BAB II TRADISI WAYANG KULIT DAN PROBLEMATIKANYA. drama tradisional yang dimainkan oleh seorang dalang. 1 Ada pula walulang ukir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman kesenian tradidisional adalah salah satu potensi budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULULAN. sebenarnya ada makna yang terkandung di dalamnya yang diharapkan dimengerti oleh sasaran

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih tersebar diseluruh Nusantara. Menurut Kodirun (dalam Koentjaranigrat,

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V MENGANALISA PEMIKIRAN REKONSTRUKSI TRADISI PEWAYANGAN. Setelah memperhatkan secara seksama atas data-data yang penulis dapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. Budaya tersebut terbagi dalam beberapa daerah di Indonesia dan salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di negara manapun di dunia ini. Kebudayaan apapun dapat

Pagelaran Wayang Ringkas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang

BAB I PENDAHULUAN. tahun di bumi Indonesia. Berbagai bentuk kesenian, upacara keagamaan, ritual, dan

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebudayaan. Perkembangan seni dan budaya didalamnya terdapat kesenian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prastyca Ries Navy Triesnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. semua peristiwa itu aktivitas menyimak terjadi. Dalam mengikuti pendidikan. peristiwa ini keterampilan menyimak mutlak diperlukan.

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of. Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan suatu budaya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

BAB V PENUTUP. Peranan Panakawan dan Denawa (Buta) pada pertunjukan seni tradisi Wayang

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

TONTONAN, TATANAN, DAN TUNTUNAN ASPEK PENTING DALAM AKSIOLOGI WAYANG

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadat, agama dan kesenian. Namun di era globalisasi ini banyak budayabudaya

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

menganggap bahwa bahasa tutur dalang masih diperlukan untuk membantu mendapatkan cerita gerak yang lebih jelas.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan.

3. Karakteristik tari

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN BAHASA UNTUK MASYARAKAT DAERAH

BAB V KESIMPULAN. Adaptasi dalam Jêmblungan berdampak pada perubahan. garap pertunjukannya sebagai media hiburan. Adalah ngringkês

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

Bab VI Simpulan & Saran

BAB VI P E N U T U P. A. Kesimpulan. purwa lakon Subali Lena sajian dalang Enthus Susmono dalam acara Tirakatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembagian tersebut. Sastra pada hakikatnya memberikan banyak pengajaran,

Transkripsi:

BAB II TRADISI WAYANG KULIT DAN PROBLEMATIKANYA A. MENGENALI WAYANG 1. Definisi Wayang Pengertian wayang menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah: Boneka tiruan yang dibuat dari kulit yang diukir, kayu yang dipahat, dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukan drama tradisional yang dimainkan oleh seorang dalang. 1 Ada pula walulang ukir (kulit yang diukir) dan dilihat dari bayangan pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang. Tapi akhirnya makna kata ini meluas menjadi segala bentuk pertunjukan yang menggunkan dalang sebagai penuturnya. Oleh karena itu terdapat wayang golek, wayang beber, dan lain-lain. Pengecualian terhadap wayang orang yang tiap boneka wayang tersebut diperankan oleh aktor dan aktris sehingga menyerupai pertunjukan drama. 2 Wayang merupakan salah satu pertunjukan rakyat yang masih banyak penggemarnya hingga saat ini. Pertunjukan wayang dimainkan oleh seorang dalang yang menggerakkan tokoh-tokoh pewayangan yang dipilih sesuai dengan cerita yang dibawakan. Dalam setiap pagelaran sang dalang dibantu para swarawati atau sindhen dan para penabuh gamelan atau niyaga, sehingga pertunjukan wayang melibatkan banyak orang. Wayang juga dimaknai sebagai bayang-bayang kehidupan. Yang Syarat dengan nilai batin/wondo/katuranggan/karakter (bentuk wayang mencerminkan 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia. 1010 2 Sri Mulyono, Ibid. 154

