BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bisnis ritel sekarang berkembang cukup pesat. Bisa dilihat dengan banyak munculnya bisnis ritel di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (APRINDO), mengungkapkan bahwa pertumbuhan bisnis retail di indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gambar 1.1 Persentase Pertumbuhan Omzet Ritel Modern Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut survei perusahaan global AT Kearney, Indonesia menduduki peringkat ke-12 dunia dalam Indeks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Niat pembelian untuk produk sehari-hari jadi di toko ritel telah mendapat perhatian dalam dekade terakhir sejak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Iklim perkembangan bisnis ritel di Indonesia beberapa tahun terakhir dapat

BAB I Pendahuluan. Perubahan preferensi tempat belanja yang berawal dari seringnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHUALUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bisnis retail (perdagangan eceran) di Indonesia pada akhirakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian dan perkembangan zaman khususnya

PENGARUH PRODUCT QUALITY, SERVICE QUALITY DAN ATMOPHARE TERHADAP EMOTION DAN BEHAVIORAL INTENTION DI HERO SUPERMARKET

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan kemajuan pesat di bidang teknologi, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Sumber : AC Nielsen, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan. berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan yang sangat beragam, juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat secara nyata barang atau jasa yang mereka inginkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tabel Jumlah Pasar Modern di Indonesia tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat sekarang ini, pertumbuhan berbagai kegiatan bisnis meningkat semakin pesat yang salah satunya dapat dilihat pada perkembangan industri bisnis ritel. Menurut Utami (2008:1), bisnis ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan aktivitas penjualan ataupun distribusi barang secara langsung kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan guna menambah nilai barang untuk penggunaan pribadi. Dalam beberapa tahun ke depan, diprediksikan bahwa Indonesia diyakini memiliki potensi pasar ritel yang semakin meningkat. Indonesia yang didominasi penduduk usia produktif akan meningkatkan jumlah tenaga kerja dan disposable income, yang selanjutnya berpotensi meningkatkan belanja. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi seiring dengan trend urbanisasi dan peningkatan jumlah middle income class yang berperan sebagai driver pertumbuhan ritel ke depan. Hal itu ditunjukan oleh A.T. Kearney s 2015 Global Retail Development Index (GRDI), yang menempatkan Indonesia pada peringkat 12 dari 30 negara berkembangan untuk tujuan investasi ritel, naik dari peringkat 15 tahun sebelumnya (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2017). Bersaingnya bisnis ritel modern seperti supermarket, hypermarket, convenience store, factory outlet, dan department store sudah sewajarnya para pelaku bisnis ritel ini dituntut agar mampu bersaing secara kompetitif untuk memperoleh pangsa pasar baru ataupun mempertahankan konsumen 1

2 yang sudah ada agar mempertahankan kelanjutan usahanya dalam jangka panjang. Fenomena pola kehidupan konsumtif saat ini semakin menjadi gaya hidup masyarakat yang perlu direspon secara aktif oleh para peritel untuk meningkatkan omzet penjualan mereka. Gambar 1.1. Pertumbuhan Omzet Ritel Modern Nasional (%) Sumber: Aprindo ( dikutip dari Industry Update Bank Mandiri Vol 9, April 2016 ) Berdasarkan Gambar 1.1, prospek sektor ritel diprediksikan semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan pertumbuhan omset ritel tahun lalu sebesar 10-11%, dan diprediksikan kembali tahun ini akan meningkat melihat banyak faktor yang mempengaruhi seperti perubahan gaya hidup dan meningkatnya jumlah middle income class. Dalam persaingan bisnis ritel saat ini, terdapat satu peritel modern yang masih mampu mempertahankan eksistensinya dalam kompetisi bisnis ritel yaitu Victoria s Secret. Toko ritel yang berasal dari Amerika Serikat ini memulai karirnya dalam industri pakaian, khususnya pakaian dalam wanita (lingerie)

