1
menggunakan bahan-bahan yang sudah disetujui oleh otoritas pemerintah, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sayangnya banyak produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan pangan yang tidak seharusnya digunakan dalam makanan, dengan alasan lebih murah (Adriani dan Bambang, 2012). Badan Pengawas Obat dan Makanan berdasarkan hasil pengawasan tahun 2011 khususnya Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dan Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) dilakukan pengujian terhadap 2.666 sample, ditemukan 94 sampel mengandung formalin, 124 sampel mengandung boraks, 203 sampel mengandung Rhodamin B, 12 sampel mengandung Kuning Metil, 1 sampel mengandung Amaran, 1 sampel mengandung Auramin. Dari hasil tersebut menunjukkan masih ditemukan bahan berbahaya yang dilarang dalam pangan digunakan dan diperjualbelikan secara bebas (BPOM, 2011). Bahan tambahan pangan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun industri besar. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian bahan tambahan pangan untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan dan disamping itu juga harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan (Yuliarti, 2007). Salah satu jenis produk Industri Rumah Tangga (IRT) yaitu bumbu giling yang digunakan sebagai penambah cita rasa makanan yang banyak dijumpai di pasar tradisional sehingga dengan mudah dapat dibeli oleh konsumen dan juga karena konsumen tidak ingin repot untuk meracik bumbu, sehingga bumbu giling ini menjadi pilihan mulai dari cabai giling, bawang giling, jahe giling dan lain-lain. Bumbu giling ini banyak dijual dipasar-pasar tradisional yang belum dikemas menggunakan wadah, sehingga kualitas dari bumbu giling tersebut masih dipertanyakan. Masyarakat yang biasa menggunakan bumbu giling ini harus waspada terhadap kandungan yang ada di dalamnya, apakah bumbu tersebut mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan tubuh kita. Hasil survei pendahuluan peneliti di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan yang merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Medan terdapat banyak penjual bumbu giling pada pasar tersebut yaitu sebanyak 9 pedagang. Dari ke 9 pedagang tersebut hanya 5 pedagang yang dipilih untuk diteliti yaitu pedagang yang menjual bumbu giling dalam jumlah yang banyak (15-25 kg) yang ditampung dalam wadahwadah besar berupa ember (belum dikemas dalam plastik). Dari berbagai macam bumbu giling yang akan dijadikan sampel penelitian ini adalah yaitu cabe merah giling, bawang merah giling, bawang putih giling, kunyit giling dan jahe giling, karena bumbu ini lebih banyak diproduksi dan dibeli masyarakat tetapi tidak selalu habis dalam satu hari (habis 2-4 hari). Hal ini memungkinkan bumbu giling tersebut diberi bahan tambahan pangan seperti zat pewarna sintetis dan pengawet. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya penambahan bahan tambahan pangan meliputi zat pewarna sintetis dan pengawet, pada beberapa bumbu giling yang dijual oleh pedagang di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif pada sampel. Teknik pengambilan sampel ditentukan secara purposive sampling. 2
Populasinya seluruh pedagang bumbu giling yang ada di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tahun 2016, sedangkan sampel sebanyak 25 sampel bumbu giling yang terdiri dari: cabe merah, bawang merah, bawang putih, jahe, dan kunyit. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2016. Analisis kualitatif zat pewarna sintetis menggunakan metode kromatografi kertas, sedangkan analisis kuantitatifnya menggunakan metode gravimetri dan untuk analisis kualitatif Boraks menggunakan reaksi kertas kurkumin, dan untuk analisis kualitatif Natrium Benzoat menggunakan metode reaksi esterifikasi, sedangkan analisis kuantitatifnya menggunakan metode titrasi. Tempat uji sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Medan. HASIL DAN PEMBAHASAN Zat Pewarna Sintetis Pemeriksaan zat pewarna sintetis dilakukan pada 5 sampel cabe merah giling dengan metode kromatografi kertas untuk analisis kualitatif dengan prinsip uji menghitung nilai Rf yang terdapat pada kertas kromatografi dan membandingkannya kepada standar zat warna dengan menggunakan eluen sebagai pelarutnya. Identifikasi kualitatif ini dilanjutkan dengan metode kromatografi kertas jika bulu domba yang dimasukkan pada sampel dengan ditambahkannya asam asetat yang kemudian dididihkan berubah warna seperti warna sampel artinya bahwa pada