karakter tokoh). Menurut Bambang Harsrinukusumo, wayang bukan hanya permainan bayang- bayang, tetapi lebih dalam dari makna itu, wayang merupakan wewayangane urip atau bayangan hidup manusia dari lahir hingga mati. Wayang bukan cerminan dari sembarang bayangan tetapi merupakan bayangan kehidupan, gambaran kehidupan. 3 Menurut pendapat penulis, bila wayang diartikan sebagai bayangan seperti diuraikan diatas, tentu makna bayangan yang dimaksud tidak sama dengan bayangan sembarang benda. Sebuah gelas bila diterpa cahaya akan membentuk bayangan, tetapi bayang-bayang gelas tidak bisa diartikan sebagai wayang. Yang dimaksud wayang ini adalah bayangan dari benda yang mempunyai alur cerita, dan alur cerita dalam pementasan wayang bisa diartikan sebagai bayangan, cerminan atau gambaran perjalanan hidup manusia dari hidup hingga mati lengkap dengan karakter masing-masing. 2. Jenis-Jenis Wayang Beragam macam wayang yang tumbuh dan berkembang di Indonesia yang mengindikasikan bahwa wayang adalah hasil kreasi kesenian lokal masyarakat Indonesia. Unsur budaya lokal yang melekat didalamnya menempatkan wayang sebagai media interaksi dengan masyarakat. Interaksi yang dibangun melalui pertunjukan wayang dikemas dalam berbagai bentuk dari ritus keagamaan hingga pada komunikasi sosial keagamaan. Wayang di Indonesia, terdiri dari berbagai jenis antara lain: Wayang Kuit Purwa, Wayang Golek Sunda, Wayang Orang, Wayang Betawi, Wayang Bali, Wayang Banjar, Wayang Suluh, Wayang Palembang, Wayang Krucil, Wayang Thengul, Wayang Timplong, Wayang Kancil, Wayang Rumput, Wayang Cepak, 3 Unggul Sudrajat. Wayang Beber Pacitan: Melangkah Menuju Beberologi, (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, 2010,). 2.

Wayang Jemblung, Wayang Sasak (Lombok), dan Wayang Beber. Dari sekian wayang di indonesia yang masih bertahan hidup adalah: Wayang Kulit Purwa, Wayang Golek Sunda, Wayang Bali dan Wayang Banjar. Sedangkan wayangwayang yang lain hampir punah. 4 Wayang Kulit Purwa adalah salah satu jenis wayang kulit yang paling tua atau paling awal (purwa) yang dimainkan oleh seorang dalang dan didukung oleh sindhen dan niyaga. Jenis wayang ini termasuk salah satu hasil peninggalan kebudayaan yang mampu bertahan hidup hingga hari ini, khususnya di lingkungan masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. 5 Cerita pokoknya (babon) bersumber dari kitab Mahabarata dan Ramayana yang bernafaskan kebudayaan dan filsafat Hindu-India, akan tetapi dalam perkembangannya telah diserap ke dalam kebudayaan Indonesia yang lazimnya melalui proses asimilasi atau akulturasi budaya. Sementara menurut Dr. Th.G.Th Pigeaud wayang kulit adalah produk yang dihasilkan oleh para wali-wali penyebar Islam (Wali Songo). 6 yang isi ceritanya menyesuaikan epos Ramayana dan Mahabarata yang isi ceritanya digubah dan disesuaikan dengan nilai-nilai islami. Ada beberapa jenis wayang kulit yaitu Wayang Kulit Jawa, Wayang Kulit Sunda (dikembangkan di Universitas California Santa Cruz USA, namun di Tanah Air sulit ditemukan), Wayang Kulit Cirebon, Wayang Kulit Betawi, Wayang Kulit Banjar, Wayang Kulit Sasak, Wayang Kulit Bali. Wayang Kulit Purwa berkembang pesat di Yogyakarta, Surakarta, Purwokerto, Surabaya dan Malang. Sesuai dengan perkembangan budaya daerah, 4 Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Wayang sebagai Media komunikasi Tradisional dalam diseminasi informasi. (Direktorat Jenderal Informasi Dan Komunikasi Publik, 2011), 9 5 Ibid... 9 6 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo; Buku Pertama Yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakata Sejarah. (Jakarta: Pustaka Iman. 2012). 364