3 dengan menggunakan model profesional sebagai media promosi untuk pengenalan produknya dan peragaannya. Victoria s Secret pastinya sudah dikenal masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke atas karena Victoria s Secret ini ingin menonjolkan kesan mewah dan penampilan yang berkelas. Pada awal tahun 2000, manajemen Victoria s Secret memutuskan untuk melakukan perluasaan di beberapa negara dan tidak hanya menjual pakaian dalam wanita saja, tetapi produk kecantikan, pakaian tidur, pakaian olahraga, pakaian renang, tas, sepatu, dan parfum (Barr, 2013). Di Indonesia sendiri, produk yang lebih difokuskan adalah parfum dan perawatan tubuhnya seperti body lotion dan diikuti dengan tas, dompet, dan beberapa pakaian dalam wanita, mengingat budaya Indonesia yang berbeda dengan negara yang lain. Perilaku pengambilan keputusan konsumen tidak berhenti begitu konsumen membeli produk. Konsumen akan melakukan evaluasi pasca pembelian. Bentuk dari evaluasi ini adalah dengan membandingkan kinerja produk berdasarkan harapan yang diinginkan konsumen. Hal ini sejalan dengan pernyataan Oliver (1997) yang menyatakan bahwa konsumen memiliki harapan tertentu atau yang biasa disebut ekspektasi terhadap produk yang dibeli, dimana terdapat perbandingan antara persepsi yang bersifat empiris dengan ekspektasi yang bersifat ideal atau sering disebut juga dengan teori diskonfirmasi harapan. Kalkulasi perbandingan hasil antara harapan dan persepsi konsumen disebut diskonfirmasi. Diskonfirmasi dapat berwujud sebagai diskonfrmasi positif dan diskonfirmasi negatif. Dikatakan diskonfirmasi positif ketika kinerja lebih baik dari yang

4 diharapkan, artinya konsumen merasa puas. Dan diskonfirmasi negatif menandakan bahwa kinerja lebih buruk dari harapan, artinya konsumen tidak puas. Kepuasaan konsumen sangat bergantung pada persepsi dan harapan konsumen itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen ketika membeli produk adalah kebutuhan dan keinginan yang dirasakan pada saat melakukan pembelian, pengalaman masa lalu, serta bisa juga didukung dengan pengalaman orang sekitarnya. Faktor yang terpenting untuk mempertahankan bisnis ritel adalah dengan memuaskan dan mempertahankan konsumen, karena konsumen adalah kunci eksistensi bisnis ritel. Para pebisnis ritel harusnya lebih mampu memuaskan konsumen dengan memberikan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan harapan yang dibangun konsumen, karena pada beberapa penelitian dikatakan bahwa penilaian kepuasan terdiri dari unsur kognitif dan afektif (Gracia et al., 2011; Jones et al., 2006; Oliver, 1997). Secara teori, penilaian kognitif terhadap emosi lebih menekankan pada penilaian atau evaluasi setelah penggunaan produk, sedangkan respon secara afektif ditimbulkan karena event yang lebih spesifik. Salah satu strategi yang digunakan toko ritel adalah menyentuh emosi konsumen dengan menciptakan emotional satisfaction agar para konsumennya melakukan pembelian bahkan sampai melakukan re-purchase akan produk yang ditawarkan. Kotler dan Armstrong (2014:8) menyatakan bahwa pelanggan yang harapannya tentang nilai dan kepuasaan mengenai yang akan diberikan berbagai penawaran pasar dan membeli berdasarkan harapannya itu, dimana konsumen yang puas akan membeli lagi dan

5 memberitau orang lain tentang pengalaman baik mereka. Menurut Westbrook (1987), menyatakan bahwa pengalaman yang bersifat emotional dan kepuasaan yang mendasari sikap yang cukup tinggi terhadap penawaran seseorang, maka selain sebagai pembelian ulang juga memberikan pujian. Dari pernyataan tersebut, pengalaman dan emosional yang baik merupakan suatu persepsi konsumen. Persepsi yang baik dapat meningkatkan loyalitas yang salah satu indikatornya adalah re-purchase. Persepsi konsumen mengenai kualitas pelayanan yang diberikan bisa menjadi nilai tambah sendiri bagi toko ritel untuk menciptakan kepuasaan sehingga mendorong terjadinya re-purchase. Dengan kata lain, reaksi antara pembeli dan penjual (karyawan) merupakan sebuah moment of truth yang bisa mempengaruhi persepsi terhadap kualitas pelayanan (Lovelock dan Wright, 2002). Jika kebutuhan dan keinginan konsumen terpenuhi dengan pemberian layanan yang baik maka persepsi yang dibangun oleh konsumen pun menjadi persepsi yang positif. Persepsi yang tinggi terhadap kualitas pelayanan selanjutnya bisa mempengaruhi kepuasaan emosional pelanggan. Kondisi lingkungan toko yang nyaman bisa mendorong konsumen untuk betah untuk membeli produk sehingga merasa puas dengan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut didukung oleh pendapat Lovelock, Wirtz, dan Mussry (2010:4) yang menyatakan bahwa kondisi fisik layanan lingkungan yang dialami pelanggan memiliki peranan penting dalam membentuk pengalaman pelayanan dan memperkuat atau mengurangi kepuasaan pelanggan. Dengan penataan lingkungan toko seperti aroma,

