumur dangkal oleh 18

petani di sekitar areal pertanian merupakan teknologi pemanenan air yang perlu dipertahankan. Namun demikian, perlu direkomendasikan suatu teknik pengelolaannya, agar penggunaan air dapat lebih efisien. (a) Sistem Pengairan pada Lahan Sawah Sistem pengairan pada pertanaman padi harus diatur seefisien mungkin. Sistem penggenangan dapat dilakukan secara macak-macak. Karena kondisi tanah tidak didominasi pasir, pemberian air juga dapat dilakukan secara intermiten. Frekuensi pengairan bisa berkisar antara 2-5 hari sekali, tergantung pada tingkat drainase tanah dan epavotranspirasi. Pemberian air secara intermiten juga dapat memberikan kesempatan oksigen masuk ke dalam tanah, hal ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan padi dan aktivitas mikroorganisme tanah. Meskipun tanaman padi tumbuh pada kondisi tergenang, namun suplai oksigen ke dalam tanah masih sangat diperlukan. Kondisi tanah sawah yang tidak selalu dalam keadaan tergenang juga dapat memberikan kesempatan proses dekomposisi bahan organik tanah. Aspek drainase dan suplai oksigen ke dalam tanah sawah juga penting untuk menghindari efek keracunan asam organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi secara an-aerob. (b) Mulsa dan Pengolahan Tanah Minimum Pada pertanaman palawija yang ditanam setelah tanaman padi, efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan mengaplikasikan mulsa. Sumber mulsa dapat menggunakan bahan yang tersedian secara insitu yaitu jerami. Mulsa selain dapat berfungsi 19

sebagai sumber bahan organik juga dapat mengurangi kehilangan air lewat penguapan, menekan pertumbuhan gulma, dan setelah mulsa melapuk, akan meningkatkan kemampuan tanah untuk memegang air. Gambar 1. Contoh aplikasi mulsa jerami pada pertanaman palawija (jagung). (Foto: Balai Penelitian Tanah, 2007) Penggunaan mulsa juga merupakan pendukung penting sistem pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah (sistem olah tanah konservasi). Aplikasi pengolahan tanah minimum/tanpa olah tanah sangat penting mengingat keterbatasan waktu yang tersedia untuk pertanaman palawija, selain itu akan sangat menghemat tenaga kerja. Cara aplikasi mulsa jerami adalah sebagai berikut: - Setelah panen tanaman padi dan kondisi tanah sudah dalam keadaan tidak tergenang, jerami ditebas dan disebarkan pada jalur-jalur tanam untuk palawija, akan lebih baik jika jerami dapat menutup seluruh permukaan tanah. 20

- Biji tanaman palawija misalnya jagung langsung ditanam dengan cara ditugal pada jalur-jalur yang telah ditutup mulsa jerami, - Selama masa pertumbuhan palawija, frekuensi penyiraman dapat dikurangi (dibanding saat sebelum diaplikasikan mulsa) karena penguapan dapat ditekan. - Setelah panen tanaman palawija, jerami sudah mulai melapuk dan dapat dicampur bersamaan dengan pengolahan tanah. (c) Pemeliharaan Galengan Pemeliharaan galengan sangat penting dilakukan. Galengan dalam keadaan stabil (tidak bocor atau terkikis) akan bisa mengurangi kehilangan air. Stabilisasi galengan dapat dilakukan dengan menanam rumput pakan ternak (Gambar 2.a) seperti setaria, paspalum atau BD. Rumput dipangkas secara periodik. Pemangkasan jangan dilakukan terlalu pendek, karena dapat menyebabkan rumput mati. Selain rumput, tanaman legum seperti komak, gude dan lain sebagainya dapat juga ditanam pada galengan sawah. Biji tanaman komak dan gude dapat dikonsumsi, dan hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik. (a) Gambar 2. Contoh galengan yang diperkuat tanaman rumput (a) dan ditanami rumput dan kacang panjang (b) (b) 21

Galengan dapat juga dimanfaatkan untuk menanam tanaman cash crop seperti tanaman sayur (mentimun, tomat, pare, kacang panjang, dan lain-lain) (Gambar 2 b.). Sangat tidak dianjurkan menanam tanaman penghasil umbi seperti singkong, ubi jalar, talas, dan lain sebagainya pada galengan, karena akan merusak galengan saat dilakukan pemanenan umbi. 22

V. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah. 2007. Sistem Pengelolaan Lahan Sesuai Harkat (SPLaSH) versi 1.02. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kurnia, U., D. Ardi, dan U. Sutrisno. 2007. Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan Untuk Mendukung Prima Tani di Desa Jeumpa, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi NAD. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian. 23