maka ada gaya (gagrag) wayang kulit Yogyakarta, gaya Surakarta, gaya Banyumasan, gaya Jawa Timuran dan lain-lain. Dalam struktur pagelarannya berbeda satu sama lainnya. 7 Dalam satu pagelaran wayang kulit terdiri dari seorang Dalang, banyak niyaga, karena jumlah gamelan cukup banyak(mencapai 30 orang), banyak sindhen (bisa 10 orang), dan pembantu dalang yang menyiapkan tokoh-tokoh wayang yang akan dikeluarkan oleh dalang. 3. Narasi Pagelaran Wayang Waktu pagelaran wayang lazimnya semalam suntuk atau delapan jam nonstop. Dari jam sembilan malam hingga jam lima pagi. Namun belakangan ini muncul pagelaran padat yang lamanya hanya setengah jam [3o menit], biasanya pagelaran ini dimainkan dihotel-hotel bersamaan dengan acara lain. Ada pula pagelaran satu jam, dua atau tiga jam, tergantung permintaan penanggap. 8 Dalam pagelaran wayang terikat dengan pakem, adalah aturan aturan yang berlaku pada pagelaran wayang, meliputi urutan-urutan gendhing-gendhing yang dipakai, tokoh-tokoh wayang yang digunakan atau dikeluarkan atau yang menjadi lakon sesuai dengan judul lakon [kisah yang dimainkan], adegan termasuk dialog. Meski suatu pagelaran terikat pada pakem, beberapa dalang sengaja melanggar pakem demi mempertahankan minat masyarakat untuk menonton wayang. B. MENGENAL PROFIL DALANG 1. Identifikasi Dalang Dalang selama ini kita ketahui adalah seorang memainkan atau menggerakkan wayang dalam suatu pentas pertunjukan wayang, sekaligus yang 7 Ibid... 10 8 Kemetrian... 84

mengucapkan dialog dalam drama pementasan tersebut. Namun jika dilihat secara etimologis, kata dalang berasal dari kata weda dan wulang atau mulang. Weda dalam kitab suci agama Hindu yang memuat peraturan hidup dan kehidupan manusia dalam masyarakat ramai, dalam pergaulan sesama manusia, terutama kesempurnaan di alam baka. Wulang berarti ajaran atau petuah, sedang mulang berarti memberi pelajaran. Dengan demikian yang disebut dalang adalah seorang yang mempunyai kejuruan yang menganggap dirinya mempunyai tugas suci untuk memberikan pelajaran, wejangan, uraian atau tafsiran tentang isi kitab suci Weda beserta maknanya kepada khalayak ramai. 9 Dalang yang dimaksud disini adalah sesuai dengan arti dalang dalam kamus besar bahasa indonesia, dalang ialah orang yang memainkan wayang, yang juga disebut ki; yang mengatur pementasan wayang. 10 Dan ada ungkapan yang telah berkembang dikalangan pe-dalangan yang memberi identitas istimewa juga mengandung tugas berat tapi mulia ialah Dalang diidentikkan dengan sosok memayu hayuning jagad. Di sini menurut mereka bahwa tugas ini tidak terkait dengan persoalan mencari nafkah. Tetapi karena realitas empirisnya adalah mereka bekerja, maka dengan demikian mereka mendapat upah dari penanggap sesuai dengan kesepakatan umum yang berlaku. 9 Seno sastroamidjojo, Renungan Tentang Pertunjukan Wayang Kulit, (Jakarta: Kinta 1964), 23 10 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka] ed. 3, cet. 1. Hal. 233

2. Pendidikan Pe-Dalangan Untuk seseorang yang ingin menekuni profesi sebagai dalang dapat dilakukan melalui beberapa cara yang dapat ditempuh untuk dapat menjadi dalang, yaitu melalui dua cara; pertama dengan cara tradisional dan kedua melalui pendidikan formal. Cara melalui pendidikan formal yakni melalui sekolah/kuliah di jurusan Pedalangan, seperti; 1) Habiranda yang dikelola oleh keraton Yogyakarta 2) ISI (Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta 3) STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) dikelola oleh Kemendikbud di Solo, Bandung, dan Denpasar, 4) SMSI (Sekolah Menengah Seni Indonesia), yang setingkat dengan sekolah menengah, juga di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 9 Surabaya Program Pedalangan. 5) Dan beberapa lembaga lainnya. Sedangkan cara tradisional dilakukan dengan cara nyantrik atau mengabdi dan belajar dari dalang senior yang telah dianggap sebagai guru yang telah diakui kemampuannya. Prosesnya dimulai dari merawat wayang, memasukkan wayang kedalam kotak, dan membersihkan gamelan. Tak jarang mereka juga tinggal serumah dengan guru/dalang dan membantu pekerjaan rumah tangga sang guru, seperti membersihkan rumah, membantu segala sesuatu yang berkenaan dengan pagelaran/pementasan yang akan dilakukan gurunya. Biasanya seseorang yang menempuh jalur tradisional ini adalah keturunan dalang. Keturunan langsung seperti putra, cucu bahkan famili terdekat. Atau keturunan seorang dalang yang dititipkan pada dalang lain. Dalam hal ini sang guru tidak secara khusus memberikan pelajaran mendalang seperti dalam