6 musik, dan penataan perabotan toko yang sesuai, maka membuat konsumen untuk mempunyai persepsi yang baik sehingga menciptakan kepuasaan. Westbrook dan Oliver (1991) berpendapat ada perbedaan emosi diantara responden yang memberikan nilai yang beda pada konstinum kepuasaan. Respon konsumen yang diberikan pengalaman positive surprise yaitu menyentuh emosi konsumen ketika berbelanja, seperti memberikan potongan harga atau diskon secara langsung, akan memberi nilai yang lebih tinggi terhadap skala kepuasaan yang mempengaruhi emosinya. Emosi berperan dalam proses konsumsi. Menurut Westbrook dan Oliver (1991), menyatakan emosi dalam konsumsi mengacu pada himpunan dari respon emosional yang ditimbulkan secara rinci selama pemakaian produk dari pengalaman konsumsi. Oliver (1993) mengatakan kemungkinan emosi berkontribusi terhadap kepuasaan, dan Oliver (1980) juga menyatakan bahwa kepuasaan adalah hasil interaksi dari kognitif dan emosi. Menurut Liljander dan Strandvik (1997), emosi memiliki dua dimensi, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti senang, pengharapan, dan takjub, sedangkan emosi negatif seperti marah, bersalah, sedih, dan terhina. Kepuasaan konsumen dalam penelitian ini lebih melihat sisi emosi yang dimiliki konsumen. Penilaian kepuasaan emosional konsumen bisa mempengaruhi pengambilan keputusan. Kepuasaan emosi yang positif bisa mempertahankan rencananya dalam melakukan pembelian kembali. Selain itu, konsumen yang menciptakan kepuasaan emosional bisa membentuk suatu sikap yang menimbulkan persepsi terhadap produk yang dijual, tergantung pada jenis kepuasaan emosional apa yang dihasilkan. Jika

7 kepuasaan emosional positif, maka konsumen akan mempunyai pandangan bahwa produk yang dijual memang baik sehingga bisa menimbulkan tindakan pembelian kembali, begitu pula sebaliknya, jika kepuasaan emosional negatif yang dihasilkan, maka konsumen mempunyai pandangan buruk terhadap produk yang dijual. Penelitian yang berkaitan dengan kepuasaan emosional yang dilakukan oleh Ladhari, Nizar, dan Dufour (2017) menyatakan bahwa perceived service quality dan perceived service environment signinifikan dan berpengaruh positif terhadap kepuasaan emosional, dimana kepuasaan emosional juga signifikan dan berpengaruh positif terhadap behavioral intentions dan product perception. Dan product perception juga signifikan dan berpengaruh positif terhadap behavioral intentions. Penelitian berikutnya dilakukan Prayag, Hosany, dan Odeh (2013), yang meneliti joy, love, positive surprise, dan unpleasantness terhadap satisfaction dan behavioral intentions. Penelitian terhadap satisfaction menyatakan bahwa semua mempunyai hasil yang signifikan dan berpengaruh positif kecuali variabel unpleasantness. Sedangkan penelitian terhadap behavioral intentions menyatakan bahwa hanya joy yang memiliki hasil yang tidak signifikan dan berhubungan negatif. Dalam teori diskonfirmasi harapan oleh Oliver (1980), menyatakan bahwa kepuasaan bisa dinilai dari kalkulasi perbandingan hasil antara harapan dan persepsi konsumen. Dalam penelitian ini, akan mencari celah membahas kepuasaan emosional apakah juga bisa dipengaruhi oleh variabel positive surprise karena Kumar (2001, dalam Kwong dan Yau, 2002)