sampel tersebut terdapat zat pewarna sintetis. Kemudian yang akan dilanjutkan dengan analisis kuantitatif menggunakan metode gravimetri jika sampel positif mengandung zat pewarna sintetis. Hasil pemeriksaan kualitatif dari Laboratorium Kesehatan Daerah Medan menunjukkan bahwa dari lima (5) sampel yang diperiksa secara kualitatif, tidak ada warna sampel yang ditarik bulu domba sehingga kelima sampel dari lima pedagang bumbu giling di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak menggunakan zat pewarna sintetis pada cabe merah giling yang mereka jual. Sehingga proses pemeriksaan kuantitatifnya tidak dilanjutkan lagi. Penelitian mengenai identifikasi zat pewarna sintetis pada bumbu giling ini dilakukan karena mengingat seringnya penggunaan zat pewarna yang digunakan oleh produsen-produsen pangan dan tidak semua zat pewarna yang digunakan tersebut sesuai dengan kadar yang ditentukan dan juga diizinkan penggunaanya menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan. Seperti pada beberapa hasil penelitian berikut oleh Nasution (2009) terhadap 1 sampel yang positif menggunakan zat pewarna sintetis yaitu Rhodamin B dari 10 sampel cabe giling yang diuji yang beredar di pasar tradisional Kota Medan, penelitian yang sama juga Mujianto dkk (2013) terdapat Rhodamin B dalam 4 sampel dari 36 sampel cabe giling, penelitian Putra dkk (2014) menunjukkan bahwa dari 25 sampel saus cabai sebanyak 10 sampel mengandung Rhodamin B dan 15 sampel mengandung pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya yaitu erytrosin yang semua sampel melebihi kadar yang diperbolehkan. Adanya perbedaan warna dari masing-masing cabe merah giling yang dicurigai ditambahkan pewarna sintesis, yang nyatanya negatif terhadap penambahan warna sintetis mungkin dikarenakan perbedaan waktu produksinya dan kematangan ataupun warna dari cabe segar yang diproduksi. Zat Pengawet Penelitian pengawet pada bumbu giling dilakukan karena mengingat bumbu giling yang dijual di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak selalu habis dalam satu hari, sehingga dicurigainya digunakannya pengawet untuk mempertahankan daya simpannya. Identifikasi adanya boraks pada bumbu giling ini dilakukan karena 3
mengingat boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan meskipun bukan pengawet makanan. Makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, cukup sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium. Analisis dilakukan dengan metode reaksi kurkumin dengan prinsip adanya perubahan warna kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan jika terdapat boraks dalam sampel. Hasil identifikasi boraks menunjukkan bahwa pada semua sampel tidak ada perubahan warna kertas kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua sampel dari lima pedagang bumbu giling di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan tidak menggunakan boraks sebagai pengawet pada bumbu giling yang mereka jual. Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Penambahan pengawet Natrium Benzoat pada bumbu tidak dilarang menurut Permenkes RI No.033 tahun 2012, namun memiliki batas maksimun yaitu 600 mg/kg. Pemberian batas maksimum terhadap Natrium Benzoat dilakukan karena penggunaan bahan pengawet ini tidak selalu aman terutama jika digunakan dalam jumlah berlebihan. Pemeriksaan kualitatif pada sampel pada penelitian ini menggunakan reaksi esterifikasi. Pada reaksi ini akan tercium bau khas afitson yang menunjukkan adanya penggunaan Natrium Benzoat dalam sampel. Hasil pemeriksaan kualitatif Natrium Benzoat dapat dilihat seperti pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Natrium Benzoat pada Bumbu Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 No. Pedagang Kode Sampel 1 Pengamatan Pemeriksaan Sampel Hasil dengan reaksi Esterifikasi 2 I 3 4 5 6 Berbau Afitson Positif (+) 7 Berbau Afitson Positif (+) II 8 Berbau Afitson Positif (+) 9 Berbau Afitson Positif (+) 10 Berbau Afitson Positif (+) 11 12 III 13 14 15 16 17 IV 18 19 20 21 Berbau Afitson Positif (+) 22 Berbau Afitson Positif (+) V 23 Berbau Afitson Positif (+) 24 Berbau Afitson Positif (+) 25 Berbau Afitson Positif (+) Keterangan : : Cabe Merah Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V : Bawang Merah Giling dari Pedagang I, II, III, IV,V : Bawang Putih Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V : Kunyit Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V : Jahe Giling dari Pedagang I, II, III, IV, V 4
No Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif dengan reaksi esterifikasi, ada 10 sampel yang tercium berbau afitson dari dua pedagang yaitu pedagang II dan V sehingga diperlukan pemeriksaan kuantitatif terhadap 10 sampel tersebut apakah kadar zat pengawet yang digunakan yaitu Natrium Benzoat masih memenuhi syarat atau tidak berdasarkan ketentuan Permenkes RI No.033 tahun 2012. Hasil pemeriksaan bumbu giling secara kuantitatif terhadap penggunaan Natrium Benzoat dilakukan dengan menggunakan metode titrasi dengan prinsip titrasi dihentikan hingga larutan sampel berubah menjadi warna merah jambu dan kemudian dilakukan perhitungan terhadap kadar Natrium Benzoat. Hasil pemeriksaan kuantitatif Natrium Benzoat dapat dilihat seperti pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat pada Bumbu Giling yang Dipasarkan di Pusat Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2016 Kode Sampel Berat Sampel (gr) Volume Pentiter (ml) Kadar Pemeriksaan (mg/kg) Batas Maksimum (mg/kg) 1 5,2733 0,3 546 600 MS 2 5,1397 0,2 281 600 MS 3 5,4356 0,3 530 600 MS 4 5,0907 0,2 283 600 MS 5 5,3810 0,2 267 600 MS 6 5,3160 0,4 812 600 TMS 7 5,1062 0,3 564 600 MS 8 5,2133 0,4 828 600 TMS 9 5,1611 0,3 558 600 MS 10 5,2018 0.3 553 600 MS Keterangan : : Cabe Merah Giling dari Pedagang II, V : Bawang Merah Giling dari Pedagang II, V Ket : Bawang Putih Giling dari Pedagang II, V : Kunyit Giling dari Pedagang II, V : Jahe Giling dari Pedagang II, V MS : Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa dari 10 sampel yang diperiksa secara kuantitatif dengan metode titrasi, ada 2 sampel yaitu cabe merah giling dan bawang putih giling yang berasal dari pedagang V yang kadar zat Natrium Benzoatnya melebihi kadar yang ditentukan berdasarkan Permenkes RI No.033 tahun 2012 sehingga dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Meskipun peraturan hanya mengizinkan dalam jumlah yang sedikit dari Natrium Benzoat yang ditambahkan dalam bumbu giling, namun efek dari dosis Natrium Benzoat dari waktu ke waktu tidak dapat diketahui. Karena melihat fenomena yang ada, berapa banyak Natrium Benzoat yang dikonsumsi setiap individu dalam sehari yang dapat menyebabkan penumpukan Natrium Benzoat dalam tubuh, yang pada akhirnya akan mengganggu kesehatan, seperti: penyakit kulit dermatitis (penyakit kulit yang ditandai dengan gatal-gatal dan bentol-bentol), asma, artikaria (biduran yang ditandai dengan timbulnya cairan pada permukaan disertai rasa gatal-gatal), angio edema (penimbunan cairan pada lapisan kulit yang lebih dalam yang dapat terjadi pada saluran pernafasan atau pencernaan) (Waheni, 2009). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pemeriksaan zat pewarna sintetis dan pengawet pada semua sampel bumbu giling yang dipasarkan di Pusat Pasar tradisional kota Medan tahun, maka dapat disimpulkan bahwa: Seluruh sampel yang diperiksa secara kualitatif menunjukkan bahwa tidak ada sampel yang mengandung zat pewarna sintetis dan boraks. Namun ada 10 sampel positif mengandung Natrium Benzoat yang 5
berasal dari pedagang II dan V, dari 10 sampel tersebut ada 2 sampel yang melebihi kadar yang ditentukan yaitu CM5 812 mg/kg dan BP5 828 mg/kg, sehingga tidak memenuhi syarat (tidak aman) untuk dikonsumsi berdasarkan kadar maksimum yang ditentukan Permenkes RI No.033 tahun 2012 untuk kategori bumbu sebesar 600 mg/kg, namun 8 sampel lainnya masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Disarankan kepada masyarakat diharapkan lebih selektif dalam memilih makanan khususnya produksi industri rumah tangga yang siap saji seperti bumbu giling untuk dikonsumsi. Diharapkan kepada instansi terkait khususnya BPOM Kota Medan untuk tetap mengadakan pembinaan, pengawasan, pemeriksaan laboratorium secara periodik serta evaluasi secara berkala terhadap produk industri rumah tangga yang beredar di pasar-pasar tradisional. DAFTAR PUSTAKA Adriani, M. dan Bambang W., 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2011. Laporan Hasil Kegiatan Pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah dan Industri Rumah Tangga. http://www.pom.go.id. Diakses 18 Februari 2016. Saparinto, C. dan Hidayati D., 2006. Bahan Tambahan Pangan. Cetakan I. Kanisius. Yogyakarta. Waheni, 2009, Penentuan Kadar Natrium Benzoat Dalam Kecap Secara Spektrofotometri Ultraviolet, Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Widyaningsih, Tri D. dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Jakarta. Yuliarti, N., 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. CV Andi Offset. Yogyakarta. 6