pendidikan formal. Akan tetapi mereka hanya melihat dan mendengar bagaimana sang guru memainkan wayang pada setiap pagelarannya. 3. Syarat Kecakapan Dalang Seorang dalang tidak serta merta disebut dalang dan laris/banyak permintaan untuk pementasan. Namaun seorang dalang harus memiliki beberapa ketrampilan, diantara ketrampilan tersebut adalah a. Antawacana, adalah ketrampilan seorang dalang dalam menirukan berbagai macam suara tokoh-tokoh wayang yang ditampilkan. b. Renggep, adalah kemampuan seorang dalang dalam membuat suasana pagelaran menjadi menarik tidak membosankan. Hal ini terkait dengan pola penataan panggung, busana sindhen maupun niyaganya dan beberapa hal yang menampilkan suasan pementasan yang menarik. c. Enges, adalah kemampuan seorang dalang untuk membangkitkan emosi penonton. Seperti dialog yang menyentuh hati, ataupun yang menegangkan. d. Sabetan, adalah kemampuan seorang dalang dalam hal tehnik menggerakkan wayang dengan cepat dan indah seolah-olah wayang tersebut menjelma menjadi manusia. e. Banyol, adalah kemampuan seorang dalang untuk memancing tawa penonton. Semisal melawak dan sebagainya supaya variasi pagelaran menarik dan tidak menjemukan supaya tidak ditinggalkan penonton.. f. Kawiradya, adalah kemampuan seorang dalang dalam mengantarkan cerita dengan baik. Ini terkait dengan penguasaan materi cerita/kisah pada lakon yang dimainkan.

g. Paramakawi, adalah kemampuan seorang dalang dalam menggunakan bahasa Jawa Kuna atau bahasa Kawi dengan baik. Meskipun pada dasarnya wayang disampaikan menggunakan bahasa tutur atau bahasa yang berlaku pada masyarakat tertentu dan sesuai zamannya, supaya isi cerita dan pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami penonton. Namun penggunaan bahasa jawa kuno adalah bagian dari pakem yang tidak bisa ditinggalkan oleh dalang. Disamping itu juga merupakan identitas pokok pewayangan jawa. h. Amardi basa, adalah kemampuan seorang dalang dalam mempergunakan bahasa keraton. Bahasa komunikasi baku yang dipakai para raja terhadap tamu kehormatan, berbada dengan keluarga atau dengan para abdi keraton atupun dengan rakyatnya dan sebaliknya bahasa komunikasi seorang abdi kepada raja. Dan di indonesia terdapat organisasi para dalang yang disebut PEPADI (Persatuan Pedalang Indonesia) yang visinya jelas untuk melestarikan budaya wayang di indonesia, termasuk program kerjanya ialah melatih dan membina dalang-dalang muda. C. FUNGSI DAN POTENSI WAYANG TERHADAP MASYARAKAT Sebagai hasil kebudayaan, wayang mempunyai nilai hiburan yang mengandung cerita baku baik untuk tontonan maupun tuntunan. Penyampaian cerita yang menyentuh berbagai aspek kehidupan sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi segi kepribadian, kepemimpinan, kebijaksanaan dan kearifan dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini tidak mengherankan jika wayang dapat dijadikan medium komunikasi untuk dimanfaatkan secara positif ataupun disalahgunakan, bergantung