8 menunjukkan bahwa persepsi terhadap valiton merupakan kunci dari total satisfaction tanpa harus ada surprise. Tetapi hal tersebut bertentangan oleh Kwong dan Yau (2002) yang mengatakan faktor surprise memang diyakini sebagai prasyarat dari kepuasaan emosional, serta penelitian Prayag et al. (2013) yang menyatakan positive surprise berpengaruh dan berhubungan positif terhadap satisfaction. Di dalam penelitian ini positive surprise yang dimaksud berupa instore promo berupa pemberian diskon, potongan harga, atau penambahan point bagi member. Selain itu, kepuasaan sangat erat kaitannya dengan pembelian kembali. Jika konsumen merasa puas atau bahkan sangat puas, maka mendorong terjadinya pembelian kembali, hal itu sependapat dengan yang dikatakan Kotler dan Amstrong (2014:5), dimana konsumen yang puas akan melakukan pembelian kembali dan memberitahu pengalaman baik konsumen kepada orang lain. Dari hal tersebut, maka penelitian ini akan meneliti pengaruh kepuasaan emosional konsumen terhadap re-purchase intention. Berdasarkan permasalahan dan latar belakang, maka Victoria s Secret menjadi objek penelitian yang cocok dalam penelitian ini. Judul penelitian ini adalah Pengaruh Perceived Service Quality, Perceived Service Environment, dan Positive Surprise Terhadap Re-Purchase Intentions Melalui Emotional Satisfaction dan Product Perception Pada Victoria s Secret Tunjungan Plaza Surabaya.

9 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah penelitian ini: 1. Apakah perceived service quality berpengaruh positif terhadap emotional satisfaction pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya? 2. Apakah perceived service environment berpengaruh positif terhadap emotional satisfaction pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya? 3. Apakah positive surprise berpengaruh positif terhadap emotional satisfaction pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya? 4. Apakah emotional satisfaction berpengaruh positif terhadap product perception pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya? 5. Apakah emotional satisfaction berpengaruh positif terhadap repurchase intentions pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya? 6. Apakah product perception berpengaruh positif terhadap re-purchase intentions pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh perceived service quality terhadap emotional satisfaction pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya.

10 2. Mengetahui pengaruh perceived service environment terhadap emotional satisfaction pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya. 3. Mengetahui pengaruh positive surprise terhadap emotional satisfaction pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya. 4. Mengetahui pengaruh emotional satisfaction terhadap product perception pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya. 5. Mengetahui pengaruh emotional satisfaction terhadap re-purchase intentions pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya. 6. Mengetahui pengaruh product perception terhadap re-purchase intentions pada Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi manfaat akademis dan manfaat praktis yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Menerapkan teori dan pengetahuan mengenai perceived service quality, perceived service environment, positive surprise, emotional satisfaction, product perception, dan repurchase intentions. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya dan pengembangan ilmu ritel khususnya yang berkaitan perceived service quality, perceived service environment, positive surprise, emotional satisfaction, product perception, dan repurchase intentions.

11 2. Manfaat Praktis Hasil dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi manajemen Victoria s Secret di Tunjungan Plaza Surabaya agar dapat menentukan strategi ritel yang efektif di dalam usahanya menciptakan kepuasaan emosional pelanggan yang berpengaruh pada persepsi produk dan pembelian ulang. 1.5. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran tentang isi skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab 1: PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab ini menjelaskan tentang penelitian terdahulu yang menjadi acuan penelitian ini, landasan teori yang membahas tentang teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian, hubungan antar variabel, model penelitian dan hipotesis. Bab 3: METODE PENELITIAN Berisi tentang jenis penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, pengukuran variabel, jenis dan sumber data, alat dan metode pengumpulan data, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, serta teknik analisis data.

12 Bab 4: ANALISIS PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai karakteristik responden, statistik deskriptif variabel penelitian, uji asumsi SEM, uji kecocokan model struktural, pengujian hipotesis, dan pembahasan. Bab 5: SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang simpulan dari bab-bab sebelumnya dan saran.