pada maksud dan tujuan para pemakai sarana yang bersangkutan. Dan fungsi yang nyata sekali dalam pagelaran atau pertunjukan wayang adalah, wayang sebagai rujukan nilai. Hal ini ditegaskan kembali didalam buku yang diterbitkan oleh Tim Kementrian Komunikasi Dan Informatika Repulik Indonesia, yang memiliki keprihatinan terhadap nasib kesenian tradisional khususnya wayang, yang meyikapi bahwa kesenian wayang dalam prakteknya lebih banyak berfungsi sebagai media hiburan atau tontonan, menurut buku tersebut menilai sesungguhnya kesenian wayang harusnya mampu menjadi tuntunan untuk memelihara identitas masyarakat sebagai pemilik budaya itu sendiri. Melihat kondisi diatas, sebenarnya telah dirasakan oleh para dalang dan pemerintah dengan mendasarkan pada hasil Sarasehan Dalang Pewayangan Seluruh Indonesia bersama pemerintah tahun 1986 yang dikutip oleh Bambang murtiyoso, bahwa ada dua kesepakatan yang diambil; pertama, wayang sebagai media komunikasi harus tetap kita pelihara kedudukannya didalam konteks budaya masa kini dan masa depan, serta peranannya sebagai sarana untuk menyebarluaskan pesan-pesan dan nilainilai yang berguna bagi pembangunan bangsa kita. Kedua para dalang dengan demikian perlu melakukan penyesuaian terhadap tuntutan dinamika dan perkembangan masyarakat yang sedang membangun. 11 Kemudian manfaat atau fungsi yang dapat diambil dari cerita wayang dijabarkan sebagai berikut 12 : a. Cerita wayang dapat dipakai sebagai alat pengajaran b. Cerita wayang dapat menyampaikan informasi c. Cerita wayang dapat mengajarkan nilai-nilai universal 11 Bambang murtiyoso dkk. Pertumbuhan dan perkembangan seni pertunjukan wayang. (surakarta: Citra Etnika, 2oo4] 43 12 Ibid... 38-45

d. Cerita wayang dapat memfasilitasi pemecahan masalah e. Cerita wayang dapat mengubah perilaku dan menyembuhkan Menurut R. Firt, pertunjukan wayang mengandung delapan fungsi, yakni: sebagai sarana kepuasan batin, sebagai sarana bersantai dan hiburan, sebagai sarana ungkapan jati diri, sebagai sarana integratif dan pemersatu, sebagai penyembuhan, sebagai sarana pendidikan, sebagai integrasi pada masa lampau dan sebagai lambang penuh makna dan mengandung kekuatan. 13 Seni adalah alat atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Seni yang bertujuan menyenangkan banyak orang berarti seni dipakai sebagai sarana atau alat untuk menghibur. Dan berikut ini Fungsi pertunjukan wayang bagi masyarakat atau individu yang masih loyal terhadap seni wayang: a. Sebagai sarana ritual b. Sebagai hiburan pribadi c. Sebagai presentasi estetis d. Sebagai komoditi industri pariwisata 14 D. PROBLEMATIKA PERWAYANGAN YANG MUNCUL DITENGAH MASYARAKAT MODERN Meskipun wayang jawa khususnya wayang kulit mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, namun tidak sedikit persoalan yang muncul, baik dari sisi pegiat kesenian tradisional ini maupun penikmat atau penontok bahkan masyarakat pada umumnya. Dan berikut ini beberapa persoalan tersebut: 13 Soetarno, Wayang Kulit: Perubahan Makna Ritualdan hiburan, (Surakarta; STSI Press, 2004), 161. 14 RM. Suedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Dirjen Pend. Tinggi 1998

1. Bahasa, pada prinsipnya pagelaran wayang disampaikan menggunakan bahasa tutur atau bahasa yang berlaku pada masyarakat setempat atau menggunakan bahasa daerah setempat. Seperti Wayang Kulit Purwa menggunakan bahasa Jawa, Wayang Golek Sunda menggunakan bahasa Sunda, Wayang Banjar menggunakan bahasa Banjarmasin, wayang Betawi menggunakan bahasa Betawi. Namun meski demikian telah diketahui bahwa bahasa daerah yang digunakan dalam bahasa pewayangan khususnya Wayang Kulit Purwa masih banyak memakai bahasa Jawa Krama bahkan bahasa jawa kuno / kawi. Yang mana dewasa ini anak-anak, remaja dan generasi sekarang sudah banyak yang tidak mengenal bahasa daerah, bahasa jawa. Karena umumnya mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulannya. Dampaknya penonton dari kalangan ini tidak paham akan apa yang disampaikan oleh sang dalang. Dampak lanjutan adalah mereka enggan atau tidak senang dengan pagelaran tradisional milik sendiri dan meninggalkannya. 2. Waktu, Waktu pagelaran wayang lazimnya semalam suntuk atau delapan jam nonstop dari jam sembilan malam hingga jam lima pagi membuat penoton kelelahan. Sebagian penonton bisa tidur dulu dan bangun pada saat acara gara-gara, yang ditunggu-tunggu. Namun pada penonton pemula mereka kan merasa bosan dan capek karen panjangnya waktu. Dan ini mempengaruhi efektitas pemahaman pada pesan yang disampaikan oleh dalang. 3. Pakem, adalah aturan aturan yang berlaku pada pagelaran wayang, meliputi urutanurutan gendhing-gendhing yang dipakai, tokoh-tokoh wayang yang digunakan atau dikeluarkan atau yang menjadi lakon sesuai dengan judul lakon [kisah yang dimainkan], adegan termasuk dialog. Pakem sering dinggap sebagai sesuatu yang baku, sakral dan tidak boleh dilanggar. Oleh karena ini tidak sedikit dalang yang

tetap menggelar pertunjukan sesuai dengan pakem yang ada. Ironisnya yang demikian ini malah kurang disukai penonton karena terkesan monoton. 4. Jangkauan penonton, pertunjukan wayang dibeberapa daerah didapati penonton yang terbatas, dari kalangan-kalangan tertentu dan itupun semakin berkurang. Namun pagelaran wayang sudah bekerjasama dengan Radio maupun televisi untuk memperlebar radius penotonnya. E. ELEMEN-ELEMEN PENTING PEWAYANGAN Wayang sebagai media pertunjukan yang dapat memuat segala aspek kehidupan manusia, pemikiran manusia, baik terkait dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum maupun pertahanan keamanan dapat termuat di dalam wayang. dengan kelihaian dalang dapat membahas masalah-masalah aktual dalam masyarakat. Secara konvensional disajikan sistem ideologi yang mengidamidamkan sebuah Negara yang gemah, ripah, loh, jinawi, tata, tentrem, karta, raharja; struktur sosial dalam sistem tata Negara kerajaan sehingga alur cerita menjadi hal lain yang selalu dinantikan. 15 Menurut hemat penulis terdapat tiga hal elemen penting dalam pewayangan yang selalu melekat dan mengalami perkembangan secara dinaminis, diantaranya boneka wayang, iringan musik dan dalang. Boneka wayang merupakan elemen dasar yang menentukan gambaran visual dari sebuah pewayangan. Perbedaan modifikasi pada boneka wayang tidak hanya sebatas untuk eksotisme visual wayang, namun lebih kepada proses transmisi yang akan dikomunikasikan dengan penonton. Wayang golek pada awalnya berkembang dalam berkembangnya agama Hindu-Budha pada aspek visualisasi wayang golek boneka 15 Ibid. 165.

tampak depan hampir mirip dengan manusia pada umumnya. Pada aspek alur cerita dan lakon wayang golek biasanya mengangkat cerita Ramayana dan Mahabarata, namun di era modern mengalami perubahan terlepas transmisi keagaman dengan semangat yang dibangun layaknya hiburan rakyat yang mengandung pesan moral, pendidikan maupun kritik sosial. Cerita yang mengangkat lokal masyarakat Indonesia Seperti wayang Si Unyil dan Cepot dan sebagainya. Sedangangkan wayang kulit menjadi ciri khas pewayang dalam Islam, Sebab modifikasi boneka wayang kulit dilakukan oleh para wali sebagai media penyebaran Islam. Visualisasi wayang kulit tampak samping dan menggunakan alur cerita lokal dari hasil kreasi para wali untuk mendekatkan Islam dengan budaya lokal masyarakat Indonesai. Perkembangan paling mutakhir dalam pewayangan adalah wayang kulit tetap digunakan sebagai media dakwah Islam dalam aspek pembenahan moral dan ritual kebatinan. Lakon cerita dalam sejarah pertunjukan pewayangan akan sangat membekas dalam benak penonton, sebab lakon tidak hanya berupa visualisasi, lebih dari itu penanaman watak pada setiap lakon yang berbeda. Sehingga hal ini memberikan pemahaman tentang perbedaan watak yang biasanya selalu dikotomis antara protagonis dan antagonis. Disisi lain istilah dan sumber lakon yang dimainkan dalam pewayangan semuanya mengandung sastra yang sangat dalam. Elemen selanjutnya adalah iringan musik untuk menghiasi pertunjukan wayang melalui lagu-lagu yang dibawakan oleh sinden (penyanyi dalam pewayangan). Iringan musik dalam pewayangan dalam kebudayaan jawa dikenal dengan gemelan ber-ganre keroncong. Alat tradisional musik seperti gamelan pada pada perkembangannya mengalami pergeseran dengan hadirnya alat musik modern.

Lagu yang dibawakan dalam pertunjukan wayang erat dengan bahasa jawa, namun tetap kondisional tergantung dengan alur cerita yang akan disampaikan pada penonoton. Jika pada acara sosial lagu yang diwakan terkait dengan kebangsaan, lain halnya pada acara keagamaan maka lagunya lebih religious. Kemudian Dalang merupakan elemen utama dan memiliki perang yang sangat signifikan dalam dunia pewayangan. Sosok Dalang pada perkembangan wayang selalu dikaitkan dengan sosok yang memiliki karakter menjadi guru pengarah 16 terhadap transmisi baik sosial maupun keagamaan. peranan tersebut menempatkan dalang sebagai seorang yang memiliki kemampuan berinteraksi menggunakan bahasa dengan wawasan keilmuan yang luas. Dalang adalah tokoh utama dalam wayang kulit. Dia adalah penutur kisah, penyanyi lagu (suluk) yang mengajak memahami suasana pada saat tertentu, pemimpin suara gamelan yang mengiringi, dan di atas segalanya itu, adalah pemberi jiwa pada boneka wayang. Fungsinya asal pertunjukkan wayang kulit adalah untuk ritual- termasuk upacara bersih desa, perkawinan, sunatan, kelahiran, ruwatan dan sebagainya. Demikian, karena kepentingan ritual, dalang-dalang dianggap oleh masyrakat pada umumnya mempunyai pengetahuan dan kekuatan khusus dan yang berbeda dari orang biasa, menekankan pesona dalang dalam kebudayaan Jawa. Pesona itu muncul dari kekuatan dalang dan citra bayangan wayang kulit yang sukar ditangkap atau dipahami. Yang berlawanan asas Ruth McVey menggambarkan peran dalang sebagai berikut; "Asalnya, seorang dalang adalah bukan pemain biasa. Seorang dalang menyiapkan diri secara batin dan lahir sebelum sebuah pertunjukkan semalam suntuk dan sering mempertunjukkan dengan tidak sadarkan diri. Seharusnya, dalang itu bermoral tinggi, mempunyai kebijaksanaan dan berhubungan yang 1987) 85. 16 Van Groenendael, Victoria M Clara, Dalang Di Balik Wayang (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.

sangat dekat dengan dunia kebatinan; karena itu pendapat dan kata-kata dalangnya dianggap penting" 17 Secara tradisional, pengetahuan pewayangan dan pedalangan diwariskan dari bapak kepada anaknya, termasuk sifat-sifat batin. Sebuah pertunjukkan wayang kulit yang klasik, dinamakan semalam suntuk, lamanya delapan jam atau lebih lama lagi, biasanya mulai jam delapan malam sampai jam empat atau lima pagi. Selama pertunjukkannya, seorang dalang duduk di belakang kelir, menggerakan wayang, menyuarakan wayang, menyanyi bahasa khusus dan memimpin karawitan. Dia tetap di posisi itu, tanpa makan, mungkin rokok dan minum sedikit. Kalau dalam bahasa Indonesia sehari-hari, dalang berarti 'orang dengan kekuasan mutlak atau orang yang menguasai sesuatu. Nama dalang diberi gelar "Ki", misalnya Ki Enthus atau Ki Timbul. Gelar itu mengandung arti hormat dan berkonotasi orang yang mempunyai kekuasan atau pengetahuan khusus. Dalang sering dianggap berhubungan dengan yang supernatural atau kekuatan gaib. Sebuah pertunjukaan wayang kulit biasanya termasuk laku, misalnya puasa dan sesaji. Wayang kulit dan dalang sangat terkait dengan kebatinan dan kejawen. 17 Ibid. Mc Vey. 389.